Anda di halaman 1dari 29

Tugas Kelompok

Bahan Obat Prospek Masa Depan Kimia Bahan Alam Laut Commented [L1]: Ada 2 (dua) hal penting dari judul anda
1.Bahan alam laut
2.Bahan obat/
3.Jabarkan di pendauluan

Kelompok 6
ANDI EKA SRI RAHAYU : H311 16 005

AYU SHAFIRA : H311 16 025

HENDRIK SERANG : H311 16 313

MARISA ERNI W. : H311 16 507

MIFTAHUL RAHMAH : H311 16 521

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan alam yang berasal dari laut merupakan sumber utama penelitian dalam
berbagai aspek kehidupan. Penelitian yang berlangsung terus dikembangkan dengan
berbagai upaya pada setiap bidang kajian ilmu, utamanya ilmu sains. Segala bentuk
penelitian bahan alam laut dikaji dengan rinci menyertakan aspek kimiawinya. Pada
kesepatan ini, kami akan membuat sebuah review terhadap beberapa jurnal terkait
“Masa Depan Kimia Bahan Alam Laut”. Pada pembahasan ini kami akan berfokus
pada jurnal-jurnal terkait “Marine Drugs Sebagai Salah Satu Prospek Masa Depan
Kimia Bahan Alam Laut”,
Marine drugs dianggap sebagai salah satu prospek masa depan kimia bahan
alam laut disebabkan oleh pesatnya perkembangan berbagai penyakit dikalangan
manusia, dari waktu ke waktu serta meningkatnya kebutuhan manusia terhadap
berbagai jenis obat-obatan sebagai upaya penanganan maupun pencegahan terhadap
jenis-jenis penyakit yang mungkin akan menyerang daya tahan tubuh manusia.
Sebagai mana kita ketahui bahwa proses dari pembuatan dan pengembangan obat-
obatan membutuhkan waktu yang cukup panjang, hal inilah yang menjadi alasan
kami meilih marine drugs sebagai judul yang akan kami jadikan sebagai patokan
dalam mereview berbagai jurnal terkait sub topik masa depan kimia bahan alam laut.
Berbagai jurnal terkait marine drugs yang akan kami kaji dalam review ini
akan terbagi atas beberapa sub topik utama yaitu marine drugs sebagai antikanker,
marine drugs sebagai antimikroba, marine drugs sebagai antibakteri, marine drugs
sebagai antiinflamasi, dan marine drugs sebagai antiparasit. Setiap kajian dari sub
topik tersebut akan kami review dari beberapa jurnal dengan tetap berfokus pada
bagian serta peranan perkiraan kimia bahan alam laut dimasa depan. Jurnal-jurnal
yang akan kami review terlebih dahulu dimengerti dan dipahami kemudian
dibandingkan dengan jurnal lain yang kemudian akan ditentukan bahwa jurnal-jurnal
tersebut bertentangan atau malah saling mendukung, atau sebalikya yaitu dapat
menjadi rujukan satu sama lain. Meskipun sub topik tersebut memiliki kajian
berbeda, namun sub-sub topik tersebut tetap berada dalam kajian yang sama yaitu
marine drugs.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan direview dari jurnal-jurnal terkait marine drugs
sebagai prospek masa depan kimia bahan alam laut yaitu diantaranya:
1.2.1 Bagian Aspek Teoritis dari Jurnal
Pada bagian ini jurnal-jurnal yang terkait marine drugs baik sebagai antikanker,
marine drugs sebagai antimikroba, marine drugs sebagai antibakteri, marine
drugs sebagai antiinflamasi, dan marine drugs sebagai anti parasit akan
direview aspek teoritisnya termasuk latar belakang belakang para peneliti
mengadakan pengamatan terhadap objek yang dituliskan pada jurnalnya.
1.2.2 Bagian Metode Penelitian
Pada bagian ini jurnal-jurnal tersebut akan diriview metode penelitian yang
diterapkan dalam eksperimennya dan telah dituanhgkan dalam bentuk tulisan
kedalam jurnal-jurnal. Umumnya hal ini mengungkapkan bagaimana beberapa
senyawa marine drugs baik sebagai antikanker, marine drugs sebagai
antimikroba, marine drugs sebagai antibakteri, marine drugs sebagai
antiinflamasi, dan marine drugs sebagai antiparasit menunjukan aktivitas
kimiawinya dalam menjalankan perannya.
1.2.3 Bagian Hasil Penelitian
Pada bagian ini, hasil dari penelitian beberapa jurnal terkait marine drugs baik
sebagai antikanker, marine drugs sebagai antimikroba, marine drugs sebagai
antibakteri, marine drugs sebagai antiinflamasi, dan marine drugs sebagai
antiparasit akan dibandingkan satu sama lain, sehingga dapat ditentukan jurnal-
jurnal yang digunakan saling mendukung dalam penulisannya (tidak
bertentangan isinya) atau bahkan bertolak belakang
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mereview jurnal-jurnal terkait marine drugs baik
sebagai antikanker, marine drugs sebagai antimikroba, marine drugs sebagai
antibakteri, marine drugs sebagai antiinflamasi, dan marine drugs sebagai antiparasit
yang dianggap sebagai prospek masa depan kimia bahan alam laut.
1.4 Organisasi Bab-bab Selanjutnya
BAB II membahas review jurnal-jurnal mengenai aspek teoritis, metode penelitian
serta hasil.
2.1 Bahan Alam Laut sebagai Antikanker
2.2 Bahan Alam Laut sebagai Antimikroba
2.3 Bahan Alam Laut sebagai Antibakteri
2.4 Bahan Alam Laut sebagai Antiinflamasi
2.5 Bahan Alam Laut sebagai Antiparasit
BAB III sebagai penutup berisi kesimpulan
BAB II Commented [L2]: Jabarkan berdasarkan bab I
Coba edit
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai beberapa jurnal penelitian yang
membahas mengenai marine drugs sebagai salah satu prospek masa depan kimia
bahan alam laut. Pembahasan mengenai marine drugs dibagi lagi menjadi beberapa
bagian diantaranya sebagai antikanker, antimikroba, antibakteri, antiinflamasi, dan
antiparasit. Pemaparan beberapa jurnal akan difokuskan pada beberapa titik
diantaranya aspek teoritis, metode penelitian yang digunakan serta hasil dari beberapa
jurnal yang dikaji.
2.1 Bahan Alam Laut Sebagai Antikanker
2.1.1 Aspek Teoritis
Pengamatan yang dilakukan oleh Boopathy dan Kathiresan pada tahun 2010
dengan judul “Anticancer Drugs from Marine Flora” dilatar belakangi oleh penyakit
kanker yang kini menjadi penyakit mengerikan dan terus meningkat seiring
perubahan gaya hidup, nutrisi dan pemanasan global. Beberapa terapi kanker yang
dianggap menjadi solusi menimbulkan efek samping dalam beberapa kasus. Sehingga
pengobatan menggunakan obat-obat dari tanaman herbal lebih dipilih oleh beberapa
kalangan masyarakat. Selain itu dalam jurnal ini juga diungkapkan bahwa organisasi
kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) 80% populasi dunia
terutama yang berasal dari negara berkembang bergantung pada obat-obatan yang
berasal dari tumbuhan sebagai upaya pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan.
Pengamatan tersebut didukung oleh jurnal pengamatan dari Fakim pada tahun
2006 dengan judul “Medicinal plants: Traditions of yesterday and drugs of
tomorrow” yang mengugkapkan gambaran umum kelas-kelas molekul yang ada
dalam tumbuhan dan mengarah pada farmakologi. Selain itu, dalam rujukan ini juga
dibahas mengenai perkembangan pemanfaatan tumbuhan sebagai upaya pengobatan
berbagai penyakit pada beberapa negara seperti USA, Australia dan Asia Tenggara.
A. Agen antikanker berasal dari tumbuhan laut berdasarkan pengamatan Boopathy
dan Kathiresan pada tahun 2010 dan beberapa jurnal lainnya:
1. Bakteri
Mikroorganisme laut seperti bakteri prebiotik diantaranya lactobacilli dan
biobakteria dapat menjadi penanganan terhadap mikroba patogen dan substansi
antikanker merupakan salah satu sumber penemuan gen baru dan eksploitasi yang
dianggap memunkinkan mengarah pada penemuan obat. Hanya beberapa bakteri laut
yang dapat diisolasi di laboratorium dan dikembangkan sebagai teknik kultur baru
pada kimia bahan alam. Salah satu yang dapat diisolasi yaitu Kahalalide F (KF) yang
merupakan suatu senyawa dipeptida yang diisolasi dari moluska jenis Elysia
rubefescens yang berasal dari Hawai.
Jurnal yang ditulis oleh Jimeno dkk. pada tahun 2004 dengan judul “New Marine
Derived Anticancer Therapeutics” mendukung pemaparan mengenai Kahalalide F
(KF) secara lebih rinci. Dipaparkan bahwa moluska yang menjadi penghasil
Kahalalide F (KF) mampu menguasai kloroplas yang terdapat pada ganggang yang
digunakan dalam prose metabolit sekundernya. Kahalalide F (KF) juga dianggap
sebagai senyawa negatif US-NCI COMPARE yang menjadikan lisosomnya sebagai
tarhet selular. Senyawa ini dianggap sebagai salah satu senyawa inovativf mengatasi
kanker prostat pada manusia yang telah dibuktikan aktivitasnya.

2.1 Struktur Kimia dari Kahalalide F (KF)


(Sumber: Jimeno dkk., 2004)
2. Actinomycetes
Lebih dari 50 tahun actinomycetes yang berasal dari darat telah menjadi sumber
utama bagi kegiatan farmasi sebagai bahan produksi anttibiotik. Namun
actinomycetes yang berasal dari laut merupakan penemuan baru yang masih berada
dalam upaya pengembangan. Actinomycetes yang berasal dari jenis family
Micromonosporaceae menjadi salah satu jenis antibiotik yang berperan penting
sebagai agen antikanker dan potensi industrinya divalidasi dalam beberapa obat-
obatan. Selain itu thiocoraline juga merupakan salah satu senyawa yang diisolasi dari
Micromonospora marina merupakan senyawa bioaktif yang bersifat selektif
sitotoksik terhadap garis sel kanker paru-paru dan kanker usus besar serta melanoma.
3. Jamur laut
Jurnal yang ditulis oleh Boopathy dan Kathiresan pada tahun 2010 dengan judul
“Anticancer Drugs from Marine Flora” mengungkap bahwa jamur laut sebagai salah
satu agen antikanker serta menyebutkan derivatnya yaitu Acremonim yang berasal
dari Acremonium sp namun tidak dipaparkan lebih lanjut mengenai penjelasan terkait
derivatnya tersebut. Namun jurnal yang ditulis oleh Lateef dkk. tahun 2002 dengan
judul “New Antioxidant Hydroquinone Derivatives from the Algicolous Marine
Fungi Acremonium sp” memaparkan lebih lanjut mengenai derivate yang berasal dari
Acremonium sp serta analisisnya dengan menggunakan 1D dan 2D NMR, MS, UV
serta IR. Selain itu jurnal ini juga memaparkan mengenai metabolik sekundernya
sebagai agen antikanker.
4. Mikro Alga
Cynobacteria merupakan salah satu dari jenis alga laut biru-hijau yang dianggap
sebagai salah satu organisme yang kaya akan senyawa bioaktif. Lebih dari 50%
cynobacteria laut berpotensi dieksploitasi dalam pengekstraksian zat bioaktif yang
efektif dalam membunuh sel kanker dengan mempengaruhi sinyal sel melalui
aktivitas dari jenis protein kinase-c. Jurnal yang ditulis oleh Luesch dkk. 2001 dengan
judul “Isolation of Dolastin 10 from the Marine Cynobacterium Symploca Species
VP642 and Total Stereochemistry and Biologycal Evaluation of Its Analogue
Symplostatin 1” memberikan tambahan apratoksin yaitu senyawa kelas lain dari
cynobacteria yang juga menjadi agen antikanker dengan menghambat berbagai garis
sel kanker pada konsentrasi nanomolar yang diisolasi dari strain Lyngbya boulloni.
5. Makro Alga
Jurnal yang ditulis oleh Fedorov dkk. tahun 2013 dengan judul “Anticancer and
Cancer Preventive Propertise of Marine Polysaccharides: Some Result and Prospect”
memberi pemaparan tentang makro alga yang cukup rinci sebagai salah satu agen
antikanker yang dibagi atas polisakarida dari beberapa jenis alga yaitu alga coklat,
alga merah, alga hijau. Jenis alga coklat memberikan fucoidan sebagai salah satu
derivatnya dimana sifat-sifat antikanker dari fucoidan beberapakali telah ditetapkan
dalam percobaan in vitro dan in vivo. Selain itu laminarans juga menjadi derivate dari
alga coklat yang menjadi agen pencegah adanya potensi kanker pada tubuh makhluk
hidup.
6. Mangrove dan tanaman tingkat tinggi
Mangrove telah lama ditetapkan sebagai salah satu tanaman yang dijadikan
sebagai sumber obat-obatan tradisional dalam pengobatan beberapa penyakit.
Setidaknya 16 jenis tanaman diteliti sebagai sumber obat antikanker. Beberapa jenis
tanaman laut dari jenis mangrove dan tanaman tingkat tinggi yaitu diantaranya
Ceriops decandra dengan kandungan senyawa Lignins sebagai antioksidan.
Sedangkan untuk antikanker terkandung dalam Ceriops decandra sebagai senyawa
Mangrove tea serta Acanthus ilicifolius dengan kandungan derivat ribose dari
benzoksalin yang juga sebagai agen antikanker.
Berikut ini adalah beberapa kelompok senyawa kimia pada tumbuhan laut yang
memegang peranan sebagai senyawa antikanker menurut jurnal yang ditulis oleh
Boopathy dan Kathiresan pada tahun 2010 dan beberapa jurnal pendukung lainnya:
1. Polifenol
Polifenol merupakan salah satu kelompok senyawa kimia yang banyak terdapat
pada tanaman laut yang berperan menangani radikal bebas, sebagai antimikroba dan
juga antikanker. Selain itu polifenol juga telah menunjukkan banyak bioaktivitas
sebagai penunjang kesehatan seperti halnya antioksidan, antivirus, antiinflamasi dan
kemampuan menghambat agregasi platelet manusia. Senyawa polifenol menghambat
sel kanker dengan melalui aktivitas enzim metabolisme yaitu xenobiotik yang
mengubah aktivasi metabolik dengan potensi karsinogen. Berikut ini merupakan
struktur dari beberapa senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok polifenol yang
berperan sebagai antikanker:
2.2 Struktur beberapa senyawa polifenol yang berperan sebagai antikanker
(Sumber: Boopathy dan Kathiresan, 2010).
2. Polisakarida
Selain kelompok polifenol, industri farmasi juga terus mengembangkan penelitian
mengenai polisakarida. Sebagian besar penelitian mendukung bahwa polisakarida
utamanya dalam bentuk suulfat dapat meningkatkan aktivitas imun bawaan pada
tubuh. Berikut ini merupakan struktur dari senyawa polisakarida sebagai antikanker:

2.3 Struktur beberapa senyawa polisakarida yang berperan sebagai antikanker


(Sumber: Boopathy dan Kathiresan, 2010).
3. Alkaloid
Istilah alkaloid pertama kali diusulkan oleh Meissner pada tahun 1819 untuk
mengkarakterisasi senyawa seperti alkali yang ditemukan pada tumbuhan. Seiring
dengan perubahan waktu defenisinya berubah menjadi senyawa yang memiliki atom
nitrogen dalam cincin siklik. Pada alkaloid banyak terkandung amina bioogis
terhalogenasi. Peranan alkaloid sebagai antikanker telah diteliti dan dikembangkan
dengan alkaloid yang berasal dari darat, pengembangan alkaloid yang berasal dari
tumbuhan laut belum dikaji secara signifikan. Hordenin merupakan senyawa alkaloid
pertama yang diisolasi dari tumbuhab alga pada tahun 1969.
Contoh senyawa alkaloid yang berperan sebagai antikanker ialah taxol, yang telah
tersedia secara klinis sejak 1994, selain itu ada pula Taxus brevifolia dan
Camptotheca yang sekarang ada pada tahapan uji klinis. Berikut ini adalah struktur
dari beberapa senyawa alkaloid yang berperan sebagai antikanker:

2.4 Struktur beberapa senyawa alkaloid yang berperan sebagai antikanker


(Sumber: Boopathy dan Kathiresan, 2010).

2.1.2 Metode penelitian


Metode penelitian yang dimaksud pada jurnal yang ditulis oleh Boopathy dan
Kathiresan, 2010 ialah pengujian aktivitas dari senyawa-senyawa yang berasal dari
tanaman laut yang berperan sebagai antikanker. Kerusakan DNA dianggap sebagai
salah satu langkah mendasar yang menimbulkan penyakit kanker. Hal yang
menandakan kerusakan DNA mutagenik dianggap sangat berguna untuk
memperkirakan alasan timbulnya penyakit kanker yang diderita. Kerusakan pada sel
ini sebagian besar bersifat oksidatif. Telah diperkirakan bahwa manusia setidaknya
mengalami “pukulan” oksidatif ke DNA nya sekitar 10.000 kali. Sehingga jumlah
sel-sel DNA yang teroksidasi mengalami peningkatan setiap harinya begitu pula
dengan peningkatan resiko terhdap penyakit kanker.
Pengujian aktivitas senyawaan antikanker yang berasal dari tanaman laut
diperhatikan melalui dua parameter penting diantaranya:
 Modulasi Imun dan apoptosis
 Nilai-nilai nutris dan efek yang ditimbulkan sebagai senyawaan antikanker.
Sedangkan menurut jurnal yang ditulis oleh Zhang dkk. pada tahun yang sama
yaitu 2010 dengan judul penulisan “Anthracenedione Derivatives as Anticancer
Agents Isolated from Secondary Metabolites of the Mangrove Endophytic Fungi”.
menuliskan beberapa tahapan dalam metode penelitiannya diantaranya:
 Persiapan bahan kimia dengan beberapa pereaksi
 Fermentasi yang dilakukan pada fungi meliputi proses ekstraksi, isolasi serta
identifikasi senyawanya
 Uji viabilitas sel
 Penetuan potensi mitokondria
 Annexin V-FITC/PI assay
 Pewarnaan Hoechst 33258
 Fraksinasi subselular untuk analisis western blot sitokrom cytosolic c
 Pengikatan DNA
Pada jurnal yang ditulis oleh Aminin dkk. pada tahun 2015 dengan judul
“Anticancer Activity of Sea Cucumber Triterpene Glycosides” menetapkan
penentuan aktivitas antikanker sebagai metodenya. Pada jurnal ini dipaparkan bahwa
sifat anti kanker dari senyawa glikosida yang dihasilkan teripang, holothurin,
mewakili senyawaan glikosida yang dijelaskan pada tahun 1952 oleh Nigrelli. Hal ini
ditunjukkan bahwa injeksi holothurin yang merupakan campuran glikosida triterpen
dengan tipe holothurin A, di wilayah Sarcoma-180 menghambat pertumbuhan tumor
dan menyebabkan regresi hal ini diujikan pada seekor tikus.
2.1.3 Hasil
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Boopathy dan Kathiresan pada tahun
2010 peningkatan pemanasan global, kerusakan lingkungan, juga turut meningkatkan
potensi terhadap penyakit kanker. Pada jurnal ini menuliskan hasil perkiraan dari
American Cancer Society bahwa beban global diperkirakan akan tumbuh sebanyak
27 juta kasus baru mengenai kanker dan 17,5 juta kematian akibat kanker hanya
karena penuaan populasi pada tahun 2050. Sehingga penulis jurnal ini menyimpulkan
turunan alami memainkan peranan penting dalam upaya pencegahan penyakit kanker.
Berdasarkan kajian dalam jurnal ini senyawaan anti kanker yang diperoleh atau
diekstraksi dari ganggang laut sebesar 65,63%, mangrove 28,12%, sedangkan bakteri
sebanyak 6,25%.
Sedangkan menurut jurnal yang ditulis Jurnal yang ditulis oleh Fedorov dkk.
tahun 2013 dengan judul “Anticancer and Cancer Preventive Propertise of Marine
Polysaccharides: Some Result and Prospect” menyimpulkan bahwa telah banyak
senyawaan polisakarida yang diisolasi dari organisme laut sebagai agen antikanker.
Jurnal ini berfokus pada pembahasan mengenai polisakarida sebagai agen antikanker
yang memperlihatkan berbagai sifat yang bermanfaat dan mekanisme aksi, termasuk
penghambatan poliferasi sel tumor, induksi apoptosis, serta penghambatan
angiogenesis. Polisakarida yang dipaparkan dalam jurnal ini diperoleh dari
invertebrate laut yang memiliki sifat fisikokimia dan biologis yang unik yang
membenarkan upaya penelitian intensif dimasa depan.

2.2 Bahan Alam Laut sebagai Antimikroba

2.2.1 Aspek Teoritis

Awalnya, masalah resistensi bakteri obat antimikroba diselesaikan dengan


penemuan kelas obat baru, seperti aminoglikosida, makrolida, dan glikopeptida, serta
modifikasi obat yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi, tidak ada jaminan bahwa
perkembangannya obat antimikroba baru dapat mengimbangi kemampuan bakteri
patogen untuk mengembangkan resistensi.
Penemuan antibiotik pertama di temukan pada Abad ke-20 dimana
masyarakat dan ilmuan tidak memperhatikan kemunculan bakteri yang resisten
terhadap antibiotik. Penyebaran resistensi ini cukup cepat, dan infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan resisten lainnya dari bakteri patogen saat
ini merupakan masalah besar, bahkan vankomisin yang merupakan sumber terahir
untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh S.aureus sudah tidak efektif [1].
Akhir-akhir ini para peneliti bahan alam cenderung untuk menemukan bahan obat
dari laut yang dapat digunakan pada berbagai penyakit seperti kanker, peradangan,
malaria dan infeksi oleh bakteri dan jamur. Hal ini terjadi karena adanya masalah
kesehatan dengan mortalitas yang tinggi di negara-negara berkembang dan
perkembangan resistensi mikroorganisme patogen terhadap beberapa obat [3]
Berdasarkan ide pokok “Obat dari Bahan Laut” para kimiawan telah mengidentifikasi
banyak bioaktif senyawa dengan struktur baru dari sumber daya biota laut yang
berlimpah [2].
Organisme yang ditemukan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh
Zheng, Z., dkk (2000) yang berjudul “Detection of antitumor and antimicrobial
activities in marine organism associated actinomycetes isolated from the Taiwan
Strait, China” menyatakan genus Micromonospora yang diisolasi dari aktinomisetes
memiliki tingkat aktivitas menginduksi positif tertinggi. Namun, sebagian besar
aktivitas antimikroba ditemukan di genus Streptomyces. Hasil ini menunjukkan
bahwa aktinomisetes yang berhubungan dengan organisme laut dapat menjadi sumber
yang menjanjikan antitumor dan agen bioaktif antimikroba. Jurnal penelitian ini
dilatarbelakangi karena banyaknya antibiotik baru yang diperoleh dari aktinomisetes,
sehingga aktinomisetes laut alami menjadi komponen utama dalam memperoleh
produk alami baru, beberapa studi dalam hal ini yang telah dilakukan akan tetapi pada
jurnal penelitian ini menyajikan banyak informasi ekologi yang bermanfaat serta cara
menemukan produk alami baru dengan penilaian yang lebih tinggi.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Samuel, dkk (2011) yang berjudul
“Antibacterial Activity of Marine derived Fungi Collected from South East Coast of
Tamilnadu, India” dalam mengembangan pemanfaatan jamur laut yang
dikumpulkandari daerah pesisir selatan timur Tamilnadu, India. Mengungkapkan
bahwa, di antara spesies jamur yang digunakan, Geotrichum candidum ditemukan
aktifterhadap semua strain bakteri patogen manusia. Geotrichum candidum dapat
mengarah pada penemuanproduk yang sangat berharga secara farmasi.
Pada tahun 2009, penelitian tentang penemuan obat dari jamur laut
sebelumnya telah dilakukan oleh Zhang, Z., dkk, yang berjudul “Broad-Spectrum
Antimicrobial Epiphytic and Endophytic Fungi from Marine Organisms: Isolation,
Bioassay and Taxonomy” dalam jurnal penelitiannya mendeskripsikan bahwa banyak
turunan jamur laut yang diisolasi, disaring, dan diperkirakan menghasilkan senyawa
antimikroba baru alkaloid, makrolida, terpenoid, turunan peptida dan jenis struktur
lainnya. Fokus penelitian dalam jurnal ini untuk mencari antibiotik dari habitat laut
lokal, dimana 43 epi- dan turunan jamur endofit yang diisolasi, bioasai, dan
taksonomi spectrum luas antimikroba dari permukaan atau jaringan bagian dalam dari
berbagai tanaman laut dan avertebrata
Penelitian tentang penemuan obat dari bahan laut juga dikembangkan oleh
Losung, F., dkk (2015) yang berjudul “Isolasi Antimikroba dari Jamur yang
bersimbiosis dengan Biota Laut” mendeskripsikan bagaimana ekstrak kasar jamur
yang diisolasi dari jamur yang bersimbiosis dengan biota laut mampu menghambat
pertumbuhan bakteri S. Aureus dan E coli. Jurnal penelitian ini dilatarbelakangi
karena kebutuhan antibiotik yang terus meningkat, mendorong makin banyaknya
penelitian untuk mengeksplorasi laut sebagai sumber substansi bioaktif dan
diharapkan untuk pengembangan obat dan farmakologis, mikroorganisme laut
memiliki kemampuan fisiologis yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya pada
habitat yang ekstrim.
2.2.2 Metode dan Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Zheng. Z., dkk (2000), dalam memperoleh
obat antimikroba dilakukan dengan mengumpulkan semua sampel tumbuhan dan
hewan laut di tiga lokasi sampling yang terletak di pantai barat daya Selat Taiwan,
Cina. Untuk mengisolasi aktinomisetes pada penelitian ini dilakukan menggunakan
metode modifikasi dari NoGuchi sementara untuk medium selektif menggunakan
medium agar Emerson. Selanjutnya, proses fermentasi dan pembiakan yang
dilakukan pada media fermentasi yang mengandung pati, bubuk kedelai, ekstrak ragi,
glukosa, CaCO3 dan air laut pH 7,5 pada suhu 28 0C. Pada penentuan aktivitas
antimikroba dilakukan identifikasi menggunakan metode double-layer. Metode
tersebut telah dilakukan sebelumnya oleh penelitian Pisano, M.A., dkk (1985) yang
berjudul “Application of pretreatments for the isolation of bioactive actinomycetes
from marine sediment” dan penelitian yang dilakukan oleh Gauthier, M.J., dkk
(1975) yang berjudul “Taxonomic position and seasonal variations in marine neritic
environment of same Gram-negative antibiotic-producing bacteria”. berdasarkan
penentuan aktivitas antimikroba dari laut yang terisolasi actinomycetes hanya 39
actinomycetes laut yang dipilih secara acak dari total ratusan isolate untuk menguji
aktivitras antimikroba kroasia. Dari turunan uji tersebut, ada 17 turunan (43,6%)
memiliki aktivitas antimikroba yang diamati. mereka berasal dari Streptomyces dan
Micromonospora, yang menjadi mayoritas. Isolat Streptomyces dapat diklasifikasikan
ke dalam lima kelompok , yakni flavus (63,6%), albosporus (11,7%), roseosporus,
viridis, dan hygroscopicus. Diantara 17 isolat antimikroba, ada 11 isolat (65%)
mampu menghambat bakteri Gram-negatif, sementara 4 isolat (23,5%) menunjukkan
aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Aktivitas
antijamur hadir di 9 isolat (52,9%), sementara dua diantaranya menghambat
pertumbuhan dua strain jamur.
Berdasarkan jurnal Jensen, P.R (1994) dan Bernan, V.S (1997) menjelaskan
bahwa, pada akhir 1990-an ada sekitar 40 produk bioaktif mikroba dari organisme
laut. Hampir setengah dari mereka ditemukan di actinomycetes, yang menyatakan
bahwa tingkat serangan antibiotic baru dari laut actinomycetes yang lebih tinggi
daripada species mikroba lainnya. Dalam berbagai contoh, terdapat tumbuh-
tumbuhan yang berkaitan dengan sekumpulan lainnya, secara kimia akan
mempertahankan habitat mereka sekaligus melindungi habitatnya dari
mikroorganisme patogenik dengan memproduksi senyawa metabolit sekunder .
Contoh umum adalah isatin, yang diproduksi oleh bakteri laut simbiosis yang
diidentifikasi sebagai Alteromonas sp., yang melindungi embrio udang Palaemon
macrodactylus dari infeksi oleh patogen jamur Lagenidium callinectis [4].
Adapun penelitian yang berkaitan dengan penemuan obat dari bahan laut yang
dilakukan oleh Zhang, Z., dkk (2009), penelitian tersebut dimulai dengan
pengambilan sampel dari beberapa tanaman laut dan mengisolasi jamur dari
organisme tersebut yang menghasilkan 43 jenis turunan yang termasuk 23 isolat
epilitik dan isolate endofit. Selajutnya dilakukan tes antimikroba awal dimana hasil
43 hasil isolate tersebut disaring untuk aktivitas antimikroba terhadap enam
organisme uji yang disebar di medium tertentu. Adapun medium yang digunakan
adalah Medium Mueller Hinton Agar digunakan untuk membudidayakan bakteri uji,
dan medium Agar Sabouraud Dextrose digunakan untuk penanaman
C. albicans. Metode ini telah dilakukan sebelumnya oleh Malibari, A.A (1991)
dengan penelitian yang berjudul “Isolation and screening of antibiotics producing
streptomycetes from western region soils of Saudi Arabia”. Dari penentuan aktivitas
antimikroba tersebut dapat disimpulkan bahwa secara total 43 epi-endofit yang
diisolasi dan dibiakkan dari masing-masing sampel dari berbagai tanaman dan hewan
laut menunjukkan bahwa 88,4% dari epilitik dan endofit memiliki aktivitas
penghambat terhadap satu atau lebih banyak organisme uji. 79,1% menghambat
bakteri Gram positif (Staphylococcus epidermidis dan aeruginosa, serta Escherichia
coli)., dan 48,9% mengambat baik G+ dan G- bakteri. Adapun ditemukan bahwa
37,2% dari mereka dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans selain
bakteri uji. Sepuluh isolate (23,3%) mampu menghambat tidak kurang dari empat
jenis organisme uji.

2.3 Bahan Alam Laut sebagai Antibakteri

2.3.1 Aspek Teoritis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desbois dkk. (2008) dengan judul
“Isolation and structural characterisation of two antibacterial free fatty acids from the
marine diatom, Phaeodactylum tricornutum” mengemukakan bahwa salah satu solusi
untuk krisis global resistensi antibiotik adalah penemuan senyawa antibakteri baru
untuk aplikasi klinis. Munculnya sifat resistensi dan infeksi patogenitas bakteri
membuat para ilmuwan berupaya untuk menemukan obat baru sebagai salah satu
solusi untuk masalah global yang ditimbulkan oleh bakteri resisten antibiotik, seperti
sebagai multi-obat resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi multi-obat
adalah masalah di seluruh dunia yang dikaitkan dengan penggunaan antibiotik secara
luas, pemilihan pada strain bakteri, kurangnya obat baru, dan alat bantu diagnostik.
Kekurangan ini mengarah ke masalah global yang mendesak untuk penemuan obat
antibakteri baru, terutama dari sumber daya alam yang berasal dari laut. Organisme
laut sendiri merupakan suatu sumber daya yang relatif belum tergali sebagai produk
alami terbarukan di masa depan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
pemanfaatan organisme laut sebagai agen antibakteri alami. Hal ini didukung lebih
mendalam oleh Srinivasan (2002) pada penelitiannya yang berjudul ”Vancomycin
Resistance in Staphylococci” yang mengemukakan bahwa munculnya strain MRSA
yang resisten terhadap vankomisin baru-baru ini, telah meningkatkanurgensi untuk
penemuan antibiotik baru. Vancomisin antibiotik glikopeptida diperkenalkan secara
klinis pada tahun 1958 untuk pengobatan bakteri gram positif. Penggunaan agen ini
telah meningkat secara dramatis dalam 20 tahun terakhir, di sebagian besar karena
meningkatnya prevalensi methicillin resistensi pada staphylococci dan staf koagulase
negatif Staphylococcus aureus. Sepertidata dari laporan pada Desember 2000 tentang
National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) sistem menunjukkan bahwa
sekitar 75% staphylococci koagulase-negatif dan 47% dari S. aureus isolat dari unit
perawatan intensif resisten terhadap methicillin. Vankomisin merupakan obat pilihan
untuk infeksi ini. Resistensi Vankomisin di antara stafilokokus dikembangkan di
laboratorium bahkan sebelum obat itu digunakan secara klinis. Hal ini menimbulkan
kebingungan sehubungan dengan resistensi vankomisin staphylococci juga
ditimbulkan oleh penggunaan istilah "heteroresistant staphylococci. Fenomena ini
yang terlihat pada staphylococci dan staphylococci negatif koagulase S. Aureus yang
mengacu pada variabilitas kerentanan vankomisin di antara subpopulasi satu isolat.

Suatu isolat heteroresistant mengandung dua populasi sel, populasi mayoritas


yang rentan terhadap vankomisin dan populasi minoritas yang resisten.
Heteroresistance kemungkinan lebih umum daripada resistensi murni atau kerentanan
berkurang, sebagaimana dibuktikan oleh fakta dari penelitian yang dilakukan oleh
Hiramatsu dkk pada tahun 1997 yang berjudul “Dissemination in Japanese hospitals
of strains of Staphylococcus aureus heterogeneously resistant to vancomycin” bahwa
ditemukan hingga 20% dari S. Aureus isolat di satu rumah sakit di Jepang. Selama
lebih dari 30 tahun, vankomisin telah diandalkan sebagai pengobatan untuk infeksi
bakteri gram positif. Di Jepang, bentuk suntikan vankomisin diperkenalkan pada
tahun 1991, dan telah digunakan secara eksklusif untuk resisten methicillin
Staphylococcus aureus (MRSA) infeksi. Namun demikian, angka kematian karena
infeksi MRSA sedikit berubah dengan pengenalan vankomisin di Jepang. Menurut
survei nasional pada tahun 1995 mengenai keampuhan vankomisin, kegagalan terapi
terjadi pada 21 · 3% dari 845 MRSA kasus pneumonia, sementara infeksi MRSA
bertahan sebanyak 35 · 8% pasien setelah terapi untuk infeksi saluran pernafasan.

Dalam beberapa tahun terakhir, S aureus isolat klinis dengan resistensi


terhadap teicoplanin, antibiotik glikopeptida terkait erat dengan vankomisin, telah
dilaporkan3–5S.aureusmenghasilkan lebih banyak mutan yang tahanmudah melawan
teikoplanin daripada melawan vankomisin, danmutan teicoplanin yang resisten yang
dihasilkan tidak tahan terhadap vankomisin. Namun, teicoplanin belum disetujui
untuk penggunaan klinis di Jepang. Dengan demikian, isolasi strain MRSA pertama
yang tahan terhadap vankomisin (VRSA),Mu50 (konsentrasi hambat minimal
vankomisin[MIC] 8 mg / L), dari seorang pasien bedah Jepang denganinfeksi luka
tidak terduga. Penelitian serupa dari Amerika Serikat juga ditemukan populasi
heteroresistant menjadi lebih umum daripada populasi homogen dengan kerentanan
berkurang; Namun, insidensi keseluruhan jauh lebih rendah, dengan hanya 2 dari 630
isolat(0,3%) menunjukkan heteroresistance dan tidak ada yang menunjukkan benar-
benar mengurangi kerentanan terhadap vankomisin. Signifikansi klinis dari
heteroresistance tidak sepenuhnya dipahami. Meskipun satu studi memang
menunjukkan bahwa pasien yangterinfeksi dengan strain heteroresistant memiliki
tingkat kematian yang lebih tinggi daripada pasien yang terinfeksi dengan isolat
sensitif, sulit untuk meyakinkan penentuan dampak hanya berdasarkan pada
satupenelitian kecil, retrospektif. Mengingat signifikansi klinis yang tidak pasti dan
kesulitan dan biaya dalam mendeteksi heteroresistance, tampaknya tidak ada peran
untuk skriningdi luar penelitian. Jika skrining dilakukan dan isolat heteroresisten
ditemukan, MIC untuk rentan, strain induk dan bukan dari subpopulasi yang resisten
harus didokumentasikan pada pasien.

2.4 Bahan Alam Laut sebagai Obat Antiinflamasi

2.4.1 Aspek Teoritis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aswad, dkk (2017) dengan


judul “Nature is the best source of anti-inflammatory drugs: Indexing natural
products for their anti-inflammatory bioactivity” mengemukakan bahwa peradangan
sangat penting untuk perkembangan banyak penyakit kompleks dan gangguan
termasuk penyakit autoimun, sindrom metabolik, penyakit neurodegeneratif, kanker,
dan penyakit kardiovaskular sehingga akan meningkatkan minat dalam
mengembangkan anti-peradangan. Pengetahuan yang diperluas mengenai peradangan
akan mengoptimalkan dan mempercepat pengembangan terapi inovatif target dari
sumber alam laut yang dapat digunakan untuk mengelola berbagai penyakit terkait
peradangan kronis. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Dutartre pada 2016 yang
berjudul “Inflammasomes and Natural Ingredients towards New Anti-Inflammatory
Agents” mengemukakan bahwa pada tingkat klinis, gejala-gejala peradangan seperti
demam, tremor dan nyeri secara efektif dikendalikan oleh agen anti-inflamasi yang
bekerja pada langkah-langkah respon inflamasi.
Peradangan merupakan pola respons terhadap cedera yang melibatkan
akumulasi sel dan jaringan yang teriritasi sehingga memungkinkan perlindungan dari
kerusakan lebih lanjut. Peradangan telah dipelajari selama ribuan tahun dan telah
dicoba untuk memerangi dampaknya pada tubuh. Peradangan kronis diyakini
berperan penting dalam patogenesis berbagai penyakit. Produk alami merupakan
alternatif untuk obat-obatan anti-inflamasi yang menawarkan harapan untuk
penemuan senyawa bioaktif yang dapat dikembangkan menjadi obat untuk
pengobatan gangguan peradangan. Keragaman biologis dan kimiawi habitat laut
merupakan sumber daya yang cukup besar dari penemuan beberapa senyawa dari
bahan alam laut. Beberapa dari senyawa tersebut adalah sesquiterpenoids, diterpenes,
steroids, polysaccharides, alkaloids, fatty acids, proteins dan kompenen kimia lainnya
yang diisolasi dari organisme laut yang ditemukan untuk menunjukkan aktivitas anti-
inflamasi.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization
(WHO) menemukan efek toksik yang diinduksi obat sintetis dan menyebabkan efek
merugikan berbahaya pada penggunaan jangka panjang. Beberapa efek samping dari
obat sintesis diantaranya iritasi lambung, gagal ginjal, sakit kepala, anemia, asma,
ruam kulit, dll. Oleh karena itu penggunaan obat untuk pengobatan penyakit
inflamasi termasuk 83% di seluruh dunia dan bidang dimana agen anti-inflamasi
berbasis bahan alam laut sedang dieksplorasi sebagai alternatif yang potensial di
Abad ke-21 yang melahirkan beberapa varietas senyawa yang bermanfaat hasil isolasi
dari bahan alam laut.
Cusenza, dkk (2012) dalam penelitiannya tentang “Marine Bioactive:
Pharmacological Properties and Potential Applications against Inflammatory
Diseases” dunia kelautan merupakan cadangan bahan bioaktif yang belum
dimanfaatkan dan potensi yang cukup besar untuk eksploitasi bioaktif sebagai bahan
makanan fungsional. Zat seperti minyak n-3, karotenoid, vitamin, mineral dan peptida
memberikan banyak sekali manfaat untuk kesehatan, termasuk pengurangan penyakit
kardiovaskular, aktivitas anti-kanker dan anti-inflamasi. Bioaktif laut baru baru-baru
ini mendapatkan perhatian, karena mereka dapat membantu dalam memerangi
kondisi degeneratif inflamasi kronis. Hal ini juga sejalan dengan Silva, dkk (2017)
dalam penelitiannya “In vitro anti-Inflammatory and cytotoxic effects of aqueous
extracts from the edible sea anemones Anemonia sulcata and Actinia equina”
memberikan studi pada efek anti-inflamasi dari dua anemon laut yang dapat dimakan,
serta potensi sitotoksisitasnya. Hasilnya membuktikan efek pencegahan konsentrasi
sub-toksik dari ekstrak pada LPS diinduksi terjadi peningkatan produksi NO dan
ROS oleh makrofag, dan kapasitasnya untuk menghambat PLA2. Senyawa utama
yang ditemukan dalam ekstrak ini yaitu homarine (alkaloid) yang berkontribusi
terhadap efek antiinflamasi.
Dunia kelautan merupakan sumber daya alam yang kaya akan senyawa
biologis aktif seperti asam lemak, sterol, protein, antioksidan, polisakarida,
sesquiterpenoids, alkaloid, diterpenes, serta komponen kimia lainnya. Senyawa
bioaktif berbasis laut bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk tumbuhan laut,
mikroorganisme dan spons yang mengandung set unik biomolekul. Oleh karena itu,
ulasan ini membahas tentang senyawa bioaktif laut untuk pencegahan dan pengobatan
anti-inflamasi dan penyakit kronis.
Berikut senyawa-senyawa bahan alam laut yang digunakan sebagai anti-inflamasi:
1. Sesquiterpenoids
Jurnal penelitian Hoang, dkk (2016) yang berjudul “Inflammatory
Inhibitory Activity of Sesquiterpenoids from Atractylodes macrocephala Rhizomes”
mengemukakan terdapat 3 senyawa baru Sesquiterpenoids yang diisolasi dari
Atractylodes macrocephala yaitu 12-hidroxyl-atractylenolie II, 4-ketone-
atractylenolide III dan Eudesm-4(15)ene-7β,11-diol. Kegiatan anti-inflamasi dari
isolate ini dievaluasi terhadap lipopolisakarida yang menginduksi produksi nitrit
oksida dalam sel makrofag. Sedangkan pada jurnal penelitian yang berjudul
“Sesquiterpenoids Lactones: Benefits to Plants and People” pada tahun 2013 oleh
Chadwick, dkk mengemukakan Sesquiterpenoids dari Asteraceae selain sebagai anti-
inflamasi Sesquiterpenoids telah ditemukan untuk mensintesisasi sel tumor untuk
perawatan obat tradisional. Beberapa Sesquiterpenoid lakton bersifat antimikroba
sedangkan yang lain melindungi tanaman dari tekanan lingkungan yang bersifat
oksidatif.
2. Diterpenes
Diterpen sering ditemukan pada karang lunak sebagai metabolit sekunder
dengan aktivitas anti-inflamasi. Pada Jurnal penelitian Cheung, dkk (2015) yang
berjudul “Marine natural products with anti-inflammatory activity” pseudopterane
diterpenes yang diisolasi dari oktoral Pseudopterogoegia acerosa diuji in vitro untuk
efek anti-inflamasi pada TNF-α yang diinduksi pada makrofag. Namun, pada
diterpenes sebagai antiinflamasi secara ekslusif diproduksi oleh organisme laut telah
dikaitkan dengan penghambatan aktivasi Nuclear factor-B dan modulasi metabolism
asam arakidonat.
3. Steroid
Spons adalah organisme laut yang kaya akan steroid mampu bekerja dengan
mengurangi aktivitas sistem kekebalan dan menekan peradangan. Hal ini didukung
oleh penelitian Fiorucci, dkk (2012) yang berjudul “Marine sponge steroids as
nuclear receptor ligands” menyatakan baru-baru ini, senyawa steroid yang diisolasi
dari spons dapat memodulasi farnesoid X dan reseptor X pregnane. Beberapa dari
mereka (Aestheticist reseptor x kehamilan) efektif dalam mengurangi peradangan
usus dan aktivitas NFkB, yang bertanggung jawab untuk produksi sitokin pro-
inflamasi. Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Mencarelli, dkk
(2013) “Solomonsterol A, a marine pregnane-X-receptor agonist, attenuates
inflammation and immune dysfunction in a mouse model of arthritis” tentang
Solomonsterol A sebagai suatu reseptor selektif X kehamilan (PXR) agonis dari
spons laut Theonella swinhoei yang dapat meredakan peradangan sistemik dan
gangguan sistem kekebalan pada model rematik tikus rematik. Solomonsterol A
mencegah perkembangan artritis yang disebabkan oleh injeksi antibodi anticollagen
ke dalam tikus transgenik yang mengandung humanitarian X reseptor . Sedangkan
Fernando, dkk (2016) dalam penelitiannya “Potential anti-inflammatory natural
products from marine algae” mengemukakan Senyawa steroid yakni glukokortikoid
merupakan zat anti-inflamasi yang paling kuat dibandingkan dengan obat anti-
inflamasi non-steroid lainnya. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja molekul-
molekulnya agak berbeda dan juga telah memblokir produksi eicosanoid melalui
penekanan fosfolipase A2 dengan sintesis lipocortin-1.
4. Alkaloids
Senthilkumar dan Kim (2013) dalam penelitiannya “Marine Invertebrate
Natural Products for Anti-Inflammatory and Chronic Diseases” mengemukakan
alkaloid adalah kelompok senyawa amina dan siklik biologis yang memiliki nitrogen
dalam cincin yang terdapat pada tumbuhan, mikroba, hewan, dan organisme laut.
Kedua bentuk terhalogenasi dan nonhalogenated telah menarik minat peneliti karena
kepentingan farmasi sebagai senyawa bioaktif dan sebagai probe biologis untuk studi
fisiologis. Alkaloid indol dari invertebrata laut telah ditemukan sebagai potensi anti-
inflamasi dalam hal ini termasuk conicamin dari tunicate, Lepadiformines A dan B
dari ascidian dan senyawa jenis aplysinopsin dari spons Hyrtios erecta, manzamine
dari spons, carteramine A dari spons, dan ascidiathiazones A dan B dari ascidan.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Alonso, dkk (2018) Zoanthamines
adalah keluarga bioaktif alkaloid laut yang juga memiliki arsitektur kimia yang unik
dari siklus leburan yang memuncak pada cincin azepane yang tidak biasa dimana
telah diisolasi pada dasarnya dari zoantharians laut, terutama dari genus Zoanthus..
5. Asam Lemak
Asam lemak merupakan kelompok metabolit sekunder yang disintesis
melalui serangkaian reaksi kondensasi Claisen dengan asetil-CoA dan malonil CoA.
Pada penelitiannya yang berjudul “” Khan, dkk (2008) mengemukakan ganggang laut
mengandung keragaman besar asam lemak tak jenuh ganda (PUFAs) dengan berbagai
fungsi biologis. Calder (2015) dalam penelitiannya asam lemak dari minyak ikan,
seperti eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA), menunjukkan
hasil positif pada model gangguan inflamasi in vivo. Bukti klinis ini juga didukung
oleh penelitian Goldberg dan Katz, (2007) menunjukkan bahwa asam lemak ini
bermanfaat sebagai makanan yang digunakan untuk menghilangkan radang usus yang
menyebabkan rheumatoid arthritis, penyakit radang usus dan asma. Namun, data
untuk penyakit radang usus dan asma tidak konsisten. Minyak ikan yang diperoleh
dari organisme laut memiliki nilai terapeutik yang menjanjikan dalam beberapa
gangguan inflamasi seperti psoriasis, eksim, aktivitas menurunkan alergi lipid di
bawah berbagai studi klinis.
6. Polisakarida
Pada penelitian yang dilakukan oleh Cardoso, dkk (2010)., Matsui, dkk
(2003) dan Medeiros, dkk (2008) mengemukakan polisakarida dari alga, yang
sebagian besar sulfat, telah lama ditunjukkan untuk mengekspresikan aktivitas anti-
inflamasi baik secara in vitro dan in vivo. Hal ini juga sejalan dengan penelitian oleh
Leiro, dkk (2007) menunjukkan bahwa kandungan sulfat penting dalam stimulasi
makrofag karena partisipasi dari bagian sulfat dalam interaksi antara polisakarida dan
reseptor permukaan sel. Sedangkan Rebeiro, dkk (2014) dalam penelitiannya yang
berjudul “” Jalur hemoxigenase-1 terlibat dalam aksi antiinflamasi polisakarida sulfat
dari rumput laut hijau Caulerpa racemosa yang tidak memiliki toksisitas. Jumlah
leukosit di rongga peritoneum tikus turun dan edema paw disebabkan oleh dekstran
dan karagenan berkurang. Konsentrasi myeloperoxidase pada jaringan paw dari
kelompok yang diobati dengan karagenan menurun setelah pengobatan dengan
polisakarida. Namun, tindakan anti-inflamasi yang disebutkan sebelumnya
dihapuskan setelah pengobatan dengan inhibitor fenotipe NO spesifik bernama ZnPP
IX
2.4.2 Aspek Metodologis
Metode pemilihan sampel pada penelitian ini sudah baik. Pada penelitian
tesebut, sampel di kumpulkan sebanyak mungkin dan dipisah menurut domain aktif
dan domain tidak aktif pada suatu senyawa serta dipilih secara random untuk
mengetahui dan menentukan kandungan senyawa yang terdapat pada bahan alam laut.
Penelitian yang berjudul “Nature is the best source of anti-inflammatory
drugs: indexing natural products for their anti-inflammatory bioactivity”
menggunakan metode eksperimental dimana untuk membuat model prediktif maka
menggunakan seperangkat 441 obat antiinflamasi [disajikan dalam format SMILES
dalam informasi pendukung untuk mewakili domain aktif dan 2892 produk alami
untuk mewakili domain tidak aktif. Database produk alami ini disiapkan dengan
mengumpulkan phytochemical yang diisolasi lebih dari 800 bahan alam laut yang
tersebar di seluruh dunia dan tersedia untuk dibeli dari AnalytiCon Discovery
(http://www.ac.discovery.com). Keputusan untuk menggunakan basis data produk
alami untuk domain tidak aktif dibenarkan, karena model prediksi yang digunakan
untuk penyaringan virtual harus memiliki kisaran properti yang sama seperti bahan
kimia dalam database yang disaring, dan basis data ini disiapkan dari phytochemical
yang diisolasi dari bahan alam laut. Sifat fisiko-kimia dari semua molekul di kedua
database diidentifikasi dengan perangkat lunak lingkungan operasi molekuler (MOE),
versi 2009. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Zanni, dkk (2011) yang berjudul
“Modeling Natural Anti-Inflammatory Compounds by Molecular Topology”
mengemukakan Analisis diskriminan linier (LDA) adalah metode pengenalan pola
yang menyediakan model klasifikasi berdasarkan kombinasi variabel yang paling
tepat memprediksi kategori atau kelompok yang dimiliki senyawa tertentu. sehingga
membangun database senyawa alami di mana semua senyawa dialokasikan ke dalam
kelompok aktif atau tidak aktif sesuai dengan aktivitas anti-inflamasi mereka. LDA
kemudian diterapkan pada kedua kelompok ini untuk mendapatkan fungsi
diskriminan (DF) dengan perangkat lunak statistik Statistica 9.0. Variabel independen
adalah TI, dan properti diskriminatif adalah aktivitas anti-inflamasi. Kemampuan
diskriminan dinilai sebagai persentase klasifikasi yang benar dalam setiap set
senyawa.
2.4.3 Aspek Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh ditemukan beberapa bahan bahan alam laut
yang memiliki domain aktif dan domain tidak aktif yang diisolasi lebih dari 800
bahan alam laut dapat berpotensi sebagai obat antiinflamasi
Dengan menerapkan prediksi model campuran set pada bahan (aktif / tidak
aktif) sehingga berhasil menangkap sekitar 38% dari obat antiinflamasi. 10 produk
alami sangat berpotensi sebagai obat antiinflamasi dan dilaporkan bahwa hanya 3
molekul (Moupinamide, Capsaicin dan Hypaphorine) dari sepuluh produk yang telah
diuji sebagai antiinflamasi sedangkan tujuh lainnya masih menunggu evaluasi.
Beberapa produk alami yang memiliki skor tinggi oleh model pengindeksan
antiinflamasi berbasis ISE sebagai kandidat obat antiinflamasi berhasil diungkapkan.
Sehingga model pengindeksan antiinflamasi dapat dimanfaatkan untuk skrining
(penyaringan) virtual database kimia yang besar dan untuk mengindeks produk alami
untuk potensi aktivitas antiinflamasi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian “” oleh
yang menyatakan bahwa screening virtual sangat efektif untuk menganalisis database
yang besar dan memberikan dasar paling terperinci untuk menentukan senyawa yang
memiliki potensi sebagai obat antiinflamasi.
BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil review, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak bahan alam
laut yang mengandung senyawa sehingga dapat digunakan sebagai obat diantaranya
sebagai antivirus, antiinflamasi, antibakteri, antimikroba dan antiparasit. Oleh karena
itu, minat saat ini mengarah pada penelitian senyawa bahan alam laut sebagi obat.
Potensi bahan alam laut sebagai sumber obat mencakup berbagai efek farmakologis
yang sangat luas. Ada kemungkinan bahwa dalam beberapa tahun ke depan agen baru
dari produk bahan alam akan memasuki industri komersial.
DAFTAR PUSTAKA

Aswad, M; Rayan, M; Lafi, A.S; Falah, M; Raiyn, J; Abdallah, Z; Nature is the best
source of anti-inflammatory drugs: indexing natural products for their anti-
inflammatory bioactivity, Inflamm Res, 2017

Beg, S; Swain, S; Hasan H; Barkat, A; Hussain, S; Systematic review of herbals as


potential anti-infl ammatory agents: Recent advances, current clinical status
and future perspectives, Pharmacognosy Reviews, 2010, 5(10): 120-137.

Bernan, V.S., Greenstein, M.; Maiese, W.M. J. Microbiol.1997, 43, 57 – 90.

Boopathy, N. S.; Kthiresan, K.; Journal Of Oncology, 2010, 1-19.

Cheung, R.C; Bun, T; Wong, J.H; Chen, Y; Chan, W.Y. Marine natural products with
anti-inflammatory activity, Appl Microbiol Biotechnol. 2015.

Debois, A. P.;Lebl, T.; Yan, L.; Smith, V. J.; Isolation and structural
characterisation of two antibacterial free fatty acids from the marine diatom,
Phaeodactylum tricornutum; Appl Microbiol Biotechnol. 2008, 81, 755-764.

Dutartre, P., Inflammasomes and Natural Ingredients towards New Anti-Inflamma


tory Agents. MDPI. 2016, 21: 2-13.

Fedorov, S. N.; Ermakova, S. P.; Zvyagintseva, T. N.; Stonik, V. A.; Journal of


Marine Drugs, 2013, 11, 4876-4901.

Fernando, S; Nah, J.W; Jeon, Y.J. Potential anti-inflammatory natural products from
marine algae. Environmental Toxicology and Pharmacology. 2016, 46: 22-30.

Gauthier, M.J., Shewan, J.M.; Gibson, D.M. J. Microbiol. 1975, 87, 211 – 218.

Gil-Turnes, M.S., Hay, M.E.; Fenical, W. J. Science. 1989, 246, 116 – 118.

Hiramatsu, K.; Aritaka, N.; Hanaki, H.; Kawasaki, S.; Hosoda, Y.; Hori, S.; Fukuchi,
Y.; Kobayashi, I.; Dissemination in Japanese hospitals of strains of
Staphylococcus aureus heterogeneously resistant to vancomycin; Academic
Press: Tokyo, 1997, Vol 350, pp 1670-1673.

Jensen, P.R.; Fenical, W. Rev. Microbiol. 1994, 48, 559 – 584.

Losung. F., Bara. R. A.; Angkouw. E. D. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi.
2015. 2, 2.

Malibari, A.A. J. King Abdulaziz Univ: Sci.1991, 3, 31 – 42.


Pisano, M.A.; Sommer, M.J.; Lopez, M.M. J. Appl. Microbiol. Biotechnol. 1985, 25,
285-288.

Llompart, M.G; Zanni, R; dan Domenech, R.G.; Modeling Natural Anti-Inflamma


tory Compounds by Molecular Topology, Int. J. Mol. Sci, 2011, 12: 9481 -
9503.

Samuel, P.; Prince, L.; Prabakaran, P. J. Microbiol. Biotech. Res.1. 2011, 4,


86-94.

Senthilkumar, K; dan Kim, S.K; Marine Invertebrate Natural Products for Anti-
Inflammatory and Chronic Disease. Evidence-Based Complementary and
Alternative Med. 2013.

Silva, T.C.; Andrade, P.B.; Paiva-Martins, F.; Valentão, P.; Pereira, D.M; In vitro
anti- Inflammatory and cytotoxic effects of aqueous extracts from the edible ]
sea anemones Anemonia sulcata and Actinia equina, Int. J. Mol. Sci, 2017,
18: 653.

Srinivasan, A.; Dick, J. D.; Perl, T. M.; Vancomycin Resistance in Staphylococci;


Academic Press: Maryland, 2002, Vol. 15, pp 430-438.

Rajasekar, T.; Balaji, S., Kumaran, S.; Deivasigamani, B.; Pugzhavendhan, S.R J.
of Tropical Disease. Elsevier. 2012, 387-S392.

Rice, L.B. J. Infect. Control. 2006, 34, 11-19.

Zhang. Z.; Zeng. W.; Huang. Y.; Yang. Z., Li. J.; Cai. H.; Su. W. J. FEMS
Microbiology Letters. 2000, 188, 87-91.

Zhang, J.; Tao, L,; Liang, Y.; Chen, L.; Mi, Y.; Zheng, L.; Wang, F.; She, Z.; Lin, Y.;
To, K. K. W.; Fu, L.; Journal of Marine Drugs, 2010, 8, 1469-1481.

Zheng. Y.; Mu. J.; Feng. Y.; Kang. Y.; Gu. P.; Wang. Y.; Ma. L.; Zhu. Y. J. Marine
Drugs. 2009, 7, 97-112.

Anda mungkin juga menyukai