Anda di halaman 1dari 6

Fintech remittance atau remitansi merupakan jasa pengiriman uang yang dilakukan antar negara

secara online. Pengguna layanan ini kebanyakan adalah para pekerja di luar negeri yang ingin
mengirimkan uang pada keluarganya di tanah air. Penerima biasanya adalah
komunitas unbanked yang belum tersentuh perbankan.

Jasa remitansi ada yang disediakan oleh bank konvensional, namun tidak sedikit perusahaan fintech
yang juga bersedia membantu para pekerja di luar negeri mengirimkan uangnya dengan biaya yang
cukup terjangkau dengan membuka usaha fintech remittance.

Bagi perbankan konvensional, penggunaan remitansi bisa menjadi pintu untuk mengajak
masyarakat unbanked untuk mendapatkan layanan perbankan dengan menjadikan mereka sebagai
nasabah.

Bank Indonesia mencatat pertumbuhan slip remitansi selama beberapa tahun terakhir naik sebesar
11% atau sekitar 270.000 slip remitansi yang masuk setiap tahunnya. Bagi setiap bank penyedia
layanan, adanya pengguna jasa remitansi ini telah berhasil meningkatkan penghasilan mereka hingga
ratusan miliar per tahun dalam bentuk fee base income

Peluang Bisnis Remitansi di Indonesia

Sebagai salah satu negara berkembang di dunia, bisnis remitansi di Indonesia sangatlah menggiurkan.
Bukan hanya untuk menjangkau masyarakat yang tinggal jauh dari kantor cabang, peluang pasar
yang ada pun sangat besar.

Jika dilihat dari pasar remitansi internasional dengan asumsi jumlah imigran dan TKI asal Indonesia di
luar negeri mencapai 13,5 juta jiwa, uang yang dikirim setiap tahunnya dari luar ke dalam negeri bisa
mencapai Rp168 triliun. Dengan perhitungan biaya remitansi dan lain sebagainya, pendapatan bank
bisa mencapai Rp1,07 triliun.

Sedangkan untuk remitansi domestik, kita bisa melihat besarnya peluang dengan menghitung
masyarakat yang tidak memiliki rekening bank di Indonesia yang mencapai 80 juta jiwa. Jika kita
asumsikan dalam setahun mereka mengirimkan uang 6 kali dengan biaya remitansi sebesar Rp5 ribu
per satu kali transaksi, maka diperkirakan keuntungan lembaga keuangan penyedia layanan ini bisa
mencapai Rp1,24 triliun per tahun.

Jika dilihat dari nilai tarif remitansi negara-negara G20, Indonesia memang masih termasuk rendah
dengan nilai 6,7%. Namun ini tidak lantas membuat peluang di remitansi di Indonesia berkurang. Ini
justru menjadi kesempatan emas bagi para pengusaha dan penyedia layanan remitansi lainnya untuk
terus mensosialisasikan remitansi agar penggunanya semakin banyak lagi.
Bisnis remitansi pada 2018 ini masih mempunyai prospek yang cukup bagus. Buktinya proyeksi
pertumbuhan bisnis remitansi yang cukup bagus

BCA juga bekerja sama dengan Kantor Pos maupun jaringan minimart sebagai tempat nasabah
menerima kiriman uang. Jaringan BCA yang luas dan berbagai kerja sama dengan institusi lain
mampu mendukung perkembangan layanan remittance BCA.

peluang pasar bisnis remittance masih terbuka lebar di Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia,
baru 40% masyarakat Indonesia yang terjamah financial service dari populasi masyarakat saat ini dan
sisanya belum, “Artinya, ada sekitar 60% yang belum terjamah financial service,”ungkapnya di
Jakarta, Senin (4/2).

peluang pasar yang lebar ini menjadi tantangan bagi operator seluler untuk bersama-sama
kolaborasi memanfaatkan peluang tersebut. Pasalnya, bila selama ini financial service untuk
perbankan hanya untuk e-payment. Maka untuk sektor telekomunikasi, bisnis ini untuk
service.

Sementara untuk target pelanggan sendiri, perseroan membidik 2 juta pelanggan di 2013
dari bisnis remittance. Asal tahu saja, PT XL Axiata Tbk bersama Western Union dan Celcom
Axiata serta bekerjasama Alfamart meluncurkan XL Tunai atau sebuah layanan international
remittance yang bisa dilakukan dari Malaysia, Arab Saudi, Hong Kong, Singapura dan lebih
dari 100 negara lainnya.

Sementara pesaingnya, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga ikut meramaikan


bisnis remittance dengan meluncurkan layanan Delima atau Delivery Money Access. Delima
adalah Aplikasi pengiriman uang melalui Plasa Telkom.

Telkom menggandeng PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebagai lembaga pengelola
dana (cash management). Dimana lewat kerjasama tersebut maka nasabah dapat
mentransfer dan mengambil uangnya di seluruh cabang BTN tanpa perlu menjadi nasabah
BTN.

Asal tahu saja, meningkatnya jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) diluar negeri
memberikan benefit pengiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri. Data Bank Indonesia
(BI) mencatat per pertengahan 2011 lalu nilai Remittance TKI mencapai sekitar US$ 559
juta, dimana sekitar 57% merupakan nilai yang diperoleh dari TKI yang bekerja di negeri
jiran, seperti Malaysia atau Singapura.

Sebagai media pengiriman uang, sekitar 81,9% TKI telah menggunakan jasa perbankan.
Namun hal tersebut masih terlihat belum optimal, dikarenakan para TKI tersebut masih
lebih memilih untuk menggunakan jasa non-perbankan untuk mengirimkan uangnya ke
Indonesia disebabkan biaya Remittance dirasakan terlalu mahal jika melalui perbankan.
Selain itu proses transaksi melalui perbankan dinilai masih terlalu lama dan sulit untuk
mengakses channel perbankan. (bani)
Remitansi adalah layanan pengiriman uang yang dilakukan oleh perbankan. Bisnis
remitansi tidak hanya mencakup pengiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri.
Namun, layanan remitansi ini juga mencakup pengiriman uang dari dalam ke luar
negeri.

Bisnis ini cukup bermanfaat bagi masyarakat dan bank itu sendiri. Bagi bank, bisnis
pengiriman uang ini memberikan tambahan pendapatan bank, sedangkan bagi
nasabah, cukup membayar Rp50.000,- dapat melakukan pengiriman mata uang
asing (valas) ke manapun di seluruh Dunia.

Manfaat layanan ini untuk kecepatan dan ketepatan transaksi bisnis atau keperluan
lainnya.
Sebagai negara berkembang, potensi branchless banking di Indonesia sangatlah menggiurkan. Selain dapat
menjangkau masyarakat yang jauh dari keberadaan kantor cabang, peluang pasar yang ada pun sangat
luas. Layanan tanpa keberadaan kantor cabang ini juga akan memberikan keuntungan
pada Remittance atau transfer dana.

Di pasar remittance internasional, jika asumsi total imigran Indonesia dan TKI di luar negeri mencapai 13,5
juta jiwa, maka jumlah uang yang mereka kirim bisa mencapai Rp 168 trilyun pertahun. Semua itu
dipotong biaya remittance Rp 22.800. Dengan adanya layanan branchless banking, 50% biaya bisa dipotong
melalui mobile remittance. Maka potensi pendapatan bank bisa mencapai Rp. 1,07 trilyun.

(sumber : sharingvision.com)
Sedangkan unbanked people atau masyarakat yang tidak memiliki rekening bank menjadi pasar remittance
domestik. Jumlah unbanked people di Indonesia mencapa 80 juta jiwa (unbanked people yang tinggal di
desa 41,6 juta jiwa), jika diasumsikan rata-rata pengiriman uang 6 kali setahun dan biaya remittance Rp 5
ribu per transaksi. Maka pasal lokal remittance dapat mencapai Rp 1,24 trilyun.(**)
Gencarnya perseroan ke bisnis remitansi karena potensi yang besar, yakni dapat meningkatkan
dana pihak ketiga (DPK) serta pendapatan dari jasa pengiriman atau fee based income. Sampai
dengan Mei 2019 Bank BRI mencatatkan total volume transaksi remitansi sebesar Rp 218 triliun.
Nilai ini tumbuh sebesar 14 % secara year on year (yoy).

Corporate Secretary Bank BRI Bambang Tribaroto mengatakan, transaksi tersebut menghasilkan
komisi atau Fee Based Income (FBI) sebesar Rp 41,6 miliar. "Hingga Mei 2019 transaksi
Incoming TKI dari Malaysia menjadi penyumbang terbesar fee based remitansi BRI yang nilainya
mencapai Rp 17,01 miliar dengan volume remitansi Rp 5,08 triliun," imbuhnya.

FBI Incoming Remittance dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mempunyai porsi paling besar.
Sampai Mei 2019 Bank BRI mencatatkan FBI sebesar Rp 34,16 milyar dengan total volume
transaksi Rp 12,79 triliun yang berasal dari TKI di berbagai negara. Malaysia, Taiwan, Korea,
Jepang, Hongkong, Taiwan, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

Perseroan optimistis pasar remitansi masih memiliki prospek bisnis yang cukup bagus tahun ini
dan diproyeksikan dapat terus tumbuh siginifikan. "Dengan jaringan counterpart di luar negeri
dan jaringan unit kerja yang tersebar luas, kami yakin bisa mencatatkan pertumbuhan fee based
income dari remitansi mencapai Rp 140 miliar di akhir tahun ini," jelas Bambang.

Saat ini terdapat 9.545 outlet yang terdapat di 69 Counterpart Bank BRI yang tersebar di
berbagai negara. Negara-negara tersebut antara lain Amerika Serikat, Qatar, Bahrain,
Singapura, Brunei, Kuwait, Yordania, Australia, Timor Leste, serta negara-negara yang
merupakan kantong TKI yakni Malaysia, Taiwan, Korea, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Uni Emirat
Arab, Arab Saudi.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk semakin gencar membidik bisnis pengiriman uang
dari luar negeri atau remitansi. Gencarnya perseroan ke bisnis remitansi karena potensi
yang besar, yakni dapat meningkatkan dana pihak ketiga (DPK) serta pendapatan dari jasa
pengiriman atau fee based income. Sampai dengan Mei 2019 Bank BRI mencatatkan total
volume transaksi remitansi sebesar Rp 218 triliun. Nilai ini tumbuh sebesar 14 %
secara year on year (yoy).

Corporate Secretary Bank BRI Bambang Tribaroto mengatakan, transaksi tersebut


menghasilkan komisi atau Fee Based Income (FBI) sebesar Rp 41,6 miliar.

"Hingga Mei 2019 transaksi Incoming TKI dari Malaysia menjadi penyumbang terbesar fee
based remitansi BRI yang nilainya mencapai Rp 17,01 miliar dengan volume remitansi Rp
5,08 triliun," imbuhnya.

FBI Incoming Remittance dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mempunyai porsi paling besar.
Sampai Mei 2019 Bank BRI mencatatkan FBI sebesar Rp 34,16 milyar dengan total volume
transaksi Rp 12,79 triliun yang berasal dari TKI di berbagai negara. Malaysia, Taiwan,
Korea, Jepang, Hongkong, Taiwan, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

Perseroan optimistis pasar remitansi masih memiliki prospek bisnis yang cukup bagus tahun
ini dan diproyeksikan dapat terus tumbuh siginifikan.

“Dengan jaringan counterpart di luar negeri dan jaringan unit kerja yang tersebar luas,
kami yakin bisa mencatatkan pertumbuhan fee based income dari remitansi mencapai Rp
140 miliar di akhir tahun ini,” jelas Bambang.

Saat ini terdapat 9.545 outlet yang terdapat di 69 Counterpart Bank BRI yang tersebar di
berbagai negara. Negara-negara tersebut antara lain Amerika Serikat, Qatar, Bahrain,
Singapura, Brunei, Kuwait, Yordania, Australia, Timor Leste, serta negara-negara yang
merupakan kantong TKI yakni Malaysia, Taiwan, Korea, Jepang, Hongkong, Taiwan, Uni
Emirat Arab, Arab Saudi.

Anda mungkin juga menyukai