Anda di halaman 1dari 8

I.

TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah pada akhir praktikum mahasiswa dapat
memanipulasi resin akrilik aktivasi kimia dengan cara yang tepat sebagai bahan denture base
dan dapat membedakan manipulasi resin akrilik aktivasi kimia yang digunakan sebagai bahan
reparasi.

II. ALAT DAN BAHAN

2.1 Alat

1. Bubuk polimer dan cairan monomer (Hillon)


2. Cairan CMS
3. Malam perekat

2.2 Bahan

1. Pot porselin/mixing jar


2. Pipet ukur
3. Timbangan
4. Pisau malam
5. Plastik selopan
6. Kuvet logam
7. Press kuvet
8. Kuas
9. Mesin bur dengan mata bur
A B C

D E F G

H I J

Gambar 2.1. dan 2.2. Alat dan bahan praktikum. A. B&C.Bubuk Selfcured
D.Cairan CMS E.Kuas F.Pot G.Pipet tetes
H.Cairan Self cured I.Pisau malam J.Mesin
Bur
III. CARA KERJA

3.1 Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dengan teknik salt and pepper

a. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk mereparasi plat akrilik disiapkan.
b. Fragmen akrilik pada model gip diletakkan dan disesuaikan. Ujung-ujung plat akrilik
pada model gip ditandai dengan spidol.
c. CMS dioleskan memakai kuas pada permukaan model gip tepat di bawah garis patah
akrilik dan sekitarnya dan ditunggu sampai kering.
d. Sampel diasah pada bagian yang patah secukupnya untuk tempat bahan reparasi.
e. Sampel dimasukkan ke dalam mould, disesuaikan tanda pada akrilik dan pada
permukaan gip, plat akrilik di fiksasi dengan menggunakan malam perekat.
f. Diaplikasikan bahan reparasi pada daerah fraktur digunakan teknik “salt and pepper”.
g. Pada bagian yang fraktur dibasahi dengan monomer, kemudian diberi polimer,
selanjutnya diberi monomer lagi demikian seterusnya sampai daerah fraktur penuh
dengan bahan tersebut.
h. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air panas selama 20 menit.

3.2 Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dengan teknik wet packing

a. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk mereparasi plat akrilik disiapkan.
b. Fragmen akrilik pada model gip diletakkan dan disesuaikan. Ujung-ujung plat akrilik
pada model gip ditandai dengan spidol.
c. CMS dioleskan memakai kuas pada permukaan model gip tepat di bawah garis patah
akrilik dan sekitarnya yang kemungkinan kontak dengan bahan self curing dan
ditunggu sampai kering.
d. Sampel diasah pada bagian yang patah secukupnya untuk tempat bahan reparasi.
e. Sampel dimasukkan ke dalam mould, sesuaikan tanda pada akrilik dan pada
permukaan gip, plat akrilik difiksasi dengan menggunakan malam perekat.
f. Cairan monomer dituangkan secukupnya ke dalam pot, lalu dituangkan bubuk
polimer ke dalam pot. Keduanya diaduk hingga monomer dan polimer tercampur rata.
g. Adonan akrilik diambil, diletakkan di bagian akrilik yang patah dan ratakan, sehingga
seluruh permukaan akrilik yang patah menutupi adonan.

h. Sampel yang telah direparasi dimasukkan ke dalam air panas selama 20 menit.
IV. HASIL PRAKTIKUM

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Keterangan Gambar

Gambar 1: Gigi Tiruan Lepasan yang patah dan perlu dilakukan reparasi

Gambar 2: Gigi Tiruan Lepasan setelah direparasi menggunakan teknik salt and pepper

Gambar 3: Gigi Tiruan Lepasan setelah direparasi menggunakan teknik wet packing

V. TINJAUAN PUSTAKA

Resin Akrilik

Aktivasi polimerisasi resin akrilik bisa dengan heat, microwave, atau cold cure. Pada
heat cure, energi panas menyebabkan pembusukan benzoil peroksida, dan
pembentukan radikal bebas sehingga memulai proses polimerisasi. Cold cure
(aktivasi kimia) dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia berlangsung
karena tambahan tertiary amine seperti dimethyl-para-toluidine. Pada pencampuran
polimer dan monomer, tertiary amine menyebabkan pembusukan benzoil peroksida
sehingga terbentuk radikal bebas dan memulai proses polimerisasi. Proses
polimerisasi selanjutnya sama dengan heat cure (Anusavice et al. 2013, hal. 483 )
Table: Composition of acrylic denture base materials.

Powder Polymer Polymethyl methacrylate beads

Initiator A peroxide such as benzoyl peroxide


(approximately 0.5%)

Pigments Salts of cadmium or iron or organic dyes

Liquid Monomer Methyl methacrylate

Cross-linking agent Ethylene glycol dimethacrylate


(approximately 10%)

Hydroquinone (trace)
Inhibitor

Activator N N′-dimethyl-p-toluidine (approximately


1%)

* Only in self-curing materials.

Sumber: McCabe and Walls 2008, hal. 113

Cold cure resin akrilik memiliki working time yang cukup singkat serta memiliki sifat
mekanis yang rendah dan monomer sisa yang tinggi sehingga penggunaannya
terbatas, seperti repairing dan relining of denture. Beberapa cold cure resin akrilik
yang dikenal sebagai pourable resins kadang digunakan sebagai basis konstruksi
denture (McCabe and Walls 2008, hal. 116 ).

Pada cold cure resin akrilik, derajat polimerisasi tidak sesempurna heat cure sehingga
terdapat sejumlah besar monomer yang tidak bereaksi. Monomer ini dapat berperan
menjadi plasticizer yang mengurangi kekuatan denture resin dan membahayakan
biokompatibilitas denture resin dengan jaringan mulut. Selain itu, stabilitas warna
cold cure resin akrilik lebih rendah daripada heat cure dikarenakan adanya tertiary
amine yang teroksidasi sehingga terjadi perubahan warna. Perubahan warna ini
dapat dikurangi dengan penambahan stabilizing agent. Meskipun demikian, cold
cure resin akrilik memberikan shrinkage yang lebih kecil daripada heat cure
sehingga memiliki akurasi dimensi yang tinggi (Anusavice et al. 2013, hal. 483 ).

Pencampuran bubuk (polimer) dengan cairan (monomer) melalui 5 fase, sandy, stringy,
doughlike, rubbery dan stiff.

a. Sandy :Terjadi sedikit atau tidak ada sama sekali interaksi molekul.

b. Stringy : Polimer menyerap monomer. Beberapa ikatan polimer terpecah akibat


absorbs monomer sehingga viskositas meningkat.

c. Doughlike : Campuran berbentuk seperti adonan lunak dan tidak lengket pada
mangkok atau spatula. Pada fase ini sebaiknya adonan dimasukkan ke dalam mould
(working time). Fase ini tidak bertahan lama (1 menit - 2 menit), maka dari itu
diperlukan cara kerja yang cepat dan hati-hati. Karena working time yang singkat
pada cold cure resin akrilik, hal ini bisa diperpanjang dengan cara mendinginkan
monomer / mixing vessel dalam lemari es sebelum proses pencampuran. Ketika
pencampuran, proses polimerisasi melambat sehingga fase dough resin menjadi
lebih lama dan working time menjadi lebih panjang.

d. Rubbery : Monomer sisa menguap dan monomer semakin masuk dalam butir
polimer. Massa tidak lagi flowable untuk mengambil bentuk dari cetakan.

e. Stiff : Massa dibiarkan dalam waktu yang lama dan akan memasuki fase
stiff (kaku). Menandakan penguapan dari monomer yang tidak bereaksi. Massa
terlihat sangat kering dan tahan terhadap perubahan mekanis (Anusavice at al 2013,
hal. 478).

VI. PEMBAHASAN

Resin akrilik cold cured memiliki komposisi yang sama dengan resin akrilik heat
cured, yang membedakan adalah resin akrilik cold cured memiliki kandungan kimia yaitu
dimetil-para-toluidine yang menyebabkan dekomposisi benzoyl peroksida. Sehingga
mengakibatkan radikal bebas diproduksi dan proses polimerisasi dimulai. Denture base yang
dibuat menggunakan aktivasi kimia dan aktivasi panas, sebenarnya memiliki hasil yang
cukup serupa. Namun derajat polimerisasi yang didapat dalam aktivasi kimia lebih rendah
sehingga menyebabkan adanya monomer sisa yang tinggi. Akibatnya monomer bertindak
menjadi plasticizer yang menghasilkan penurunan kekuatan transversal gigi tiruan yang
menyebabkan denture base-nya akan lebih rapuh. Selain itu, monomer-monomer tersebut
berpotensi untuk mengiritasi jaringan sehingga membahayakan biokompabilitas dari denture
base tersebut atau bersifat toxic (beracun) serta kandungan kimia yang ada dapat
menyebabkan pewarnaan resin yang kurang bagus karena mudah teroksidasi. (Anusavice et
al, 2013)

Berdasarkan penjelasan di atas, saat akan melakukan penuangan adonan akrilik ke


plat yang fraktur maka harus dilakukan grinding terlebih dahulu. Grinding dilakukan dengan
membentuk daerah tajam berbentuk 'V'. Hal ini dimaksudkan agar resin akrilik yang
digunakan tidak terlalu banyak, karena sifatnya yang sangat toksik sehingga menekan risiko
buruk terhadap kesehatan.

6.1 Percobaan pertama

Pada percobaan pertama, teknik yang digunakan adalah salt and pepper.
Teknik ini dilakukan dengan meneteskan monomer menggunakan pipet untuk
membasahi daerah yang fraktur. Lalu menuangkan polimer sedikit demi sedikit secara
bergantian hingga daerah yang mengalami fraktur tertutupi oleh campuran tersebut

6.2 Percobaan kedua

Pada percobaan kedua, teknik yang digunakan yaitu wet packing. Teknik ini
dilakukan dengan mencampur monomer dan polimer didalam wadah terlebih dahulu
lalu diaduk. Kemudian adonan tersebut diaplikasikan pada daerah yang fraktur
sebelum memasuki tahap sandy stage.

Setelah dibandingkan, teknik salt and pepper memiliki hasil yang lebih rapi
dibandingkan dengan teknik wet packing. Teknik salt and pepper, juga cenderung lebih
mudah saat pengaplikasiannya. Namun teknik wet packing juga memiliki kelebihan, yaitu
membutuhkan waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan teknik salt and pepper.

VII. KESIMPULAN
Manipulasi resin akrilik cold cured dengan metode salt and pepper lebih rapi namun
memakan banyak waktu. Sedangkan wet packing sebaliknya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, KJ, Shen, C & Rawls.HR. 2013.Phillip’s science of dental material.12th


edn. Saunders Elsevier, Missouri. pp. 483

Journal of Kerbala University., 2010. Effect of Different Polymerization curing times


and Water Temperatures on Transverse Strength of Self-Cure Acrylic Resin Material, Vol. 8
No.1 Scientific Pp. 2
McCabe, JF, & Walls, AWG. 2008. Applied dental materials, 9thed, Blackwell
Publishing, p.113, 116.

Anda mungkin juga menyukai