Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASIA TENGGARA 2

MASALAH MINORITAS MUSLIM DI PHILIPINA

KELOMPOK 2

Amalia Diah Saputri (K4418007)

Andry Patria Dewangga (K4418008)

Davena Salsabilla (K4418017)

Dea Ramadani (K4418018)

Fitri Kusuma Wardani (K4418027)

Garda Capriela (K4418028)

Kadaun Rumbino (K4418037)

Lala Maghfirul Muniroh (K4418039)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “Masalah Minoritas
Muslim di Phipilina”.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara 2 untuk
memberi informasi mengenai segala hal terkait Masalah Minoritas Muslim di Phipina.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Surakarta, 23 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………i

KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..1

A. Latar Belakang …………………………………………..2

B. Rumusan Masalah ……………………………………..2

C. Tujuan Penulisan ……………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………4

A.

BAB III PENUTUP ………………………………………………26

A. Kesimpulan ………………………………………………..30

B. Saran …………………………………………………………31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….32


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Philipina atau Republik Philipina merupakan sebuah negara di Asia Tenggara di sebelah utara Indonesia
dan Malaysia. Seperti halnya Indonesia, negara Philipina merupakan negara kepulauan yang setidaknya
memiliki 7.641 pulau. Sebagai negara yang memiliki banyak pulau, tentunya Philipina dianugerahi
berbagai keberagaman yang ada salah 1 nya yakni Agama. Agama tersebut yakni antara lain Kristen,
Katolik dan juga Islam. Namun Kristen menjadi agama mayoritas disana, berbanding terbalik dengan
Islam yang menjadi agama minoritas, padahal Islam merupakan agama tertua di Philipina. Pastilah ada
penyebab mengapa Islam menjadi agama minoritas, walaupun dahulunya Islam sempat menjadi
mayoritas disana. Oleh karena hal tersebut penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai masalah
minoritas muslim di Filipina yang telah disusun menjadi sebuah makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang telah kami himpun antara lain:

1. Bagaimana sejarah masuknya islam ke Filipina?

2. Bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina?

3. Bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina pada masa kolonial spanyol?

4. Bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina Masa Imperialisme Amerika Serikat?

5. Bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina pada masa pasca kemerdekaan?

6. Siapa tokoh-tokoh pejuang Islam di Filipina?

7. Bagaimana wilayah Autonomi Islam Mindanao?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah masuknya islam ke Filipina

2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan peradaban islam di fiilipina

3. Untuk mengetahui Untuk mengetahui bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina pada
masa kolonial spanyol.
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina Masa Imperialisme Amerika
Serikat.

5. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina pada masa peralihan.

6. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan peradaban islam di Filipina pada masa pasca
kemerdekaan.

7. Untuk mengetahui siapa tokoh-tokoh pejuang Islam di Filipina.

8. Untuk mengetahui wilayah Autonomi Islam Mindanao.

D. Manfaat Penulisan

Yakni menambah segala wawasan tentang Minoritas Masalah Muslim di Philipina sehingga kita dapat
mengambil hal yang baik dalam menyikapi masalah tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN
A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI FILIPINA

Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio-cultural wilayah tersebut
sebelum kedatangan Islam. Filipina adalah sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari 7107 pulau.
Penduduknya yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda yang mencerminkan
banyaknya suku dan komunitas etnis. Sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang
dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat
setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mereka lakukan selama
ini.

Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang
keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara Filipina
saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem
keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad ke-14 dengan syarat berbagai
upacara pemujaan untuk orang yang sudah meninggal.

Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan
politeisme. Namun tampaknya Islam dapat memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki
cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang
ternyata dapat mereka terima.

Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M.
Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang
pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda
adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun
setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya
juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari
sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Adapula pendapat yang lain mengenai
masuknya Islam datang kekepulaun Sulu. Bahwasannya Islam datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui
perdagangan. Tapi itu tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13 ketika
orang-orang menyebarkan Islam (dai) mulai pertama kali tinggal di Buasna (Jolo) kemudian di daerah-
daerah lain kepulauan Sulu.

Islam di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama, penyebaran Islam
melahirkan mayoritas penduduk. Kedua, kelompok minoritas Islam. Ketiga, kelompok negera negara
Islam tertindas.

Dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamidmencantumkan bahwa
Islam di Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitk
demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa.Sedangkan jumlah
masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas
Mindanao dan mogondinao.
Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih dari itu,
bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.

Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao
pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda
tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan
sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan
Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas
hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao
memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Pada masa itu, sudah
dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang
didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.Manguindanao
kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau
Mindanao.Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai
lainnya.Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-
pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina
sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat
kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.

B. KONDISI GEOGRAFIS FILIPINA

Filipina adalah sebuah negara Republik dengan luas wilayah 114.830 mil dengan jumlah penduduk
49.139. 350 jiwa. Dilihat dari luas wilayahnya, maka Filipina tidaklah termasuk negara padat penduduk.
Mayoritas penduduknya beragama Katolik yaitu, 85,8% dari keseluruhan jumlah penduduk. Islam 4%,
Protestan 3,1%, Iglesiani Kristo 1,3%, Budhis 0,08%, dan lain-lain 20%. Iklim daerah Filipina adalah tropis
yang hampir sama dengan semua yang terjadi di Asia Tenggara, namun Filipina mempunyai temperatur
panas yang tinggi dan kurang berawan.

Sedangkan dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid
mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara
yang lain. Dari statsitik demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44. 300.000 jiwa.
Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan
komunitas Mindanao dan mogondinao.

Kedaulatan Filipina di peroleh pada tanggal 4 Juli 1946 didasarkan Undang-Undang 1935. Bahasa
Nasional Filipina adalah Philipino yang pada dasarnya diambil dari bahasa Tagalog yang banyak
digunakan oleh masyarakat di Manila dan sekitarnya. Ada 87 banyaknya dialek bahasa, hal ini
mencerminkan banyaknya suku dan etnis. Mata uangnya adalah Peso terdiri dari kertas dan logam.

C. ASAL-USUL DAKWAH ISLAM DI FILIPINA


Sejarah masuknya Islam di Filipina dimulai pada abad ke-14 melalui kepulauan Sulu. Disebutkan bahwa
orang yang sangat berjasa dalam penyebaran Islam pertama di kepulaan tersebut adalah Syarif Karim al-
Makhdum, ia adalah orang Arab yang datang ke Malaka dan mengislamkan Sultan Muhammad Syah dan
rakyat Malaka. Setelah beberapa lama menetap, ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Timur dan tiba
di Sulu sekitar tahun 1380 dan menetap di Bwansa, ibu kota Sulu yang lama, di sana al-Makhdum
bersama penduduk setempat membangun sebuah masjid sebagai sentral kegiatan dakwah, hasil dari
usaha tersebut cukup menggembirakan karena banyak pemimpin-pemimpin lokal yang tertarik
menerima ajarannya. Muballigh lainnya yang patut disebutkan kerena jasanya dalam penyebaran Islam
di Filipina yakni Abu Bakar, ia juga seorang Arab yang memulai tugas dakwahnya di Malaka, Palembang,
Brunei dan akhirnya sampai di Sulu sekitar tahun 1450.

Setelah tiba di Kepulaun tersebut dan merasa telah cukup pengikutnyanya ia pun mendirikan masjid
sebagaimana pendahulunya sehingga kegitan dakwahnya berkembang, puncak kesuksesannya ketika
Raja Bwansa, Raja Baginda menjadikannya menantu dan ahli waris kerajaan. Abu Bakar pun kemudian
menjadi Sultan dengan gelar Sharif al-Hashim, ia dianggap peletak dasar kesultanan Sulu dan cikal bakal
dari sultan-sultan dan datu-datu di kepulauan tersebut. Bersamaan dengan datangnya Abu Bakar ke Sulu,
di tempat lain juga telah datang para muballigh yang berdarah Arab ke Mangindanao, merekalah yang
mula-mula yang membuntuk tatanan masyarakat Islam di sana. Sementara abad ke-16, datang Syarif
Muhammad Kabungsuan yang konon adalah seorang pangeran dari Johor bersama pengikutnya, seperti
halnya Abu Bakar, Kabungsuan tidak hanya melanjutkan proses Islamisasi, tetapi lebih penting adalah
meletakkan dasar kesultanan Maguindanao. Ia sering disebut dalam silsilah raja-raja sebagai orang satu-
satunya yang bertanggungjawab dalam Islamisasi Mindanao.

Data historis tersebut di atas, menunjukkan kuatnya pendapat yang mengatakan bahwa Islam datang ke
Asia Tenggara langsung dari Arab termasuk wilayah Filipina, atau tepatnya dari Hadramaut. Dari seluruh
tokoh yang berjasa dalam penyebaran Islam di Filipina, mereka adalah berasal dari Arab dengan gelar
Syarif atau Sayyid. Alasan lain yang memperkuat tesis yang mengatakan Islam datang ke Asia Tenggara
berasal dari Hadramaut walau sifatnya lebih umum yaitu adanya kesamaan mazhab yang dianut pada
semua tempat di Asia Tenggara yakni mazhab Syafii.

Dakwah Islam terus berlangsung sampai tersebar ke hampir keseluruh Filipina termasuk di kota Manila,
hanya saja penyebarannya terhenti ketika orang-orang Spanyol datang dibawah Agustin de Lagasapi
sekitar 1565, maka sejak itu pula Filipina dijajah sekaligus dijadikan lahan penyebarkan agama Kristen
Katolik. Namun penguasaan penjajah tersebut tidak berhasil menduduki semua daerah dalam wilayah
Filipina, kesultanan Islam di Mindanau dan Sulu berhasil mempertahankan diri dari serangan Portugis
dari arah Selatan. Tahun 1898, karena sesuatu hal Spanyol harus menyerahkan kekuasaan kepada
Amerika, Selama pendudukan tersebut kesultanan Mindanao dan Sulu dapat disatukan pada tahun 1903.
Sedangkan secara administratif kedua wilyah itu baru diakui oleh pemerintahan Filipina tahun 1914-
1920. Suatu hal yang menarik disimak, masyarakat muslim Filipina tidak banyak terpengaruh dengan
penetrasi kolonialisme, meskipun ia termasuk negara di Asia Tenggara yang paling lama dijajah, bahwa
umat Islam Filipina tetap tidak pernah mengikuti keinginan penjajah, dalam artian bahwa masyarakat
muslim Filipina sangat kuat memegang tradisinya, ulet dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kebebasannya (terkontekstualisasi pemikiran keagamaannya).
D. PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI FILIPINA

Kebangkitan Islam terus digaungkan oleh dua kelompok yang sama-sama mengatasnamakan umat Islam
Filipina. Kelompok pertama yang berpandagan radikal, dipegang oleh para anggota Moro National
Liberation Front (MNLF) yang merupakan minoritas di kalangan penduduk muslim, sedangkan kedua
yang berpandagan moderat, dipegang oleh warga Muslim yang ingin memprakarsai berbagai perubahan
dalam masyarakat yang lebih luas. Kelompok moderat yang didukung oleh mayoritas penduduk berusaha
mempertahankan diri sebagai masyarakat Muslim. Mereka mau masuk ke dalam sistem politik Filipina
demi mencapai tujuan-tujuan mereka, dengan menggunakan semua cara-cara legal dan konstitusional
yang ada, termasuk penyebarluasan ide-ide pemikiran, mengorganisir kelompok-kelompok penekan dan
berpartisipasi dalam usaha-usaha pemerintah untuk menemukan suatu penyelesaian yang damai adil
terhadap Moro. Sedangkan Moro National Liberation Front (MNLF) menggunakan dua strategi yakni
menarik perhatian internasional, khususnya negara-negara Islam tentang nasib mereka yang tertindas;
menjalankan perang gerilya untuk melemahkan Pemerintah Filipina.

Suasana dan posisi umat Islam yang sedemikian tersebut di atas mempengaruhi strategi dan
keberlangsungan kegiatan dakwah. Sebuah organisasi Islam yang berskala Filipina adalah CONVISLAM
atau Converst to Islam, didirikan pada 1954 secara aktif bergerak untuk kegiatan dakwah. Pada tahun
1981, Convislam mempelopori sebuah organisasi dakwah yang berskala nasional yang disebut Islamic
Dawah Council of the Philippines, Inc (Majlis al-Dawah al-Islamiyyah al-Philipiniyyah) untuk menjadi
payung semua gerakan dan kegiatan dakwah. Kegiatan-kegiatannya antara lain penerbitan buku-buku
Islam, kunjungan ke cabang-cabang provinsi, menyelenggarakan serangkaian kuliah umum, membangun
masjid, menghadiri konferensi-konferensi internasional dan program-program pelatihan untuk usaha
dakwah Islam, menyelenggarakan sekolah minggu dan kursus-kursus bahasa Arab, dan banyak lagi yang
lainnya. Di samping itu, terdapat banyak sekolah madrasah yang didirikan oleh organisasi-organisasi
Muslim terutama di provinsi-provinsi bagian selatan.

Kemudian seorang tokoh terkenal Muslim Filipina, Peter Gordon Gowing, juga menyebutkan kelompok
dakwah seperti tableegh Marawi City. Mereka ini adalah Shubbaanol Muslimeen Tableegh of
Philippenes, Jamaat Tableegh, dan Islamic Tableegh of the Philippines. Organisasi-organisasi ini sedikit
yang dapat diketahui karena kurangnya informasi yang lebih jauh mengenai eksistensi dan kegiatannya,
kendati dari sisi distribusi keanggotaannya cukup luas. Hal yang tidak dapat dilewatkan mengenai
organisasi-organisasi yang erat kaitannya dengan kebangkitan Islam di Filipina walaupun sangat terkait
dengan posisi tawar menawar antara umat Islam secara umum dengan pemerintah antara lain lahirnya
Peranan Kementerian Urusan Muslim, yang di antara lain-lainnya, bertugas menyelenggarakan ibadat
haji. Demikian pula Bank Amanah, sebuah bank Muslim yang berhubungan dengan kementerian, dan
secra khusus didirikan untuk melaksanakan ketentuan Islam mengenai larangan riba. Didirikannya bank
semacam ini sungguh merupakan suatu prestasi.

Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa
modern.
-Masa Kolonial Spanyol

Proses Islamisasi di seluruh Filipina secara tiba-tiba terhenti akibat datangnya bangsa Spanyol dari Utara
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, akibatnya Islam tidak dapat memiliki kesempatan untuk
berkembang secara penuh dan mendapatkan akarnya di bagian-bagian lain negara kecuali Filipina
Selatan dan beberapa daerah pantai. Keadaan ini terus berlanjut sampai Filipina merdeka, kekuasaan
baik secara politik, ekonomi dan sosial didominasi oleh kalangan Non-Muslim yang membuat warga
muslim Filipina merasa terancam di negara sendiri dengan kebijakan pemerintah yang mengecilkan arti
kelompok-kelompok minoritas.

Kondisi ini tidak membuat warga muslim Filipina tinggal berdiam diri, mereka menyadari keberadaannya
sebagai bagian dari warga bangsa yang mempunyai hak yang sama, maka mereka melakukan kegiatan
atau aktifitas yang dapat menyadarkan kaum muslim.

Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk pribumi telah
mencium adanya maksud lain dibalik ekspedisi ilmiah Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol
menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan
wilayah selatan. Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat
gigih, berani dan pantang menyerah. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer
demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876
M).Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum
Muslimin.

Walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total. Selama masa kolonial,
Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci
Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap
hal-hal yang buruk) sebagai Moor (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan
huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang
mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Tahun 1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang
Filipina sendiri. Penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan
kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di selatan.

Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan mengatasnamakan misi suci. Dari
sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro
yang Islam hingga sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik
yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu.

-Masa Imperialisme Amerika Serikat

Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu
merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual
Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris.
Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat
dipercaya. Dan inilah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan dengan
ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama,
kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun
traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada
saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara
pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di
Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun
kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan
untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.

Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak. Teofisto Guingona, Sr. mencatat
antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali
pertempuran. Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu
tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para
kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan
Bangsa Moro.

Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika
akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini
kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka. Kebijakan
pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam
meredam perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara
masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.

Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam
arus utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan
orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya
kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi
kemandirian.

-Masa Peralihan

Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah
Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis,
diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land
Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk
tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah.

Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para
Sultan, Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau
izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua
tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The
Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka
untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang
membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika,
yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah. Pada intinya
ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah
adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para
kapitalis.

Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya
pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-
mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum membangun
koloni-koloni pertanian yang baru. NLSA National Land Settlement Administration didirikan berdasarkan
Act No. 441 pada 1939.Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari
Utara dibangun di propinsi Cotabato Lama.Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944
gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk
menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di Mindanao serta
berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Filipina secara umum.

Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong
migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang,
seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao
adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah
membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep
penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri
tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka.

-Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang

Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus
bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan
penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro
memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti
MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai
masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka
secara keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan
kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap
perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan
rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah Jepang menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke
pemerintah Filipina. Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan
pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika
Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).
Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos
maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa
Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF)
pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential
Proclamation No. 1081 itu. Perkembangan berikutnya kita semua tahu.MLF sebagai induk perjuangan
Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj
Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan
Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan
negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari
mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan
kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993).

Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat
posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian
antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana
Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang
telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara
diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad
(diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif.Namun agaknya
Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko.Semua orang harus
memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak, katanya.Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini,
minoritas di negeri sendiri.

Seorang ilmuan Muslim, Asiri Abu Bakar, menunjukkan faktor-faktor bangkitnya warga muslim Filipina:

Bertambahnya hubungan ulama dan para pendatang dengan muslim yang terpelajar dari dunia Arab;

Bertambahnya jumlah warga Moro yang pergi naik haji;

Bertambahnya kesempatan kesempatan melakukan studi di berbagai pusat Islam di seluruh dunia;

Partisipasi aktif dalam berbagai pertemuan;

Kembalinya ratusan pelajar Muslim dari luar negeri;

Semakin banyaknya didirikan madrasah-madrasah di daerah;

Kedatanagan para pejabat dari dunia Islam ke Moro;

Banyaknya konferensi pers internasional dan peliputan perang yang berlangsung di Mindanao serta
kekejaman beberapa personel meliter di wilayah tersebut.

Kebangkitan tersebut dapat dilihat pula dari,


Dibayarkannya tunggakan perang Dunia II kepada beberapa Muslim yang memungkinkan mereka naik
haji dan kemudian membangkitkan kesadaran Islam mereka;

Bertambahnya perkumpulan dan organisasi Islam yang didukung oleh warga lokal maupun luar negeri;

Didirikannya sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universitas swasta dan negeri di negara ini yang
memberikan kuliah-kuliah dan gelar-gelar dalam studi Islam;

Pemberontakan Moro, yang telah mengakibatkan peningkatan kesadaran dan kewaspadaan Muslim.

E. FAKTOR ISLAM MENJADI AGAMA MINORITAS DI FILIPINA

Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, walaupun katolik menjadi agama mayoritas, tetapi di
Filipina terdapat tiga ribu masjid, terutama di selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900 juta pada
tahun 2006 dan setiap tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan luas wilayah 300.076 km
terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari beberapa suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%,
Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap
sebagai pusat keagamaan bagi komunitas muslim. Kitab suci alQuran telah diterjemahkan oleh dr.Ahmad
Domacao Alonto kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling utama dikalangan muslim kebanyakan
muslim di Moro adalah petani dan nelayan. Dijabatan tinggi pemerintah Filipina tidak berarti. Asosiasi
islam yang paaling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina (Manila), Ansar al Islam(Kota Marawi),
Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan yayasan Islam Sulu (jolo) dan sebagainya. Tahun 1983, Dewan
Dakwah Islam Filipina telah dibentuk untuk mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di utara dan
selatan.

Menurut Majul, ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegerasi secara
penuh kepada republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menghargai undang-undang Nasional,
khususnya yang mengenai hubungan pribadi daan keluarga, karena undang-undang tersebut berasal
daari Barat dan Katolik, seperti larangan bercerai dan poligami yang sangat bertentangan dengan hukum
Islam yang membolehkannya. Kedua, system sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama, bagi setiap
anak Filipina disemua daerah, tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur, membuat bangsa Moro
malas untuk belajar disekolah yang didirikan pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu
adanya perbedaan khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur.Ketiga, bangsa
Moro masih trauma dan kebencian yang mendalam terhadap program perpindahan penduduk yang
dilakukan oleh pemerintah Filipina kewilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah
posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang kehidupan.

F. HUKUM ISLAM DI FILIPINA

Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti madzhab Syafii. Selama periode pra-
Islam, yang Bangsa berbeda atau barangay (masyarakat) yang burik kepulauan tidak memiliki hukum
tertulis dan dipimpin oleh datus (kepala suku) dengan hak atas tanah leluhur. Menjelang akhir abad ke-
13, pulau Sulu pemukim Muslim terlindung dari Arab, Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang bekerja
sebagai pedagang dan misionaris, beberapa di antaranya perempuan lokal menikah, berbagi keyakinan
agama mereka, dan menjalin aliansi politik. Islam kemudian disebarkan di Filipina selatan pra-kolonial
melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai pengganti penaklukan, yang mengakibatkan integrasi
hukum adat baru dan yang sudah ada. Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di Magindanao
dan Sulu. Ini, menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi seperti" mini-negara ", dengan pemerintah
memiliki kekuatan baik dan peradilan administrasi ... Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat,
atau adat, serta hukum syariah ..." ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum Islam (juga
disebut sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik, dan hubungan-hubungan hukum sipil.

Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim awal dilaksanakan "pluralisme hukum untuk menjalin
hubungan dengan orang-orang dari keyakinan yang berbeda ...", menunjukkan bahwa mereka tinggal di
ko-eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap non-Muslim.

Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaituManguindanao Code of
Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-
Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian
tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga
serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah
kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Istilah luwaran, yang dipakaai oleh
orang Moro Mindanao dalam kitab hokum, berarti pilihan ataau terpilih. Undang-undang yang
terkandung didalam kitab Luwaran merupakan pilihan dari hokum Arab lama yang kemudian
diterjemaahkan dan dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi para datu,
hakim dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab. Kitab luwaran dari Mindanao tidak
ada taanggalnya sama sekali, tak ada seorangpun yang mengetahui kapan kitab ini di buat. Sebagian
orang berpendapat bahwa kitab Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh para hakim di
Mindanaao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah Minhaj Al TThalibin karya ahli hokum
mazhab SyafiI Zakaria yahya bin syaraf Al Nawawi.

Daerah Filipina yang eksis dengan Islamnya yakni Sulu dan Magindanao. Masing-masing pengasa Sulu
dan Magindanao memberlakukan kitab hukum Diwan Tousug dan Luwara sa Maguindanao. Dua kitab
hukum ini menegaskan tentang kedudukan kedaulatan dalam masalah-masalah yuridis. Kedua kitab ini
berdasarkan pada kitab fikh Islam mazhab Syafii.

Pada tahap selanjutnya, masyarakat muslim Filipina sebagaimana masyarakat muslim negara lain,
menginginkan adanya kodifikasi hukum Islam sebagai bentuk unifikasi hukum Islam masyarakat muslim
Filipina. Ide kodifikasi hukum ini telah muncul dalam akta No. 787 Komisi Filipina tahun 1903. Hingga
kurun waktu sampai tahun 1973, belum terdapat kodifikasi hukum Islam yang mutlak, masih bersifat
peraturan yang disahkan oleh pemerintah dan selalu berubah-rubah.

Pada akhirnya pada tanggal 13 Agustus 1973, dibentuklah Staf Riset untuk Kodifikasi UU Islam Filipina.
Staf tersebut bertugas menggali, mengumpulkan, dan menyusun bahan penelitian tentang Hukum
Perseorang Muslim Filipina. Maka pada tanggal 23 Desember 1974, pemerintah mengeluarkan Perintah
Eksekutif No. 442 yang menetapkan Komite UU Kepresidenan untuk Mengkaji Kitab UU Muslim Filipina.
Sebagai hasil dari kinerja komite ini, setelah diajukan kepada Presiden Filipina saat itu yakni Presiden
Marcos, ditetapkan P.D. No. 1083 pada tanggal 4 Februari 1977 yang dikenal sebagai Kitab UU
Perseorangan Muslim Filipina.

Undang-undang ini disusun dalam lima buah buku yang memuat 190 pasal yang meliputi perkara:
ketentuan umum, hubungan keluarga dan manusia, pewarisan, penyelesaian pertikaian dan pendapat
berkaitan undang-undang, peruntukan jinayah dan peruntukan peralihan.

Terdapat tiga tujuan dasar dalam pembentukan undang-undang untuk muslim Filipina. Pertama, sebagai
rujukan kepada budaya masyarakat Filipina. Hal ini merujuk pada orang Filipina yang menganut agama
selain Kristen. Seperti diatur dalam akta republic No 1888 tanggal 22 Juni 1957 dalam pembentukan
Suruhanjaya Perpaduan Negara untuk memajukan masyarakat dalam bidang moral, ekonomi dan politik.
Dalam pembukaan undang-undang Islam ditekankan tentang pemeliharaan adat, tradisi, kepercayaan
yang merupakan usaha baru untuk memenuhi keinginan umat Islam yang kembali pada sumber
agamanya sendiri.

Kedua, sebagai rujukan terhadap pembuatan undang-undang. Teks undang-undang Islam bukan
mewujudkan prinsip undang-undang tetapi membuat sesuatu yang baru. Pada dasarnya jika melihat
penjelasan awal mengenai kenyataan sosial umat islam, undang-undang untuk orang Islam tidak
mungkin dibentuk. Melihat kenyataan lain bahwa undang-undang ini adalah yang pertama dibuat, setiap
pembentukan undang-undang sulit dilakukan. Seperti dalam undang-undang ini, bukan sebagai bentuk
undang-undang yang ideal tapi sebagian besar isinya merupakan ringkasan dari mazhab syafiI yang
berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan nafkah serta warisan.

Ketiga, dalam pembukaan undang-undang merujuk pada persoalan pengelolaan undang-undang untuk
orang Islam dan aturan itu kemudian mengatur secara rinci tentang pembentukan Mahkamah Syariah.
Aturan ini menjadi inovasi Mahkamah agung yang ada disetiap daerah tapi kurang berfungsi bahkan
tidak ada di beberapa daerah lain. Bagaimanapun, mahkamah syariah tidak terpisah dari system
mahkamah sekuler secara keseluruhan. Terdapat kesamaan dalam bidang perekrutan pegawai, tugas,
dan pembiayaan. Ini pertama kalinya pengelolaan undang-undang untuk orang Islam yang tersusun rapi
dibentuk di Filipina.

Undang-undang Islam merupakan langkah percobaan menyatukan orang Moro secara resmi menjadi
masyarakat modern Filipina. Undang-undang memberikan batas yang jelas tentang prinsip-prinsip Islam
dalam aturan Negara sekuler. Penerapan ajaran Islam dalam bentuk Undang-undang dan aturan khusus
bagi mahkamah Negara untuk Moro muslim ini menjadikan etika agama diserap oleh aturan Negara.
Perubahan dasar pada peraturan undang-undang bagi muslim di Filipina ini meletakkan orang islam
Filipina setara dengan umat Islam lainnya di Malaysia, Indonesia dan Singapura.

Latar Belakang Terbitnya Dekrit Presiden Mengenai UU Keluarga Islam


Negara Filipina diproklamasikan sebagai Republik yang merdeka pada tanggal 4 Juli 1946. Banyak umat
Islam yang mendapatkan posisi-posisi lokal dan nasional dalam administrasi yang baru. Orang-orang
Islam mengikuti pemilihan-pemilihan, terjun di dunia politik dan menghadapi masalah-masalah nasional.
Meskipun begitu, orang Islam tidak memili rasa identitas nasional disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, orang-orang Islam merasa sulit untuk menghargai undang-undang nasional, khususnya
mengenai hubungan-hubungan pribadi dan keluarga, karena undang-undang itu jelas berasal dari nilai-
nilai moral Barat dan Katolik. Orang-orang Islam tidak dapat memahami mengapa hukum nasional tidak
memperbolehkan poligami dan perceraian sedangkan hukum Islam yang suci membolehkannya bagi
orang-orang mukmin. Karena orang-orang Islam tidak menerima undang-undang nasional yang berasal
dari bangsa lain, maka orang Islam membangun keluarga mereka sendiri sesuai dengan tradisi mereka.
Sementara dalam perihal adat, mereka lebih cenderung mengikuti adat mereka. Kedua, sistem sekolah
umum dibawah Republik tidak berbeda dengan yang diperkenalkan oleh orang-orang Amerika dan telah
dikembangkan oleh persemakmuran. Orangtua dari murid-murid yang beragama Islam tidak mau
menyekolahkan anak-anaknya di tempat itu. Selain itu, kurikulum yang digunakan pun sama disetiap
daerah tanpa menghiraukan perbedaan agama atau kultural. Hal ini menjadikan anak-anak umat Islam
filipina tidak mengenal wilayah dan negara mereka karena dalam sekolah madrasah, mereka tidak
diajarkan untuk itu. Ketiga, mengenai ketidakmampuan orang-orang Islam untuk menganggap diri
mereka sendiri sebagai warga negara Republik adalah kebenciannya yang mendalam dan kemudian
menjadi reaksi kekerasan terhadap gelombang kaum penetap yang terus menerus ke bagian-bagian
Mindanao. Di banyak daerah tradisional mereka, penduduk muslim hampir lenyap pada tahun 1960-an
dan terjadi pergeseran penduduk di bagian utara Lanao.

Pada tahun 1960-an timbul persaingan di kalangan kaum politisi Islam pada tingkat-tingkat nasional dan
lokal karena perbedaan etno-linguistik dan penyerapan beberapa pemimpin Islam ke dalam struktur
nasional. Rakyat mencoba memelihara dan meningkatkan agama dan kultur mereka, meskipun ada
semacam rintangan berupa undang-undang nasional yang bertentangan dengan hukum Islam dan sistem
pendidikan nasional yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama dan identitas etnik mereka.

Pada tahun 1970an, Presiden Marcos yang saat menjabat, mengakui kesalahan-kesalahan yang kronis
dari pemerintahan yang lalu, dan menyatakan bahwa negara itu tidak pernah benar-benar
menjembatani jurang kultural antara orang-orang Filipina dan saudara-saudaranya yang muslim dan
sekarang saatnya untuk menjembatani mereka. Presiden Marcos mulai menyadari bahwa perlunya
merekonstruksi masyarakat Filipina, maka aspirasi-aspirasi Islam dan harapan-harapannya harus
diaplikasikan secara luas sehingga orang-orang Islam akan mulai merasakan diri mereka sebagai warga
negara. Mereka pun memulai memprakarsai proses perbaikan kondisi-kondisi ekonomi pada tahun 1972.

Ada banyak hal yang kemudian diubah dan diatur oleh presiden Marcos untuk umat Islam. Seperti tidak
mencabut hak tanah yang merupakan warisan nenek moyang umat Islam, membangun kembali dan
merekonstruksi daerah-daerah yang sudah hancur, membangun Islamic Centre di Metro, Manila Desa
Maharlika dan asrama bagi mahasiswa dan mahasiswi Islam.
Meskipun Republik ini adalah negara sekuler, pemerintah mulai mengeluarkan undang-undang dan
dekrit-dekrti dan menciptakan lembaga-lembaga yang dapat memelihara dan memperkuat Islam di
negara itu. Selain itu, presiden juga menyadari bahwa orang-orang Islam tidak hanya tertarik dengan
hasil-hasil ekonomi tetapi juga memiliki aspirasi-aspirasi pendidikan dan kultural. Pemerintah lalu
memberikan otorisasi untuk menggunakan bahasa Arab di sekolah-sekolah yang mungkin
menghendakinya. Lembaga studi Islam didirikan di universitas Filipina dan memberikan beasiswa bagi
mahasiswa berpestasi.

Persetujuan presiden mengenai Kode Udang-Undang Pribadi Islam pada tanggal 4 Februari 1977
merupakan hal yang sangat penting. Pada tanggal 1 agustus 1973 presiden memberikan otorisasi
pembentukan staf riset bagi kodifikasi undang-undang pribadi Islam. Staf yang dibentuk itu kemudian
melaporkan hasil risetnya pada tanggal 4 april 1974 yang kemudian di tanggal 23 Desember ditinjau oleh
komisi presiden yang termasuk di dalamnya ahli hukum Islam dan Ulama. Hasil kerja komisi kemudian
disempurnakan pada tanggal 29 Agustus tahun 1975.

Kode yang disetujui berupa ketetapan-ketetapan Islam yang paling penting adalah mengenai
Perkawinan, Perceraian dan warisan. Kode itu menyediakan sistem peradilan Syariah yang secara
harmonis dan struktural diintegrasikan kedalam sistem peradilan nasional, yang penasehat hukumnya
diangkat oleh presiden. Persetujuan kode menunjukkan bahwa pemerintah mengakui Undang-undang
Pribadi Islam sebagai bagian dari undang-undang nasional meskipun undang-undang tersebut hanya
berlaku untuk orang Islam.

Berlakunya kode ini selanjutnya digunakan untuk mendidik orang Islam dalam aspek hukum agama
mereka dan pada saatnya mengurangi pengaruh-pengaruh yang kuat dari adat dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Walaupun terlihat masih ada beberapa dalam ketentuan waris yang dipengaruhi oleh hukum
adat tradisional Filipina.

Undang-Undang Waris dan Wasiat Muslim Moro Filipina.

Aturan mengenai waris terdapat dalam Dekrit Presiden No. 1083 tanggal 4 Februari 1977 buku tiga yang
terdiri empat judul (pasal 89-136). Judul I mengenai ketentuan umum, Judul II mengenai Pewaris dan
wasiat, Judul III mengenai Pewarisan menurut Undang-undang, judul IV tentang penyelesaian persoalan
pembagian harta pusaka. Secara garis besar, peraturan pembagianwaris bagi muslim Filipina sama
dengan peraturan waris di Indonesia karena menganut mazhab yang sama yaitu Syafii.

Apa itu Waris ?

Waris adalah satu aturan pembagian apabila harta pusaka dipindahkan kepada pewaris menurut
undang-undang ini. (Pasal 89)

Syarat Waris

Kematian orang yang meninggal dipastikan

Ahli waris masih hidup pada saat kematian orang yang meninggal.
Penggantinya tidak didiskualifikasi untuk mewarisi. (Pasal 91)

Apa yang dapat diwariskan?

Warisan (Harta Pusaka) adalah harta yang dimilik secara turun temurun atau dihasilkan sendiri dan harta
tersebutr bergerak atau tidak bergerak dan semua hak serta tanggung jawab yang boleh dipindahkan
saat pewaris meninggal. (Pasal 92).

Mereka yang terhalang mewarisi

Mereka yang sengaja menjadi sebab langsung atau tidak langsung kematian pewaris

Mereka yang berlainan agama dengan pewaris

Mereka yang berada dalam kondisi bahwa mereka tidak dapat mewarisi bawah hukum Islam. (Art.93)

Waris bagi anak tidak sah

Seorang anak yang menjadi penyebab perceraian ibu dengan Li'an memiliki hak saling mewarisi hanya
dengan ibu dan kerabatnya. (Pasal 95)

Waris Bagi mereka yang telah bercerai

Suami yang menceraikan istrinya harus memiliki hak saling waris dengan dia selama berada dalam masa
'iddah-nya. Setelah berakhirnya 'iddah, tidak akan ada hak saling mewarisi di antara mereka. (Pasal 96.1)

Suami yang berada dalam kondisi kematian-penyakit, menceraikan istrinya tidak akan mendapat bagian
darinya, tapi dia berhak untuk menggantikannya bahkan setelah berakhirnya 'iddah-nya. (Pasal 96.2)

Urutan pewarisan diantara Ahli waris

Ahli waris pewaris akan mewarisi dalam urutan sebagai berikut:

Sharers (ashab-ul-furud) berhak atas bagian yang telah ditetapkan

Penerima Ashobah berhak atas sisa harta setelah pembagian

Dzawil arham yang memiliki hubungan darah tetapi tidak termasuk pada ashabul furudh dan penerima
ashobah.

Jika tidak ada tiga golongan di atas maka kerabat yang diketahui sebera jauh pun, atau diberikan kepada
baitul mal (Pasal 99)

Apa yang dimaksud dengan wasiat ?

Surat wasiat didefinisikan sebaga suatu ketetapan untuk seseorang yang diizinkan dengan aturan melalui
hukum ntuk mengontrol pembagian tersebut setelah kematiannya yang tidak lebih dari 1/3 hartanya, jika
ada ahli waris. Atau keseluruhan hartanya jika tidak ada ahli waris atau keluarga jauh. (Pasal 101)
Siapa saja yang termasuk dalam golongan ashabul furudh ?

Orang-orang berikut berhak warisan sebagai ashabul furudh adalah:

Sang suami, istri

Sang ayah, ibu, kakek, nenek

Putri dan putri anak dalam garis langsung

Adik penuh, adik kerabat, adik rahim dan saudara rahim. (Pasal 110)

Faktor mereka yang tidak termasuk dalam waris sebab faktor berikut:

Dalam keturunan yang sama, saudara yang lebih dekat menghalangi saudara yang jauh, saudara
sekandung menghalangi saudara sebapa atau suadara seibu.

Kerabat kecuali karena memiliki hubungan pertalian darah dan rahim.

Siapa pun yang berkaitan dengan pewaris melalui setiap orang tidak akan mendapatkan warisan
sedangkan yang kedua adalah hidup, kecuali dalam kasus seorang ibu bersepakat dengan anak-anaknya.

Ahli waris yang, dalam kasus tertentu, tidak berhasil dengan alasan terhijab atas dasar apa pun tidak
akan menghijabi orang lain. (Pasal 123).

Dari uraian singkat mengenai inti dalam aturan waris dalam peraturan muslim Filipina dapat dilihat
bahwa secara garis besar, aturan ini sama dengan yang diterapkan di Indonesia. Menariknya, dalam
peraturan Muslim Filipina dalam pasal 107 membahas mengenai ketentuan pemberian wasiat melalui
pelaksanaan undang-undang. Jika pewasiat meninggal dunia tanpa membuat surat wasiat untuk anak
kepada anak laki-lakinya yang meninggal lebih dulu, anak itu berhak mendapatkan 1/3 dari bagian ibu
bapaknya. Ibu bapak, atau suami atau istri yang tidak berhak menerima warisan (karena terhalangi sebab
mewarisi) berhak mendapat 1/3 dari yang seharusnya diterimanya jika ia tidak terhalangi. Hal ini
memang mengurangi kuasa dan seolah-olah diatur untuk kondisi jika ibu atau bapak atau suami atau istri
bukan orang Islam melainkan non muslim.

Dalam article 138 diatur bahwa peraturan ini hanya berlaku di lima distrik di Filipina yaitu; Sulu, tawi-
tawi, basilan, lanao del norte dan Maguindanao. Hal ini disebabkan karena daerah inilah yang ditempati
oleh muslim minoritas di Filipina. Sejalan dengan tujuan pembentukan pertaturan ini memang hanya
diperuntukkan kepada umat Islam.

Walaupun sebagian besar isi dari undang-undang ini bersumber dari mazhab syafii, nyatanya tidak
semuanya merupakan hasil dari mazhab syafii. Terbukti pada article 98 yang mengatur warisan untuk
mafqud (orang hilang) yang tetap disimpan hingga: dia datang dan memintanya, dia sudah meninggal
secara hakiki dan atau diputuskan pengadilan setelah mafqud 10 tahun lebih. Di poin terakhir tidak
menunjukkan hasil mazhab syafii. Menurut Syafii, batas waktu orang yang hilang adalah sembilan puluh
tahun, yakni dengan emlihat umur orang-orang yang sebaya di wilayahnya. Namun, pendapat yang
paling shahih menurut anggapan Syafii adalah bahwa batas waktu tertentu tidak ditentukan atau
dipastikan. Dari sini terbukti beberapa pasal yang mengatur waris merujuk pada hukum adat Filipina
yang penulis tidak menemukan referensi mengenai pembagian waris menurut adat Filipina sehingga
tidak dapat menguraikan lebih jauh mengenai hal dimaksud.

G. TOKOH-TOKOH ISLAM DI FILIPINA

Tokoh-tokoh pejuang Islam di Fillipina

Prof. Dr. H. Nur Misuari

Nur Misuari atau Nurallaj Misuari merupakan pengasas Pergerakan Pembebasan Mindanao yang
merupakan kumpulan anti kerajaan Filipinasecara kekerasan. Nur Misuari dipenjara atas tuduhan
melakukan pemberontakan pada 2006. Nur Misuari ditahan di Pulau Jampiras, Sabah 24 November 2001
kerana memasuki Malaysia tanpa dokumen perjalanan sah. Kerajaan Filipina mendesak Malaysia
menyerahkan Nur Misuari tetapi Malaysia terus melindungi Nur Misuari. Nur Misuari pernah berlindung
di Libya awal tahun 1980-an.Nur Misuari merupakan Bekas Gabenor Wilayah Autonomi Islam Mindanao
(ARMM) . Beliau berusia 65 tahun dan menjadi buruan Manilakerana mengetuai pemberontakan 19
November 2001 sebelum melarikan diri.

Abu Sayaf

Kelompok Abu Sayyaf, juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyya, adalah sebuah kelompok separatis
yang terdiri dari terorisMuslim yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo,
Basilan, dan Mindanao. Khadaffi Janjalani dinamakan sebagai pemimpin kelompok ini oleh Angkatan
Bersenjata Filipina.Dilaporkan bahwa akhir-akhir ini mereka sedang memperluaskan jaringannya ke
Malaysia dan Indonesia. Kelompok ini bertanggung jawab terhadap aksi-aksi pemboman, pembunuhan,
penculikan, dan pemerasan dalam upaya mendirikan negara Muslim di sebelah barat Mindanao dan
Kepulauan Sulu serta menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya negara besar yang Pan-Islami
di Semenanjung Melayu(Indonesia dan Malaysia) di Asia Tenggara. Nama kelompok ini adalah bahasa
Arab untuk Pemegang (Abu) Pedang (Sayyaf). Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis terkecil
dan kemungkinan paling berbahaya[rujukan?] di Mindanao. Beberapa anggotanya pernah belajar atau
bekerja di Arab Saudi dan mengembangkan hubungan dengan mujahidin ketika bertempur dan berlatih
di Afganistan dan Pakistan.

H. WILAYAH AUTONOMI ISLAM MINDANAO

Ibu kota Cotabato dengan Gabernor Zaldy Ampatuan. Jumlah penduduk 2.803.805 Kepadatan 220,9/km
2, keluasan 12.695,0 km2.

Bahasa Maguindanao, Maranao, Tausug, Yakan, Sama,


Wilayah Autonomi Islam Mindanao ialah sebuah wilayah di Filipina yang terdiri daripada provinsi-
provinsi Islam di negara itu, iaitu: Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Shariff Kabunsuan, Sulu dan
Tawi-Tawi, dan juga sebuah bandar yang didiami oleh majoriti penduduk Islam, Marawi. Wilayah
autonomi ini merupakan satu-satunya kawasan di Filipina yang memiliki kerajaan sendiri. Ibu kota
wilayah ini ialah Cotabato.

Wilayah ini terbaagi kepada dua kawasan geografi - tanah besar Mindanao dan Kepulauan Sulu. Lanao
del Sur, Maguindanao dan Shariff Kabunsuan terletak di tanah besar Mindanao, sementara Basilan, Sulu
dan Tawi-Tawi di Kepulauan Sulu. (Laman ini diubah buat kali terakhir pada 20:39, 5 Mac 2010
Wikipedia)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao
pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda
tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan
sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan
Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.

Filipina merupakan salah satu Negara yang terdapat di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya
beragama Katolik. Islam menjadi agama minoritas. Meskipun Islam menjadi minoritas, terdapat wilayah
yang yang menjadikan Islam sebagai agama mayoritas yaitu di Filipina bagian Selatan.
Perlu perjuangan untuk menjadikan Islam sebagai agama mayoritas disana.Banyak Negara yang menjajah
negera itu seperti Spanyol dan Amerika, selain menajah mereka juga sebagai misionaris yang
mempersulit untuk berkembangnya agama Islam.Dengan perjuangan dan persatuan yang tinggi
membuat Negara Filipina wilayah selatan penduduknya merdeka dari penjajah dan misionaris.

Proses islamisasi di Filipina pada masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu perdagangan, perkawinan dan
politik. Diterimanya Islam oleh orang-orang Mindanao, Sulu, Manilad dan sepanjang pesisir pantai
kepulauan Filipina tidak terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapat
mengakomodasi tradisi lokal.

Umat Islam Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai
hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang, perjuangan
bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase:

A. Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selamalebih dari 375 tahun (1521-1898).

B. Moro berusaha bebas dari kolonialismeAmerika selama 47 tahun (1898-1946).

C. Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).

Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada
pemerintah Republik Filipina.

Bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undangtersebut berasal dari
Barat dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur
membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.

Adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk
yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah
mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.

B. SARAN

Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita khusus tentang islam di
Filipina dan dapat dikaji lebih lanjut sebagai suatu bacaan terkait Masalah Minoritas di Philipina.
DAFTAR PUSTAKA

Ahm Asyari, Akhwan Mukarrom dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2008

Kettani M Ali, Minoritas Muslim di dewasa ini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Muzani Saiful, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1993

Tebba Sudirman, Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga
dan Pengkodifikasinya, Bandung: Mizan,1993

Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam, Lkis, 2004

Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985

Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001

Artikel Sejarah Masuknya Islam di Philipina. oleh Imam nugroho diwww.duiniaislam.com

http://www.wikipedia.com/

http://adha-coba-coba.blogspot.com/2012/01/islam-di-filipina.html

http://www.blogger.com/blogger.g?islam_philipina/
http://dorokabuju.blogspot.com/2007/10/dakwah-islam-di-filipina.html

http://www.duiniaislam.com/sejarah_masuknya_islam_di_philipina/

http://poetrimawardi.blogspot.com/2012/04/ekonomi-islam.html

http://wikipedia/islam_di_filipina_2010/

http://cintailmoe.worpress.com/2008/04/07/sejarah-islam-di-filipina/

Anda mungkin juga menyukai