Tinpus PLP.1.
Tinpus PLP.1.
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tabel 1. Standar Kompos SNI 19-7030-2004
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
o
1 Kadar Air % C 50
2 Temperatur Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan Ikat Air % 58
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan Asing % 1,5
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor (P2O5) % 0,10
13 C/N-Rasio 10 20
14 Kalium (K 2 O) % 0,20
15 Arsen mg/Kg 13
16 Cadmium (Cd) mg/Kg 3
17 Cobalt (Co) mg/Kg 34
18 Chromium (Cr) mg/Kg 210
19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100
20 Merkuri (Hg) mg/Kg 0,0
21 Nikel (Ni) mg/Kg 62
22 Timbal (Pb) mg/Kg 150
23 Selenium (Se) mg/Kg 2
24 Seng (Zn) mg/Kg 500
25 Calsium (Ca) % 25,50
26 Magnesium (Mg) % 0,60
27 Besi (Fe) % 2,00
28 Aluminium (Al) % 2,20
29 Mangan (Mn) % 0,10
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4gr 3
Sumber : SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos
3
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
2.2.1 Rasio C/N
Rasio C/N merupakan perbandingan dari unsur karbon (C) dengan nitrogen
(N) yang berkaitan dengan metabolisme mikroorganisme pengurai dalam proses
pengomposan. Selama proses pengomposan, mikroorganisme pengurai
membutuhkan karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai zat
pembentuk sel mikroorgnasime. Jika rasio C/N tinggi, maka aktivitas
mikroorganisme pengurai akan berjalan lambat untuk mendekomposisi bahan
organik kompos sehingga waktu pengomposan menjadi lebih lama. Sedangkan
apabila rasio C/N rendah, maka nitrogen yang merupakan komponen penting pada
kompos akan dibebaskan menjadi ammonia dan menimbulkan bau busuk pada
kompos (Djuarnani, 2005).
4
2.2.4 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) dalam tumpukan kompos berpengaruh terhadap
aktivitas mikroorganisme pengurai. Kisaran pH yang optimum pada proses
pengomposan aerob adalah 6,0-8,0. Jika nilai pH terlalu tinggi (basa) akan
menyebabkan nitrogen dalam tumpukan kompos hilang akibat proses volatilisasi
(perubahan menjadi ammonia). Sedangkan apabila nilai pH terlalu rendah (asam),
akan mengakibatkan sebagian mikroorganisme pengurai mati (Yuwono, 2006).
5
Pada pengomposan dengan metode indore heap, bahan-bahan yang akan
dikomposkan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ketebalan 10-25 cm per lapis,
dimana bagian atasnya ditutupi dengan kotoran ternak yang tipis untuk
mengaktifkan proses pengomposan. Sedangkan pengomposan dengan metode
indore pit, bahan dasar kompos yang digunakan adalah kotoran ternak dan disebar
secara merata di dalam lubang tanah dengan ketebalan 10-15 cm. bahan-bahan
kompos tersebut disusun secara berlapis-lapis dan dilakukan penambahan air
secukupnya yang bertujuan untuk menjaga kelembaban bahan.
6
2.4 Komposisi Bahan Baku Kompos
Komposisi bahan baku kompos yang terdiri dari pencampuran bebagai
bahan organik merupakan faktor penting untuk menghasilkan kompos dengan
kualitas baik serta mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap. Material
bahan organik yang ditambahkan dapat berbentuk substrat basah yang berasal dari
lumpur, jerami, serbuk gergaji, serta sampah organik.
Menurut Indriani (2011), pengomposan dari beberapa macam bahan organik
dapat mempercepat laju dekomposisi kompos serta menambah kandungan unsur
hara dari kompos yang dihasilkan. Pengomposan bahan organik yang berasal dari
limbah tanaman dapat berlangsung lebih cepat apabila ditambahkan dengan
kotoran hewan. Beberapa limbah tanaman, seperti jerami memiliki kandungan
karbon, selulosa, serta lignin yang tinggi sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk didekomposisi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Budiarta
(2016) yang menyatakan bahwa proses pengomposan limbah tanaman padi
(jerami) yang hanya ditambahkan larutan bioaktivator tanpa adanya campuran
bahan organik lain membutuhkan waktu dekomposisi selama 84 hari, sehingga
penambahan kotoran hewan yang mengandung nitrogen tinggi penting dilakukan
agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Menurut Atmaja (2016),
pengomposan limbah tanaman padi (jerami) yang ditambahkan dengan kotoran
ayam membutuhkan waktu dekomposisi selama 63 hari.
Selain mempercepat waktu pengomposan, penambahan bahan organik juga
bertujuan untuk menghasilkan kompos dengan rasio C/N yang sesuai dengan rasio
C/N tanah (10-12). Menurut Yuwono (2006), hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara membuat perbandingan yang bervariasi, misalnya satu bagian bahan yang
mempunyai kandungan unsur karbon tinggi dengan 2 bagian bahan yang
mengandung karbon rendah.
2.4.1 Jerami
Jerami adalah hasil sampingan dari usaha pertanian berupa tangkai dan
batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijinya dipisahkan. Jerami
merupakan limbah pertanian terbesar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
bahan organik tambahan pada tanah. Namun, jerami sering dipandang menjadi
permasalahan bagi petani, sehingga solusi yang sering dilakukan adalah dengan
membakar limbah tersebut atau hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak
7
alternatif saat musim kering akibat sulitnya mendapatkan hijauan.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi
dimanfaatkan sebagai penambah unsur hara apabila dikembalikan ke dalam tanah.
Menurut Ekawati (2003), jerami padi memiliki kandungan hara yang berguna
untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan hara yang terkandung dalam
jerami padi disajikan pada Tabel 2.
Jerami padi tergolong bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi. Bahan
organik yang mempunyai rasio C/N tinggi memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap perubahan sifat-sifat fisik tanah. Namun, bahan organik dengan rasio
C/N tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama mengalami proses pengomposan
sehingga membutuhkan campuran bahan organik lain seperti kotoran ternak yang
mempunyai rasio C/N rendah agar proses pengomposan dapat berjalan optimal.
Selain rasio C/N tinggi, jerami padi juga memiliki kandungan selulosa dan
lignin yang tinggi sehingga sulit didekomposisi oleh mikroorganisme. Maka dari
itu, diperlukan suatu dekomposer yang mempunyai aktivitas selulolitik tinggi
dengan dikeluarkannya enzim selulose. Penambahan jerami yang sudah diolah
menjadi kompos secara konsisten dalam jangka panjang dapat meningkatkan
kandungan bahan organik tanah.
9
Suhu merupakan indikator yang menunjukkan aktivitas mikroorganisme
pengurai selama proses pengomposan. Aktivitas mikroorganisme pengurai dalam
proses pengomposan berpengaruh terhadap perubahan suhu dalam tumpukan
bahan kompos. Panas dihasilkan oleh mikroorganisme saat proses perombakan
bahan organik. Ketika proses dekomposisi bahan organik diawal fase
pengomposan semakin cepat, maka panas yang dihasilkan akan meningkat
semakin cepat. Pada saat proses pengomposan berakhir, bahan organik yang
didekomposisi oleh mikroorganisme pengurai sudah habis sehingga terjadi
penurunan suhu pada tumpukan kompos. Menurut Isroi (2008), pada proses
pengomposan secara aerob akan terjadi peningkatan suhu yang cukup kuat selama
3-5 hari pertama dan suhu tumpukan kompos dapat mencapai 30-60oC. Kisaran
suhu tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme, dimana
mikroorganisme pengurai dapat berkembangbiak sampai tiga kali lipat sehingga
aktivitas perombakan bahan organik menjadi semakin cepat.
Secara umum, kompos mengalami tiga tahap proses pengomposan, yaitu
tahap aklimasi, tahap termofilik, serta tahap pematangan kompos. Proses
pengomposan diawali dengan tahap aklimasi, yaitu proses penyesuaian suhu
bahan kompos, dimana pada tahap ini terjadi peningkatan suhu pada campuran
bahan organik yang digunakan sebagai kompos. Tahap selanjutnya adalah tahap
termofilik, dimana mikroorganisme yang terlibat pada tahap ini dapat hidup pada
suhu 40-60oC dan bertujuan untuk mendegradasikan bahan organik secara cepat
dengan cara mengkonsumsi karbohidrat dan protein. Pada tahap ini proses
dekomposisi mulai melambat dan ditandai dengan tercapainya suhu puncak
sehingga bahan organik lebih mudah didekomposisikan. Tahap terakhir adalah
tahap pematangan kompos. Pada tahap ini mikroorganisme termofilik akan
mengalami kematian akibat kenaikan suhu diatas 60oC dan digantikan oleh
mikroorganisme mesofilik. Apabila suhu maksimum sudah tercapai serta seluruh
aktivitas mikroorganisme yang terlibat selama proses dekomposisi terhenti, maka
suhu akan turun kembali sampai mencapai kisaran suhu awal. Pada tahap ini
kompos sudah terbentuk dan siap digunakan (Djuarnani, 2005).
(𝑤0−𝑤1)
Kadar Air (%) = 𝑤0
x100%
11