Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu proses dinamis dan
berkelanjutan yang bertugas memenuhi kebutuhan siswa sesuai
dengan minat mereka masing-masing. Salah satu pendidik paling
berpengaruh pada awal abad kedua puluh adalah seorang filsuf
yakni John Dewey, ia meyakini bahwa pendidikan memiliki
tanggung-jawab untuk meningkatkan minat siswa, memperluas dan
mengembangkan horizon keilmuan mereka, dan membantu mereka
agar mampu menjawab tantangan dan gagasan baru di masa
mendatang (Huda, 2011:3). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
diartikan bahwa pendidikan harus dapat menciptakan suasana senang
dengan hal yang dipelajari serta harus mendapatkan kecakapan dari
kegiatan belajar.
Proses pembelajaran di sekolah harus mengacu pada
kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu kurikulum 2013. Kurikulum
2013 mempunyai tujuan untuk mendorong siswa agar mampu lebih
baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengomunikasikan dari apa yang diperoleh atau diketahui setelah
menerima materi pelajaran (Mulyasa, 2013). Pembelajaran sebaiknya
harus selalu diupayakan untuk mengembangkan kecakapan hidup

1
2

abad 21, sehingga siswa mampu menghadapi kehidupan abad 21


yang kompetitif dan menuntut sumber daya manusia yang berkualitas
serta memiliki kompetensi dalam berbagai bidang kehidupan
(Mardiana, 2016).
Proses pembelajaran di kelas telah diatur dalam Peraturan
Mendikbud Nomor 22 Tahun 2016. Peraturan tersebut menjelaskan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Melalui peraturan ini dapat diartikan bahwa pendidikan di Indonesia
mengharapkan terlaksanakannya pembelajaran aktif yang berpusat
kepada siswa guna mewujudkan ketercapaian suatu standar
kompetensi lulusan.
Kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran
Biologi di sekolah, guru sering menerapkan proses pembelajaran
monoton. Pelajaran Biologi dianggap sebagai materi yang dapat
dihafalkan saja, sehingga guru cenderung mengajar dengan
menerapkan pembelajaran konvensional dimana guru berceramah
dan siswa sebagai pendengar. Proses pembelajaran seperti ini dapat
menyebabkan kegiatan belajar menjadi pasif dan bersifat wacana
secara verbal saja, dengan demikian hasil belajar biologi tidak dapat
diperoleh secara optimal. Permasalahan tersebut ternyata terjadi pula
di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1 Gondanglegi.
3

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama


pelaksanaan KPL (Kajian Pengalaman Lapangan) pada bulan
Agustus-September 2016 di kelas X1 IPS 3 SMA Negeri 1
Gondanglegi diketahui bahwa guru masih menerapkan metode
pembelajaran yang konvensional. Proses pembelajaran dilaksanakan
dengan cara guru memberikan ceramah sedangkan siswa mencatat
apa yang disampaikan oleh guru. Guru juga jarang menggunakan
media seperti power-point untuk menerangkan materi yang bersifat
abstrak, akibatnya proses pembelajaran menjadi pasif dan siswa
kurang tertarik dalam belajar biologi. Program Lintas-minat di kelas
XI SMA Negeri 1 Gondanglegi ternyata bukan merupakan suatu
program yang bebas dipilih oleh siswa, namun merupakan program
yang harus ditempuh oleh setiap siswa, baik program IPA, IPS,
maupun Bahasa. Bagi sebagian besar siswa program IPS pelajaran
Biologi masih dianggap sebagai pelajaran yang tidak diperlukan,
sehingga siswa merasa kurang tertarik untuk mempelajari materi
biologi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran salah satunya
adalah motivasi belajar siswa. Semakin besar motivasi belajar siswa,
maka semakin besar pula keberhasilan siswa dalam mencapai hasil
belajar yang maksimal (Hermayani, dkk., 2015).
Berdasarkan wawancara dengan guru pengampu mata
pelajaran Biologi kelas XI Lintas-minat 3 yang dilaksanakan di
depan teras kelas pada tanggal 24 April 2017 diketahui bahwa
metode yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran di
4

kelas adalah metode diskusi, presentasi dan kuis. Kemampuan siswa


secara klasikal dalam menerima pelajaran Biologi cukup baik,
namun terkadang siswa cepat melupakan materi yang telah diajarkan
pada pertemuan sebelumnya. Bahan ajar dan media yang digunakan
guru dalam mengajar pelajaran Biologi dikelas yakni dengan
menggunakan buku teks, LKS, serta media realia. Terdapat dua
siswa yang mengalami kesulitan belajar akibat permasalahan pribadi
siswa yang menyebabkan siswa sulit fokus terhadap pelajaran di
kelas. Dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar
tersebut, guru memberikan intruksi khusus pada siswa terkait
dengan harapan agar siswa tidak ketinggalan materi pelajaran.
Kendala yang dihadapi guru dalam mengajar mata pelajaran Biologi
dikelas XI Lintas-minat 3 yakni: (1) respon siswa terhadap pelajaran
masih rendah, (2) minat siswa terhadap pelajaran Biologi rendah, (3)
literatur yang terbatas, dan (4) pengetahuan tentang biologi masih
sangat kurang.
Menurut hasil wawancara dengan siswa kelas XI Lintas-
minat 3 yang dilaksanakan pada tanggal 24 April 2017 di kanopi
taman SMAN 1 Gondanglegi, diketahui bahwa guru sering
menggunakan metode diskusi melalui kegiatan berkelompok dalam
mengerjakan soal-soal LKS. Guru sangat jarang memberikan
penjelasan yang menguatkan jawaban dari siswa. Siswa mengaku
sangat bosan dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru,
mereka merasa bahwa tugas yang diberikan oleh guru sangat
memberatkan baginya, serta evaluasi yang diberikan oleh guru sering
5

tidak sesuai dengan apa yang dipelajari oleh siswa. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap guru maupun siswa dapat diartikan bahwa siswa
kelas XI Lintas-minat 3 membutuhkan proses pembelajaran yang
bermakna, menyenangkan, serta menantang untuk dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Keller (2010:47) menyusun seperangkat prinsip-prinsip
motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang
disebut sebagai model ARCS. Melalui prinsip model ARCS ukuran
suatu motivasi belajar siswa dapat terukur. Model ARCS mencakup
perhatian (Attention), relevansi (Relevance), kepercayaan diri
(Confidence), dan kepuasan (Satisfaction). Attention (perhatian)
diartikan sebagai perhatian yang menunjukan pada rasa tertarik pada
suatu masalah yang sedang dipelajari, relevance (ketertarikan)
diartikan sebagai keterkaitan atau kesesuaian antara materi
pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar siswa,
confidence (percaya diri) diartikan sebagai rasa yakin pada diri siswa
yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil, sedangkan
satisfaction (kepuasan) diartikan sebagai perasaan gembira yang
timbul jika seseorang mendapatkan penghargaan terhadap dirinya
atas ketercapaiannya.
Berdasarkan data pra-penelitian melalui pemberian angket
motivasi ARCS kepada siswa XI Lintas-minat 3 yang dilaksanakan
pada tanggal 24 April 2017 didapatkan nilai motivasi belajar Biologi
siswa sebesar 61,94%, dengan rincian attention 62,00%, relevance
64,37%, confidence 61,55%, dan satisfaction 59,83%, dengan
6

demikian dapat diartikan bahwa motivasi belajar siswa terhadap


pelajaran Biologi rendah. Permasalahan rendahnya motivasi belajar
yang dialami siswa kelas XI Lintas-minat 3 ternyata berdampak pula
pada rendahnya nilai hasil belajar Biologi siswa. Berdasarkan data
rekapitulasi nilai ulangan harian pada materi jaringan tumbuhan
menunjukkan hasil belajar yang tidak optimal, dari sebanyak 25
siswa dalam satu kelas, diketahui hanya ada 7 siswa atau 28% siswa
yang mencapai nilai KKM, 73% siswa lainnya dinyatakan belum
tuntas. Nilai KKM (Ketuntasan Kriteria Minimum) yang ditentukan
sekolah yakni sebesar 70. Berdasarkan fakta tersebut, perlu
dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi.
Strategi pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi
belajar aktif dan memfasilitasi seluruh siswa untuk terlibat aktif
dalam proses pembelajaran dengan penuh percaya diri serta dapat
meningkatkan hasil belajar perlu diterapkan. Pembelajaran
kooperatif dapat diterapkan sebagai solusi dalam mengatasi
permasalahan ini. Menurut Slavin (2016) Pembelajaran kooperatif
bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang bertujuan untuk
meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, melainkan juga cara
untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di dalam
kelas yang penting untuk memperluas perkembangan interpersonal
dan keefektifan dalam belajar.
7

Model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan untuk


mengatasi masalah kurangnya minat belajar siswa adalah Jigsaw.
Model pembelajaran Jigsaw memiliki keuntungan yaitu dapat
menciptakan situasi belajar aktif serta memberi kesempatan semua
siswa untuk menjadi ahli dalam setiap bidang materi. Menurut Susilo
(2005) model pembelajaran Jigsaw dipandang dapat meningkatkan
rasa tanggung-jawab terhadap kemampuan menguasai materi
pelajaran secara mandiri karena setelah siswa berdiskusi pada
kelompok ahli, maka berkewajiban menyampaikan informasi hasil
diskusi kepada teman pada kelompok asal, dengan menganggap
setiap siswa sebagai ahli diharapkan pembelajaran ini dapat membuat
siswa lebih percaya diri dan hasil belajar siswa dapat meningkat.
Menurut Lela, dkk., (2012), model pembelajaran Jigsaw ternyata
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar biologi
siswa kelas VIII-3 pada siklus I diperoleh rata-rata nilai sebesar
67,03 berubah menjadi 71,25 pada siklus II, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran jigsaw efektif
dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran Jigsaw juga memiliki kelemahan,
diantaranya pengalaman belajar siswa menjadi tidak sama, serta
informasi yang disampaikan oleh siswa yang kurang percaya diri
akan menjadi hambatan bagi pemahaman konsep suatu materi
(Susilo, 2005). Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka perlu
dipadukan dengan model pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT). Menurut Purnamasari (2014) berdasarkan temuan di lapangan
8

menunjukkan bahwa model pembelajaran TGT dapat membuat


peserta didik merasa lebih tertantang dan bersemangat untuk
mempelajari materi pelajaran sehingga melatih kemandirian belajar
peserta didik. Perpaduan model ini perlu dilakukan agar kegiatan
pembelajaran menjadi aktif, menarik dan menantang, sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa di kelas XI
Lintas-minat 3 SMA Negeri 1 Gondanglegi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3
SMA Negeri 1 Gondanglegi ?
2. Apakah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMA
Negeri 1 Gondanglegi ?

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi siswa, diharapkan siswa mendapatkan pengalaman baru
dalam belajar biologi sehingga dapat meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa.
9

2. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan


dalam memilih model pembelajaran untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif strategi dan model pembelajaran yang dapat diterapkan,
yang mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran di
sekolah.
4. Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman dalam
penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
5. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan digunakan sebagai referensi
untuk mengembangkan penelitian mengenai penerapan model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT lebih lanjut.

D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Supaya permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas
maka ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam penelitian ini motivasi siswa yang diteliti dan ditingkatkan
adalah motivasi ekstrinsik (motivasi yang lahir dari pengaruh
lingkungan) yang meliputi 4 indikator, yaitu : attention,
relevance, confidence, dan satisfaction yang diukur dengan
menggunakan lembar angket motivasi model ARCS.
2. Hasil belajar pada penelitian ini yang akan diukur hanya berfokus
pada ranah kognitif. Ranah kognitif diukur berdasarkan hasil test
di setiap akhir siklus.
10

3. Materi yang diajarkan pada penelitian ini yaitu materi pada KD


3.10, 3.11, 4.10, dan 4.11mengenai sistem koordinasi dan zat
psikotropika.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT adalah
pembelajaran yang menggabungkan antara sintaks model Jigsaw
dengan sintaks model TGT. Pelaksanaan model pembelajaran
Jigsaw dipadu dengan TGT diukur menggunakan lembar
keterlaksanaan pembelajaran yang diisi oleh observer.
2. Motivasi belajar siswa adalah suatu keadaan yang mendorong,
merangsang atau menggerakan keinginan siswa untuk belajar
dalam usaha memperoleh ilmu dari kegiatan pembelajaran.
Motivasi belajar yang diukur adalah motivasi ekstrinsik yang
meliputi indikator attention, relevance, confidence, dan
satisfaction selama proses pembelajaran berlangsung. Motivasi
belajar diukur dengan menggunakan lembar angket motivasi
ARCS.
3. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang diukur
adalah hasil belajar kognitif yang diukur dengan menggunakan
soal tes akhir siklus.

Anda mungkin juga menyukai