Anda di halaman 1dari 15

Makalah Kematian dan Perawatan Paliatif

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kata kehilangan dan berduka telah sering kita dengar dalam kehidapan sehari-hari. Rasa
kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
kehidupannya. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Kehilangan dapat berupa
kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata merupakan
kehilangan terhadap orang atau objek yang dapat dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami
individu. Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang sifatnya unik berdasarkan
individu yang mengalami kedukaan. Berduka merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep dasar kehilangan dan berduka ?
2. Bagaimana pendampingan pada klien kritis ?
3. Apa prinsip dasar perawatan paliatif ?

1.3 Tujuan
1. Dapat menyebutkan konsep kehilangan dan berduka
2. Dapat melaksanakan asuhan pada klien dengan masalah kehilangan dan berduka
3. Dapat melakukan pendampingan pada klien kritis
4. Dapat menyebutkan prinsip dasar perawatan paliatif

1.4 Manfaat
1. Mampu memberikan asuhan pada klien yang menghadapi kehilangan dan kematian
2. Melatih kesabaran dalam menghadapi permasalahan
3. Memahami karakteristik individu
4. Mampu memehami apa yang dialami orang lain dengan memberikan motivasi yang mampu
meringankan beban fikiran mereka
5. Melatih diri untuk bersifat simpati dan empati terhadap orang lain
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi kehilangan
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat di alami individu
ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian ataupun keseluruhan. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang pernah di alami
oleh setiap individu selama kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kita semua akan mati. Kematian tidak bisa dihindari dan semua orang cepat atau lambat
pasti akan menemuinya. Bagi sebagian orang, kematian adalah hal yang menakutkan. Mereka
tidak mau memikirkan, apalagi membicarakannya. Sebagian orang lain menganggap kematian
adalah hal yang biasa, sebagai awal kehidupan baru di akhirat.Karena setiap orang akan mati,
setiap orang juga akan melalui proses sekarat. Ada yang cepat, ada juga yang lambat,
menyakitkan dan menyengsarakan. Di sinilah perawatan paliatif diperlukan.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:

1.Arti dari kehilangan

2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
2.1.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

1. Aktual atau nyata


Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

1.·Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah
salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.

· 2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik
dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

· 3 Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,


perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
· 4.Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk
dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara
permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.

· 5.Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.

2.1.4 Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptanc

1.Fase denial/penolakan
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.

2.Faseanger/marah

a. Mulai sadar akan kenyataan

b.Marah diproyeksikan pada orang lai

c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.

d. Perilaku agresif.

3. Fase bergaining / tawar- menawar

a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depress
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.

b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5.Fase acceptance

a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.

b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “yah, akhirnya saya harus
operasi “

2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2.2.2 Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

· Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami


putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena


kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.

 Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase
ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti
itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b) Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih
sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.

c) Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan
mulai memecahkan masalah.

e) Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan


sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang


tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:


5. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

6. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling
akut.

7. Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Kehilangan dan Berduka
3.1.1 Pengertian Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert
dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.

3.1.2 Pengertian Berduka


Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
3.2 Pengertian pasien yang kritis
3.2.1 Pengertian klien yang kritis
Definisi pasien kritis adalah perubahan dalm proses yang mengindikasikan hasilnya
sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa yunani artinya berubah atau berpisah.
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih
sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi
dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang
dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis.
3.2.2 Karakteristik situasi kritis
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif.Prioritas pasien yang dikatakan kritis

1. Pasien prioritas

1 kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan


perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat –
obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah
kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia,
hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.

2. Pasien prioritas

2 pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien


ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif
menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat
menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah
mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas
macam terapi yang diterimanya.

3. Pasien prioritas

3 pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan
sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing –
masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau
mendapat manfaat dari terapi icu. contoh – conoh pasien ini adalah pasien
dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial
tamponade,atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung
atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. pasien – pasien
prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut
berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut,tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi dan resusitasi kardio pulmoner.

Tugas dan tanggung jawab perawat dalam penatalaksanaan pasien kritis


Tujuan Menyelamatkan kehidupan

1.Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui


observasi dan 2.monitoring ketat disertai kemampuan
menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan
tindak lanjut.
3.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan
kehidupan.
4.Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5.Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan pasien.

3.3 Pengertian dan Perbedaan Perawatan Palliatif


3.3.1 Pengertian Perawatan Palliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya.

Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dan yang
ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.
Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah
tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga
pada penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan
berbagai kelainan yang bersifat kronis.

Menurut dr. Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care Rumah Sakit Kanker Dharmais,
Jakarta, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:

1. Menghargai setiap kehidupan.

2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.

3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.

4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.

5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.

6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan
keluarga.

7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.

8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya
sampai akhir hayat.

9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

3.3.2 Sejarah perawatan paliatif

Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an di Inggris oleh Cicely Saunders.
Dia adalah peletak konsep dasar perawatan paliatif. Sebagai perawat, pekerja sosial dan
kemudian dokter, Cicely banyak menghadapi pasien yang sakit parah dan tergerak untuk
melakukan sesuatu bagi mereka. Filosofi dasar perawatannya adalah bahwa kematian adalah
fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran, sehingga melihat kematian sebagai proses
yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa sakit.

Berkat jasanya, saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif (hospis) di Inggris dan
lebih dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia, perawatan paliatif baru mulai berkembang
akhir-akhir ini. Perawatan paliatif pertama dimulai pada tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo
(Surabaya), yang disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS
Sanglah (Denpasar).

3.3.3 Karakteristik perawatan paliatif

Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial,
psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani
sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home
care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien,
terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk
memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya,
baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan pasien
selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain
(seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat
psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita
kanker lain, mengikuti terapi musik, dll.

Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:

 Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.


 Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
 Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
 Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
 Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
 Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
 Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
 Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan
penyakit.
 Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih
memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.

3.3.4 Perbedaan Perawatan Palliatif treatment dan paliatif care


Perawatan palliatif itu sendiri yaitu pendekatan dokter atau perawat kepada pasien
dengan tujuan mensupport,mengurangi rasa sakit pada pasien,meyakinkan pasien agar tidak
takut akan kematian bahwasannya kematian itu adalah proses yang normal.
Sedangkan pengobatan palliatif itu sendiri bias dilakukan dengan memberikan meringankan
gejala,mengecilkan tumor,mengurangi tekanan pada saraf atau jaringan sekitarnya dengan
cara:kemoterapi,radioterapi,terapi hormon,terapi biologi,dll

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ø Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.

Ø Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Ø Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.

Ø Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Ø Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

4.2 Saran
Demikain lah makalah yang kami buat apabila ada kesalahan dalam penulisan
diharapkan kepada pembaca untuk berkenan memberikan pendapat dan saran, supaya makalah
ini mendekati kesempurnaan. Atas pendapat dan sarannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
danBerduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman


UntukPembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

stikes.fortdekock.ac.id

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

www.Titah Rahayu/rumahkanker.com

Anda mungkin juga menyukai