Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN STASE MATERNITAS

DI RUANG GALILEA II OBSTETRI GYNEKOLOGI

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

2019

MASCOT DWI SAPUTRA

1804055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Stase Maternitas

Di Ruang Galilea II Obstetri Gynekologi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

ini sudah diteliti dan disetujui oleh perseptor klinik

Perseptor Klinik Perseptor Klinik

STIKES Bethesda Yakkum Ruang Galilea II Obsgyn

Yogyakarta RS Bethesda Yogyakarta

Sri Wahyuni, S.Pd., MPH Magdalena indartiningsih Amd.Keb.


LAPORAN PENDAHULUAN

POSTPARTUM SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI PARTUS LAMA

A. Konsep Medis Partus Lama

1. Definisi

Partus lama fase laten adalah persalinan lebih dari 24 jam dengan kontraksi yang

teratur yang menimbulkan rasa nyeri yang disertai dengan adanya pembukaan

servik, Fase laten terjadi jika adanya kontraksi yang regular pada pembukaan 4 cm

lebih dari 8jam.

Post Partum (puerpurium) atau masa nifas adalah masa yang dimulai setetelah

partus selesai dan berakhir kira-kira setelah enam minggu, tetapi seluruh organ

genitalia baru pulih kembali seperti sebelum hamil dalam waktu tiga bulan (

Winkjosastro, 2006).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus (Prawirihardjo, 2010).

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia

untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mitayani, 2010).

Fase laten memanjang adalah fase yang melampaui 20 jam pada primi gravida / 14

jam pada multipara

2. Anatomi Fisiologi

Struktur anatomi fisiologi system reproduksi wanita terdiri dari struktur eksternal

dan internal ( Bobak,Lowdermilk, Jensen, 2008 ).

a. Alat genetalia Wanita Bagian Luar

1) Mons veneris
Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang

menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit

jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya

segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak)

berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.

2) Bibir besar (Labia mayora)

Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang

labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung

bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum,

permukaan terdiri dari:

a) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari

rambut pada mons veneris.

b) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung

kelenjar sebasea (lemak).

3) Bibir kecil (labia minora)

Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam

bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah

klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral

dananterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia

minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.

4) Klitoris

Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan

letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak

pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog
dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan

meningkatkan ketegangan seksual.

5) Vestibulum

Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu

atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan

kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir

mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.

6) Perineum

Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina

dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.

7) Kelenjar Bartholin

Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan

mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.

8) Himen (Selaput dara)

Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan

mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir

yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.

9) Fourchette

Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada

pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah

berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa

navikularis terletak di antara fourchette dan himen.


b. Alat genetalia Wanita Bagian dalam

1) Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu

meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina.

Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang

dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang

kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang

menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan

kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh

karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-

lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah. Pada

puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian

servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri

membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik

posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung

banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5.

Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama


vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah

menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.

2) Uterus

Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih,

cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak

dipelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal

memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.

Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri

yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan

bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan

seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan

dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya

berhubungan dengan kandung kemih.

3) Tuba Fallopi

Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu

uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum

mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan

ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim.

4) Ovarium

Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi

ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.Letak:

Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo

pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.

5) Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar

ligamentum latum.

Batasan parametrium :

a) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping

b) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri

c) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.

d) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii

3. Etiologi Partus lama

a. Indikasi Ibu

1) Panggul sempit absolute

2) Placenta previa

3) Ruptura uteri mengancam

4) Partus Tak Maju

5) Pre eklampsia, dan Hipertensi

b. Indikasi Janin

1) Kelainan Letak

a) Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara

yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang

janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak

lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada

perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih

dulu ditolong dengan cara lain.


b) Letak belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila

panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

2) Gawat Janin

3) Janin Besar

c. Kontra Indikasi

1) Janin Mati

2) Syok, anemia berat.

3) Kelainan congenital Berat

4. Klasifikasi

a. Sectio Caesaria

Ada beberapa jenis operasi Sectio Caesaria yang terdiri dari:

1) Sectio caesaria abdominalis, ada dua macam yaitu sectio caesaria

transperitonealisasi dan sectio caesaria ekstraperitonealisasi.

Sectiocaesaria transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua cara.

2) Sectio caesaria klasik dengan insisi memanjang pada korpus uteri yang

mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat, tidak

mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias

diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini

adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonealisasi yang baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering

terjadi ruptura uteri spontan.

3) Sectio caesaria ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah

rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka

dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan


ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka

dapat melebar ke kiri, bawah dan kanan sehingga mengakibatkan

perdarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih post operatif

tinggi. Sedangkan Sectio Caesaria ekstraperitonealisasi, yaitu tanpa

membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.

5. Patoflowdiagram
6. Tanda dan gejala

a. Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah

janin (kepala / bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul.

b. Pada janin letak sungsang / lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha

memutar janin (versi luar / knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan

tali pusat.

c. Tanda penurunan DJJ dibawah normal, terutama pada saat kontraksi.

7. Komplikasi

a. Infeksi Puerpuralis

1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau

perut sedikit kembung

3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita

jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi

infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b. Pendarahan disebabkan karena :

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia Uteri

3) Pendarahan pada placenta bleeding

4) Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonalisasi terlalu tinggi.

5) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea

klasik.

8. Penatalaksanaan

a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian

cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak

terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL

secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb

rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

1) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

2) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

3) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang

sedini mungkin setelah sadar

4) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

5) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler)
6) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan

sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.

Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis

operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap

institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

4) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

5) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.


6) Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan

tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan

payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa

nyeri.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien : Nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.

2. Riwayat kesehatan :

a. Riwayat kesehatan sekarang

Nyeri bekas insisi, Gangguan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi

spinal dan epidural, Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung

kemih, Mulut terasa kering, Perasaan penuh pada abdomen, Kesulitan BAB,

Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan, Klien merasa cemas, gelisah, gembira

atau ekspresi lainnya.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat pada saluran urogenital, Riwayat SC klasik, Riwayat obstetri yang

jelek, Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan

sebelumnya, Riwayat tumor jalan lahir, Riwayat stenosis serviks / vagina

pada post partum terdahulu, Riwayat primigravida tua

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat DM, Riwayat penyakit menular dalam keluarga

d. Riwayat menstruasi
Siklus menstruasi, Lama menstruasi, Gangguan menstruasi seperti

dismenorhea, hipermenorhea dll, Umur menarche

e. Riwayat perkawinan

Riwayat menikah, Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan

f. Riwayat keluarga berencana

Alat kb yang digunakan, Lama & waktu penggunaan, Efek yang dirasakan

3. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.

b. Keadaan umum. Kesadaran : composmentis

c. Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak

mata, Bibir/ mulut kering

d. Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.

e. Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis,

Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.

f. Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler

g. Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.

h. Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.

i. Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi

spinal dan epidural

j. Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .

C. Diagnosa yang sering muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi

3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan


4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas

operasi.

5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.

6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan

pembedahan

D. Rencana Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan nyeri klien

berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 110-120/70-80 mmHg, RR:

18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

d. Wajah tidak tampak meringis

e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor

presipitasi.

b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah

meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,

istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)


d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,

sentuhan terapeutik, distraksi.)

e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)

f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas

operasi (SC)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan klien tidak

mengalami infeksi dengan kriteria hasil :

a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)

b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =

60 -100x/ menit)

c. WBC (white blood count) dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)

Intervensi :

a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu

pecah ketuban.

b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)

c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan

sesuai indikasi

e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah

menyentuh luka

f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC /

sel darah putih


g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah

selama prosedur pembedahan

h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup

i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ansietas klien

berkurang dengan kriteria hasil :

a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah

b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang

Intervensi :

a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung

b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati

c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan

ansietas yang dirasakan

d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi.

f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu

g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal


DAFTAR PUSTAKA

Dwidiyanti, M. 2009. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan Maternitas. Semarang:

Depkes

Manuaba, I.B. 2009. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk

Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mitayani 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas . Salemba Medika .Jakarta

Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Gramedi

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai