Kala IV
Kala IV
A. HPP
1. Pengertian HPP
2. Penyebab HPP
3. Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap
dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
a. Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
b. Hematoma vulva
3. Klasifikasi HPP
4. Diagnosa HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk
memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post
partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang
rawat gabung).
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
6. Atasi syok
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
B. ATONIA UTERI
1. Pengertian Atonia uteria (relaksasi otot uterus)
adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus
uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ;
2002) Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam
berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga
didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta
lahir.Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya
atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama
masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika
uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan
kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya
berkisar 5-6 liter saja.
2. Etiologi
Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain:
a) kehamilan ganda
b) poli hidramnion
2) Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit Pada partus lama uterus
dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu
melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
4) Kehamilan dengan mioma uterus Mioma yang paling sering menjadi penyebab
perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam
miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
5) Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) Persalinan buatan
mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan
dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.
6) Persalinan lewat waktu Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena
besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya
menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
9) Kelainan plasenta Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur
mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing
menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
10) Anastesi atau analgesik yang kuat Obat anastesi atau analgesi dapat
menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga
saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian
juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
11) Induksi atau augmentasi persalinan Obat-obatan uterotonika yang digunakan
untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot
uterus menjadi lelah.
1) Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat
banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai
gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai
anti pembeku darah.
2) Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan
yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3) Fundus uteri naik Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum
uteri dan menggumpal
4) Terdapat tanda-tanda syok Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama
oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif
protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV
drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang
diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian
di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih
efektif dibanding oksitosin.
5. Manajemen Atonia Uteri
b) Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput
ketuban dari vagina & lobang serviks Pastikan bahwa kandung kemih telah
kosong Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
e) Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
3) Uterotonika
a) Ligasi arteri Iliaka Interna Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter
menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum
lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada
vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma
vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini
dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
c) Histerektomi
1. Robekan serviks
2. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
a.Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini
terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen
bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini
melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas
dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya.
Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan
memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri
tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
b.Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal
yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat
terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau
rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan
serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera
keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
3. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada
traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama
yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum:
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini
melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri
D. PENATALAKSANAAN :
yang lemah tersebut menjadi kuat. uterus mengeras tapi perdarahan tidak
berkurang.
C. Syok Obstetrik
1. Definisi
Syok obstetrik adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang disebabkan
baik oleh perdarahan, trauma, atau sebab-sebab lainnya, dimana terjadi gangguan
sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
6. Klasifikasi
1) Syok Hemoragik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat
perdarahan pada:
a) kehamilan muda, misalnya: Abortus,Kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas
(mola hidatidosa).
b) Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
c) Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.
7. Klasifikasi perdarahan :
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
I 15% (Ringan) Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II 20-25% (sedang) Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV 40-45% (sangat berat) Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel
8. Penanganan Syok Hemoragik Dalam Kebidanan
Bila terjadi syok hemoragik dalam kebidanan, segera lakukan resusitasi,
berikan oksigen, infuse cairan, dan transfuse darah dengan crossmatched.Diagnosis
plasenta previa/solusio plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG. Selanjutnya
atasi koagulopati dan lakukan pengawasan janin dengan memonitor denyut jantung
janin. Bila terjadi tanda-tanda hipoksia, segera lahirkan anak. Jika terjadi atonia uteri
pasca persalinan segera lakukan masase uterus, berikan suntikan metil ergometrin (0,2
mg) IV dan oksitosin IV atau per infuse (20-40 U/I), dan bila gagal menghentikan
perdarahan lanjutkan dengan ligasi a hipogastrika atau histerektomi bila anak sudah
cukup. Kalau ada pengalaman dan tersedia peralatan dapat dilakukan embolisasi
a.iliaka interna dengan bantuan transkateter. Semua laserasi yang ada sebelumnya
harus dijahit.
1) Syok Neurogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau
persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam
yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut,
pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan
penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor
ovarium yang sangat besar.
2) Syok Kardiogenik
Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak efektif yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada
penyakit-penyakit katup jantung.
a) Tanda klinis
1) Dilatasi vena-vena di leher
2) Dispnea
3) Desah sistol dan diastole
4) Edema menyeluruh
b) Penyebab
1) Setiap syok obstetrik akan berakhir dengan syok kardiogenik, penyebab yang
paling sering adalah:
2) Perdarahan berat
3) Hipoksia karena eklampsia atau anesthesia
4) Sindrom mendelson: aspirasi lambung dengan pneumonitis
5) Emboli dengan segala penyebabnya
c). Penanganan/Pengelolaan
Uluran tangan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Letakkan
pasien dalam posisi dorsal (terlentang) di atas lantai yang keras. Dengan satu ibu jari
satu tangan yang tertutup di atas sternum cukup untuk memperbaiki keadaan,
kemudian dilanjutkan dengan: tindakan/langkah ABCDEF
1. A-Airway
2. Bersihkan jalan nafas dari muntah, darah, gigi, benda asing dan lain-lain
3. Pertahankan jalan nafas dengan jalan:
a.Menarik mandibula dan lidah
b.Pasang airway
c.Intubasi endotrakeal secepat mungkin
4. B-Breathing
5.Lakukan salah satu dari tindakan berikut:
a. Respirasi mulut ke mulut
b. Pasang sungkup dan ambubag (balon resusitasi) dengan oksigen 100%
c. Pasang pipa endotrakeal dan lakukan ventilasi tekanan positif yang intermiten
6.C-Cardiac Massage
a. Dengan meletakkan kedua pergelangan tangan di atas sternum, lengan dalam keadaan
lurus (ekstensi) berikan tekanan dengan seluruh berat badan ke atas sternum.
b. Lakukan sampai pembuluh darah femoral dan carotid dapat dipalpasi
c. Tekanan yang optimal 60 x/menit dengan pernafasan buatan 15x atau 4:1
d. D-Drip ang drugs
e. Berikan larutan Sodium bikarbonan 8,4 untuk mengatasi asidosis metabolic
f. Berikan dosis awal 100 ml dan selanjutnya 10 ml tiap menit selama sirkulasi belum
adekuat.
g. Cardiac Stimulants (inotropic drug): dapat diberkan IV atau intrakardiak
h. Adrenalin 0,5-1,0 mg
i. Atropin 0,6 mg
j. Dopamin 100 mg dalam 500 ml larutan
k. Kalsium kloride 10% larutan
l. E-Elektokardiogram
m. Untuk menentukan keberhasilan penanganan dan respon terapi
n. Fibrillation treatment
o. Lakukan defibrilisasi langsung (direct current)
3) Syok Endotoksik/septic
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif. Sering
dijumpai pada abortus septik, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.
b) Penanganan
1. Penanganan Awal
Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa pasien
1. Nilai kegawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital
2. Cegah hipotermi dan miringkan kepala/tubuh pasien untuk mencegah aspirasi
muntahan. Jangan berikan sesuatu melalui mulut untuk mencegah aspirasi
3. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui selang atau masker dengan
kecepatan 6 sampai 8 liter per menit.
4. Tinggikan tungkai untuk mebantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi tersebut
ternyata pasien menjadi sesak atau mengalami oedem paru maka kembalikan
tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas untuk mengurangi tekanan
hidrostatik paru
5. Bila hingga langkah akhir tersebut diatas, ternyata tak tampak secara jelas
perbaikan kondisi pasien atau minimnya ketersediaan pasokan cairan dan
medikamentosa atau adanya gangguan fungsi peralatan yang dibutuhkan bagi
upaya pertolongan lanjutan, sebaiknya pasien dipindahkan ke ruang perawatan
intensif atau disiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
6. Bila ternyata harus dirujuk, pastikan :
7. Pasien dan keluarganya mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi
8. Telah dibuatkan surat rujukan
9. Ada petugas yang menemani dan keluarga sebagai pendonor darah
10. Bila setelah restorasi cairan masih belum terjadi perbaikan tanda vital, tambahkan
obat vasoaktif (dopamine) dengan dosis awal 2,5μgram per kg/BB (dalam larutan
gram isotonic). Naikkan perlahan-laha dosis tersebut hingga mendapatkan efek
optimal (dosis maksimal 15 sampai 20 μgram/menit). Pertahankan pada dosis yang
menunjukkan adanya perbaikan tanda vital. Hentikan dopamine apabila tanda vital
mencapai nilai normal dan produksi utrine dalam batas normal.
c) Penanganan Syok
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:
d) Penanganan Awal
1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa
jalan napas bebas.
3. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya
aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).
e) Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena (2 jika memungkinkan dengan menggunakan kanula
atau jarum terbesar (no. 6 ukuran terbesar yang tersedia). Darah diambil sebelum
pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan (cross
match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan
darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal
hemostasis, dan uji pembekuan.
1. Segera berikan cairan infus (garam fisiologk atau Ringer laktat) awalnya dengan
kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit
2. Berikan paling sedikit 2 Liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi
cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan
3. Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infuse dipertahankan dalam
kecepatan 1 liter per 6-8 jam
4. Catatan: Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3 kali lipat
jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
5. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lekukakan venous cut-down
6. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang. Apabila
kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberikan cairan. Napas
pendek dan pipi yang bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan
pemberian cairan.
7. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah
urin yang keluar. Produksi urin harus diukur dan dicatat.
8. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau kanula
hidung.