Anda di halaman 1dari 15

I.

Skenario

Seorang wanita umur 32 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan berat badan menurun
kurang lebih 12 kg sejak 2 bulan terakhir walaupun nafsu makannya baik. Pasien juga
mengeluh jantung sering berdebar-debar dan tangan bergemetar. Pasien tidak memiliki
riwayat batuk dan demam.

II. Kata/kalimat kunci

 Wanita 32 tahun
 Berat badan menurun kurang dari 12 kg sejak 2 bulan terakhir
 Jantung sering berdebar
 Tangan gemetar

III. Pertanyaan
1. Jelaskan Anatomi, Fisiologi, Histologi, Biokimia dari sistem organ yang terkait!
2. Jelaskan fisiologi pembentukan berat badan!
3. Jelaskan patomekanisme penurunan berat badan pada skenario!
4. Jelaskan patomekanisme dari gejala skenario!
5. Tentukan DD dari skenario!
6. Jelaskan etiologi penyakit pada skenario!
7. Sebutkan dan jelaskan faktor risiko penyakit pada skenario!
8. Jelaskan patogenesis penyakit pada skenario!
9. Sebutkan dan jelaskan manifestasi klinis penyakit pada skenario!
10. Jelaskan langkah-langkah penegakkan diagnosis penyakit pada skenario!
11. Jelaskan penatalaksanaan penyakit pada skenario!
12. Sebutkan dan jelaskan komplikasi penyakit pada skenario!
13. Jelaskan prognosis penyakit pada skenario!
14. Jelaskan cara mencegah penyakit pada skenario!
IV. Jawaban
1.

a. Anatomi

kelenjar tiroid normal adalah suatu kelenjar padat,coklat kemerahan,licin, dan terdiri atas dua lobus
lateral serta jaringan penghubung di tengah (isthmus). Dan isthmus dapat terbentuk lobus piramidalis
yang terbentang ke atas dengan ukuran bervariasi. Berat normal tiroid berkisar antara 30-40 gr. Kelenjar
ini di kelilingi oleh simpai fibrosa yang lekat ; dari tempat ini terbentuk tonjolan-tonjolan fibrosa yang
memasuki kelenjar dan membaginya menjadi lobulus-lobulus kecil. Tiroid memiliki pembuluh darah dan
merupakan salah satu organ dengan laju aliran darah yang tertinggi per gram jaringan.

b. Fisiologi

sel-sel folikel tiroid memiliki tiga fungsi; 1) mengumpulkan dan memindahkan iodin ke keloid . 2)
membentuk tiroglobulin, suatu glikoprotein 660.000 Da yang terdiri atas dua subunit dan mengandung
banyak residu tiroid, dan mengeluarkannya ke dalam keloid. 3) membebaskan hormon tiroid dari
triglobulin dan mengeluarkan kedalam sirkulasi. T3 dan T4 disintesis di keloid oleh iodinasi dan
kondensasi molekul-molekul tiroid yang terikat bersama di triglobulin.

c. Histologi

secara histologis, kelenjar tiroid terdiri atas banyak asinus, yang dinamai folikel, yang tersusun rapat dan
masing-masing dikelilingi oleh kapiler dan stroma. Secara kasar, setiap folikel berbentuk bulat , yang di
lapisi bagian dalamnya oleh satu lapisan sel epitel kuboid dan terisi oleh kuloid, suatu zat berprotein
yang terdiri atas triglobulin dan hormon tiroid simpanan. Jika kelenjar inaktif, folikel membesar,sel-sel
yang melapisinya datar, dan banyak terdapat keloid. Ketika kelenjar aktif, folikel menjadi kecil, sel-sel
pelapis berbentuk kuboid atau kolumnar, koloid berkurang dan tepi-tepinya ceking, yang membentuk
“lakuna absorbsi”

d. Biokimia

kelenjar tiroid merupakan organ yang mensekresikan terutama hormon T3 dan T4. Hormon ini
membutuhkan iodium untuk aktivitas biologiknya pada kelenjar tiroid T3 dan T4 terikat pada triglobulin,
tempat terjadinnya biosintesa hormon ini. Pembebasan T3 dan T4 dari triglobulin memerlukan enzim
prokolitik yang di stoimulasi oleh TSH tettapi di hambat oleh iodium.

Sumber: Buku Ajar Patofisiologi Penyakit Stephen J.Mcphee & Wiliam F.Ganong Edisi 5 hal. 617

2.

Menurut J Brochek, komposisi tubuh manusia :

62,4 % air

16,4% protein

5,9 % mineral

15,3 % lemak
84,7 % massa lemak bebas

Menurut WHO tubuh manusia dibagi menjadi 4 macam :

 Komposisi atomik
 Komposisi molekular
 Komposisi selular
 Komposisi jaringan dan organ

3.

1) Pengaruh HormonInsulin

Pengaruh Hormon Insulin Hyposekresi insulin disebabkan oleh rusaknya sel B. Resistensi insulin
disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin yang berada dipermukaan sel.
Hyposekresi dan resistensi insulin menyebabkan glukosa tidk masuk ke dalam sel sehingga tidak
dihasilkan energi.Akibatnya, terjadi penguraiarn glikogen dalam otot.Dan pemecahan protein sehingga
menyebabkan penurunan berat badan.

2). Pengaruh Hormon Tiroid

Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh.Kelebihan hormon tiroid
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme basal yang terjadi dalam tubuh.Apabila glukosa
tidak mampu mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh, maka tubuh menggunakan glikogen dan
protein sebagai bahan bakar penggantinya. Akibatnya, massa otot menurun dan berat badan pun
menurun.
4. Hormon tiroid

Metabolisme tubuh↑

Kebutuhan oksigen↑ Penguraian simpan karbohidrat,lemak,protein

Vasodilatasi protein otot↓

Aliran darah↑ kelemahan otot

Aktivitas jantung↑ tremor

Berdebar-debar

Sumbaer: Buku Ajar Fisiologi Sherwood

5. DD dari skenario

Kata kunci Hipertiroidisme DM Tipe 2


wanita + +
32 tahun + +
Berat Badan Menurun + +
Palpitasi + +/-
Tremor + +/-
6. Etiologi

Hipertiroidisme

Produksi berlebihan hormon tiroid umumnya disebabkan oleh penyakit Graves. Pada penyakit Graves,
autoantibodi reseptor TSH ( TSH-R [stim] Ab) merangsang sel folikel tiroid untuk menghasilkan T4 dan T3
dalam jumlah berlebihan. Yang lebih jarang adalah bahwa pasien dengan goiter multinodular kemudian
mengalami tirotoksikosis tanpa antibodi dalam darahnya jika diberikan iodin anorganik ( mis., kalium
iodida) atau senyawa iodin organik (mis., obat antiaritmia amiodaron yang mengandung iodin 37%
berdasarkan berat). Goiter multinodular juga dapat membentuk satu atau lebih nodul yang menjadi
otonom dari regulasi TSH dan mengeluarkan T4 atau T3 dalam jumlah berlebihan.Pasien dari daerah
dengan endemi goiter dapat mengalami tirotoksikosis jika diberi suplementasi iodin (fenomena
jodbasedow).Adenoma folikular yang besar (diameter >3 cm) dapat menghasilkan hormon tiroid yang
berlebihan.

Kadang-kasang produksihormon tiroid yang berlebihan disebabkan oleh TSH (mis., dari adenoma
hipofisis) atau penyakit hipotalamus. Diagnosis diisyaratkan secara klinis oleh hipotiroidisme disertai
peningkatan kadar T4 dan T3 serum serta peningkatan TSH serum. Pemeriksaan neuroradiologis seperti
pemindaian dengan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) sella turcica
memastikan keberadaan suatu tumor hipofisis. Yang bahkan lebih jarang lagi adalah hipertiroidisme
akibat produksi TSH karena resistensi hipofisis (bukan jaringan perifer) terhadap efek supresif T4 dan T3.
Diagnosis ini diisyaratkan oleh temuan adanya peningkatan kadar T4 dan T3 serum sementara kadar TSH
serum tetap normal.

Hipertiroidisme dapat dipicu oleh tumir sel benih (kariokarsinoma dan mola hidatidiformis), yang
mengeluarkan sejumlah besar gonadotropin korion manusia (hCG). Sejumlah besar hCG yang
dikeluarkan oleh tumor ini berikatan dengan reseptor TSH sel folikel dan merangsaang produksi hormon
tiroid yang berlebihan. Meskipun jarang, hipertiroidisme dapat ditimbulkan oleh teratoma ovarium
yang mengandung jaringan tiroid (struma ovarii).Hipertiroidisme terjadi jika jaringan tiroid ektopik ini
mulai berfungsi secara otonom.Pasien dengan metastasis besar dari karsinoma tiroid folikuler dapat
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah besar, terutama setelah pemberian iodida.

Hipertiroidisme transien kadang-kadang dijumpai pada pasien dengan tiroiditis granulomatosa (subakut)
atau limfositik ( tiroiditis Hashimoto). Pada kasus semacam ini, hipertiroidismenya disebabkan oleh
destruksi tiroid disertai pelepasan hormon simpanan.

Akhirnya, pasien yang mengonsumsi hormon tiroid eksogen dalam jumlah berlebihan (kecelakaan atau
sengaja) dapat memperlihatkan gejala, tanda, dan temuan laboratorium hipertiroidisme.

Sumber: (Buku Ajar Patofisiologi Penyakit Stephen J. McPhee dan William F. Ganong Edisi 5 hal. 623)

7. Faktor Risiko
a. Terjadinya hipertiroidisme
Menurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang untukterkena hipertiroidisme sebagai berikut:
1) Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter ataupernah menjalani operasi kelenjar
tiroid.
2) Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dangangguan hormonal.
3) Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.
4) Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.
5) Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine sepertiamiodarone.
6) Berusia lebih dari 60 tahun.

b. Kambuh (relapse)
Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidismeterutama dengan obat antitiroid cukup
tinggi dengan persentase 30 – 70%(Bartalena, 2011).Kekambuhan pada pasien hipertiroidisme dapat
terjadisatu tahun setelah pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahunsetelahnya. Secara umum
faktor-faktor risiko terjadi kekambuhanhipertiroidisme adalah sebagai berikut:
1) Berusia kurang dari 40 tahun.
2) Ukuran goiter tergolong besar.
3) Merokok.
4) Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhirpengobatan dengan obat anti tiroid.
5) Faktor psikologis seperti depresi.
Sumber: etd.repository.ugm.ac.id

8. Patogenesis

Hipertiroisdisme

Apapun kausa hipertiroidismenya, hormon tiroid serum meningkat.Baik tirotoksikosis bebas (FT4)
maupun indeks tiroksin bebas (FT4I) meningkat. Pada 5-10% pasien, sekresi T4 normal sementara kadar
T3 tinggi (apa yang disebut sebagai toksikosis T3). Kadar T4 dan T3 serum total tidak selalu bersifat
definitif karena adanya variasi konsentrasi protein pengikat-hormon tiroid.

Hipertiroidisme akbiat penyakit Graves ditandai oleh penurunan kadar TSH serum berdasarkan
pemeriksaan imunoenzimometrik atau imunkradiometrik yang sensitif. Namun, kadar TSH dapat juga
tertekan pada beberapa penyakit psikiatrik akut dan penyakit non-tiroid lainnya. Pada kasus-kasus
langka, yaitu adenoma hipofisis penghasil-TSH (apa yang disebut sebagai hipertiroidisme sekunder) dan
penyakit hipotalamus dengan produksi TRH yang berlebihan (apa yang disebut sebagai hipertiroidisme
tersier), hipertiroidisme disertai oleh peningkatan kadar TSH plasma.

Penyerapan iodin radioaktif (RAI) oleh kelenjar tiroid pada 4, 6, atau 24 jam meningkat jika kelenjar
menghasilkan hormon berlebihan (mis., penyakit Graves); penyerapan ini menurun jika kelenjar
membocorkan hormon simpana (mis., tiroiditis), ketika hormon dibentuk di tempat lain (mis., struma
ovarii), dan jika pasien mengonsumsi hormon tiroid eksogen berlebihan (mis., hipertiroidisme palsu).
Pemindaian dengan technetium 99m dapat memberi informasi serupa dengan hasil yang diperoleh dari
RAI dan lebih cepat serta tidak banyak menimbulkan radiasi.
9. Manifestasi klinis

Organ Gejala & Tanda


Susunan Saraf Labil/emosional, menangis tanpa alasan yang jelas (iritabel), psikosis, tremor,
nervositas, sulit tidur, sulit konsentrasi
Mata Pandangan ganda, melotot
Kelenjar Tiroid Pembesaran tiroid
Jantung dan paru Sesak nafas (dispnoe), hipertensi, aritmia, berdebar-debar, gagal jantung,
tekanan nadi meningkat (takikardi)
Saluran cerna Sering buang air besar, lapar, banyak makan, haus, muntah, berat badan turun
cepat, toleransi obat
Saluran reproduksi Tingkat kesuburan menurun, menstruasi berkurang, libido menurun
Darah-limfatik Limfositosis, anemi, pembesaran limpa, pembesaran kelenjar limfe leher
Tulang Osteoporosis, epifisis cepat menurun, nyeri tulang
Otot Lemah badan (tirotoxis periodic paralysis), refleks meningkat, hiperkenesis, lelah,
tangan gemetar
Kulit Berkeringat tidak wajar (berlebihan) dibeberapa tempat

10. Langkah-langkah diagnosis dari Hipertiroidisme..

1. Anamnesis
Tanyakan gejala tirotoksikosis pada pasien usia lanjut gejala yang timbul mungkin hanya berupa
penurunan BB.

2. Pemeriksaan Fisik
 Relaksasi / lag kelopak mata, eksoftalmus, takikardi, fibralasi atrial, ginekomastia, tremor, kulit
hangat, dan lembab, kelemahan otot, dan myopati proximal
 Pemeriksaan neurologi →Peningkatan refleks, wasting otot, proximal tidak yang di sertai dengan
faskulasi
 Pemeriksaan kelenjar tiroid →Pemeriksaan difusi yang di sertai bruit akibat peningkatan
vaskularisasi kelenjar tiroid

3. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes untuk mengukur aktivitas/fungsi tiroid :
 Tiroksin serum (T4) →Memonitor hasil pengobatan anti-tiroid pada hipertiroidisme
 Tri-iodotironin serum (T3) →Mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal
 Kadar T4 bebas (FT4)
 Kadar T3 bebas (FT3)
 Indeks T4 bebas (FT4I)
 Tes TSH
b. Tes untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid

 Antibodi Tiroglobulin (anti Tg)


 Antibodi Tiroid Peroksidase
 Tiroid stimulating antibodies (TSAb)

c. Tes untuk monitoring terapi

 Tiroksin serum (T4)


 Tri-iodotironin serum (T3)
 Tes FT4
 Tes FT3
 Tes TSH

4. Pemeriksaan radiologi dan EKA dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta/pengikut

5. Ultrasonografi (USG) yang memastikan oftalmopati subklinis

Sumber :

 Waspadji, S., Pendekatan klinis dan pengelolaan tirotoksikosis dalam : Naskah lengkap
pelatihan penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter umum. Jakarta : interna
pubuslung 2008.

 Gleadle, john ; At a glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ; Jakarta : 2005 : penerbit
erlangga.

11. Tatalaksana Terapi Hipertiroidisme


Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktifmaupun tiroidektomi
adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke levelnormal serta mencapai kondisi remisi. Kondisi
remisi pada pasien hipertiroiddapat tercapai apabila kadar hormon tiroid pasien dapat dijaga pada
rentangeuthyroid (Laurberg, 2006).Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati
pasienhipertiroidisme adalah sebagai berikut:

A. Farmakologi
a. Obat Anti Tiroid
Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untukmenekan kelebihan hormon tiroid pada
pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid).Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah
untukmencapai kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untukmencapai remisi. Lama
penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisibervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi
sangat tergantung padakepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Baskin et al, 2002).Di negara-
negara maju, pengobatan hipertiroidisme cenderungbergeser ke terapi iodine radioaktif dan
penggunaan obat anti tiroid semakinjarang diberikan karena tingginya kemungkinan relaps (kambuh)
setelahremisi dan jangka waktu pengobatan yang memakan waktu selama satu hinggadua tahun.
Namun demikian obat anti tiroid juga masih umum digunakan padapasien yang kontraindikasi terhadap
iodine radioaktif, pasien hamil dan pasienyang akan menjalani terapi radioiodine.Pada pasien
hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxicmultinodular goiter obat anti tiroid tidak
direkomendasikan untuk digunakankarena tidak menyebabkan remisi pada golongan pasien ini.
Sedangkan padapasien Graves’ Disease obat anti tiroid terbukti dapat menghasilkan remisikarena efek
antitiroid dan imunosupresan (Ajjan dan Weetman, 2007).

1) Jenis Obat Anti Tiroid


Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil danmethimazole, termasuk dalam golongan
yang sama yaitu thionamide.Keduanya memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki
profilfarmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumindan lipofilisitas.
Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada hipertiroidismeyang
diakibatkan oleh Graves’Disease maupun pada pasien yang akanmenerimaterapi radioiodine
dantiroidektomi (Bahn et al, 2011; Fumarola et al, 2010).

Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves’Disease, obat anti tiroid dapat
mengembalikan fungsi tiroid karena adanyasifat imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu
apoptosis limfositintratiroid, menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells
(Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010).

a) Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obatantitiroid golongan thionamide yang tersedia
dalam sediaan generik diIndonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzimthyroid
peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulinsehingga mencegah produksi hormon
tiroid. Selain itu obat anti tiroidmemiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi
limfosit,HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al, 2010).Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi
RSUD Dr. Soetomoedisi III, dosis awal propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam,setelah 4 – 8
minggu dosis diturunkan menjadi 50 – 200 mg sekali atau
dua kali dalam sehari (Anonim, 2008). Keuntungan propylthiouracildibandingkan methimazole adalah
propylthiouracil dosis tinggi jugadapat mencegah konversi thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif
triiodothyronine(T3) di perifer, sehingga merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau
peningkatan hormon tiroid secara akut danmengancam jiwa (Nayak dan Burman, 2006).

Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampersepenuhnya terabsorpsi di saluran


gastrointestinal. Karena durasikerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapakali
sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat inimulai ditinggalkan karena berkaitan
dengan kepatuhan pasien(Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010).Di Amerika Serikat propylthiouracil
hanya digunakan jikapasien alergi atau dikontraindikasikan terhadap methimazole
danhamil.Propylthiouracil tidak menjadi terapi lini pertama padapengobatan hipertiroidisme karena
kepatuhan pasien yang rendah danefek samping berat sepertihepatotoksik.Namun propylthiouracil
merupakan obat pilihan pertama padapasienhipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama. Hal
inidisebabkan sifat PTU yang kurang larut lemak dan ikatan denganalbumin lebih besar menyebabkan
obat ini transfer plasenta lebih kecildibandingkan methimazole (Fumarola et al, 2010; Hackmon et
al,2012).

b) Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat antitiroid golongan thionamide yang menjadi
lini pertama pengobatanhipertiroidisme dan merupakan metabolit aktif dari.Carbimazole merupakan
bentuk pro-drug dari methimazole yangberedar di beberapa negara seperti Inggris. Di dalam
tubuhcarbimazole akan diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole denganpemotongan gugus
samping karboksil pada saat metabolisme lintaspertama (Bahn et al, 2011). Mekanisme kerja
methimazole dalammengobati hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil yaitumenghambat kerja
enzim thyroid peroxidase dan mencegahpembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak
memiliki efekmencegah konversi T4 ke T3 (Nayak dan Burman, 2006).

Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsisempurna di saluran cerna. Karena durasi
aksinya yang panjang,sekitar 40 jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (single
dose). Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. SoetomoEdisi III, dosis awal methimazole
dimulai dengan 40 mg setiap pagiselama 1 – 2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20mg
setiap pagi (Anonim, 2008).Methimazole merupakan lini pertama pengobatanhipertiroidisme karena
efek samping yang relatif lebih rendah daripropylthiouracil, faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas
yang lebihbaik dibandingkan propylthiouracil. Sejak tahun 1998 methimazolemerupakan obat anti tiroid
yang paling banyak diresepkan di Amerika
Serikat untuk mengobati Graves’ Disease (Bahn et al, 2011; Emilianoet al, 2010; Nakamura et al, 2007).
Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimesterpertama tidak direkomendasikan karena
efek teratogenik methimazolemenyebabkan malformasi kongenital seperti aplasia cutis dan
choanalatresia.Sehingga pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamiltrimester pertama yang sedang
mengonsumsi methimazole perludilakukan penggantian terapi ke propylthiouracil.
Sedangkan pada ibu menyusui methimazole terbukti amandiberikan hingga dosis 20 – 30 mg/ hari
(Hackmon et al, 2012;Stagnaro-Green et al, 2011).

2) Metode Terapi Obat Anti Tiroid


a) Block and Replacement
Pada metode block and replacement pasien diberikan obat antitiroid golongan thionamide
(propylthiouracil atau methimazole) dosistinggi tanpa adanya penyesuaian dosis bersamaan
denganlevothyroxine. Pada penderita Graves’ Disease anti tiroid dosis tinggidiharapkan dapat
memberikan efek imunosupresan yang maksimal.Sedangkan pemberian levothyroxine ditujukan untuk
menggantikebutuhan hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosistinggi dan mencegah
hipotiroidisme (Bartalena, 2011).Menurut Ajjan dan Weetman (2007), pemberian obat antitiroid dengan
regimen dosis block and replacement lebih banyakmenghasilkan efek samping dibandingkan dengan
metode titrasikarena penggunaan obat anti tiroid dosis tinggi. Namun metode ini ini memiliki
keuntungan berupa fluktuasi fungsi tiroid yang lebih terjaga
dan durasi pengobatan yang lebih pendek (6 bulan).

b) Titrasi
Pada metode titrasi pemberian dosis disesuaikan dengankondisi hipertiroidisme masing-masing pasien.
Dosis awal untukmethimazole 15 – 40 mg/hari diberikan single dose dan dosis awal
untuk propylthiouracil 300 – 400 mg/hari diberikan multiple dose.Prinsip dari regimen dosis dengan
metode titrasi adalah mencapaikondisi euthyroid secepatnya dan menghindari kondisi
hipotiroidisme.Apabila kadar TSH serum meningkat dan kadar T4 telah mencapaikondisi euthyroid maka
dosis obat anti tiroid diturunkan hinggamencapai dosis efektif minimal yang menghasilkan efek
(Bartalena,2011).

Menurut Abraham et al (2005), pemberian obat anti tiroiddengan metode titrasi memberikan efikasi
yang setara dengan metodeblock and replacement. Keunggulannya efek samping berupa rash
danagranulositosis lebih jarang terjadi pada metode titrasi. Namun padametode ini durasi pengobatan
yang dibutuhkan lebih lamadibandingkan dengan metode block and replacement, rata-rata selama12 –
24 bulan, dan perlu dilakukan kontrol rutin untuk mengetahuiprofil TSH dan hormon tiroid darah untuk
penyesuaian dosis.

b. Iodine Radioaktif
Pengobatanhipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAImenjadi pilihan utama dokter di Amerika
Serikat. Pada metode ini digunakanisotop iodine, yang paling umum digunakan adalah131I. Di dalam
tubuh RAIakan di-uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI
beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroidsehingga dapat menurunkan kadar hormon tiroid
yang berlebihan. RAIdikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan
merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi (Bahn et al, 2011; Baskinet al 2002).

Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAIdiantaranya adalah memburuknya gejala
Graves’ ophtalmopathy danpeningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien
denganhipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien berusia lanjut, atau
pada pasien dengan risiko komplikasi hipertiroidisme perlu diberikan obat antitiroid hingga mencapai
kondisi euthyroid (Baskin et al, 2002).

Menurut Walter et al (2007), pasien yang menggunakan obat antitiroid seminggu sebelum maupun
setelah pengobatan dengan iodine radioaktifmemiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi. Sehingga obat
anti tiroid harusdihentikan 2 minggu sebelum pemberian RAI (Ghandour dan Reust, 2011).Kondisi
euthyroid umumnya dapat tercapai tiga hingga enam bulan pasca
penggunaan RAI. Pada pengobatan hipertiroidisme dengan metode RAI terdapat duametode
pengobatan sebagai berikut:
1.) Metode Ablative
Pada metode ini digunakan RAI dosis tinggi untuk mencapaikondisi hipotiroidisme permanen. Metode
ini direkomendasikan padapasien geriatrik dan pasien dengan gangguan jantung untuk
mengendalikan gejala secepat mungkin. Selain itu metode ini merupakanpilihan bagi pasien
hipertiroidisme akibat toxic nodular goiter. Kelemahanmetode ini adalah pasien akan menderita
hipotiroidisme secara permanendan perlu mendapat terapi pengganti hormon tiroid seumur hidup.

2.) Metode Gland-specific Method


Pada metode ini pasien diberikan RAI dosis rendah yang dapatmencapai kondisi euthyroid. Kelebihan
dari metode ini dibandingkanmetode ablative adalah pasien tidak menderita hipotiroidisme
secarapermanen, namun demikian penghitungan dosis optimal sulit untuk
dilakukan (Ghandour dan Reust, 2011).

B. Non Farmakologi

Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjartiroid.Metode terapi ini merupakan
pilihan bagi pasien yang kontraindikasiatau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine
radioaktif.Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau
goiter yang sangat besar (Baskin et al, 2002). Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan
menjadi duametode berikut:
1) Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagiankelenjar tiroid.Dengan tidak adanya kelenjar
tiroid yang memproduksihormon tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oralseumur
hidup.

2) Tiroidektomi sub-total
Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagiankelenjar tiroid sehingga pasien tidak perlu
mengonsumsi hormon tiroidkarena kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi
hormonetiroid.Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan iniadalah
hipoparatioroidisme.Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimanahormon paratiroid tubuh kurang
dari normal, manifestasi klinik yang munculberupa hipokalsemia dan hiperfosfatemia.Secara anatomis
kelenjar tiroid danparatiroid terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi
kelenjarparatiroid dapat ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme
setelahtiroidektomi.Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifatsementara maupun
permanen.Selain hipoparatiroidisme, efek samping lainnyayang dapat muncul adalah gangguan pada
produksi suara beberapa hari hinggabeberapa minggu setelah operasi (Bhattacharyya dan Fried, 2002).
12. Komplikasi

Masalah jantung : Detak jantung cpt, Atrial fibrasi, Gagal jantung kongestif

Masalah mata : Melotot, Mata merah dan bengkak, Sensitif thd cahaya, Penglihatan kabur atau ganda,
Kehilangan penglihatan

Masalah kulit :Pasien graves mengembangkaan dermopathy

Masalah tulang : Kelemahan Tulang, osteoporosis, Krisis tirotoksikosik (Thyroid storm)

13. Prognosis

Prognosis hipertiroid sangat tergantung pada penyebab. Pada pasien dengan penyakit jantung yang
sudah ada sebelumnya hipertiroidisme meningkatkan resiko kematian (rasio hazard [HR]=1,57) dan
bahkan pada pasien tampa jantung .hal ini meningkatkan resiko stroke iskemik (HR=1,44) antara dewasa
usia 18-44 tahun.hipertiroidisme yang tidak di obati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral
tulang yang rendah dan meningkatkan resiko fraktur pinggul komplikasi berupa krisis juga dapat
menyababkan kematian, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendarsari terjadinya krisis
tiroid. Tetapi dengan penanganan dan pemantauan yang baik dan disiplin pasien.umumnya gejala
hipertiroid akan terkendali dan teratasi.

Dosis obat perlu disesuaikan secara berkala sampai kondisi telah normal (euthyroid).umumnya
penderita hipertiroid memberi respon yang baik dengan pengobatan, walaupun ada kemungkinan
terjadi kekambuhan

sumber :

-ghandour.A.,dan reust,c.,2011,hipertiroideisme:A stepwise approach management.the journal of family


practice.

-http.//:etd.Repository.ugm.ac.id

14. Pencegahan

-pencegahan tingkat awal (primordial)

Promosi kesehatan,penyuluhan tentang faktor resiko

-Pencegahan primer

Megontrol dan menurunkan faktor resiko yang dapat mencegah penyakit bertambah parah

-Pencegahan sekunder
Menunda progresivitas penyakit agar penyakit tidak berkembang dan menimbulkan komplikas Pada
penderita yang asimptomatis

-Pencegahan tersier

Optimalisasi penaganan medis dan meningkatkan menagemen untuk menagani penyakit dan
menghindari komplikasi lebih lanjut yang dapat meningkatkan tingkat kematian di khususkan pada
penderita yang simptomatis

sumber : international journal endocrinology and metabolisme. kowsar medical institute.2017.ncbi


.hlm.nih.gov

Anda mungkin juga menyukai