Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : An.A

Umur : 14 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Siswa

Agama : Islam

Alamat : Sawah Lama

Tanggal Pemeriksaan : 08 Mei 2019

II. Anamnesa

Keluhan Utama : Nyeri ketika menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas Kampung Sawah dengan keluhan nyeri ketika


menelan. Pasien merasakan nyeri setiap kali menelan makanan. Keluhan dirasakan sejak
± 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam sejak ± 4 hari yang lalu disertai
batuk di awal, selain itu pasien merasakan nyeri kepala. Pasien tidak mengeluhkan mual
ataupun muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien mengaku tidak alergi terhadap makanan/minuman.


 Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi terhadap obat.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien saat ini.

1
III. Pemeriksaan Fisik

Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Heart rate : 98 x / menit
Respiratory rate : 22 x / menit
Temperatur : 37,5˚C
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 149 cm
Status gizi : Gizi baik

a. Status General
Kulit
Warna : Coklat, Ikterus (-)
Turgor : Kembali cepat
Kepala
Mata : Konjungtiva pucat (- /-), sklera ikterik (-/-), mata

cekung (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

Telinga : Normotia, Serumen (-/-)


Hidung : Sekret (-/-), NCH (-/-)
Mulut : Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Lidah : Beslag (-)
Geligi : Karies (-)
Faring : Hiperemis (+), Tonsil T1-T1
Leher : Retraksi suprasternal (-), Pembesaran KGB (-)
Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus (N)
Perkusi : Sonor

2
Auskultasi : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICR V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, Distensi (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
- Lien : Tidak teraba
- Hepar : Tidak teraba
Perkusi : Timpani usus (+)
Auskultasi : Peristaltik (N)
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis (-) (-) (-) (-)


Edema (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)

IV. Resume

Pasien datang ke Puskesmas Kampung Sawah dengan keluhan nyeri ketika


menelan. Pasien merasakan nyeri setiap kali menelan makanan. Keluhan dirasakan sejak
± 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam sejak ± 4 hari yang lalu disertai
batuk di awal, selain itu pasien merasakan nyeri kepala. Pasien tidak mengeluhkan mual
ataupun muntah. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan mukosa faring hiperemis,
arcus palatoglossus hiperemis, tonsil hiperemis dan tonsil kanan – kiri tampak
membesar T1.

3
V. Pemeriksaan Penunjang

-
VI. Diagnosa Banding

- Tonsilitis akut
- Faringits akut at causa Viral Infection

VII. Diagnosa Kerja

- Faringitis Akut at causa Bakterial Infection

VIII. Penatalaksanaan

Medikamentosa :
- Amoksisilin 3 x 500 mg tab
- Paracetamol 3 x 500 mg tab
- Guaifenesin 3 x 1 tab
- Dexamethasone 2 x 0,5 mg tab
- Vit B Complex 2 x 1 tab
Non-Medikamentosa :

- Pasien dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau


antiseptik
- Istirahat yang cukup

IX. Prognosa

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo Sanactionam : dubia ad bonam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Faringitis adalah sindroma inflamsi yang terjadi pada faring yang disebabkan
oleh berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum
dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan
adenoid. (1)

Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong


dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang
utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari
dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra
servikalis ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan
laring di bawah berhubungan melalui auditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esofagus.(1)

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. (1)

Otot - otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media
dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di
sebelah depan, otot- otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada
jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan
otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. (1)

5
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan
M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerja
sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. (1)

M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring


dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang
dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini,
M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula. (1)

M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya
untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini
dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole
dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M. Palatoglosus membentuk
arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus faring. M.Palatofaring
membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil dan
kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. (1)

6
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
(1)
faring yang ekstensif.

Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot
faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus
Glossopharyngeus. (1)

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. (1)

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring


dan Laringofaring (Hipofaring). (1)

7
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari
nasofaring ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan


beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring
dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang
merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi
mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare,
yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal
saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen
laserum dan muara tuba Eustachius. (1)

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan


laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
(1)
foramen sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan


batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

8
- batas atas : epiglotis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai
arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior Ruang
retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat
jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas
sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksila. (1)

Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut


dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya
ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor
faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan
M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua
bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya.
Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses
supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis
interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang
disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang etrofaring
oleh suatu lapisan fasia yang tipis. (1)

Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara dan artikulasi. Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral,
fase faringeal dan fase esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses
menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut: (2)

9
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik

b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan

c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring

e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung

f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah.
Kontraksi M.Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s
ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator
veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi M.Paltoglossus yang menyebabkan ismus
fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut. (2)

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan
bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh
kontraksi M.Stilofaring, M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh
epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis
dan plika vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus.
Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang
menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan akan meluncur kea rah esophagus,
karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. (2)

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke


lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya

10
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
M.Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke
dalam esophagus. (2)

Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan tidak akan
kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di
esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior
pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh
gerakan peristaltic esophagus. (2)

Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung sehingga tidak akan
terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara
reflex ketika dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan
ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka sfingter ini akan menutup
kembali. (2)

11
Fungsi Faring dalam Bicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
M.Salpingofaring dan M.Palatofaring, kemudian M.Levator veli palatine bersama-sama
M.Konstriktor faring superior. (1)

Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum


mole ke atas belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini
diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2
macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M.Palatofaring
(bersama M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M.Konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan. Ada yang
berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan
dengan gerakan palatum. (1)

Epidemiologi

- Frekuensi
Faringitis memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke
tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa
mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk didalamnya faringitis akut)
tiap tahunnya.
- Mortalitas
Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah
dan absensi di tempat kerja bagi orang dewasa.
- Ras
Faringitis mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata.
- Jenis Kelamin
Faringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama.
- Usia

12
Faringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai
anak-anak.(3)

Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat
infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis,
virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis
yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%).
Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex
virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV).
Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. (3)

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan
5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan
penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang
ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%)
antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium
ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh,
konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. (3)

Tabel 2. Persentase etiologi faringitis akut

13
Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,
putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral,
menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus
dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. (3)

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan


pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur
yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic
dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. (3)

Klasifikasi Faringitis

Faringitis Akut
a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan


menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit
menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus
menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. (3)

14
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang
disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan
demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati
akut di leher dan pasien tampak lemah. (3)

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu
yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa
hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. (3)

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan


menggunakan Centor criteria, yaitu :

1. Demam
2. Anterior Cervical lymphadenopathy
3. Tonsillar exudates
4. Absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien
memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien
memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. (3)

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak
putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. (3)

15
Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis
kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik
adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. (3)

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang
bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan
tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa
faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme


yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala gejala
seperti :

1. Gatal dan kering pada tenggorokkan


2. Suhu tubuh naik sampai mencapai 400 C
3. Rasa lesu dan nyeri disendi
4. Tidak nafsu makan (anoreksia)
5. Rasa nyeri ditelinga (otalgia)
6. Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak

16
7. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran
seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus.
8. Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak. (3)

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang


cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus,
telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat,
tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. (1)

Diagnosa Banding

1. Mononukleus infeksiosa
2. Tonsilitis difteri
3. Scarlet fever
4. Angina agranulositosis
5. Tonsilitis kronis (1)

Penatalaksanaan

- Antibiotika golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari


- Antipiretik
- Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan
- Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin (1)

Prognosis

Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan diterapi
dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang
terlambat dan penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.(1)

17
BAB III
ANALISA MASALAH

Pada pasien ini didiagnosis sebagai faringitis karena didapatkan dari anamnesa
yaitu Pasien datang ke Puskesmas Kampung Sawah dengan keluhan nyeri ketika
menelan. Pasien merasakan nyeri setiap kali menelan makanan. Keluhan dirasakan sejak
± 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam sejak ± 4 hari yang lalu disertai
batuk di awal, selain itu pasien merasakan nyeri kepala. Pasien tidak mengeluhkan mual
ataupun muntah. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan mukosa faring hiperemis,
arcus palatoglossus hiperemis, tonsil hiperemis dan tonsil kanan – kiri tampak
membesar T1.

Faringitis adalah sindroma inflamsi yang terjadi pada faring yang disebabkan
oleh berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum
dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan
adenoid. (1)

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang


cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus,
telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat,
tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. (1)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty Arsyad S, Dr. Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta
2. Soepardi E, Iskandar N, Jenny Bashiruddin, Ratna Restuti, Faringitis, Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Ed.6 2007 :
217 - 219
3. Prof.Dr.Iskandar N, Editors. Faringitis. Buku Saku Ilmu Kesehatan
Tenggorokan Hidung Telinga, Ed 12.2010 : 176 - 185

19

Anda mungkin juga menyukai