Anda di halaman 1dari 5

Definisi Penyakit

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).

Tauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

2. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang
besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk,
akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

a. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen
bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat
berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.

b. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

3. Manifestasi Klinis

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

a. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka
atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
b. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

c. cairan atau udara dibawah diafragma

d. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
rekumben.

e. Mual dan muntah

f. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

g. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

4. Deskripsi patofisiologi ( Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan )

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang
serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

b. Penurunan hematokrit/hemoglobin

c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,

d. Koagulasi : PT,PTT

e. MRI

f. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik

g. CT Scan
h. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur
tulang rusuk VIII-X.

i. Scan limfa

j. Ultrasonogram

k. Peningkatan serum atau amylase urine

l. Peningkatan glucose serum

m. Peningkatan lipase serum

n. DPL (+) untuk amylase

o. Penigkatan WBC

p. Peningkatan amylase serum

q. Elektrolit serum

r. AGD

(ENA,2000:49-55)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

b. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

c. VP (Intravenous Pyelogram.

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

d. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

e. Ultrasonografi dan CT Scan


Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma
pada hepar dan retroperitoneum.

7. Penatalaksanaan Medis/Operatif dan Terapi farmakologi

Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-
abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera
dilakukan pembedahan

a. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik
dan derajat luka yang terlihat di CT

b. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi

c. Pemberian O2 sesuai indikasi

d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

e. Trauma penetrasi : Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas. Kebanyakan
GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.
Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan
peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan. Luka tikaman dengan injuri
intraperitoneal membutuhkan pembedahan. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau
dihilangkan dengan pembedahan.

(Catherino, 2003 : 251)

8. Pemeriksaan fisik ( Berdasarkan ABCD / Kasus Kegwatdaruratan)

a. Primary Survei

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan
cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

1) Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus
dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar
(Wilkinson & Skinner, 2000).

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

2) Breathing

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan
pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Anda mungkin juga menyukai