Anda di halaman 1dari 19

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SS
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln. Kramat Kulo GG M. Soleh RT.008/08 Kramat Senen
Tanggal pemeriksaan : 27 Agustus 2019

II. ANAMNESA
Anamnesa : Autoanamnesa pada tanggal 27 Agustus 2019

Keluhan Utama :
Mata kanan merah sejak 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa nyeri dan silau bila melihat cahaya
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik Mata Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
dengan keluhan mata kanan merah sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan pasien bila matanya
ditekan atau melirik, pasien juga merasakan pusing kepalanya. Saat ini, mata kanan pasien terasa
silau jika berada di tempat yang terang serta pasien merasa penglihatan sebelah kanan terasa
menurun. Pasien mengatakan air matanya sering keluar, namun tidak ada belek, dan tidak ada
gatal. Pasien mengatakan mempunyai minus tinggi dan sudah menggunakan kacamata kurang
lebih selama 11 tahun. Riwayat mata terbentur sesuatu dan demam disangkal. Keluhan lain
seperti rasa mual, muntah, sering nyeri atau kaku pada tulang-tulang persendian terutama pada
pagi hari disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : Disangkal

1
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Trauma Tumpul Kepala / Mata : Disangkal
Riwayat Operasi : Operasi Katarak OD 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit serupa dengan pasien. Keluarga tidak ada
yang memiliki penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung dan alergi

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital : Tekanan darah : tidak dilakukan Suhu : 36.50C
Nadi : 82x/menit Frekuensi Nafas : 20x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Lihat status oftalmologi
THT dan Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat dan tidak ada edema pada kedua ekstremitas.

STATUS OFTALMOLOGI

2
Visus
Keterangan OD OS
Tajam Penglihatan 1/300 1/60
Koreksi Tidak ada kemajuan S-10.5 C-250x60◦  0.4
Addisi - -
Distansia Pupil 62/60
Kacamata lama S -10.5 S -11.5

Kedudukan Bola Mata


Keterangan OD OS
Eksoftalmus Tidak Ada Tidak Ada
Endoftalmus Tidak Ada Tidak Ada
Deviasi Tidak Ada Tidak Ada

Supra Silia
Keterangan OD OS
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

Palpebra Superior dan Inferior


Keterangan OD OS
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fissura palpebral Tidak Ada Tidak Ada
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Pseudoptosis Tidak Ada Tidak Ada

Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior


Keterangan OD OS
Hiperemis Tidak Ada Tidak Ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada

3
Konjungtiva Bulbi
Keterangan OD OS
Injeksi konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Ada Tidak Ada
Pendarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pteregium Tidak Ada Tidak Ada
Pingekuela Tidak Ada Tidak Ada
Nervus Pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
Kista dermoid Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada

Sistem Lakrimalis
Keterangan OD OS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
Test anel Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Sklera
Keterangan OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada

Kornea
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat dan dendrit Tidak Ada Tidak Ada
Ulkus Tidak Ada Tidak Ada
Perforasi Tidak Ada Tidak Ada
Arkus senilis Tidak Ada Tidak Ada
Edema Ada Tidak Ada
Tes Placido Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Bilik Mata Depan


Keterangan OD OS
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak Ada Tidak Ada
Hipopion Tidak Ada Tidak Ada
Efek Tyndall Ada Tidak Ada

4
Iris
Keterangan OD OS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kriptae Tidak jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

Pupil
Keterangan OD OS
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran ±5 mm ±5 mm
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya tidak langsung Positif Positif

Lensa
Keterangan OD OS
Kejernihan Tidak Jernih Tidak Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif

Badan Kaca
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih

Fundus Okuli
Keterangan OD OS
Refleks Fundus Positif Positif
Papil
 Bentuk Bulat Bulat
 Warna Jingga Jingga
 Batas Tegas Tegas
 CD Ratio 0,3 0,3
Arteri vena 2:3 2:3
Retina
 Edema Tidak Ada Tidak Ada
 Pendarahan Tidak Ada Tidak Ada
 Eksudat Tidak Ada Tidak Ada
 Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Makula lutea
 Refleks fovea Positif Positif
 Edema Sulit dinilai Sulit dinilai

5
Palpasi
Keterangan OD OS
Nyeri tekan Iya Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tonometri 6.0 mmHg 12.0 mmHg

Lapang Pandang
Keterangan OD OS
Tes konfrontasi Lapang pandang pasien sama Lapang pandang pasien sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa

IV. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan menggunakan oftalmoskop indirect
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pemeriksaan radiologi
4. Skin test

V. Resume
Pasien datang ke poliklinik Mata Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
dengan keluhan mata kanan merah sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan pasien bila matanya
ditekan atau melirik, pasien juga merasakan pusing kepalanya. Saat ini, mata kanan pasien terasa
silau jika berada di tempat yang terang serta pasien merasa penglihatan sebelah kanan terasa
menurun. Pasien mengatakan air matanya sering keluar, namun tidak ada belek, dan tidak gatal.
Pasien mengatakan mempunyai minus tinggi dan sudah menggunakan kacamata kurang lebih
selama 11 tahun.
Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus mata kanan 1/300. Pada pemeriksaan
mata kiri didapatkan visus mata kiri 1/60 dengan koreksi S-10.5 C-250 x 60◦  0.4. Pada
pemeriksaan mata kanan pasien didapatkan nyeri tekan pada palpebra, terapat injeksi siliar, pada
slitlamp tampak kornea yang udem, dan efek Tyndal positif. Tekanan intraokular mata kanan 6.0
mmHg dan tekanan intraokular mata kiri 12.0 mmHg.

6
VI. Diagnosa Kerja
Uveitis anterior (OD)
Pseudophakia (OD)

VII. Diagnosa Banding


Keratitis
keratokonjungtivitis
Glaukoma akut

VIII. Penatalaksanaan
1. P – pred 6 dd OD
2. Tropin 1% 3 dd OD
3. Eye fresh 6 dd OD
4. Disarankan untuk menggunakan kacamata gelap untuk keluhan fotofobia

IX. Prognosis
Keterangan OD OS
Quo Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Uvea

Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, korpus siliaris
dan koroid. Bagian ini merupakan bagian vaskular tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan
kornea.1,2

Gambar 1. Anatomi Uvea

Sumber : www.google.com

1. Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan
pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan
dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera
posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma iris terdapat
sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan
posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke
arah anterior. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-
lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti. Iris mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar
cabang dari saraf kranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik
untuk miosis.1
2. Korpus Siliaris
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).

8
Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata
dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata.
Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang
merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar,
yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan
epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus humor. Badan
siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai system ekskresi di belakang
limbus. Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan
mengakibatkan mengendornya zonula zinn sehingga terjadi pencembungan lensa.1
3. Koroid
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid
tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin
dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Khoroid di sebelah dalam
dibatasi oleh membrana Bruch dan di sebelah luar dibatasi oleh sklera. Khoroid
melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid
bersambung dengan badan siliar.1

A. Defenisi Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah inflamasi yang terbatas pada iris (iritis) atau pada iris dan
badan siliar (iridosiklitis). Jenis uveitis ini merupakan bentuk paling umum dari semua
kasus uveitis (60%), dan juga merupakan bentuk yang paling sering muncul dan bersifat
akut.3

B. Epidemiologi Uveitis Anterior

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya terjadi pada usia muda dan usia
pertengahan. Insidensi dari uveitis di Amerika Serikat sekitar 15 per 100.000 orang per
tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar
50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada
umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika

9
Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30-
40 tahun.

C. Etiologi Uveitis Anterior

Penyebab dari iritis dan iridosiklitis tidak dapat diketahui dengan melihat
gambaran kliniknya saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik
reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.
Uveitis sering idiopatik. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik
humoral. Bakteremia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila
kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
Sebagian besar uveitis anterior disebabkan oleh infeksi, tetapi meskipun begitu penyebab
non infeksi menduduki proposi lebih besar sehingga uveitis anterior dapat dianggap
sebagai kejadian autoimun primer, dimana 40- 60% kasus akut memiliki kaitan dengan
HLA-B27. Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh trauma seperti kontusio, perlukaan
intraokular dan operasi, tetapi jarang karena obat-obatan atau pemakaian lensa kontak.3,4

D. Patofisiologi Uveitis Anterior


Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap
zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen
endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu
setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.3,4
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang
tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin
dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan
perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).

10
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan
lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.3,4
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis
dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama
sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam kamera okuli posterior lebih besar dari
tekanan dalam kamera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang
disebut iris bombe (Bombans).3,4

E. Klasifikasi Uveitis Anterior

Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering
membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi
anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis
atau uveitis difus. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis
akut, uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis
berdasarkan patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa.
Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme
patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortikosteroid diduga peradangan ini
semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus
yakni iris dan korpus siliaris. Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti
invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium
tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan
diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai
sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior.4

11
F. Manifestasi Klinis Uveitis Anterior
Uveitis anterior akut memiliki karakteristik nyeri dengan onset mendadak dan
mata merah tanpa sekret (discharge), dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan
ringan. Bentuk nyeri biasanya tumpul, bertambah pada penekanan kelopak mata dan
dapat menjalar ke pelipis. Fotosensitivitas khususnya sinar matahari, akan membuat
semakin tidak nyaman, hal ini dikenal sebagai fotofobia.3
Pada pemeriksaan ditemukan injeksi bentuk campuran (konjungtiva dan siliar),
deposit bagian belakang atau bagian endotel kornea (keratik prespitat), reaksi inflamasi
hebat pada bilik mata depan (sel dan flare), serta miosis inflamatorik lensa (sinekia
posterior). Pada keadaan yang berat, sering ditemukan hipopion atau deposit leukosit
pada bilik mata depan, biasanya menunjukkan adanya keterkaitan dengan HLA-B27.
Tekanan intraokular seringkali lebih rendah dari biasa karena adanya penurunan produksi
humor akuos akibat peradangan siliar.3

Gambar 2. Uveitis anterior dengan (A) injeksi campuran dan hipopion, (B) sinekia
posterior dan (C) endapan keratik prespitat pada endotel kornea serta hilangnya kripti iris.

Uveitis anterior kronik memiliki progesitivitas lambat tanpa keluhan nyeri,


sehingga keluhan utama adalah gangguan penglihatan. Karena berjalan lambat, diagnosis
uveitis kronis sering terlambat, sebagaimana yang terjadi pada anak-anak dengan artritis
juvenile idiopatik. Apabila kondisi kronik ini dibiarkan, dapat terjadi komplikasi seperti
degenerasi kornea yang berbentuk pita (band keratopathy), katarak sekunder dan
glaukoma sekunder.

12
G. Diagnosis Uveitis Anterior
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah
menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang
mungkin pernah diderita oleh pasien.3,4,7
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:
a. Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis
atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera
setelah muncul.
b. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
c. Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
d. Pandangan kabur (blurring)
e. Umumnya unilateral

2. Pemeriksaan Oftamolgi3,4
a. Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
b. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata
yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan
akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat
akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos.
c. Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang
jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
d. Kornea : KP (+), udema stroma kornea
e. Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
f. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
g. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada
kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien
mengalami iritis berulang.

13
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan
a. Radiografi thorax
b. Pemeriksaan serologi
c. Pemeriksaan angiontensin-converting enzyme (ACE)
d. Pemeriksaan HLA – 27
e. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis
f. Pemeriksaan antibodi terhadap toksoplasmosis.
Pemeriksaan laboratorium adalah darah lengkap, ESR, VDRL,TPHA, pemeriksaan
Penanda autoimun, kalsium, kadar serum ACE untuk sarkadiosis, pemeriksaan
toksoplasma serologi dan TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, hepatitis B, HIV,
herpes simplex dan herpes zoster). Dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologis
yaitu thoraks (tb, sarkadiosis, histoplasmosis), tulang belakang dan sendi sarkoiliaka
(ankilosisng spondylitis) dan pemeriksaan sendi lain (rheumatoid artritis, juvenile
rheumatoid artritis), pemeriksaan skin test dengan uji mantoux dan pemeriksaan
menggunakan 3 lensa mirror untuk melihat dan menilai sudut bilik mata, polus
posterior dan retina perifer.7

Tatalaksana Uveitis Anterior


Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah :
a. Mencegah sinekia posterior
b. Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis
c. Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:
 Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis)
 Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik
d. Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder
e. Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien
Apabila penyebab uveitis anterior adalah infeksi, tatalaksana diberikan dengan
obat antiviral atau antibiotik sedangkan untuk uveitis non infeksi, tatalaksana bersifat
simtomatik. Terapi lokal terdiri dari pemberian tetas mata baik berupa kortikosteroid dan

14
siklopegik untuk mencegah sinekia posterior antara iris dan lensa serta mengurangi nyeri
dengan cara mengistirahatkan badan siliar. Steroid dapat diberikan sebagai tetes mata dan
salep diberikan 4-6x sehari tergantung beratnya penyakit. Pada umumnya dimulai dengan
pembeian tetes mata, bila 2 hari tidak ada perubahan maka dirubah dengan salep. Steroid
sistemik perlu diberikan dalam dosis tunggal. Apabila diperlukan, dapat diberikan
kortikosterod subkonjungtival, parabulbar atau oral. Dapat juga diberikan Kacamata
gelap untuk keluhan fotofobia. Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia
posterior. Pemberian siklopegia (sulfas atropine) digunakan sebagai pilihan utama untuk
mencegah sinekia posterior dan mengurangi spasme siliar pemberian dapat diberikan 3
kali sehari. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat
atau homatropin. Imunosupresan jarang dibutuhkan pada kondisi kronik atau pada uveitis
yang sering mengalami rekurensi.5,6

H. Komplikasi Uveitis Anterior

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior :


 Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer
yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior)
sehingga dapat menimbulkan glaukoma.
 Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humour
di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Gangguan metabolisme lensa
dapat menimbulkan katarak
 Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang
berkepanjangan.

I. Prognosis Uveitis Anterior


Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang
dalam beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi
kekambuhan. Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulan-
bulan hingga bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi. Pada kasus ini
dapat timbul kerusakan permanen walaupun dengan pemberian terapi terbaik.

15
BAB III
ANALISA KASUS

Intrepretasi Kasus

Pasien Ny.SS jenis kelamin perempuan yang didiagnosis uveitis anterior OD berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan oftalmoskop. Kemudian juga dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan penunjang dan pemberian pengobatan. Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang
mendukung diagnosis ini, yaitu :

1. Pada Anamnesis :

Didapatkan pada pasien terdapat keluhan berupa mata kanan merah sejak 2 hari yang
lalu, nyeri bila matanya ditekan atau melirik, merasakan pusing kepalanya, mata kanan pasien
terasa silau jika berada di tempat yang terang, pasien merasa penglihatan sebelah kanan terasa
menurun, air matanya sering keluar, namun tidak ada belek, dan tidak gatal. Pasien mengatakan
mempunyai minus tinggi dan sudah menggunakan kacamata kuang lebih selama 11 tahun. Jika
dihubungkan dengan teori pengertian uveitis anterior adalah suatu keadaan inflamasi yang
terbatas pada iris (iritis) atau pada iris dan badan siliar (iridosiklitis). Dimana keluhan ini sesuai
dengan gejala klinis pada uveitis anterior yang terdapat pada buku oftalmologi yaitu berupa
Uveitis anterior akut memiliki karakteristik nyeri dengan onset mendadak dan mata merah tanpa
sekret (discharge), dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan ringan. Bentuk nyeri biasanya
tumpul, bertambah pada penekanan kelopak mata dan dapat menjalar ke pelipis. Fotosensitivitas
khususnya sinar matahari, akan membuat semakin tidak nyaman, hal ini dikenal sebagai
fotofobia.

2. Pada Pemeriksaan didapatkan :


Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus mata kanan 1/300. Pada pemeriksaan
mata kiri didapatkan visus mata kiri 1/60 dengan koreksi S-10.5 C-250x60◦  0.4. Pada
pemeriksaan mata kanan pasien didapatkan nyeri tekan pada palpebra, terapat injeksi siliar, pada
slitlamp tampak kornea yang udem, dan efek Tyndal positif. Tekanan intraokular mata kanan 6.0
mmHg dan tekanan intraokular mata kiri 12.0 mmHg.

16
Manifestasi klinis ini sesuai dengan teori yang terdapat pada buku oftalmologi dimana
dikatakan pada keadaan uveitis anterior akan diberikan gambaran berupa ditemukan injeksi
bentuk campuran (konjungtiva dan siliar), deposit bagian belakang atau bagian endotel kornea
(keratik prespitat), reaksi inflamasi hebat pada bilik mata depan (sel dan flare), serta miosis
inflamatorik lensa (sinekia posterior). Berdasarkan teori sinekia posterior ini dapat terjadi pada
uveitis anterior diakibatkan karena adanya radang pada iris dan badan siliar yang menyebabkan
rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang
dalam humor akuos. Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia
posterior). Sinekia posterior sendiri merupakan suatu keadaan adanya perlekatan antara iris
dengan kornea.

3. Pada Pemeriksaan Penunjang :


Pada pemeriksaan penunjang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan menggunakan
oftalmoskop indirect, pemeriksaan USG mata, radiografi thorax dan pemeriksaan serologi.
Dimana menurut teori pemeriksaan dini dilakukan untuk mencari untuk mencari diagnosis pasti
dan menyingkirkan diagnosis lainnya. Pada pemeriksaan oftalmoskop indirect untuk membantu
melihat gambaran dan keadaan daerah di belekang lensa dengan jelas. Pemeriksaan USG mata
juga untuk melihat gambaran dari mata dan pemeriksaan radiografi thorax dan pemeriksaan
serologi untuk membantu mencari penyebab dari uveitis anterior dimana penyebab dari uveitis
anterior menurut teori masih idiopatik tetapi dapat juga disebebkan oleh infeksi, non infeksi,
kasus akut memiliki kaitan dengan HLA-B27. Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh
trauma seperti kontusio, perlukaan intraokular dan operasi, tetapi jarang karena obat-obatan atau
pemakaian lensa kontak.

4. Pada Tatalaksana :
Tatalaksana dan pengobatan yang diberikan kepada pasien berupa P-pred 6 dd OD,
Tropin 1% 3 dd OD, Eye fresh 6 dd OD, disarankan untuk menggunakan kacamata gelap untuk
keluhan fotofobia serta dilakukan kontrol kepada dokter spesialis mata. Berdasarkan teori obat
yang dapat diberikan pada keadaan uveitis anterior apabila penyebab uveitis anterior adalah
infeksi, tatalaksana diberikan dengan obat antiviral atau antibiotik sedangkan untuk uveitis non
infeksi, tatalaksana bersifat simtomatik. Terapi lokal terdiri dari pemberian tetas mata baik

17
berupa kortikosteroid dan siklopegik untuk mencegah sinekia posterior antara iris dan lensa serta
mengurangi nyeri dnegan cara mengistirahatkan badan siliar.steroid dapat diberikan sebagai tetes
mata dan salep diberikan 4-6x sehari tergantung beratnya penyakit. Pada umumnya dimulai
dengan pembeian tetes mata, bila 2 hari tidak ada perubahan maka dirubah dengan salep. Steroid
sistemik perlu diberikan dalam dosis tunggal. Apabila diperlukan, dapat diberikan kortikosterod
subkonjungtival, parabulbar atau oral. Dapat juga diberikan Kacamata gelap untuk keluhan
fotofobia. Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan
sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat
seperti siklopentolat atau homatropin. Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada keadaan
uveitis anterior yaitu mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi
uveitis, mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat dan mencegah atau meminimalkan
perkembangan katarak sekunder.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Misserocchi E, Fogliato G, Modorati G, dkk. Review of worldwide epidemiology of uveitis.


Ur J Ophtalmol. 2013;23(5):h.705-17.
2. Jap A, Chee SP. Viral anterior uveitis. Curr Opin Ophtalmol. 2011;22(6):h.483-8.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2017:h.180-2.
4. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S. Buku ajar oftalmologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2017:h.162-68
5. Sitompul R. Diagnosis dan penatalaksanaan uveitis dalam upaya mencegah kebutaan. Jakarta,
eJKI. April 2016;4(1):h.60-8.
6. Foster CS, Vitale AT. Diagnosis and treatment of uveitis. Edisi kedua. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher, 2013.
7. Lang GK. Ophtalmology. 3rd ed. New York: Thieme Medical Publisher, 2015;35:143-67.

19

Anda mungkin juga menyukai