Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. RETENSIO PLASENTA


A. Pengertian Retensio Plasenta
Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus di keluarkan secara manual
atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obatan uterotunika intravena. Perlu
dibedakan antara retensio placenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio
placenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin
lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum
sekunder.
Beberapa pengertian mengenai retensio plasenta :
1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir.
(Sinopsis Obstertri jilid I : 299).
2. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
(Ilmu kebidanan : 656).
3. Retensio plasenta adalah tertahannya/ belum lahirnya plasenta hingga/ melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 299).
4. Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Ilmu kebidanan : 654)

B. Patofisiologi.
Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi,
menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu bagian
plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang
masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai
sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.
C. Diagnosa
Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat ditarik.
Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.

D. Penegakan Diagnosis
1. Plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
2. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Jenis-jenis retensio plasenta:
1. Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis. Keterangan : tipis sampai hilangnya lapisan
jaringan ikat Nitabush, sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya
plasenta saat terjadi kontraksi dan retraksi ototuterus.
2. Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan
miornetrium. Keterangan : Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga
plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis. Dengan demikian
agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus, dapat terjadi tidak
diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas. Plasenta manual sering tidak lengkap
sehingga perlu diikuti dengan kuretase.
3. Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetrium. Keterangan : Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus
sehingga, tidak mungkin lepas sendiri. Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak
akan lengkap dan harus diikuti (kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).
4. Plasenta Perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus. Keterangan : jonjot plasenta menembus
lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis. Retensio plasenta
tidak diikuti perdarahan, plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi
perdarahan dan sulit dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif : hanya
histeroktomi.
5. Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi
osteuniuteri. Keterangan : plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh
karena kontraksi SBR

E. Etiologi
Penyebabnya ialah Perlekatan plasenta/ plasenta belum lepas dari dinding uterus,
karena tumbuh melekat lebih dalam yang menurut tingkat pelengkatannya dibagi
menjadi:
1. Plasenta Adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
2. Plasenta Inkreta, dimana villi koriales tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
3. Plasenta Akreta, yang menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4. Plasenta prekreta, yang menembus samapi serosa/peritoneum dinding rahim.
5. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena Atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah
rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarsereta).

F. Faktor-faktor Predisposisi
1. Grandemultipara
2. Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas
3. Kasus inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
4. Plasenta previa, karena di bagian istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga
perlu masuk jauh kedalam
5. Bekas operasi pada uterus.
6. Bentuk perdarahan:
a. Perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga patrun pengeluaran lokhea,
disertai darah lebih dari 7-10 hari.
b. Dapat terjadi perdarahan baru setelah patruin pengeluaran lokhea normal.
c. Dapat berbau, akibat infeksi.

G. Gejala Retensio Plasenta


Gejala Separasi/ akreta parsial Plasenta Plasenta akreta
inkarsereta

Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup


Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Discoid Discoid
Perdarahan Sedang-banyak Agak globuler Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Sedang Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Terjulur Terbuka
Separasi plasenta Lepas sebagian Konstriksi Melekat seluruhnya

Syok Sering Sudah lepas Jarang sekali, kecuali


Jarang akibat inversion oleh
tarikan kuat pada tali
pusat.

H. Komplikasi
1. Sumber infeksi.
2. Terjadi plasenta polip.
3. Degenerasi korio karsinoma.
4. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
I. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan.

J. Tindakan penanganan retensio plasenta :


1. Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Mencuci tangan secara efektif
3. Melaksanakan pemeriksaan umum
4. Mengukur vital sign, suhu, nadi, tensi, pernafasan
5. Melaksanakan pemeriksaan kebidanan (inspeksi, palpasi, periksa dalam)
6. Memakai sarung tangan steril
7. Melakukan vulva hygiene
8. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
9. Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi perdarahan
sementara placenta belum lahir, maka berikan oxytocin 10 IU IM.
10. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian
coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
11. Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan
banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual
12. Berikan cairan infus NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan

K. Manual Plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci
hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun.
4. Tepi plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik
keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir
(uterus) dan membawa infeksi

2.2. INVERSIO UTERI


Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan,
terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut perkembangannya
inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu :
1. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

A. Gejala-gejala Klinik
Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan
atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena batuk/ meneran,
dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang merupakan permulaan
inversion uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada tali pusat plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas.
Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul
rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan
kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan
ligamentum rotundum kanan dan kiri kedalam terowongan inversion dan dengan
demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta
yang seringkali belum lepas dari uterus masih melekat seluruhnya pada dinding uterus,
terjadi juga perdarahan.

B. Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada
perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan
tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri
dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang
serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang
konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya
jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir cukup
bulan.

C. Prognosis
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan
penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin
memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

D. Penanganan
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri.
Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan apabila
dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu diatasi
terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi
segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya
inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan. Untuk
melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan anesthesia umum, tangan
seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam
kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan
menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai
korpus uteri melewati serviks dan inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg
ergometrin kemudian diberikan dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade
uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut
Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga
memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka
dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan,
sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan pembedahan
pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

2.3. EMBOLI AIR KETUBAN


A. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah besar cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba – tiba terjadi gangguan pernafasan yang
akut dan shock 25% wanita yang menderita keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1
jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai, kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosa, diagnosa yang dibuat adalah Shocikk obstetric, perdarahan post partum atau
edema pulmoner akut.
Cara masuknya cairan ketuban. Dua tempat utama masuknya cairan ketuban
kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat terobek
sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta. Ruputra uteri meningkat
kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang
sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
1. Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta
previa dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.(Obstetri Patologi. 1981:128).
2. Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok disebabkan karena
perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).
3. Emboli air ketuban adalah syndrome dimana setelah sejumlah besar air ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan syok.(Ilmu Kebidana Patologi dan Fisiologi Harry OXORN,493).
B. Etiologi
Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah tempat perlekatan
plasenta.

C. Faktor Prediposisi
1. Ketuban sudah pecah.
2. His kuat.
3. Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
4. Multiparasit.
5. Kematian janin intrauterine(IUFD).
6. Mekonium dalam cairan amnion.
7. Usia diatas 30 tahun.
8. Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).

D. Gejala
1. Gelisah.
2. Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
3. Sianosis.
4. TD menurun.
5. Nadi cepat dan lemah.
6. Kesadaran menurun.
7. Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
8. Syok.

E. Komplikasi
1. Gangguan pembekuan darah.
2. Edema paru.
3. Kegagalan dan payah jantung kanan.

F. Patofisiologi.
1. Mekanisme kardiovaskuler kolap.
a. Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya(rambut lanugo, lemak dan
lainnya) menyumbat kapiler paru, sehingga terjadi hipertensi pulmonum, edema
paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2.
b. Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan :
1) Tekanan atrium kiri turun.
2) Cardiac output menurun.
3) Terjadi penurunan tekanan sistemik yang menyebabkan syok berat.
c. Gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan sesak nafas, sianosis dan
gangguan pengaliran O2 kejaringan mengakibatkan :
1) Metabolik asidosis.
2) Anaerobik metabolisme.
3) Tekanan atrium kiri turun.
d. Edema paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan :
1) Terasa dada sakit dan berat.
2) Penderita gelisah karena kekurangan O2.
3) Dikeluarkannya histamine yang menyebabkan bronkospasme.
e. Terjadi reflex nerfus yang menyebabkan;
1) Brakikardi.
2) Kasokontriksi arteria koroner menimbulkan gangguan kontriksi otot jantung akut
cardiac arrest.
f. Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan dan sianosis.
g. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit sampai 36 jam.
1) Gangguan pembekuan darah.
h. Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah.
i. Mengandung faktor-faktor yang dapat menjadi freger terjadinya introvaskuler
koagulasi.
j. Mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi
hipofibrigonemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas implantasi plasenta.
k. Kekurangan O2 dan menyebabkan anaerobic metabollisme dalam otot uterus,
menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan.
G. Pathogenesis
Mekanisme yang tepat tidak diketahui, dikemukakan dua buah teori, yaitu :
1. Adanya glokade mekanis yang amat besar pada pembuluh darah pulmonalis oleh
emboli partikel bahan dalam cairan ketuban, khususnya mekonium.
2. Adanya reaksi anatilaktik terhadap partikel bahan tersebut.
Tiga aspek utama pada syndrome ini mungkin dihasilkan oleh gabungan proses
mekanis dan spastic:
1. Penurunan mendadak jumlah darah yang kembali kejantung kiri dan berkurang output
ventrikel kiri yang menimbulkan kolaps pembuluh darah tepi.
2. Hipertensi pulmoner yang akut, cor pulmonale, dan dekompensasi jantung kanan
menghasilkan edema perifer.
3. Aliran darah yang tidak teratur dengan kekacauan ratio ventilasi/berfungsi membawa
anoksemia dan hipoksia jaringan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya eyanosis,
kegelisahan, konvulsi, dan koma.

H. Upaya preventif.
1. Perhatikan indikasi induksi persalinan.
2. Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan
mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
3. Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan sehingga dapat
mengurangi:
a. Asfiksia intrauterine
b. Emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

I. Pengobatan
1. Pemberian transfuse darah segar.
2. Fibrinogen.
3. Oxygen.
4. Heparin/trasylor.
2.3. RETENSIO PLASENTA
L. Pengertian Retensio Plasenta
Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus di keluarkan secara manual
atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obatan uterotunika intravena. Perlu
dibedakan antara retensio placenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio
placenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin
lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum
sekunder.
Beberapa pengertian mengenai retensio plasenta :
5. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir.
(Sinopsis Obstertri jilid I : 299).
6. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
(Ilmu kebidanan : 656).
7. Retensio plasenta adalah tertahannya/ belum lahirnya plasenta hingga/ melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 299).
8. Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Ilmu kebidanan : 654)

M. Patofisiologi.
Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi,
menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu bagian
plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang
masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai
sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.

N. Diagnosa
Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat ditarik.
Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
O. Penegakan Diagnosis
3. Plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
4. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Jenis-jenis retensio plasenta:
6. Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis. Keterangan : tipis sampai hilangnya lapisan
jaringan ikat Nitabush, sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya
plasenta saat terjadi kontraksi dan retraksi ototuterus.
7. Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan
miornetrium. Keterangan : Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga
plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis. Dengan demikian
agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus, dapat terjadi tidak
diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas. Plasenta manual sering tidak lengkap
sehingga perlu diikuti dengan kuretase.
8. Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetrium. Keterangan : Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus
sehingga, tidak mungkin lepas sendiri. Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak
akan lengkap dan harus diikuti (kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).
9. Plasenta Perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus. Keterangan : jonjot plasenta menembus
lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis. Retensio plasenta
tidak diikuti perdarahan, plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi
perdarahan dan sulit dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif : hanya
histeroktomi.
10. Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi
osteuniuteri. Keterangan : plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh
karena kontraksi SBR

P. Etiologi
Penyebabnya ialah Perlekatan plasenta/ plasenta belum lepas dari dinding uterus,
karena tumbuh melekat lebih dalam yang menurut tingkat pelengkatannya dibagi
menjadi:
6. Plasenta Adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
7. Plasenta Inkreta, dimana villi koriales tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
8. Plasenta Akreta, yang menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum
menembus serosa.
9. Plasenta prekreta, yang menembus samapi serosa/peritoneum dinding rahim.
10. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena Atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran kontriksi pada
bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi
plasenta keluar (plasenta inkarsereta).

Q. Faktor-faktor Predisposisi
7. Grandemultipara
8. Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas
9. Kasus inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
10. Plasenta previa, karena di bagian istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga
perlu masuk jauh kedalam
11. Bekas operasi pada uterus.
12. Bentuk perdarahan:
d. Perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga patrun pengeluaran lokhea,
disertai darah lebih dari 7-10 hari.
e. Dapat terjadi perdarahan baru setelah patruin pengeluaran lokhea normal.
f. Dapat berbau, akibat infeksi.
R. Gejala Retensio Plasenta
Gejala Separasi/ akreta parsial Plasenta Plasenta akreta
inkarsereta

Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup


Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Discoid Discoid
Perdarahan Sedang-banyak Agak globuler Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Sedang Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Terjulur Terbuka
Separasi plasenta Lepas sebagian Konstriksi Melekat seluruhnya

Syok Sering Sudah lepas Jarang sekali, kecuali


Jarang akibat inversion oleh
tarikan kuat pada tali
pusat.

S. Komplikasi
5. Sumber infeksi.
6. Terjadi plasenta polip.
7. Degenerasi korio karsinoma.
8. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.

T. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan.
U. Tindakan penanganan retensio plasenta :
13. Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
14. Mencuci tangan secara efektif
15. Melaksanakan pemeriksaan umum
16. Mengukur vital sign, suhu, nadi, tensi, pernafasan
17. Melaksanakan pemeriksaan kebidanan (inspeksi, palpasi, periksa dalam)
18. Memakai sarung tangan steril
19. Melakukan vulva hygiene
20. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
21. Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi perdarahan
sementara placenta belum lahir, maka berikan oxytocin 10 IU IM.
22. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian
coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
23. Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan
banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual
24. Berikan cairan infus NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan

V. Manual Plasenta :
5. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
6. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci
hama.
7. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun.
8. Tepi plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik
keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir
(uterus) dan membawa infeksi

2.4. INVERSIO UTERI


Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan,
terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut perkembangannya
inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu :
3. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
4. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

E. Gejala-gejala Klinik
Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan
atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena batuk/ meneran,
dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang merupakan permulaan
inversion uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada tali pusat plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas.
Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul
rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan
kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan
ligamentum rotundum kanan dan kiri kedalam terowongan inversion dan dengan
demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta
yang seringkali belum lepas dari uterus masih melekat seluruhnya pada dinding uterus,
terjadi juga perdarahan.

F. Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada
perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan
tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri
dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang
serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang
konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya
jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir cukup
bulan.

G. Prognosis
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan
penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin
memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

H. Penanganan
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri.
Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan apabila
dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu diatasi
terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi
segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya
inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan. Untuk
melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan anesthesia umum, tangan
seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam
kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan
menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai
korpus uteri melewati serviks dan inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg
ergometrin kemudian diberikan dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade
uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut
Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga
memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka
dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan,
sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan pembedahan
pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

4.3. EMBOLI AIR KETUBAN


B. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah besar cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba – tiba terjadi gangguan pernafasan yang
akut dan shock 25% wanita yang menderita keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1
jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai, kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosa, diagnosa yang dibuat adalah Shocikk obstetric, perdarahan post partum atau
edema pulmoner akut.
Cara masuknya cairan ketuban. Dua tempat utama masuknya cairan ketuban
kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat terobek
sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta. Ruputra uteri meningkat
kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang
sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
1. Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta
previa dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.(Obstetri Patologi. 1981:128).
2. Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok disebabkan karena
perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).
3. Emboli air ketuban adalah syndrome dimana setelah sejumlah besar air ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan syok.(Ilmu Kebidana Patologi dan Fisiologi Harry OXORN,493).

J. Etiologi
Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah tempat perlekatan
plasenta.
K. Faktor Prediposisi
9. Ketuban sudah pecah.
10. His kuat.
11. Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
12. Multiparasit.
13. Kematian janin intrauterine(IUFD).
14. Mekonium dalam cairan amnion.
15. Usia diatas 30 tahun.
16. Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).

L. Gejala
9. Gelisah.
10. Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
11. Sianosis.
12. TD menurun.
13. Nadi cepat dan lemah.
14. Kesadaran menurun.
15. Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
16. Syok.

M.Komplikasi
4. Gangguan pembekuan darah.
5. Edema paru.
6. Kegagalan dan payah jantung kanan.

N. Patofisiologi.
2. Mekanisme kardiovaskuler kolap.
l. Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya(rambut lanugo, lemak dan
lainnya) menyumbat kapiler paru, sehingga terjadi hipertensi pulmonum, edema
paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2.
m. Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan :
4) Tekanan atrium kiri turun.
5) Cardiac output menurun.
6) Terjadi penurunan tekanan sistemik yang menyebabkan syok berat.
n. Gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan sesak nafas, sianosis dan
gangguan pengaliran O2 kejaringan mengakibatkan :
4) Metabolik asidosis.
5) Anaerobik metabolisme.
6) Tekanan atrium kiri turun.
o. Edema paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan :
4) Terasa dada sakit dan berat.
5) Penderita gelisah karena kekurangan O2.
6) Dikeluarkannya histamine yang menyebabkan bronkospasme.
p. Terjadi reflex nerfus yang menyebabkan;
3) Brakikardi.
4) Kasokontriksi arteria koroner menimbulkan gangguan kontriksi otot jantung akut
cardiac arrest.
q. Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan dan sianosis.
r. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit sampai 36 jam.
2) Gangguan pembekuan darah.
s. Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah.
t. Mengandung faktor-faktor yang dapat menjadi freger terjadinya introvaskuler
koagulasi.
u. Mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi
hipofibrigonemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas implantasi plasenta.
v. Kekurangan O2 dan menyebabkan anaerobic metabollisme dalam otot uterus,
menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan.

O. Pathogenesis
Mekanisme yang tepat tidak diketahui, dikemukakan dua buah teori, yaitu :
3. Adanya glokade mekanis yang amat besar pada pembuluh darah pulmonalis oleh
emboli partikel bahan dalam cairan ketuban, khususnya mekonium.
4. Adanya reaksi anatilaktik terhadap partikel bahan tersebut.
Tiga aspek utama pada syndrome ini mungkin dihasilkan oleh gabungan proses
mekanis dan spastic:
4. Penurunan mendadak jumlah darah yang kembali kejantung kiri dan berkurang output
ventrikel kiri yang menimbulkan kolaps pembuluh darah tepi.
5. Hipertensi pulmoner yang akut, cor pulmonale, dan dekompensasi jantung kanan
menghasilkan edema perifer.
6. Aliran darah yang tidak teratur dengan kekacauan ratio ventilasi/berfungsi membawa
anoksemia dan hipoksia jaringan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya eyanosis,
kegelisahan, konvulsi, dan koma.

P. Upaya preventif.
4. Perhatikan indikasi induksi persalinan.
5. Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan
mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
6. Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan sehingga dapat
mengurangi:
c. Asfiksia intrauterine
d. Emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

Q. Pengobatan
5. Pemberian transfuse darah segar.
6. Fibrinogen.
7. Oxygen.
8. Heparin/trasylor.

Anda mungkin juga menyukai