Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaminan Kesehatan adalah hak yang harus diperoleh seluruh Warga
Negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Dasar
1945 pasal 28 H dan undang-undang nmor 36 tahun 2009 tetang kesehatan
bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab
mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu. Upaya mewujudkan hak tersebut
pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil
dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarat.
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh
segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu
tercantum dalam Deklarasi Per serikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang
Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang
berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas
jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda,
mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termasuk dalam UUD
45 pasal 28 H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang
kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU
36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan mem peroleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap

1
orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggungjawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Mendukung
pelaksanaan tersebut Kementerian Kesehatan memberikan prioritas kepada
jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan
tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan
menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan,
pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon
harga alat bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
4. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
5. Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
6. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
7. Dasar hukum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

C. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mengenai Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dan sebagai referensi mahasiswa Akper Kesdam
IV/Diponegoro, Semarang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan & perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/ iurannya dibayar
oleh Pemerintah.Program JKN bertujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk
Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.
JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN
yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang
layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
Kepersertaannya wajib bagi seluruh penduduk Indonesia, dengan
tujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi,
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang layak.
Seluruh penduduk Indonesia termasuk di dalamnya adalah populasi
kunci yang memang hak kesehatannya sesuai mandat UU ditanggung oleh
negara. Hal ini yang selalu ditekankan agar populasi kunci dapat memahami
dan mengerti serta berperan aktif dalam memenuhi hak individunya maupun
hak kelompok terkait kesehatannya.
Usaha sesungguhnya telah di rintis pemerintah dengan
menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)
yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran,
dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah
memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,

3
skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi-bagi. Biaya kesehatan
dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu pada 2004 dikeluarkanUndang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini
mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk
termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

B. Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip- prinsip Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsipkegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang
mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat
wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotong royong jaminan so sial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.Prinsipnirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-be sarnya
kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.

4
3.Prinsipportabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara KesatuanRepublik
Indonesia.
4. Prinsipkepesertaanbersifatwajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dapat mencakup seluruh rakyat.
5.Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam
rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
6. Prinsip hasil pengelolaan
Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

C. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Pesertatersebutmeliputi: PenerimaBantuanIuran (PBI) JKN dan bukan
PBI JKN denganrinciansebagaiberikut:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pegawai Negeri Sipil;
2) Anggota TNI;
3) AnggotaPolri;
4) Pejabat Negara;
5) PegawaiPemerintah Non Pegawai Negeri;
6) PegawaiSwasta; dan

5
7) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai dengan nomor 6 yang
menerima upah.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan
2) Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 yang bukan penerim upah.
3) Pekerja sebagai mana dimaksud nomor 1 dan nomor 2, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
c. BukanPekerja dan anggotakeluarganyaterdiriatas:
1) Investor;
2) Pemberi Kerja;
3) Penerima Pensiun;
4) Veteran;
5) Perintis Kemerdekaan; dan
6) Bukan Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampai dengan nomor 5
yang mampu membayar Iuran.
d. Penerima pensiun terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4) Penerima Pensiun selain nomor 1, 2, dan 3; dan
5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada nomor 1 sampai dengan nomor 4 yang mendapat hak
pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta,
dengan kriteria:
a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan
b) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Sedangkan peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikut sertakan
anggota keluarga yang lain.
e. WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan tersendiri.
f. Syarat pendaftaran
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
g. Lokasi pendaftaran

6
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
h. Prosedur pendaftaran Peserta
1) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai peserta kepada BPJS
Kesehatan.
2) Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat
mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
3) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan
keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
i. Hak dan kewajiban Peserta
1) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak
mendapatkan identitas Peserta dan bermanfaat pelayanan kesehatan di
Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
2) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban
untuk: Membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada
BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat
pindah domisili dan atau pindah kerja.
j. Masa berlaku kepesertaan
1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
2) Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau
meninggal dunia.
3) Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh
Peraturan BPJS.
k. Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap,
yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit
meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; AnggotaPolri/PNS di
lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT
Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan
pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Se lanjutnya
tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai
Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

D. Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

7
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan
Kesehatan).
2. PembayarIuran
a. Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi
Kerja dan Pekerja.
c. Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerjaiuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
d. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui
Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuaidengan per
kembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
3. PembayaranIuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau
suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
Setiap Pemberi Kerjawajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulankepada BPJS Kesehatan secara
berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10
(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda
administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang
tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulanke pada BPJS Kesehatan. Pembayaran
iuran JKN dapat dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai
dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara

8
tertulis kepada Pemberi Kerja atau Peserta paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan
berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran
diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.
4. Cara PembayaranFasilitasKesehatan
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan
dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak
memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi
wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang
lebih berhasil guna.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerjasama dengan
BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat,
setelah keadaan gawat daruratny ateratasi dan pasien dapat dipindahkan,
maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk kefasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara
dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas
Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan
dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada
standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada
kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan
besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas
Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

9
Dalam JKN, pesertadapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat
yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang
menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan,
atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan, yang disebut dengan iuran biaya (additional charge).
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggung jawaban dalam bentuk
laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada
DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui
media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa
cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal
31 Juli tahun berikutnya.

E. Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional


1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan
ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama, kecuali d lam keadaan kegawat daruratan medis.

10
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS
Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa:
penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan
Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan
untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas
kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang
memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
F. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu
manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi
akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan
dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian
pelayanan:
1. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat.
2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan Hepatitis B (DPTH B), Polio, dan Campak.
3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontra sepsi dasar, vasektomi,
dan tubektomi bekerjasama dengan lembaga yang mem bidangi keluarga
berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah.

11
4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan darir isiko
penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif,
masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b.
Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS; c.
Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General check up, pengobatan alternatif; e.
Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f.
Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit
yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh
Diri/Narkoba.

G. Dasar Hukum
Landasan hukum dalam melaksanakan SJSN antara lain adalah:
1. Undang – Undang (UU) Republik Indonesia:
a. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
b. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial.
2. Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia :
a. Perpres RI No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan
b. Perpres RI No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
c. Perpres RI No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
d. Perpres RI No. 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi Laporan
Pengelolaan Program JaminanSosial
e. Perpres RI No. 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepersertaan
Program Jaminan Sosial
f. Perpres RI No. 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu
berkaitan dengan Kegiatan
g. Perpres RI No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan
Dana Kapitasi JKN

12
h. Perpres RI No. 19 Tahun2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres
No. 12 Tahun 2013
i. Perpres RI No. 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas
Perpres No. 12 Tahun 2013
3. Peraturan dan Keputusan setingkat Menteri Republik Indonesia:
a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 326 Tahun 2013 tentang Penyiapan
Kegiatan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
b. Peraturan Menteri Keuangan RI No. 206 Tahun 2013 tentang Tata cara
Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
d. Peraturan Menteri Keuangan No. 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan
Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
e. Peraturan Menteri Keuangan RI No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program JKN
f. Peraturan Menteri Keuangan RI No. 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis INA- CBGs
g. Peraturan Menteri Keuangan RI No. 59 Tahun 2014 tentang Tarif JKN
h. Keputusan Menteri Sosial RI No. 170/HUK/2015 tentang Penerima
BantuanIuran 2016
i. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/Menkes/523/2015
tentang Formularium Nasional
j. Peraturan Menteri Keuangan No. 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan
Kesehatan Pada JaminanKesehatan Nasional
4. Peraturan setingkat badan pelaksana:
a. Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2014 tentang Unit Pengendali
Mutu dan Penanganan Pengaduan Peserta
b. Peraturan BPJS Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang Kepatuhan
c. Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pendaftaran dan Pembayaran Iuran Bagi Pekerja bukan PenerimaUpah
dan Peserta Bukan Pekerja

13
d. Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No. 32 Tahun 2015 tentang
Petunjuk Teknis Tatacara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran bagi PPU
dan BP
UU serta peraturan-peraturan mengenai jaminan kesehatan cukup
beragam serta dinamis yang menyesuaikan dengan kondisi terkini kebutuhan
masyarakat. Meski belum seluruh permasalahan terkait JKN dapat
terpecahkan tetapi banyak mengalami perbaikan menuju pelaksanaan yang
lebih baik. Perbaikan ini terjadi mulai dari tingkatan yang teratas hingga
peraturan mengenai teknis pelaksanaan, yang menjadi pegangan bagipopulasi
kunci untuk dapat memenuhi hak-haknya terkait dengan jaminan kesehatan.
Oleh sebab itu akan selalu ada peraturan yang terbaru untuk
menyempurnakan sistem pelayanan JKN demi keuntungan masyarakat.

14
BAB III
CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Contoh Kasus
Terdapat beberapa bentuk kecurangan yang nantinya akan berdampak
pada penurunan derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan ibu menjadi salah
satu potret hal ini. Peningkatan persalinan section cesarean (SC) selama JKN.
Hasil konfirmasi dengan beberapa pihak menyatakan bahwa terdapat
kecenderungan fraud di fasilitas kesehatan untuk membuat diagnosis palsu
agar bisa dilakukan dilakukan SC.
Beberapa dokter SpOG menyatakan bahwa klaim yang dibuat untuk
persalinan normal sangat jauh dari biaya riil. Penentuan klaim terhadap
pelayanan juga tidak sinkron dengan kondisi riil. Tindakan induksi sebelum
SC tidak dapat ditanggung menjadi salah satu bentuk klaim yang tidak sesuai.
Seperti diketahui bahwa persalinan SC sangat dihindari. Beberapa
komplikasi sering ditemui pada persalinan SC. Ibu dengan riwayat SC akan
memiliki peluang yang lebih besar untuk dilakukan SC kembali dibandingkan
dengan persalinan normal.

B. Pembahasan
Beberapa kebijakan yang diambil BPJS Kesehatan masih menjadi
polemik. Pertama, sistem rujukan online yang mensyaratkan semua pasien
harus dilakukan rujukan ke rumah sakit tipe D terlebih dahulu dan tidak bisa
dilakukan rujukan ke rumah sakit tipe C, B, dan A secara langsung. Kebijakan
ini juga mengharuskan pasien yang sebelumnya dirujuk ke rumah sakit tipe A
harus memeriksakan kondisinya kembali di fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Alur yang panjang dalam proses rujukan akan merugikan pasien, baik
kerugian materiil maupun dampak kesehatan yang akan ditanggung.
Perpindahan pasien dari satu fasilitas ke fasilitas kesehatan lainya tentunya
membutuhkan biaya transportasi dan keperluan lainya yang lebih besar.
Padahal kalau kita lihat bahwa terdapat kepesertaan Penerima Bantuan Iuran
(PBI) dan Non-PBI dalam BPJS Kesehatan.
Panjangnya alur fasilitas kesehatan yang harus dilalui oleh pasien juga
akan meningkatkan risiko keterlambatan tindakan dan memberikan dampak

15
memburuknya kondisi kesehatan pasien. Kasus kematian ibu dapat menjadi
sebuah gambaran mengenai hal ini.
Kedua, kebijakan perawatan bayi baru lahir juga menjadi polemik.
Hanya bayi baru lahir yang butuh penanganan khusus yang dijamin,
sedangkan bayi baru lahir sehat jaminan perawatanya disertakan dengan
ibunya.
Kebijakan mengenai klaim bayi baru lahir menuai protes dari Ikatan
Dokter Spesialis Anak Indonesia (IDAI). Semua bayi memiliki risiko untuk
mengalami komplikasi, baik selama persalinan maupun pascapersalinan.
Kebijakan ini justru akan menurunkan kualitas pelayanan kesehatan kepada
bayi baru lahir, mengingat Angka Kematian Bayi (AKB) masih menjadi
masalah di Indonesia.
Pemerintah harus meninjau kembali beberapa sistem yang dibuat
selama JKN, mengingat urgensi dari tujuan JKN. Pertama, sistem pendanaan.
Pendanaan menjadi suatu hal yang penting dalam pelaksanaan JKN. Perlu
dilakukan sosialisasi kepada peserta BPJS Kesehatan mengenai keteraturan
pembayaran dan beberapa kebijakan selama JKN. Terkadang masyarakat
kurang mengetahui mengenai manfaat dari JKN dan beberapa kebijakan yang
harus dilakukan. Hal ini yang dapat menjadi penyebab tunggakan
pembayaran oleh masyarakat.
Peninjauan kembali tarif riil yang ada di fasilitas kesehatan perlu
dilakukan. Tidak sepatutnya kualitas pelayanan menjadi taruhan karena
sistem pendanaan yang belum tuntas. Semua profesi dan pihak fasilitas
kesehatan perlu didudukkan dalam satu meja untuk meninjau hal ini.
Kedua, peninjauan ulang kebijakan. JKN memang masih memasuki
gerbang awal dalam pelaksanaannya. Beberapa kebijakan yang tidak sesuai
harus ditinjau kembali. Perlu dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum
membuat suatu kebijakan. Kebijakan yang dibuat harus selaras dengan
temuan ilmiah. Jangan sampai kebijakan dalam JKN ini justru akan
memberikan dampak negatif pada kesehatan pasien.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan & perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/ iurannya dibayar
oleh Pemerintah.Program JKN bertujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk
Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.
JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan yang
bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah.
Kepersertaannya wajib bagi seluruh penduduk Indonesia, dengan tujuan
agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

B. Saran
Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Untuk terakhir kalinya kami berharap pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi perawat sehingga dapat
meningkatkan kualitas kerja dan mampu menjadi perawat profesional
dibidangnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republi Indonesia. 2016. Buku panduan Jaminan


kesehatan Nasional (JKN) Bagi populasi kunci. Jakarta

Kementrian Kesehatan Republi Indonesia. 2016. Buku Pegangan Sosialisasi


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jakarta

Farisi Sofia. 2018. Meninjau Ulang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.


https://news.detik.com/kolom/d-4262302/meninjau-ulang-sistem-jaminan-
kesehatan-nasional. 18 Oktober 2018 (13.08).

18

Anda mungkin juga menyukai