Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi

Kata Antropologi itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu antropos yang berarti
manusia dan logos yang berarti wacana atau ilmu, sehingga secara etimologi dapat
disimpulkan bahwa antropologi adalah suatu bidang keilmuan yang mempelajari tentang
manusia. Menurut David Hunter (1979:9), antropologi adalah ilmu yang muncul dari
keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat manusia. Karena manusia diciptakan oleh
Allah sebagai makhluk yang paling unik sekaligus istimewa di muka bumi ini, begitupula
dengan setiap individu, kelompok, suku, bangsa, dan lain sebagainya. Maka mempelajari
segala hal tentang manusia menjadi sesuatu yang akan sangat menakjubkan. Selain itu
Koentjaraningrat juga mengungkapkan pendapatanya dalam buku pengantar antropologi,
bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia secara keseluruhan dengan
cara mengkaji berbagai warna/sifat, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang
dihasilkan (Koentjaraningrat,1989:13). Selain mempelajari tentang sifat-sifat dan fisik
manusia, ternyata antropologi juga mempelajari sejarah kebudayaan yang dihasilkan oleh
masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut William A.Havilland(1988:6) antropologi adalah
studi mengenai umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya, serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keragaman manusia. Tujuan manusia mempelajari antropologi tidak lain adalah untuk dapat
memahami apa itu manusia dan perilakunya serta keragaman yang ada pada umat manusia.

Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi adalah suatu
bidang keilmuan yang secara garis besar membahas tentang manusia yang muncul karena
keingintahuan yang tidak terbatas terhadap makhluk bernama manusia dengan cara mengkaji
sifat, fisik, serta kebudayaan yang dihasilkan yang nantinya di gunakan untuk memahami
manusia dan perilakunya serta keragaman umat manusia.

B. Sejarah Antropologi

Seperti ilmu-ilmu yang lain, antropologi juga mempunyai sejarahnya sendiri.


Antropologi yang ada pada zaman sekarang ini merupakan hasil dari perkembangan salah
satu ilmu dimasa lalu. Versi lama dari ilmu antropologi yaitu etnografi, yang sudah
dikerjakan oleh orang-orang pada zaman dulu di berbagai bangsa dan negara. Namun
penulisan-penulisan etnografi pada masa itu sangat subjektif dan bersifat etnosentrisme yaitu
si penulis menganggap bahwa kelompok lain itu tidak jauh lebih baik dari kelompoknya,
bahkan didalam tiap bahasa selalu terdapat pepatah yang mengatakan bahwa yang beradab
adalah bangsa sendiri dan bangsa lain selalu dianggap tidak beradab. Selain yang sudah
disampaikan, menurut koentjaraningrat sejarah antropologi di bagi dalam empat fase, sebagai
berikut:

2
1. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad 15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba menjelajahi dunia,
mulai Afrika, Amerika, Asia, hingga Australia. Dalam penjelajahannya, mereka banyak
menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi
mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka dicatat di buku harian ataupun jurnal
perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing
tersebut mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku
tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Bahan etnografi itu menarik
perhatian para pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19, perhatian bangsa
Eropa terhadap suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah bertambah besar. Oleh karena itu,
timbul usaha mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Bahan pengetahuan tadi disebut bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa
(dari kata ethnos=bangsa). Deskripsi-deskripsi tadi biasanya tidak teliti, seringkali bersifat
kabur, dan kebanyakan hanya memperhatikan hal-hal yang dalam mata orang Eropa tampak
aneh saja, walaupun ada pula karangan-karangan yang baik dan lebih Teliti sifatnya. Justru
karena keanehannya, maka bahan etnografi tadi amat menarik perhatian kalangan terpelajar
di Eropa barat Sejak abad ke-18. Kemudian dalam pandangan orang eropa timbul Tiga
macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan orang-
orang Indian di Amerika tadi, yaitu :

1. Sebagian orang Eropa memandang akan sifat keburukan dari bangsa-bangsa jauh tadi
itu, dan mengatakan bahwa bangsa-bangsa itu bukan manusia sebenarnya; bahwa
mereka manusia liar, turunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-
istilah seperti savages, primitives, yang dipakai orang Eropa untuk menyebut bangsa-
bangsa tadi.
2. Sebagian orang Eropa memandang akan sifat-sifat baik dari bangsa-bangsa jauh tadi,
dan mengatakan bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat
yang masih murni, yang belum kemasukan kejahatan dan keburukan seperti yang ada
dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
3. Sebagian orang Eropa tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan
benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania dan
Amerika pribumi tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi tadi ada yang dihimpun
menjadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum, dengan demikian timbul museum-
museum pertama tentang kebudayaan-kebubudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.

2. Fase Kedua (SetelahTahun 1800-an)


Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. Masyarakat dan kebudayaan
berevolusi secara perlahan-lahan. Mereka menganggap bangsa selain Eropa sebagai bangsa-
bangsa primitive yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi
kebudayaannya. Pada fase ini, antropologi bertujuan akademis,mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitive untuk memperoleh pemahaman tentang tingkatan sejarah penyebaran
kebudayaan manusia.
3
Kemudian timbul pula beberapa karangan yang hendak meneliti sejarah penyebaran ke
budayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Di sini pun kebudayaan-kebudayaan
bangsa-bangsa di luar Eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari
kebudayaan manusia yang kuno, sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar
Eropa itu orang dapat menambah pengertiannya tentang sejarah penyebaran kebudayaan
manusia. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam fase perkembangannya yang
ke-II ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal, dengan tujuan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut : mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan
maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi
dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

3. Fase Ketiga (Awal abad ke-20)


Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain,
seperti Asia, Amerika, Australia, dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni
tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, berbagai pemberontakan,
cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa, serta hambatan lain. Dalam menghadapinya,
pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari kelemahan suku asli untuk
menaklukkannya. Untuk itulah, mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi suku-suku
bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya,untuk kepentingan mereka.

4. Fase Keempat (Setelah tahun 1930-an)


Pada fase ini,antropologi berkembang pesat. Kebudayaan suku bangsa asli yang dijajah
bangsa Eropa,mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini
terjadi perang besar di Eropa, yaitu Perang Dunia Il. Perang ini membawa perubahan pada
kehidupan manusia dan negara-negara di dunia menuju kehancuran total, yaitu kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan.
Akan tetapi, pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang
dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari mereka berhasil keluar
dari belenggu kolonialisme, keterpurukan ekonomi, sosial kebudayaan, dan politik. Proses
perubahan bangsa-bangsa yang terjajah menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi
ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah
pedalaman Eropa, seperti suku bangsa Soami,Flam,dan Lapp.
Proses-proses tersebut menyebabkan bahwa ilmu antropologi seolah-olah kehilangan
lapangan, dan dengan demikian terdorong untuk mengembangkan lapangan-lapangan
penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru. Adapun warisan dari fase-fase perkembangan
semula, yaitu yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode
ilmiah, tentu tidak dibuang demikian saja, melainkan dipakai sebagai landasan bagi
perkembangannya yang baru. Perkembangan itu terutama terjadi di universitas-universitas di
Amerika Serikat, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun 1951, ketika
60 orang tokoh ahli antropologi dari berbagai negara di Amerika dan Eropa (termasuk Uni
Soviet), mengadakan suatu simposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok
tujuan dan ruang-lingkup dari ilmu antropologi yang baru itu.

4
Pokok atau sasaran dari penelitian para ahli antropologi sudah sejak lebih dari 50
tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 1930, memang tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitif
yang tinggal di benua-benua di luar Eropa saja, melainkan sudah beralih kepada manusia di
daerah pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudut anekawarna fisiknya, masyarakatnya,
serta kebudayaannya. Dalam hal itu perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah
pedesaan di luar benua Eropa, tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di
Eropa (seperti suku-suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk
Pegunungan Sierra dan lain-lain), dan kepada penduduk beberapa kota kecil di Amerika
Serikat (Middletown, Jonesville dan lain-lain).

Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya yang
keempat ini dapat dibagi dua, yaitu tujuan akademikal, dan tujuan praktisnya. Tujuan
akademikalnya adalah : mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya
dengan mempelajari anekawarna bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena
di dalam praktek ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka
tujuan praktisnya adalah : mempelajari manusia dalam anekawarna masyarakat suku-bangsa
guna membangun masyarakat suku-bangsa itu.

C. Ruang Lingkup

Antropologi dibagi menjadi beberapa macam kajian, yaitu sebagai berikut:

1 . Antropologi Fisik

Antropologi fisik baru berkembang sesudah abad ke-17. Pada abad itu, perkembangan
ilmu pengetahuan masih berbenturan dengan paham skolastik yang didominasi oleh kaum
gereja yang berkuasa penuh terhadap seluruh perkembangan pemikiran manusia. Bahkan,
pandangan skolastis sangat keras mengenai manusia dalam sistem penciptaan. Sesudah abad
ke-17, tinjauan analitis terhadap manusia mulai berkembang dan studi itu semakin
berkembang pada abad ke-18. Nama-nama, seperti Linneus, Blumenbach, dan Petrus Camper
terkenal dalam perkembangan antropologi fisik. Kemudian, pada abad ke-19, muncul para
tokoh yang lebih besar, seperti Lamarc dan Charles Darwin, yang mengemukakan ajaran
tentang evolusi organik dengan amat jelas (R. Firth, 1956: 25, Harsoyo, 1988: 17).

Antropologi fisik berfungsi meneliti manusia sebagai makhluk biologi, mempelajari


manusia dari unsur lahiriahnya dengan cara yang mendalam, menyelidiki asaI-usul manusia,
perkembangan evolusi organik, struktur tubuh, dan kelompok-kelompok manusia atau
disebut ras. Penelitian antropologi fisik dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Manusia sebagai hasil dari proses evolusi


b. Penduduk.
Kedua objek studi antropologi fisik tersebut ditujukan pada persoalan yang sama,
yaitu terhadap variasi manusia sehingga ditemukan Sisi kehidupan kompleks manusia yang
berkaitan dengan antropologi budaya, dalam melakukan penyelidikannya. Antropologi fisik
menerapkan cabang-cabang ilmu yang lebih spesifik, di antaranya sebagai berikut.

5
1. Palaeontologi primat, yaitu ilmu yang mempelajari deskripsi varietas manusia yang tidak
hidup lagi di dunia dan makhluk lain yang masih berhubungan dengan manusia.

2. Evolusi manusia, yaitu ilmu yang mempelajari proses perkembangan tipe-tipe manusia
dimulai dari makhluk bukan manusia.

3. Antropometri,yaitu studi tentang teknik pengukuran tubuh manusia.

4. Somatologi, yaitu studi tentang varietas manusia yang masih hidup dan tentang perbedaan
seks dan variasi perseorangan.

5. Antropologi rasial, yaitu ilmu yang mempelajari penggolongan manusia dalam kelompok-
kelompok ras, sejarah ras manusia, dan percampuran ras.

6. Studi perbandingan pertumbuhan organik dan antropologi konstitusional, yang


mempelajari predisposisi dari tipe-tipe tubuh manusia terhadap penyakit tertentu dan tingkah
laku khusus, seperti tingkah laku kriminal.

Antropologi fisik yang meninjau manusia dari sudut biologi menggolongkan manusia
berdasarkan persamaan struktur atau homologi ke dalam kelas mamalia, orde primat,
keluarga homonidae, genus homo, dan spesies sapiens. Spesies sapiens terpecah dalam
berbagai kelompok ras, sehingga ras itu dengan sendirinya merupakan konsepsi biologi dan
bukan konsepsi sosio-kebudayaan.

Antropologi fisik juga mempelajari pengaruh lingkungan terhadap struktur tubuh


manusia karena manusia adalah makhluk yang hidup dalam lingkungan alam, lingkungan
sosial, serta lingkungan transenden. Dari ketiga lingkungan itu, lingkungan alamiah yang
mengembang menjadi ekologi manusia. Contohnya adalah perbedaan kulit antara orang-
orang Negro dengan orang-orang Indian. Perbedaan kulit itu dipengaruhi oleh kehidupan
ekologis masing-masing.

Di samping itu, antropologi fisik melakukan penelitian terhadap proses perubahan


yang berhubungan dengan keturunan atau genetika. Antropologi fisik mengkaji lahiriah
manusia secara teoretis dan praktis. Para antropolog praktis adalah kaum applied physical
anthropologists, yang memusatkan perhatian pada pengukuran manusia secara anatomis
fisiologis untuk menentukan berbagai standar kehidupannya. MisaInya tentang pakaian, alat-
alat senjata untuk tentara, tempat duduk di kereta api,dan sebagainya (Harsoyo, 1988: 17).

Dengan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa antropologi fisik merupakan


pendekatan antropologis yang mengkhususkan kajiannya terhadap manusia dilihat dari
lahiriahnya, klasifikasi zoologi, hubungan yang terdapat antara manusia dan makhluk-
makhluk lain yang bukan manusia, perkembangan evolusi makhluk hidup, pertumbuhan
sistem yang sederhana menuju sistem yang lebih kompleks, teori-teori evolusi organik,
keturunan, dan ras sebagai konsepsi biologi.

2. Antropologi Budaya

6
Perkembangan antropologi budaya terjadi pada akhir abad ke-19, pada saat muncul
istilah peradaban, yaitu manusia yang beradab dan manusia yang primitif. Pada saat itu juga
kolonialisme dan prosesnya semakin membuat pemikir asal Eropa berhubungan secara
langsung atau tidak langsung dengan bangsa lain yang masih primitif. Keadaan yang berbeda
antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian memiliki teknologi modern dan maju
seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian lain tidak memiliki apa pun, kecuali
komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan gaya Paleoliti, menarik perhatian para
antropolog budaya.

Antropologi budaya adalah cabang dari antropologi umum yang menyelidiki


kebudayaan di berbagai bangsa di dunia. Ilmu ini menyelidiki kemampuan manusia
berkebudayaan dan mengembangkan kebudayaannya sepanjang zaman. EB. Tonr dalam
bukunya Primitive Culture mengemukakan bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang
kompleks, yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.

Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia. llmu ini mempelajari
tingkah laku manusia yang dengan akal dan struktur asiknya berhasil mengubah
lingkungannya tanpa ditentukan oleh pola-pola naluriah. melainkan berdasarkan pengalaman
dan pengajaran. Dalam menerapkan Metodenya. Antropologi budaya menggunakan
pendekatan perbandingan yaitu dengan membandingkan kebudayaan antarmanusia dan
masyarakat dari zaman ke zaman.

Antropologi budaya mengumpulkan data mengenai proses ekonomi dan politik global
atas budaya local. Para antropolog budaya menggunakan berbagai metode, termasuk
pengamatan partisipatif (participant observation) wawancara dan angket statistik. Penelitian
mereka sering dikatakan pekerjaan lapangan karena sang antropolog harus menetap untuk
Waktu yang cukup lama di lapangan penelitiannya.

Tugas antropologi budaya yaitu mengamati, menuliskan, dan memahami kebudayaan


yang terdapat pada masyarakat. Hasil penyelidikan mengenai konsepsi kebudayaan manusia
merupakan pengertian sistematis yang dapat digunakan sebagai alat analisis permasalahan
kehidupan sosiaI-budaya manusia. Antropologi budaya dibagi menjadi tiga subdisiplin, yaitu:

a. Arkeologi prasejarah
b. Antropologi linguistik;
c. Etnologi
a. Arkeologi prasejarah
Arkeologi prasejarah adalah ilmu yang mempelajari perkembangan kebudayaan
manusia pada masa Iampau ketika belum ada bahan-bahan tertulis. Sesungguhnya umur
tulisan kira-kira 5000 tahun, sedangkan usia kebudayaan sama tuanya dengan adanya
manusia homo sapiens di muka bumi ini, yang ditaksir telah berumur sejuta tahun. Karena
tidak mempergunakan bahan-bahan penyusunan dari sumber-sumber yang terdiri atas
catatan-catatan tertulis, arkeologi prasejarah mempergunakan bahan-bahan penyusunan dari
peninggalan materiil yang berupa artefak atau fosiI-fosil.

7
Arkeologi prasejarah memberikan bahan-bahan tentang cara tipe kebudayaan yang baru
mengganti tipe kebudayaan yang lama. Proses perubahan dan bentuk-bentuk kebudayaan itu
tidak sama pada semua bangsa di dunia, yang bahan-bahannya banyak diberikan oleh
arkeologi prasejarah. Dari semua cabang antropologi budaya, arkeologi paling membutuhkan
kerja yang tekun. Seorang ahli arkeologi prasejarah yang menyelidiki kebudayaan manusia
pada zaman ketika belum ada tulisan terpaksa membuat tafsiran dari penemuan-penemuan
yang kadang-kadang tidak lengkap. Apalagi jika ahli tersebut hendak mengetahui
kebudayaan rohaniah, kesulitannya bertambah besar. Misalnya sebuah periuk yang
ditemukan sebagai bahan arkeologi harus ditafsirkan hati-hati, karena periuk itu dapat
digunakan sebagai alat upacara keagamaan, tetapi boleh jadi periuk tersebut hanya alat biasa
yang digunakan untuk masak di dapur (William Haviland, 1988: 14 dan Harsoyo, 1988: 22).

b. Antropologi linguistik

Pada dasarnya, pelajaran yang diperoleh manusia yang satu dari manusia yang lain
adalah satu kompleks pengertian dan konsep yang secara keseluruhan merupakan kekayaan
kerohanian yang manifestasinya terwujud dalam tingkah laku dan benda-benda materiil.
Adapun alat belajar yang paling utama adalah bahasa yang merupakan sistem lambang dan
tanda. Fenomena bahasa itu dengan segenap masalahnya dipelajari oleh linguistik. Jadi, studi
linguistik meliputi fonetika, fonologi, semantik, sintaksis, dan morfologi. Bahasa juga
merupakan ciri manusia yang paling utama, khususnya kemampuan untuk berbicara,
mengadakan komunikasi dengan menggunakan lambang bunyi (William Haviland, 1988: 15).

Bahan-bahan dari linguistik yang berupa daftar kata-kata, pelukisan dari ciri-ciri dan
pelukisan tentang tata bahasa dari bahasa-bahasa lokal yang tersebar di berbagai tempat di
muka bumi ini, berkumpul bersam-sama dengan badan etnografi. Dari bahan ini, berkembang
bermacam-macam metode analisis bahasa, berbagai masalah sekitar hubungan antara bahasa
dan kebudayaan, serta metode-metode untuk menganalisis dan menyatakan bahasa-bahasa
yang tidak mengenal tulisan. Semua bahan dan metode tersebut terolah dalam ilmu linguistik
lain yang berasal dari penyelidikan naskah-naskah kuno dalam bahasa-bahasa lndo-German
(Koetjaraningrat, 1990: 14, Harsoyo, 1988: 23).

Sangat penting memahami bahasa secara antropologis, karena pada dasarnya seluruh
kebudayaan manusia hanya mungkin ada karena ada bahasa yang menjadi pendukungnya,
atau menjadi keretanya. Hubungan antara bahasa dan pikiran menjadi sentral dalam
memahami persoalan kebudayaan Seperti halnya dengan arkeologi, linguistik telah
berkembang jauh, sehingga membutuhkan pengkhususan tersendiri, mempunyal metode
penyelidikan yang khusus dan laboratorium. Apabila ahli-ahli linguistik, yang lebih banyak
bergerak dalam bidang teori mempelajari bahasa-bahasa secara perbandingan atau bahasa
pada umumnya seperti asal-usulnya, perkembangan dan strukturnya, orang biasa mempelajari
bahasa untuk keperluan praktis, yaitu mempelajari bahasa sebagai alat untuk mendapat ilmu
pengetahuan dalam bahasa asing. Adapun sastrawan lebih mementingkan karya yang bersifat
sastra daripada mempelajari bahasa secara teori.

8
William Haviland (1988: 16) menegaskan bahwa ahli antropologi linguistik juga
dapat memberikan sumbangan berharga untuk memahami masa lampau umat manusia.
Dengan menyusun hubungan geneologi dan bahasa-bahasa, dan mempelajari distribusi
bahasa-bahasa tersebut, ia dapat memperkirakan lamanya orang-orang yang menggunakan
bahasa itu tinggal di tempat mereka tinggal sekarang. Dengan mengidentifikasi kata-kata
yang sama dalam bahasa-bahasa lain yang ada hubungannya. dan yang kembali kepada
bahasa nenek moyang pada zaman dahulu, ia juga dapat memperkirakan tempat hidup nenek
moyang yang berbahasa kuno itu dan cara hidupnya.

c. Etnologi

Etnologi adalah cabang antropologi budaya yang mempelajari kebudayaan manusia


dengan mengadakan pendekatan perbandingan dari kebudayaan-kebudayaan secara
individual yang terdapat di muka bumi ini. Istilah etnologi dalam kepustakaan antropologi di
Amerika Serikat sering digunakan silih berganti dengan antropologi sosial, tanpa melihat
adanya perbedaan yang prinsipil. Adapun di Inggris, dibedakan antara etnologi dan
antropologi sosial, terutama dalam pendekatannya. Tugas etnologi adalah mengklasifikasikan
bangsa-bangsa atas dasar ras dan kebudayaan, menjelaskan penyebarannya. pada saat
sekarang dan pada masa yang telah lampau, serta tentang difusi kebudayaan. Adapun
antropologi sosial menyelidiki tingkah laku sosial dalam bentuk lembaga seperti keluarga,
sistem kekerabatan, organisasi politik, prosedur-prosedur agama dan hubungan antarlembaga.
objek penyelidikan etnologi ataupun antropologi sosial adalah masyarakat dan kebudayaan
yang masih sederhana. Keduanya menggunakan pendekatan yang sama, tentang masyarakat.
Etnologi mempunyai objek penyelidikan masyarakat yang kompleks, sedangkan antropologi
sosial mempunyai objek penyelidikan masyarakat yang Sederhana, yaitu masyarakat yang
belum mengenal tulisan (Harsoyo. 1988: 24)

D. Objek Kajian

Di universitas-universitas di Amerika Serikat, di mana antropologi telah mencapai


suatu perkembangan yang paling luas, mang-lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang
luas itu menyebabkan adanya paling sedikit lima masalah penelitian khusus, yaitu :

1) Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evolusinya) secara biologi

2) Masalah sejarah terjadinya anekawarna mahluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri
tubuhnya;

3) Masalah sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran anekawama bahasa yang diucapkan
manusia di seluruh dunia;

4) Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya anekawarpa kebudayaan manusia di


seluruh dunia;

9
5) Masalah mengenai azas-azas dari kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari
semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi masa kini.

Kelima lapangan penelitian yang bertujuan untuk memecahkan kelima masalah


tersebut adalah sedemikian luasnya, sehingga masing-masing merupakan ilmu-ilmu bagian
antropologi yang membutuhkan ahli-ahli dengan kejuruan-kejuruan yang khusus.

E. Antropologi Pendidikan Islam

Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai hal-hal yang berhubungan dengan religi,
pertama-tama ingin diterangkan terlebih dahulu mengenai penggunaan istilah, dan kedua
mengenai pendekatan dalam studi mengenai religi. Dalam karangan ini digunakan istilah
religi sebagai terjemahan dari kata religion. Dengan sengaja dihindarkan penggunaan kata
agama, karena istilah ini bagi banyak orang Indonesia sudah mempunyai arti tertentu seperti
Agama Islam atau Nasrani misalnya.

Adapun mengenai pendekatan ingin dikemukakan, bahwa studi tentang religi yang
hendak diuraikan nanti merupakan sebuah tinjauan Antropologi.” Ilmu tentang Manusia ini
sebagai ilmu mencoba merumuskan pengertian-pengertiannya, konsepnya, melalui
penyelidikan yang empiris, dan obyek-obyek yang diselidiki oleh Antropologi terutama
adalah tingkah laku dan tatakelakuan manusia. Dengan mengadakan studi komparatif
Antropologi mencoba memahami asal-usul religi, fungi religi, dan sistimatik religi. sedang
yang diselidiki adalah religi apapun juga. Oleh karena itu Antropologi dalam hal ini
berkepentingan untuk dapat merumuskan definisi tentang religi.

Pendekatan lain adalah sebuah pendekatan teologis mengenai agama. Dalam studi ini
seseorang penyelidik mempelajari isi sesuatu agama tertentu. Biasanya orang semacam ini
juga disebut Ahli Kitab. Dipelajari olehnya Kitab-kitab suci dan tafsirnya. Penyelidikan
semacam ini bersifat deduktif. Kebenaran-kebenaran dari dogma agama telah diterima lebih
dahulu. Dalam hubungan ini agama bukanlah hasil dari pada pikiran manusia, melainkan
agama berisi firman-firman atau titah Allah. Jika seorang ahli antropologi menyelidiki
agama-agama besar itu, maka dia tidak menyelidiki tentang kebenaran-kebenaran yang
terdapat di dalam agama itu, melainkan dia menyelidiki pengaruh agama itu pada manusia
dan masyarakat. Studi semacam ini merupakan Studi sosiologi ataupun psychologi tentang
Agama. antropologi melihat religi sebagai bagian dari pada kebudayaan manusia. Kedua
pendekatan itu tidak usah saling bertentangan. Kedua pendekatan itu menyelidik aspek yang
berbeda-beda dari satu obyek Yang Sama yaitu religi manusia.

F. Tokoh-tokoh

Segala sesuatu pasti ada sebab ataupun asal-usul, begitupun dengan ilmu antropologi
yang memiliki tokoh-tokoh penting dari awal mula muncul sampai perkembangannya. Kali
ini ada beberapa tokoh-tokoh antropologi dalam beberapa fasenya, antara lain sebagai berikut
:

10
1. Tokoh antropologi fase pertama
Para Tokoh Sarjana Antropologi. Para tokoh sarjana antropologi dalam fase pertama dari
perkembangannya, sudah tentu belum ada, karena pada waktu itu belum ada ilmu
antropologi. Namun, waktu itu ada pengarang-pengarang buku tentang manusia dan
kebudayaan suku-suku bangsa yang tinggal di luar Benua Eropa, yaitu para pengarang buku
etnografi yang terdiri dari pelaut, penyiar agama Nasrani, dan pegawai pemerintah jajahan.
Adapum mereka semua itu sebagai berikut :

1. A. A. Bastian

Ia adalah pengarang etnografi kuno golongan musafir, seorang dokter kapal berbangsa
Jerman yang telah keliling ke berbagai benua pada permulaan abad ke-19. Di antara catatan-
catatan perjalanannya mengenai berbagai daerah tertentu di Afrika Barat, India, Cina,
Australi , Kepulauan Oseania, Meksiko, dan Amerika Latin, ia pernah menulis tiga jilid
etnografi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesna.

2. J.F. Latifau

Ialah seorang pendeta agama Katolik bangsa Perancis yang pernah bekerja di daerah
Sungai St. Lawrence (Amerika Utara dan Kanada Timur), sebagai penyiar agama, dan yang
telah menulis sebuah etnografi yang klasik (1724) tentang kebudayaan suku-suku bangsa
Indian yang hidup di daerah sungai tersebut.

3. N.N Miklukho-Maklai

Ialah Seorang pengarang etnografi kuno dari golongan ahli eksplorasi, seorang bangsa
Rusia yang banyak mengembara di daerah Oseania di Lautan Teduh, dan yang pernah
mengunjungi Papua Niugini dan Irian Jaya

4. T.S Raffles

Ia berasal dari golongan pegawai pemerintah-pemerintah jajahan. Seorang tokoh yang


perlu disebut khusus , yang pernah menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia
antara tahun 1811 dan 1815, ketika Inggris merebut Indonesia dari Negara Belanda dalam
masa Perang Napoleon di Eropa. Kecuali sebagai kepala pemerintah jajahan, Raffles juga
menaruh banyak perhatian terhadap penduduk Indonesia serta kebudayaannya, dan menulis
dua jilid Etnografi tentang kebudayaan Jawa yang terbit dalam tahun 1817.

2. Tokoh antropologi fase kedua


Para tokoh sarjana antropologi dari fase kedua merupakan tokoh-tokoh pendekar ilmu
antropologi. hampir semua tokoh itu terpengaruh oleh teori evolusi, dan khususnya teori
evolusi masyarakat yang pada pertengahan abad ke-19 memang amat menguasai cara berpikir
dunia ilmiah di Eropa dan Amerika.

1. L.H Morgan

11
Ia adalah seorang sarjana hukum bangsa Amerika yang kemudian bekerja sebagai
pengacara di antara para Indian di Amerika Serikat bagian Timur untuk membantu mereka
dalam soal-soal hak tanah. Ia kemudian menjadi tertarik akan adat-istiadat dan kebudayaan
suku-suku bangsa Indian itu, dan menulis berbagai buku etnov grati, tetapi juga sebuah
karangan teoretikal berjudul Ancient Society, mengenai evolusi masyarakat manusia berdav
sarkan data mengenai susunan masyarakat yang dikumpulkannya di daerah suku-suku bangsa
Indian tersebut, dibandingkan dengan susunan masyarakat berpuluh-puluh suku bangsa lain
di dunia. Teori mengenai tingkat-tingkat evolusi masyarakat manusia kemudian sangat
mempengaruhi teori K.Mark mengenai evolusi masyarakat dan tingkat-tingkat perkembangan
susunan ekonomi dan sistem klas sosial dalam masyarakat manusia.

2. P.W. Schmidt

Ia adalah seorang sarjana antropologi berbangsa Austria. Pada fase ini ada banyak
sarjana-sarjana antropologi waktu itu yang kurang terpengaruh oleh teori evolusi masyarakat,
tetapi mereka lebih tertarik akan masalah sejarah asal-mula penyebaran kebudayaan suku-
suku bangsa di seluruh muka bumi dari satu benua ke benua yang lain.

3. Tokoh antropologi fase ketiga


Para tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang ketiga berasal terutama
dari negara-negara yang mempunyai tanah jajahan yang luas. Ilmu antropologi dalam fase
perkembangannya itu mendapat fungsi yang sangat praktis, ialah ”mempelajari masyarakat
dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial ”
Tentu saja Inggris merupakan negara yang paling utama di antara negara-negara kolonial
lainnya, yang telah menyumbangkan suatu ilmu antropologi seperti itu.

1. B. Malinowski
Ia telah menulis banyak buku antropologi tentang penduduk Kepulauan Trobriand yang
terletak di sebelah Tenggara negara Papua Niugini sekarang. Namun karena tanah jajahan
Inggris itu sangat banyak, dan hingga Perang Dunia II meliputi hampir seluruh muka bumi,
maka banyak tokoh sarjana antropologi Inggris yang menulis tentang kebudayaan suku
bangsa lain, seperti M. Fortes, yang banyak menulis tentang kebudayaan suku-suku bangsa di
Afrika Barat, khususnya Ghana Utara.

2. A.R. Radcliffe-Brown

Ia adalah seorang tokoh ilmu antropologi tang berasal dari inggris, ia yang telah
mengembangkan teori-teori antropologi sinkronik yang kemudian menjadi sub-ilmu
antropologi-sosial pada fase ketiga dalam sejarah perkembangannya. Mula-mula ia mencela
cara bekerja para sarjana antropologi dari zaman fase perkembangan yang kedua, tetapi
hanya para sarjana-sarjana antropologi yang mempelajari kebudayaan dari bermacam-macam
suku bangsa di muka bumi hanya untuk mencapai pengertian tentang sejarah asalmula dan
penyebaran dari kebudayaan-kebudayaan tersebut di muka bumi. Walaupun ia tidak
menyangkal bahwa usaha itu ada gunanya juga, misalnya untuk permuseuman, namun ia
sendiri berambisi untuk mengembangkan suatu ilmu antropologi baru dengan tujuan yang

12
lain yang lebih berguna, yaitu mempelajari kebudayaan dari sebanyak mungkin suku bangsa
di dunia secara komparatif guna menemukan azas-azas dari kebudayaan serta kaidah-kaidah
azasi yang mengatur kehidupan masyarakat manusia. Untuk membedakan ilmu baru yang
sedang dikembangkannya itu dengan ilmu antropologi yang lain, untuk pertama kali
dipakainya sebutan antropologi-sosial.

4. Tokoh antropologi fase keempat


Para tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannVat yang keempat, pada
mulanya berasal dari Amerika Serikat.

a. F. Boas

Ia mula-mula adalah seorang ahli geografi bangsa Jerman, kemudian menjadi


Warganegara Amerika, dapat kita anggap sebagai salah satu tokoh antntrpologi baru yang
kemudian bercabang menjadi ilmu ” tentang mahluk manusia pada umumnya dengan
mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, serta ke budayaannya “.

b. A.L. Kroeber

Ia adalah Seorang tokoh lain yang juga penting dalam proses perkembangan ilmu
antrOpologi dalam fase keempat, sedangkan tokoh-tokoh lain dalam ilmu antropologi
psikologi atau etnopsiKologi adalah kedua sarjana antropologi wanita, Ruth Benedict dan
Margaret Mead, dan juga R. Linton.

c. R. Firth

Ia memulai penelitian dengan penggunaan metode-metode antropologi dalam hal


menganalisa proses-proses ekonomi di tingkat masyarakat pedesaan, dan di dalam hal itu
tokoh adalah seorang sarjana antropologi Inggris yang mempunyai pengalaman penelitian
banyak di Polinesia, khususnya Kepulauan Tikopea dan Malaysia.

Selain beberapa tokoh antropologi yang sudah di sampaikan berdasarkan fase


perkembangannya, dibawah ini akan di sampaikan beberapa tokoh antropologi yang paling
terkenal sekaligus telah banyak memberikan kontribusi dalam bidang antropologi.

1. Margaret Mead (1901 – 1978)

Margaret Mead adalah seorang pelopor antropologi budaya, lahir pada tanggal
16 Desember 1901 di Philadelphia. Mead banyak memberikan kontribusi dalam
memahami konsep-konsep modern tentang budaya barat dan Amerika. Mead
menerbitkan beberapa buku tentang isu-isu kontemporer dan masyarakat primitif. Dia
juga seorang pendukung kuat hak-hak perempuan. Karyanya yang paling terkenal
adalah Coming of Age in Samoa (1928), Growing Up in New Guinea (1930), Sex and
Temperament in Three Primitive Societies (1935), dan Blackberry Winter: My Earlier
Years (1972).

13
2. Ruth Benedict (1877 – 1948)

Ruth Benedict adalah seorang antropolog budaya terkenal dari Amerika.


Antropolog ini lahir pada tanggal 5 Juni 1877 di New York City. Dia adalah seorang
murid Franz Boas, orang yang mempengaruhi ideologinya dalam melakukan
pekerjaannya. Karya Benedict paling terkenal adalah Patterns of Culture (1934)
dimana dia menyatakan bahwa setiap kebudayaan berasal dari potensi manusia
selama periode waktu tertentu. Dia dikenang sebagai salah satu pelopor penerapan
antropologi dalam mempelajari aspek masyarakat maju. Karya penting lainnya
termasuk Zuni Mithology (1935), Race: Science and Politics (1940), dan The
Chrysanthemum and the Sword: Patterns of Japanese Culture (1946).

3. Ralph Linton (1893 – 1953)

Ralph Linton merupakan salah satu antropolog budaya terkenal. Linton lahir
pada tanggal 27 Februari 1893 di Philadelphia. Dia memulai karirnya sebagai seorang
arkeolog dan melakukan penelitian yang luas terhadap etnografi berbagai daerah,
termasuk Madagaskar. The Tanala, a Hill Tribe of Madagascar diterbitkan Linton
pada tahun 1933 setelah dia menerima gelar doktor. Dia menguraikan perbedaan
antara status dan peran yang merupakan salah satu penunjuk utama dalam
antropologi. Karya Linton yang paling terkenal termasuk The Study of Man (1936)
dan The Tree of Culture (1955).

4. Claude Lévi-Strauss (1908-2009)

Lahir pada tanggal 28 November 1908 di Paris, Claude Lévi-Strauss belajar


tentang hukum dan filsafat. Meskipun ia melanjutkan studi lebih lanjut dalam bidang
filsafat, antropologi struktural menjadi minat utamanya. Karya besarnya meliputi
Structural Anthropology (1958), Totemism (1962), The Raw and the Cooked (1969),
dan The Savage Mind (1972). Levi-Strauss mengembangkan teori berlawanan biner,
misalnya, baik vs buruk, mentah vs matang, dan lainnya. Claude Lévi-Strauss
menyatakan bahwa budaya adalah sistem komunikasi dalam masyarakat. Dia
menafsirkan budaya manusia atas dasar teori linguistik, informasi, dan cybernetics.

5. Ibnu Batutah

Ibnu Batutah lahir di Maroko pada tahun 1304, saat usianya mencapai 20
tahun, dia mulai terobsesi untuk mengelilingi dunia. Dengan kemampuan yang
dimiliki, Ibnu Batutah melangsungkan perjalanannya untuk naik haji di Mekah. Dari
sana, dia mulai banyak melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah yang tidak pernah
dibayangkannya. Saat muda Ibnu Batutah mendapatkan pendidikan terbaik karena
memiliki ayah seorang hakim. Dari sini, dia belajar banyak hal baru sehingga rasa

14
penasarannya akan kebudayaan baru di seluruh dunia mulai tumbuh. Saat dirinya
mulai yakin dan merasa mampu melakukan perjalanan, Ibnu Batutah mulai
melakukan penjelajahan meski harus meninggalkan keluarga termasuk anak dan
istrinya.

Dari beberapa catatan sejarah, Ibnu Batutah melakukan perjalanan di 44


negara di seluruh dunia dengan mayoritas muslim. Di kawasan itu, dia melakukan
pendekatan baik secara budaya maupun agama untuk mempelajari apa saja yang ada.
Ibnu Batutah menginginkan sesuatu yang baru sehingga mengunjungi negeri yang
baru adalah impiannya.

6. Abu Raihan Al-Biruni


Beliau lahir 4 September 973 dan meninggal 13 Desember 1048 pada umur 75
tahun, beliau merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana,
penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli geografi, ahli farmasi dan
guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.
Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di
kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran
Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur. al-
Biruni adalah antropolog pertama di dunia yang menginisiasi kajian-kajian
antropologi jauh berabad-abad sebelum lahirnya para pionir antropologi dari kawasan
Eropa dan Amerika. Setidaknya ada dua karya ilmiah al-Biruni yang membicarakan
tentang kebudayaan manusia dan mungkin bisa diklaim sebagai “karya antropologi”
(atau “cultural studies”), khususnya antropologi budaya.
Yang pertama adalah al-Atsar al-Baqiyah an al-Qurun al-Khaliyyah, yaitu
sebuah studi perbandingan (semacam etnologi) tentang peradaban dan kebudayaan
umat manusia terdahulu, termasuk penjelasan tentang sistem penanggalan dan
sejumlah sekte Kristen. Yang kedua, dan ini yang paling menarik, adalah sebuah kitab
yang kemudian dikenal dengan nama Kitab al-Hind atau Indica alias Buku
India (judul aslinya Tahqiq ma lil Hind min Maqulah Ma’qulah fi al-Aql am
Mardzulah).

7. Koentjaraningrat

Beliau adalah pria kelahiran Yogyakarta, 15 Juni 1923, ini dibesarkan di


lingkungan keraton. Ayahnya, RM Emawan Brotokoesoemo, adalah seorang pamong
praja di lingkungan Pakualaman dan ibunya, RA Pratisi Tirtotenojo, sering diundang
sebagai penerjemah bahasa Belanda oleh keluarga Sri Paku Alam. Meskipun terlahir
sebagai anak tunggal, Koentjaraningrat mendapat didikan ala Belanda dari sang ibu
untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri.

Salah satu bukunya yang menjadi pusat pembelajaran para mahasiswanya


adalah “Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia”, yang diterbitkan pada tahun
15
1963. Dalam buku itu, diceritakan kegiatan Prof Dr Koentjaraningrat dalam menimba
ilmu. Juga di dalamnya, dia menjadi tokoh pusat dalam perkembangan antropologi.
Selain itu, bukunya Pengantar Antropologi yang diterbitkan pada tahun 1996 telah
menjadi buku pegangan para mahasiswa di berbagai universitas dan berbagai jurusan
yang ada di Indonesia.

BAB 3
PENUTUP
A. Simpulan

Menurut kami, antropologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
kebudayaan masyarakat suatu bangsa atau suku. Terdapat beberapa fase perkembangan ilmu
antropologi sehingga bisa menyebar dan diterima oleh banyak orang didunia ini. Antropologi
lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik,
adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Namun perlu juga disebut
bahwa ilmu antropologi tidak hanya suatu ilmu yang berkembang di negara-negara di Eropa
atau Amerika saja. Sudah sejak sebelum Perang Dunia II negara-negara Asia seperti India,
Cina, Jepang dan Meksiko mempunyai sarjana-sarjana antropologi, sedangkan setelah Perang
Dunia II banyak juga negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin lain yang mempunyai
tokoh-tokoh antropologinya, beberapa di antaranya bahkan menjadi sangat terkenal. Namun
sekarang ilmu antropologi sangat menyebar luas dan menjadi ilmu yang dapat membantu kita
untuk mengukur masyarakat suatu bangsa dan suku dari segi kebudayaanya itu sendiri bisa

16
lebih membantu kita dalam mempelajari mereka. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih
menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

B. Saran
Antropologi sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan manusia
sehingga diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan wawasan dan
memperdalam pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan
antropologi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Saebeni, Beni, Pengantar Antropologi, Bandung: CV Pustaka Setia.

Koentjaraningrat,1990 Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

https://www.amazine.co/22243/ahli-antropologi-ketahui-5-antropolog-terkenal-dunia.

https://geotimes.co.id/kolom/agama/al-biruni-antropolog-pertama.

https://iluni.ui.ac.id/koentjaraningrat-bapak-antropologi-indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai