Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah
proses pengeluaran bayi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak
bujur atau sejajar sumbu badan ibu, dengan presentasi belakang kepala terdapat
keseimbangan antara diameter kepala bayi dan panggul ibu, lahir spontan dengan kekuatan
tenaga ibu sendiri, dan proses kelahiran berlangsung kurang lebih 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun janin. Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal, hanya 12-
15% merupakan persalinan patologis, seperti distosia. Distosia sendiri dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yang salah diantaranya disebabkan oleh kelainan tenaga/his, kelainan alat
kandungan, kelainan jalan lahir.
Distosia karena kelainan tenaga (HIS) adalah HIS yang tidak normal, sehingga
dapat menimbulkan penyulit pada saat persalinan, dan pada beberapa kasus dapat
mengakibatkan kematian pada janin maupun ibu.

1.2. Rumusan Masalah


A. Bagaimana pengertian tentang distosia kelainan tenaga/his, alat kandung, jalan lahir?
B. Apa saja penyebab terjadinya distosia kelainan tenaga/his, alat kandung, jalan lahir?
C. Bagaimana penatalaksanaan distosia kelainan tenaga/his, alat kandung, jalan lahir?
1.3. Tujuan
A. Mengerti dan memahami pengertian tentang distosia kelainan tenaga/his, alat kandung,
jalan lahir
B. Mengerti dan memahami penyebab terjadinya distosia kelainan tenaga/his, alat
kandung, jalan lahir
C. Mengerti dan memahami penatalaksanaan distosia kelainan tenaga/his, alat kandung,
jalan lahir.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DISTOSIA KARENA KELAINAN TENAGA/HIS


Adalah persalinan yang sulit akibat his yang tidak normal dalam kekuatan/sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, tidak dapat diatasi, sehingga menyebabkan
persalinan macet.

A. Jenis-Jenis Distosia Karena Kelainan Tenaga/His

1. His Hipotonic/ Inersia Uteri


Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum
kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion
atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan
serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks,
presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan
panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini.
Apabila ada disproporsi sefalopelfik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk
melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan
dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan
kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah
masuk kedalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini
kadang – kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya perjalanan berjalan
lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah
tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat
dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat
jalannya persalinan.
Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan ke dalam larutan
glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes

2
permenit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung
pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak
banyak gunanya untuk memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi.
Bila infus oksitosin di berikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak
boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan kedaan denyut jantung
janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau kontraksi uterus
berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau
menjadi lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki keadaan.
Sangat berbahaya untuk memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya
regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan diberikan pada grande
multipara dan kepala penderita yang telah pernah mengalami seksio sesarea atau
miomektomi. Karena memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada penderita dengan
partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, disamping pemberian oksitosin
dengan jalan infus intravena gejala-gejala tersebut perlu di atasi.
Maksud pemberian oksitosin ini adalah memperbaiki his, sehingga serviks dapat
membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam
waktu singkat. Oleh karena iu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin berlarut-
larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata tidak ada
kemajuan, pemberiannya dihentikan,supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian
dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan
seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan intramuskular dapat
menimbulkan incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II,
hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan dapat
diselesaikan. Disini sering kali 0,5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus
dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu
kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptura uteri. Pemberian
intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang memungkinkan masuknya dosis
sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa

3
oksitosin dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penemuan indikasi,
pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan baik.
Inersia uteri terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri Primer
Jika persalinan berlangsung lama, terjadi pada kalla I fase laten. Sejak
awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita
telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian
pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :

1) Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan panggul.
2) Bila kepala sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk berjalan-jalan.
3) Buat rencana tindakan yang akan dilakukan : Berikan oxitosin drip 5-10 dalam
500 cc, dextrose 5 % dimulai 12 tetes/menit, naikan setiap 10-15 menit sampai
40-50 tetes/menit Pemebrian oxitosin jangan berlarut-larut beri kesempatan ibu
untuk istirahat.
4) Bila inersia disertai CPD tindakan sebaiknya lakukan SC
Bila tadinya His kuat lalu terjadi inersia uteri sekunder ibu lemah dan partus >
24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan
oxitosin drip. Segera selesaikan partus dengan vacuum/Forseps/SC.

2. His Hipertonic
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan
bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi
keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania
uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.

4
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban
pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainyaHis yang terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat.

Bahayanya bagi ibu adalah terjadinya perlukaan yang luas pada jalan lahir,
khususnya servik uteri, vagina dan perenium bahaya bagi bayi adalah dapat terjadi
pendarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.

Penanganan :

a. Saat persalinan kedua diawasi dengan cermat dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perenium tingkat III.
b. Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri,
mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan
cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarean

3. His yang tidak terkordinasi


Adalah His yang sifatnya berubah-ubah. Tonus otot uterus meningkat juga
di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas,
tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

Tonus otot yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His sejenis ini
disebut juga Ancoordinat Hipertonic Uterine Contraction.

Etiologi Distosia Kelainan Tenaga


a. Kelainan His sering dijumpai pada primigravida tua Sedangkan inersia uteri
sering dijumpai pada multigravida dan grandemulti.
b. Faktor herediter
c. Faktor emosi dan ketakutan
d. Salah pimpinan persalinan

5
e. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan SBR. Dijumpai pada
kesalahan letak janin dan CPD.
f. Kelainan uterus Ex : uterus Bikornis unikolis
g. Salah pemberian obat-obatan, oxitosin dan obat penenang
h. Kehamilan postmatur

2.2. DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT KANDUNGAN :


A. Distosia karena kelainan vulva
1. Pengertian
Distosia vulva adalah persalinan yang sulit disebabkan karena atresia vulvae
(tertutupnya vulva), ada yang bawaan ada juga yang diperoleh misalnya karena radang
atau trauma.
2. Etiologi
Edema vulva dijumpai pada preeklamsia dangan ganguan gizi atau malnutrisi atau
pada persalinan yang lama atau persalinan terlantar.Wanita hamil sering mengeluh
melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir serta menghilang
setelah anak lahir. Hal ini karena reaksi sistem vena terutama dinding pembuluh darah
seperti otot-otot di tempat lain melemah akibat pengaruh hormone steroid.
3. Kelainan yang dapat menyebabkan distosia vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia vulva ialah oedema vulva, kelainan
bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata, fistula dan vulvitis
diabetika.
1) Oedema Vulva
a) Pengertian
Edema (oedema) vulva adalah meningkatnya volume cairan ekstra seluler
dan ekstra vaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan
abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan
rongga-rongga badan) pada vulva.
b) Penyebab
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre
eklamsi akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi

6
atau malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada
persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan terlampau lama
(terusmenerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit
pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat
menimbulkan kerusakan luas pada jalan lahir
c) Penatalaksanaan :
1) Istirahat cukup.
2) Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung
protein dan mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta lemak.
3) Kalau keadaan memburuk, kemungkinan dokter akan mempertimbangkan
untuk segera melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi
2) Kelainan Bawaan (Stenosis Vulva)
a) Pengertian
Stenosis vulva merupakan kelainan congenital pada vulva yang menutup
sama sekali, atau dapat pula terjadi hanya orifisium uretra eksternum saja yang
nampak/ penyempitan vulva/vagina atau akibat perlengketan dan parut karena
peradangan atau perlukaan pada persalinan yang lalu.
b) Penyebab
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan
ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan.
c) Penatalaksanaan
Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi yang
cukup luas namun penanganan dengan sayatan median secukupnya untuk
melahirkan kepala juga dapat dilakukan. Dan biasa tindakan persalinan dengan
operasi merupakan pilihan utama.

3) Varises
a) Pengertian
Pelebaran pembuluh darah vena yang terjadi pada vulva.Selain kelihatan
kurang baik pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan
potensial pada waktu hamil maupun persalinan. Kejadian varises ini makin

7
meningkat pada kehamilan makin tinggi dan segera akan menghilang atau
berkurang setelah persalinan.
b) Penyebab
Hal ini karena reaksi system vena pembuluh darah, seperti otot-otot di
tempat lain melemah akibat hormone estrogen. Penyebab utama varises adalah
lemah/rusaknya katup pembuluh vena. Pada pembuluh vena terdapat katup –
katup yang berfungsi untuk menahan agar darah tidak turun/bergerak mundur.
Dengan adanya katup pada pembuluh vena menyebabkan darah akan terus
mengalir ke arah jantung. Katup yang rusak atau lemah akan membuat darah
bergerak mundur yang mengakibatkan darah berkumpul di dalam dan
menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah yang disebut sebagai
varises.
Bahaya dalam kehamilan dan persalinan adalah :
1) Bila pecah akan terjadi perdarahan sedikit/banyak.
2) Bila pecah dapat pula terjadi emboli udara dan bisa berakibat fatal.
c) Penatalaksanaan
1) Kurangi konsumsi garam dan makan yang mengandung kolesterol tinggi.
2) Perbanyak konsumsi sayuran dan buah berserat tinggi dan makanan yang
dapat merangsang sirkulasi darah, seperti bawang merah, bawang putih,
bawang bombay, jahe dan cabai merah. Juga makanan yang kaya dengan
vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6, magnesium, asam folat, kalsium dan
zinc seperti gandum dan kacang kedelai (susu kedelai).
3) Perbanyak makanan dan minuman yang mengandung antioksidan tinggi
seperti sayur – sayuran hijau, buah apel, wortel dan jeruk. Dianjurkan minum
susu kedelai karena mengandung tinggi flavonoid yang mengandung
antioksidan, vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6, magnesium, asam folat,
kalsium dan zinc yang sangat bermanfaat untuk mencegah dan membantu
pemulihan pembuluh darah vena.
4) Jangan berdiri atau duduk terlalu lama. Jika pekerjaan anda dituntut untuk
berdiri lama maka usahakan tidak diam namun sekali – sekali anda berjalan
agar otot anda tidak statis (diam) dan sekali – kali anda duduk istirahat.

8
5) Pada saat tidur, tinggikan kaki anda, lebih tinggi dari posisi pinggul atau
jantung anda. Posisi kaki yang lebih tinggi dari jantung akan memudahkan
aliran darah vena kembali ke jantung.
6) Jangan memakai ikat pinggang terlampau kencang (ketat)
7) Jalan-jalan dan senam hamil untuk memperlancar peredaran darah
8) Dapat diberikan obat-obatan : Venosan, Glyvenol, Venoruton, dan Varemoid.
9) Dengan beberapa pertimbangan pada kasus dengan varises vulva maupun
vagina yang besar dapat dianjurkan persalinan dengan seksio sesarea.
10) Dan untuk wanita hamil dengan keluhan wasir untuk sementara dapat
diatasi dengan pengobatan sampai persalinan berlangsung. Setelah persalinan
berakhir, keluhan wasir berkurang sampai menghilang dan tidak memerlukan
tindakan lain.
4) Hematoma
a) Pengertian
Pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan perdarahan,yang dapat
terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering pada
persalinan.Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah bahkan
perdarahan yang masih aktif.
b) Penyebab
1) Hematoma vulva disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah yang
mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama.
2) Kumpulan darah diluar pembuluh darah terjadi karena dinding pembuluh
darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor kedalam
jaringan-jaringan dimana tidak pada tempatnya.
3) Pembuluh darah yang pecah menyebabkan hematoma dijaringan ikat menjadi
renggang, di sekitar vulva atau ligamentum latum. Hematoma vulva dapat
juga terjadi karena trauma(diluar persalinan) misalnya jatuh terduduk pada
tempat yang keras atau koitus kasar.
c) Penatalaksaan
1) Hematoma yang besar harus dilakukan eksisi untuk mengeluarkan bekuan
darah dan mengikat pembuluh darah yang pecah.

9
2) Hematoma yang terjadi pada pertolongan persalinan saat ini sudah jarang
terjadi apalagi kehamilan grandemultipara sangat kurang. Bidan yang dalam
pertolongan persalinan menghadapi hematoma sebaiknya mengirimkan
penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan yang adekuat.
5) Peradangan
a) Pengertian
Peradangan pada vulva biasa disebut dengan vulvitis
b) Penyebab
1) Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina.
2) Dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis.
3) Dapat terjadi akibat infeksi non spesifik seperti : eksema, pruritus vulvae,
skabie, pedikulus pubis, bartholinitis.
c) Penatalaksanaan
1) Pada kehamilan, radangan tersebut harus diobati. Obat yang diberikan harus
dipikirkan apakah mempunyai efek buruk terhadap anak terutama dalam
proses pertumbuhan organogenensis.
2) Dalam pertolongan persalinan menghadapi peradangan sebaiknya
mengirimkan penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan yang
adekuat.
6) Kondiloma Akuminata
a) Pengertian
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lendir yang menyerupai
jengger ayam jago. Berlainan dengan kondiloma latum: permukaan kasar papiler,
tonjolan lebih tinggi, warnaya lebih gelap. Kondiloma akuminata berbentuk
seperti kembang kumis atau cauliflower dengan ditengahnya jaringan ikat dan
ditutup terutama bagian atas oleh epitel dengan hyperkeratosis. Penyakit terdapat
dalam bentuk kecil dan besar, sendirian atau dalam suatu kelompok. Lokasinya
ialah pada berbagai bagian vulva, pada perineum, pada daerah perianal, pada
vagina dan serviks uteri. Dalam hal-hal yang terakhir ini terdapat leukorea.
b) Penyebab

10
Kondiloma Akuminata disebabkan oleh suatu jenis virus yang banyak
persamaanya dengan penyebab veruka vulgaris. Adanya leukorea oleh sebab lain
mempermudah tumbuhnya virus dan kondiloma akuminata. Kelainan ini juga
lebih sering ditemukan pada kehamilan karena lebih banyak vaskularisasi dan
cairan pada jaringan.
c) Penatalaksanaan
1) Kondiloma Akuminata yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10%
podofili dalam gliseril atau dalam alcohol. Pada waktu pengobatan daerah
sekitarnya harus dilindungi dengan vaselin, dan setelah beberapa jam tempat
pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun.
2) Pada Kondiloma Akuminata yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan
dengan pembedahan atau kauterisasi. Untuk mencegah timbulnya residif, harus
diusahakan kebersihan pada tempat bekas Kondiloma Akuminata, dan leukoria
harus diobati. Sebaiknya diobati sebelum bersalin, banyak penulis
menganjurkan insisi dengan elektrocavter atau dengan tingtura podofilin.

7) Fistula
a) Pengertian
Kejadian fistula ini sudah jarang dijumpai karena persalinan kasep yang
makin jarang terjadi. Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya
terjadi pada waktu bersalin baik sebagai tindakan operatif maupun akibat
nekrosis tekanan.
b) Penyebab
Akibat tekanan langsung jaringan lunak antara kepala janin yang telah
berada di dasar panggul dengan jalan lahir tulang. Tekanan lama antara kepala
dan tulang panggul,menyebabkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian
jaringan local dalam 5-10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi
inkotenensia alvi. Oleh karena itu,setelah melakukan pertolongan persalinan
kasep perlu dilakukan eksplorasi untuk mencari kemungkinan robekan jalan lahir
yang dapat menjadi fistula.
c) Penatalaksaan

11
1) Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan sendirinya.
Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi pervaginam.
2) Untuk menghindari terjadinya fistula postpartum,selalu di pasang daure kateter
sehingga vaskularisasi jaringan yang tertekan membaik dan terhindar dari
nekrosis dan fistula.
3) Operasi rekonstruksi fistula sulit dan keberhasilannya belum memuaskan.
4) Untuk mengurangi kejadian fistula maka persalinan harus telah dirujuk pada
saat mencapai garis waspada,sehinggan dapat dilakukan tindakan tepat dan
cepat untuk dapat menurunkan morbilitas dan mortalitas.

B. Distosia karena kelainan vagina


1. Pengertian
Distosia vagina adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan
yang dikarenakan adanya kelainan pada vagina yang menghalangi lancarnya
persalinan. Distosia dapat disebabkan karena kelainan his (his hipotonik dan his
hipertonik), karena kelainan besaranak, bentuk anak (hidrocefalus, kembarsiam,
prolapstalipusat), letakanak (letaksungsang, letakmelintang), serta karena kelainan
jalan lahir.
2. Etiologi
Atresia vulva dalam bentuk atresia himenalis yang menyebabkan
hematokolpos, hematometra dan atresia vagina dapat menghalangi konsepsi.
Kelainan vagina yang cukup sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan
adalah septum vagina terutama vertika longitudinal.
3. Pelatalaksanaan
Cara yang efektif untuk tindakan persalinan septum tersebut adalah dengan
robekan spontan atau di sayat dan diikat. Tindakan ini dilakukan pula bila ada
dispareuni. Sikap bidan dalam menghadapi kelainan ini adalah menegakkan
kemungkinan septum vagina, vertical atau longitudinal pada waktu melakukan
pemeriksaan dalam dan selanjutnya merujuk penderita untuk mendapat
pertolongan persalinan sebagaimana mestinya.
4. Kelainan yang dapat menyebabkan distosia vagina :

12
a. Kelainan Vagina (Aplasia vagina)
1) Pengertian
Pada aplasia vagina, diintroitus vagina terdapat cekungan yang agak dangkal
atau yang agak dalam.
2) Penyebab
Kelainan congenital atau pertumbuhan atau pembentukan organ janin yang
tidak sempurna di dalam kandungan pada masa kehamilan
3) Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru, beberapa metode sudah
dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada saat wanita
bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina dapat digunakan dan
dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit.
b. Stenosis Vagina Kongenital
1) Pengertian
Jarang terdapat, lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan
vagina secara lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian
kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian
vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya
janin.Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin
pada persalinan dan harus dipotong dahulu.
2) Penyebab
Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada
stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan dan merupakan halangan
untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
c. Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin per vaginam, adanya
tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap
mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung secara per
vaginam atau diselesaikan dengan seksio sesar.
d. Kista Vagina

13
1) Penyebab
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral
dalam vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra
eksterna.Bisa berukuran kecil dan besar sehingga bukan saja mengganggu
pertumbuhan namun dapat pula menyukarkan persalinan.
2) Penatalaksanaan
a) Kehamilan muda : diekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan
b) Dalam persalinan : jika kecil maka tidak menghalangi turunnya
kepala,tidak mengganggu persalinan. Setelah 3bulan pasca persalinan
dilakukan ekstirpasi tumor.Bila besar dan menghalangi turunnya kepala
untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi cairan tumor
C. Distosia karena kelainan Uterus/Serviks
1. Pengertian
Distosia serviks uteri adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan
kelainan serviks uteri. Walaupun his normal dan baik, kadang-kadang pembukaan
serviks jadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan serviks tidak mau
membuka.
2. Etiologi
Penyebab distosia serviks uteri adalah adanya kelainan pada letak Rahim
diantaranya: perut gantung (abdomen pendulum), hyperanteflexio, retroplexio uteri,
prolapsus uteri, mioma uterus, kankerrahim.
3. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa kali moment opname pemeriksaan
dalam yaitu his baik tetapi pembukaan serviks tidak bertambah dan pemeriksaan
dilakukan 2-3 kali antara 1-2 jam.
4. Penangananan
Pada kondisi serviks yang kaku setelah ditegakkan diagnose memang serviks
kaku dan setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan pethidin tidak merubah
sifat kekakuan tindakan kita adalah melakukan Caesar.Jika adanya serviks gantung bila
dalam observasi keadaan tetap begitu dan tidak ada kemajuan pembuka anostium uteri
internum, maka pertolongan yang tepat adalah Caesar

14
5. Kelainan yang dapatmenyebabkandistosia uterus/serviks
a. Retroflexio Uter
1) Pengertian
Adalah uterus hamil yang semakin lama semakin besar terkurung dalam rongga
panggul,tidak dapat keluar memasuki rongga perut. Kehamilan pada retrofleksi
uteri tidak banyak dijumpai karena kemampuan mobilisasi uterus selama hamil
dan melepaskan diri dari ruangan pelvis minor.Jarang sekali kehamilan pada
uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup.
2) Penyebab
Terkurung uterus, mungkin uterus retrofleksi, tertahan karena adanya
perlekatan-perlekatan atau oleh sebab lain yang tidak diketahui (fiksata).
Terdapat kemungkinan dari nasib kehamilannya :
a) Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan fundus naik
masuk kedalam rongga perut.
b) Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan keluar,karena sirkulasi
terganggu.
c) Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap tertinggal
sedangkan bagian uterus yang hamil naik masuk ke dalam rongga perut
disebut retrofleksia uteri gravidi partialis.Nasib kehamilan selanjutnya bisa
abortus, partus prematurus,terjadi kesalahan letak dan bersalin biasa.
3) Penatalaksanaan
a) Salah satu penanganan yang masih dianjurkan adalah melakukan tidur
dengan kedudukan dada-kaki beberapa waktu dengan harapan agar
retrofleksi uteri gravidi dapat lepas dari ruangan pelvis minor. Disamping
itu dapat pula dilepaskan dengan kedudukan tidur dada-kaki dan mendorong
uterus gravidus keluar dari ruangan pelvis minor.
b) Bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :
 Reposisi digital jika perlu dalam narkosa.
 Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3 x 15 perhari atau langsung
dikoreksi melalui vagina dengan 2 jari mendorong korpus uteri kearah
atas keluar rongga panggul.

15
 Posisi trendelenberg dan istirahat.
 Reposisi operatif.
b. Prolapsus Uteri
1) Pengertian
Prolapsus uteri atau turunnya uterus dapat dibagi menjadi 3 tingkat :
a) Tingkat I : Uterus turun dengan serviks uteri sampai introitus vagina.
b) Tingkat II : Sebagian uterus keluar dari vagina.
c) QQATingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina dengan inversion
vagina.
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkurang karena setelah bulan ke IV
uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya portio ini
menjadi oedemateus.Kadang-kadang disertai pula dengan sistokel dan rektokel.
2) Penyebab
a) Terjadi karena kelemahan ligament endopelvik terutama ligamentum
tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiopoli disertai
prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokele.Pada keadaan ini fasia
pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang kerenggangannya
b) Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
c) Persalinan lama dan sulit:
 Meneran sebelum pembukaan lengkap.
 Laserasi dinding vagina bawah pada kala 2.
 Penatalaksaan pengeluaran plasenta.
 Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik.
d) Pada menopause
Karena hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul
menjadi melemah.
3) Penatalaksaan
Indikasi melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa factor
seperti umur penderita, keinginannya untuk mendapatkan anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluhan.
c. Kelainan Bawaan Uterus

16
1) Pengertian
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller
yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan.
2) Penyebab
Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam
berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi. Uterus didelfis atau
uterus duplek terjadi apabila kedua saluran muller berkembang sendiri-sendiri
tanpa penyatuan sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2
vagina. Uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengan septum yang tidak
lengkap, 1 serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri terpisah secara tidak
lengkap. Uterus arkuatus hanya mempunyai cekungan di fundus uteri. Kelainan
ini paling ringan dan sering dijumpai. Uterus birkornis unilateral. Radi
mentarius terdiri atas 1 uterus dan disampingnya terdapat handuk lain. Uterus
unikornis terdiri atas 1 uterus, 1 serviks yang berkembang dari satu saluran
kanan dan kiri. Kelainan ini dapat menyebabkan abortus, kehamilan ektopik
dan kelainan letak janin.
3) Penatalaksanaan
Tindakan operatif.

2.3.Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir


A. Bayi besar
1. Definisi
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gram. menurut
kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya
melebihi 4500gram.
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya
kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat
besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih
besar. Macrosomia atau bayi besar adalah bayi yang lahir dengan berat lebih dari
4000 gram. Rata - rata bayi baru lahir dengan usia cukup bulan ( 37 minggu-42

17
minggu ) berkisar antara 2500 gram hingga 4ooo gram. Pada kondisi tertentu ada
beberapa ibu hamil yang melahirkan bayi dengan berat diatas 4000 gram
2. Faktor-faktor makrosomia
a. Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang
menderita diabetes selama kehamilan.
b. Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar
(bayi giant).
c. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi
kelahiran bayi besar
3. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek
ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering
disarankan persalinan yang lebih dini sebelum aterm. Biasanya dinilai pada sekitar
kehamilan 38 minggu. Penilaian yang seksama terhadap pelvis ibu. Tingkat
penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan pertimbangan terhadap
riwayat kebidanan sebelumnya. Jika tidak maka persalinan dilakukan dengan
seksio sesarea yang direncanakan. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi
lebih besar dibandingkan panggul ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu,
ruptur uteri,serviks, vagina, robekan perineum dan fraktur anggota gerak
merupakan beberapa komplikasi yng mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit-
penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah. Karena hal ini
sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana. Walaupun
demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan
jalan abdominal bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter
bedah kebidanan yang terampil
Pemantauan glukosa darah ( Pada saat datang atau umur 3 jam, kemudian
tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila kadar glukosa ≥ 45 gr% dua kali berturut-
turut. Pemantauan elektrolit Pemberian glukosa parenteral sesuai indikasi Bolus
glukosa parenteral sesuai indikasi Hidrokortison 5 mg/kg/hari IM dalam dua dosis
bila pemberian glukosa parenteral tidak efektif.
4. Alasan merujuk

18
Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka bidan harus segera membuat
rencana asuhan kebidanan untuk segera diimplementasikan, tindakan tersebut
adalah merujuk klien. Alasan dilakukannya rujukan adalah untuk mengantisipasi
adanya masalah-masalah terhadap janin dan juga ibunya.
5. Masalah potensial yang akan dialami adalah:
a) Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul
ibunya perdarahan intracranial
b) Distosia bahu
c) Ruptur uteri
d) Robekan perineum
e) Fraktur anggota gerak
6. Tindakan Selama Rujukan :
a) Memberikan pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus dirujuk ke
Rumah Sakit karena bidan tidak mempunyai kapasitas untuk menganganinya.
b) Apabila ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi kemungkinan yang tidak
diharapkan baik bagi ibu maupun janin. Seperti : Resiko dari trauma lahir,
distosia bahu, robekan perineum, dll.
c) Mendampingi ibu dan keluarga selama di perjalanan.
d) Memberikan semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan tertangani dengan
baik oleh tenaga kesehatan di tempat rujukan. Ibu agar tetap berdoa dan
berusaha berpikir positif.
Mengingat resiko yang ditimbulkan bila terjadi kehamilan dengan bayi
macrosomia ( bayi besar ) tersebut, maka sebaiknya ibu hamil melakukan hal -
hal berikut ini:
1) Menjaga kenaikan berat badan. Terutama pada ibu hamil dengan Diabetes
dan Obesitas. Untuk ibu hamil dengan berat badan normal, kenaikan berat
badan sekitar 10 kg - 13 kg, namun bila berat badan sebelum hamil kurang
dari 45 kg, atau sebelum hamil sudah obesitas maka kenaikan berat badan
disesuaikan dengan anjuran bidan atau dokter
2) Melakukan aktifitas gerak dan olahraga. Ibu hamil yang kurang gerak akan
membuat kalori tubuh menumpuk dan tersimpan dalam bentuk lemak

19
sebagai cadangan kalori tubuh. Senam hamil dan jalan pagi yang teratur
akan sangat membantu mencegah kenaikan berat badan berlebih saat hamil.
3) Perbanyak konsumsi buah dan sayuran memasuki trimester III. Buah-
buahan segar atau sayuran dalam bentuk jus yang banyak mengandung
serat sangat disarankan. Hindari camilan junkfood dan kudapan yang
mengandung banyak zat gula misalkan es krim dan puding berkadar gula
tinggi . Minuman sirup manis sebaiknya juga dikurangi bila kenaikan berat
badan telah melewati batas normal.
2) Patuhi diet dan pengobatan yang teratur. Bagi ibu hamil dengan riwayat
diabetes sebaiknya mematuhi diet atau aturan pola makan sesuai anjuran
dokter dan teratur mengikuti program terapi diabetes baik pemberian insulin
maupun obat minum.
3) Pemeriksaan kehamilan secara teratur untuk pemantauan berat badan selama
kehamilan. Pada setiap kunjungan berkala tersebut, bidan dan dokter akan
membantu memantau berat badan setiap ibu hamil dengan pertimbangan
indeks massa tubuh atau BMI masing - masing ibu hamil.
B. Hidrosephalus
1. Defenisi
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuor
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai dengan
tekanan intracranial (sarwono, 2007). Hydrocephalus adalah jenis penyakit yang
terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebrospinal).
Penyakit ini juga dapat ditandai dengan dilatasi vertical serebra, biasanya terjadi
secara sekunder terhadap obstruksi jalur cairan serebrospinalis, dan disertai oleh
penimbunan cairan serebrospinalis di dalam cranium; Secara tipikal ditandai
dengan pembesaran kepala, menonjolnya dahi, deteriorasi mental, dan kejang-
kejang (Sudarti dan Afroh Fauziah, 2012). Hydrocephalus merupakan
Penimbunan cairan otak dalam tengkorak dan bilik-bilik otak sehingga kepala
menjadi besar. Kadang disebut air di otak (Suseno Tutu dan Masruroh, 2009).
2. Bentuk Umum

20
Ada beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan
intrakranial.
Tiga bentuk umum hydrocephalus berdasarkan sirkulasi :
a) Hidrocephalus Non-komunikasi (Non communicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia
yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau
diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien
dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular
atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak
dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai
ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada
anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan /
separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
b) Hidrosefalus Komunikasi (communicating hidrocepalus)
c) Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP)
d) Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus).
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic
gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala,
hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus
(Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan ditemukkan hubungan
tersebut.
3. Tanda dan gejala

21
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. pada
hidrosephalus lingkar kepala sering lebih mencapai dari 50 cm, dan terkadang
mencapai 80 cm. volume cairan biasanya berkisar antara 500- 1500 Ml , tetapi
bisa juga sampai 5L . pada presentasi bokongditemukan pada sepertiga kasus .
pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai disporposi sefalopelvik
berat dengan distosia serius sebagai konsekuensi umumnya.
4. Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
a) Penanganan Sementara. Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk
membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
b) Penanganan Alternatif (Selain Shunting) Misalnya : pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara
terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
c) Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga
subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode
pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi
dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada
shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
5. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hydrocephalus antara lain :
a) Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon.
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak,
kulit, dan rongga perut, dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup
penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan setelah diagnosis

22
dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan dilakukan terhadap
penderita yang dibius otak ada sayatan kecil didaerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya selang
pintasan ventrikel dipasang, disusul, kemudian dibuang sayatan kecil
didaerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan rongga
perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah
selang pintasan yang ditanam dibawah kulit sehingga tidak terlihat dari
luar.
b) Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnose dan sekaligus
tindakan bedah. VRIES pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang
canggih, yakni sebuah selang fiber-optik yang dilengkapi dengan peralatan
bedah mikro dan sinar laser. Dengan demikian, melalui sebuah lubang
dikepala, selang dipadu dengan layar televise, dioperasikan alat bedah
untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.
C. Anencephalus
1. Definisi
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan
otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada
jaringan pembentuk otak. Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal
menutup, tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
2. Anenchepaly dapat terjadi karena di sebabkan oleh:
a) infeksi TORCH,
b) kuman toksoplasma,
c) rubella dan lain-lain,
d) disamping juga karena kakurangan asam folat sehingga pembentukan organ
janin tidak sempurna. Pembentukan organ janin terjadi pada trimester pertama,
sehingga sangat sulit untuk memperbaiki keadaan ini kecuali saat akhir
kelahiran, dibuatkan tempurung, namun itu sulit di lakukan mengingak janin
masih sangat kecil.

23
3. Tanda dan gejala
Ibu polihididramnion, bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak memiliki
otak, terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak kepala pada pemeriksaan
USG.
Kelainan ini ditandai dengan tidak adanya kubah cranium dan otak diatas
dasar tengkorak dan orbita. Kegagalan dalam memperoleh penampakan diameter
biparietalis yang adequate pada trimester kedua seyogyanya menimbulkan
kecurigaan.
4. Faktor risiko
Diantaranya : Hamil dengan kadar asam folat rendah, fenilketonuria pada ibu
yang tidak terkontrol, kekurangan gizi (malnutrisi), mengkonsumsi kafein, tar,
alkohol, dll selama masa kehamilan. Faktor lingkungan yang multiple, 30%
riwayat keluarga, Multi gravid > 6 kali , Primigravida, Riwayat melahirkan cacat.

5. Penatalaksanaan
a. Deteksi dini
b. Konseling tentang : evaluasi konsumsi nutrisi, kemungkinan kesulitan pada
proses perslainan, rencana persalinan dirumah sakit
c. Kolaborasi daan rujukan
d. Deteksi terhadap CPD
e. Persalinan pervaginam dipertimbangkan dnegan syarat : pertolongan persalinan
ditolong oleh dokter, tenaga anestesi harus ada, dan adanya dokter anak.
f. Melakukan observasi : DJJ, kontraksi uterus, posisi, caput / molding dan
kekuatan mengedan
g. Lakukan episiotomy lebar
h. Distosia bahu lakukan manufer Roberts
i. Jika dalam kala II mekanisme persalinan tidak ada perkembangan lakukan
sesar

24
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Yang dinamakan inersia uteri ialah pemanjagan fase latent atau fase aktif atau kedua-
duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase latent dapat disebabkan karena serviks yang
belum matang atau karena penggunaan analgesi yang terlalu cepat. Pemanjangan fase
decelerasi diketemukan pada disproporsi cephalopelvik atau kelainan anak. Perlu diinsyafi
bahwa pemanjangan fase latent maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his)
yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran
persalinan. Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva,
kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
Hidrosepalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis
dalam pentrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya 500-1500 ml, akan tetapi
kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering kali disertai kelainan bawaan lain
seperti misalnya spinabipida.
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan
otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada
awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak.
Anak yang lebih berat dari 4000 g.
Macrosomia atau bayi besar adalah bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4000 gram. Rata
- rata bayi baru lahir dengan usia cukup bulan ( 37 minggu-42 minggu ) berkisar antara 2500
gram hingga 4000 gram.

25
DAFTAR PUSTAKA

MMK,Ai yeyeh Rukiyah,S.Si.T.MMK,Lia Yulianti,Am.keb.2010.Asuhan Kebidanan 4

(Patologi).Jakarta:Trans Info Media

Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Cv

Trans Info Media

Fraser,Diane M.Cooper,Margaret A.2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta:EGC

Nugraheny, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Manuba, dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

26

Anda mungkin juga menyukai