Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”

I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan
darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih
besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi (William, 2015).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan
denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan
peningkatan volume aliran darah darah (Salma, 2013)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai
hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing – masing :
1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah
waktu berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90
mmH
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi. (Sumber :
Dewi, 2010)
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan
organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera,
dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan
darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun
kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140 (William, 2015).
B. KLASIFIKASI

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 Hg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut
menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi
krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa
penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden
krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak,
jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum
ada gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi
dalam hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.

Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :

1. Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi


essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan
pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi
primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia
dan jenis kelamin.
2. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik
lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama
ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 –
10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 –
2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil
KB (Dinkes, 2010).
C. ETIOLOGI
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada
kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ
target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan
hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan
intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard,
disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya
seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.

Faktor Resiko Krisis Hipertensi


1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen) (William, 2015)

D. PATOFISIOLOGI
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder,
dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik
meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat
menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima
arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada
retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan
udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan
merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160
mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak
mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan
diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada
hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.
Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran
norefinefrin yang menetap atau berkala.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan
pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan
mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan
keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun (William, 2015).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi
aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan
lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping
sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


darah neurologi
> Perdarahan, Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
220/140 eksudat, kepala, membesar, proteinuria
mmHg edema kacau, dekompensasi
papilla gangguan , oliguria
kesadaran,
kejang.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya


dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan
TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir
kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada
penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya
pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian
obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi,
hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg (Depkes, 2011)

F. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut.
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian
yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal
ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan
yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA).
Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan
pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada
pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau
belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti
merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg,
kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak
dua kali (Salma, 2013)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan
darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan
atau munculnya masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja
cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah
dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak
tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-
buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada
otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2
jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan
sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering
digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada,
pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit.
Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-
25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.

Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sesak napas nokturia, dysarthria,
sering kali kelemahan, kesadaran
tanpa gejala menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema
kerusakan target; muncul klinis paru, insufisiensi ginjal,
organ target, penyakit iskemia jantung
tidak ada kardiovaskuler,
penyakit stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/terusk oral berjangka kerja laboratorium standar,
an obat oral, pendek terapi obat IV
naikkan dosis

Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU


dalam 3 hari 24 jam

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)

Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus


Kerja
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 Hipotensi, gagal
ulangi per 30 jam ; SL ginjal, stenosis
min ; SL, 25 mg 10-20 min/2-6 arteri renalis
jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 Hipotensi,
ulangi per jam jam mengantuk, mulut
kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 Bronkokonstriksi,
ulangi setiap 30 jam blok jantung,
min hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 jam gangguan koroner
menit
SL, Sublingual. PO, Peroral

Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk


pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai:

Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus


Kerja
Sodium 0,25-10 mg langsung/2- Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside / kg / menit 3 menit
panjang dapat menyebabkan keracunan
sebagai setelah tiosianat, methemoglobinemia,
infus IV infus asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
mg sebagai 10min methemoglobinemia; membutuhkan
infus IV sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / 1-5 min/15- Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
jam sebagai 30 min peningkatan tekanan intrakranial;
infus IV hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 30-60 min/ Ensepalopati dengan gangguan koroner
amp per 24 jam
250 cc
Glukosa
5%
mikrodrip
5-15 1-5 min/ Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
Diltiazem ug/kg/menit 15- 30 min peningkatan tekanan intrakranial;
sebagi infus hipotensi
IV

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi


emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang
tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi
dengan komplikasi

Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah


Diseksi aorta Nitroprusside + SBP 110-120 sesegera
esmolol mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, Sekunder untuk bantuan
nitroprusside, iskemia
nicardipine
Edema paru Nitroprusside, 10% -15% dalam 1-2 jam
nitrogliserin, labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, 20% -25% dalam 2-3 jam
nitroprusside, labetalol
Kelebihan Phentolamine, 10% -15% dalam 1-2 jam
katekolamin labetalol
Hipertensi Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
ensefalopati
Subarachnoid Nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nimodipine,
nicardipine
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V
bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of
action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75
mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan
shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1
jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v
bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central
ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 –
60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20
mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10
menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset
of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi,
ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 –
10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + )
demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering,
rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat (Depkes, 2011)
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Seknder
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
 Kelemahan
 Letih
 Napas pendek
 Gaya hidup monoton
Tanda :
 Frekuensi jantung meningkat
 Perubahan irama jantung
 Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
 Kenaikan TD
 Nadi : denyutan jelas
 Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
 Bunyi jantung : murmur
 Distensi vena jugularis
 Ekstermitas
 Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
 Letupan suasana hati
 Gelisah
 Penyempitan kontinue perhatian
 Tangisan yang meledak
 otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
 Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan.
Gejala :
 Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol.
 Mual
 Muntah
 Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
 BB normal atau obesitas
 Edema
 Kongesti vena
 Peningkatan JVP
 Glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
 Keluhan pusing / pening, sakit kepala
 Episode kebas
 Kelemahan pada satu sisi tubuh
 Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
 Episode epistaksis
Tanda :
 Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )
 Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
 Perubahan retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
 nyeri hilang timbul pada tungkai
 sakit kepala oksipital berat
 nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
 Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
 Takipnea
 Ortopnea
 Dispnea nocturnal proksimal
 Batuk dengan atau tanpa sputum
 Riwayat merokok
Tanda :
 Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
 Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
 Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
 Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
 Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
 Penggunaan obat / alcohol

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kepala berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan tekanan
intracranial)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit (peningkatan tekanan darah)

C. INTERVENSI
DX 1 Nyeri kepala berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan tekanan
intracranial)
NOC NIC
- Kontrol nyeri Manajemen Nyeri
Indikator : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
- Mengenali kapan nyeri terjadi komprehensif
dipertahankan pada skala 3 (kadang- 2. Observasi adanya petunjuk non
kadang menunjukan) verbal
- Menggunakan tindakan nyeri 3. Anjurkan metode farmakologi untuk
dipertahankan pada skala 2 (jarang menurunkan nyeri
menunjukan) ditingkatkan ke skala 4
(sering menunjukan) Pemberian Analgetik
- Melaporkan nyeri terkontrol 4. Cek adanya riwayat alergi obat
dipertahankan pada skala 2 (jarang 5. Berikan analgetik sesuai dengan
menunjukan) ditingkatkan ke skala 4 resep dokter
(sering menunjukan)
DX 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
NOC NIC
- Toleransi terhadap aktivitas Aktivity Therapy
- Daya Tahan 1. Kaji aktivitas yang mampu dilakukukan
Dengan Kriteria hasil : oleh pasien
- Aktifitas fisik dipertahankan pada skala 2. Bantu pasien untuk memilih aktivitas
2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke sesuai dengan kemampuan
skala 5 (tidak terganggu) 3. Anjurkan pasien untuk banyak
- Melakukan aktivitas rutin dipertahankan beristirahat
ke skala 3 (cukup terganggu) 4. Anjurkan keluarga untuk membantu
ditingkatkan ke skala 5 (tidak terganggu pasien dalam melakukan aktivitas
- Kelelahan dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada)

DX 3 Ansietas berhubungan dengan proses penyakit (peningkatan tekanan darah)


NOC NIC
Tingkat Kecemasan Anxiety Reduction
Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi Tingkat kecemasan pasien
- Perasaaan gelisah dipertahankan pada 2. Dorong pasien untuk mengungkapkan
skala 3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5 perasaan, ketakutan dan persepsi
(tidak ada) 3. Dengarkan dengan penuh perhatian
- Wajah tegang dipertahankan pada skala 3 4. Jelaskan prosedur dan apa yang
(sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak dirasakan selama prosedur
ada) 5. Instruksikan pasien untuk relaksasi
- Rasa cemas yang disampaikan secara nafas dalam
lisan dipertahankan pada skala 4 (cukup
berat) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dalam masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 24 oktober 2018: http:


//www.depkes.org.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2017). Nursing
Intervention Classification (NIC) (Edisi Keenam ed.). (B. Indonesia, Ed.) Elsevier
Mocomedia.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi (10 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2017). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (Edisi kelima ed.). (B. Indonesia, Ed.) Elsevier Mocomedia.

Nurarif, A.H. & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Media Action.
PATHWEY

Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Elastisitas arteriosklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler p.darah

Perubahan struktur

Penyumbatan p.darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal pembuluh darah

Resistensi Suplai O2 otak menurun vasokontriksi p. sistemik koroner

p.darah otak darah ginjal vasokonstriksi


Nyeri
sinkop
Kecemasan
blood flow afterload meningkat

menurun

respon RAA

rangsang aldostero penurunan curah jantung

Intoleransi
Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai