Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT I

APPENDICITIS AKUT

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS

Diajukan Oleh :
Widya Pintaka Septa Gtraha
J510185078

KEPANITRAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2019
LAPORAN KASUS
APPENDICITIS AKUT

Oleh :
Widya Pintaka Septa Graha
J510185078

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada hari, 2019

Pembimbing
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS ( )

Dipresentasikan di hadapan
dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS ( )
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Tanggal lahir : 30-01-1972
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Doplang 1/5 Sukosari
Tanggal masuk : 29-08-2019
Nomor RM : 466XXX
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah terus-menerus
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
perut terus-menerus yang awalnya muncul disekitar pusar kemudian
nyeri pindah di perut kanan bawah. Keluhan ini dirasakan pasien
sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nafsu makan berkurang,
mual, muntah 1x dan badan terasa sumer-sumer. BAK tidak nyeri
dan kuning jernih, BAB konsistensi normal.
Sebelumnya pasien berobat ke bidan, diberikan obat penurun
panas dan pereda nyeri namun keluhan tidak berkurang. Pasien
menyangkal adanya benjolan di perut dan tidak hamil.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat nyeri BAK : disangkal
Riwayat BAB berdarah : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat tumor : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
5. Riwayat Alergi.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan umum : Cukup
2. Derajat kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
TD : 130/80
Suhu : 38,2o celcius
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
Kepala, Mata, Telinga, Hidung dan Leher
Kepala : Normochepal
Mata : Ca (-/-), si (-/-), pupil isokor, reflek pupil
(+/+)
Telinga Hidung Leher : Aurikula (normal) PCH (-), Sekret (-)
Deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)
Thorak
Paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : pergerakan simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskltasi : Vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor
Inspeksi : tak tampak iktus cordis
Palpasi : iktus cordis teraba
Auslkultasi : BJ I & II murni regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, tak terlihat massa abnormal,
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani pada semua lapang abdomen
Palpasi : Mc Burney sign (+), Rebound sign (+), Rovsing sign (+),
Blumberg sign (+), Massa abnormal (-), Defans muscular (-)
Ekstremitas
1. Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)
2. Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Khusus Appendicitis
1. Psoas sign : (-)
2. Obturator sign : (-)
D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah (29-08-2019)
Hasil Satuan Rujukan

11,5 g/dl 12,3 – 15,3


Hemoglobin
36,1 % 35,00 – 47,0
Hematokrit
12,77 103 / ul 4,4 – 11,3
Leukosit
369 Mm3 149 – 409
Trombosit
3,81 juta/uL 4,50-5,50
Eritrosit

INDEX
94,8 fL 82-92
MCV
30,2 Pg 27,0 – 31,0
MCH
31.9 % 32,0-37,0
MCHC

Hitung jenis
0,3 % 0,5-5,00
Eosinophil
84,4 % 18,00-74,00
Netrofil
156 Mg/DL 70-150
Glukosa Darah Sewaktu

HATI

100 U/I 0-46


SGOT

326 U/I 0-42


SGPT

GINJAL

1.44 <1.0 mg/100ml


Creatinin

50 10-50 mg/dl
Ureum

E. SKOR ALVARADO
MANIFESTASI SKOR

TANDA Nyeri perut beralih 1

Anoreksia 1
Mual dan/atau Muntah 1

GEJALA Tenderness abdomen quadran 2


kanan bawah
Nyeri lepas quadran abdomen 1
kanan bawah
Peningkatan suhu 1

HASIL LABORATURIUM Leukositosis 2

Shift to left leutkosit count 1

Total Skor 10

Tabel2. Skor Alvarado


F. DIAGNOSIS
Appendicitis akut
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Cystitis
2. Carsinoma colon
3. Tuba ovarii abses
4. Ureterolitiasis
H. TATALAKSANA
1. Non-operatif
 Infus KAEN 3B 30tpm
 Infus D5% 30 tpm
 Infus Aminofluid 30 tpm
 Inj. Cefrtriaxone 1gr/12jam
 Inj. Ranitidin 1a/12jam
 Inj. Santagesik 1a/8jam
 Inj. Metronidazole 500mg/8jam
2. Operatif (Appendextomi)
I. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad fungtionam : ad bonam
Qua ad sanationam : ad bonam
J. RESUME
Pasien datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
perut terus-menerus yang awalnya muncul disekitar pusar kemudian
nyeri pindah di perut kanan bawah. Keluhan ini dirasakan pasien
sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nafsu makan berkurang,
mual, muntah 1x dan badan terasa sumer-sumer. BAK tidak nyeri
dan kuning jernih, BAB konsistensi normal. Sebelumnya pasien
berobat ke bidan, diberikan obat penurun panas dan pereda nyeri
namun keluhan tidak berkurang. Pasien menyangkal adanya
benjolan di perut dan tidak hamil.
Riwayat penyakit serupa, operasi, diabetes melitus disangkal
pasien. Riwayat penyakit keluarga serupa dan tumor disangkal.
Pemeriksaan fisik menunjukan adanya nyeri tekan dan lepas
pada quadran abdomen kanan bawah dan quadran abdomen kiri
bawah. Tidak ditemukan massa abnormal dan defans muskuler. Pada
pemeriksaan khusus appendisitis, psoas sign dan obturator sign (-).
Pemeriksaan laboraturium darah lengkap menunujukan kenaikan
jumlah leukosit, SGOT, SGPT dan craeatinin.
Penegakan diagnosis menggunakan skor Alvarado yang
menunjukan hasil skor 10 dengan intepretasi sangat mungkin
menderita appendisitis. Sehingga terapi yang dilakukan adalah non-
operatif yaitu antibiotik, anti mual dan anti nyeri dilanjutkan
tindakan operatif yaitu appendextomi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun
(Warsinggih, 2014).
B. Anatomi Appendix Vermicularis
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada
bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan
ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens
(Warsinggih, 2014).

Gambar 1. Anatomi appendix vermicularis


Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan
mengalami gangren (Warsinggih, 2014).
C. Faktor Risiko dan Etiologi
Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah
obstruksi lumen apendiks vermiformis. Fekalit adalah penyebab utama
terjadinya obstruksi apendiks vermiformis. Disamping hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks vermiformis, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa apendiks vermiformis akibat parasit
E.histolytica merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan
apendisitis (Hardiyanti, 2015).
Pada tahun 1970, Burkitt mengatakan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan kandungan lemak serta gula yang tinggi pada
orang Barat, serta pengaruh konstipasi, berhubungan dengan timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks vermiformis dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut (Hardiyanti, 2015).
D. Patogenesis
Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam
pertama. Jaringan mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan
sekresi mukus dan cairan, akibatnya terjadi peningkatan tekanan luminal
sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2 mL
(Hardiyanti, 2015).
Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan
menginvasi dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya
pembesaran vena dan kemudian terganggunya arteri akibat tekanan
intraluminal yang tinggi. Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi
iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan
submukosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis pembuluh
darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika
proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh
darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks
vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan apendisitis
flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang disebut
apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis yang terjadi
gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan perforasi
(Hardiyanti, 2015).
Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya
pertahanan dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara
salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.2 Pada anak-anak dengan
omentum yang lebih pendek, apendiks vermiformis yang lebih panjang,
dan dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh
yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya apendisitis perforasi.
Sedangkan pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena
adanya gangguan pembuluh darah (Hardiyanti, 2015).
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami
peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut
(Hardiyanti, 2015).
E. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks
vermiformis yang mengalami inflamasi, serta organ yang telah mengalami
ruptur ketika pasien pertama kali diperiksa. Tanda vital seperti peningkatan
suhu jarang >1oC (1.8oF) dan denyut nadi normal atau sedikit meningkat.
Apabila terjadi perubahan yang signifikan dari biasanya menunjukkan
bahwa komplikasi atau perforasi telah terjadi atau diagnosis lain harus
dipertimbangkan. Perforasi apendiks vermikularis akan menyebabkan
peritonitis purulenta yang di tandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat berupa nyeri tekan dan defans muskuler yang meliputi seluruh perut,
disertai pungtum maksimum di regio iliaka kanan, dan perut menjadi
tegang dan kembung. Peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang
akibat adanya ileus paralitik (Hardiyanti, 2015).
Jika dilakukan palpasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada
regio iliaka kanan, biasanya di sertai nyeri lepas. Defans muskuler
menunjukkan adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing adalah apabila
melakukan penekanan pada perut kiri bawah maka akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah. Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi
dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik yang disebabkan oleh
apendisitis perforata (Warsinggih, 2014).
Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks vermiformis. Cara melakukan
uji psoas yaitu dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Tindakan ini akan menimbulkan nyeri bila apendiks vermiformis
yang meradang menempel di otot psoas mayor. Pada pemeriksaan uji
obturator untuk melihat bilamana apendiks vermiformis yang meradang
bersentuhan dengan otot obturator internus . Ketika peradangan apendiks
vermiformis telah mencapai panggul, nyeri perut kemungkinan tidak
ditemukan sama sekali, yaitu misalnya pada apendisitis pelvika. Sehingga
dibutuhkan pemeriksaan colok dubur. Dengan melakukan pemeriksaan
colok dubur nyeri akan dirasakan pada daerah lokal suprapubik dan rektum
(Warsinggih, 2014).
F. Diagnosis
Diagnosis appendicitis dapat menggunakan Alvarado Score:
MANIFESTASI SKOR

TANDA Nyeri perut beralih 1

Anoreksia 1

Mual dan/atau Muntah 1

GEJALA Tenderness abdomen quadran 2


kanan bawah
Nyeri lepas quadran abdomen 1
kanan bawah
Peningkatan suhu 1

HASIL LABORATURIUM Leukositosis 2

Shift to left leutkosit count 1

Total Skor 10

Tabel3. Skor Alvarado


Intepretasi:
1– 4 : Acute appendicitis very unlikely

5–7 : Acute appendicitis probable

8 - 10 : Acute appendicitis definite


G. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis
ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada pasien
apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada
setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa
leukosit darah yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-
perempat dari pasien dengan apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit
darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan kemungkinan terjadinya
komplikasi berupa perforasi (Syamsuhidayat, 2017).
b. Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran
kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit
yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya
gangguan saluran kemih (Syamsuhidayat, 2017).
c. Ultrasonografi
Apendisitis akut ditandai dengan adanya perbedaan densitas pada
lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal (target sign),
penebalan dinding apendiks vermiformis, hilangnya kompresibilitas dari
apendiks vermiformis, peningkatan ekogenitas lemak sekitar, adanya
penimbunan cairan . Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan
tebal dinding apendiks vermiformis yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial dan abses tunggal atau multipel (Syamsuhidayat, 2017).
H. Diagnosis Banding
Surgical Medical
• Intestinal obstruction • Gastroenteritis
• Intussusception • Pneumonia
• Acute cholecystitis • Terminal ileitis
• Perforated peptic ulcer • Diabetic ketoacidosis
• Mesenteric adenitis
• Meckel’s diverticulitis
• Colonic/appendicular
diverticulitis
• Pancreatitis
Urological Gynaecological
• Right ureteric colic • Ectopic pregnancy
• Right pyelonephritis • Ruptured ovarian follicle
• Urinary tract infection • Torted ovarian cyst
Tabel4. Diagnosis banding appendicitis
I. Tatalaksana
a. Non-operatif
Puasakan dan Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk
mengurangi gejala. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik
tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/
KET terutama pada wanita usia reproduksi (Syamsuhidayat, 2017).
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi. Penelitian
menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acut bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas) (Syamsuhidayat, 2017).
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan
terjadinya infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga
untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan
order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi
dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella,
dan Bacteroides (Syamsuhidayat, 2017).
b. Operatif
Teknik operasi Appendectomy:
i. Open Appendectomy:
a) Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
b) Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
c) Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
i. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae
tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan
vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2
supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan
karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi
hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. Sayatan.
ii. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. Lokasi
insisi yang sering digunakan pada Appendectomy.
ii. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada
tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan
terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan
suspek Appendicitis acut. Laparoscopic kemungkinan
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan
menggunakan laparoskop (Syamsuhidayat, 2017).

J. Komplikasi
1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro
atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian
ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar (Syamsuhidayat,
2017).
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus, atau usus besar (Syamsuhidayat, 2017).
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
DAFTAR PUSTAKA

Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal.184-189.

Hardiyanti, K. “Appendisitis akut”. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK


UI. 2015.

Marcellus SK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006.

Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005

Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Bedah,.Jakarta: EGC. pemeriksaan


penunjang :910 – 912. 2017

Warsinggih B. “Belajar Appendicitis dan Terapi Bedah”. Semarang: EGC. 2014.

Anda mungkin juga menyukai