Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HEMOPTISIS EC SUSPEK TUBERKULOSIS PARU

OLEH :
KELOMPOK 1

1. Moch. Raedy Noorizky C014182005


2. Suandih Zulkarnain C014182017
3. Isa Anshariy Hatta C014182018
4. Akhmad Alya Maulana C014182019

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Dicky Wahyudi
DOSEN PEMBIMBING:
dr. Sitti Nurisyah, Sp.P

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul Tuberkulosis Paru oleh:

1. Moch. Raedy Noorizky C014182005


2. Suandih Zulkarnain C014182017
3. Isa Anshariy Hatta C014182018
4. Akhmad Alya Maulana C014182019

Telah dibacakan pada Pembacaan Laporan Kasus di Bagian Pulmonologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar pada:

Hari / Tanggal : Selasa / 22 Oktober 2019

Pukul : 08.00 WITA – selesai

Tempat : Ruang Pertemuan IC Lantai 2

Makassar, 22 Oktober 2019

Residen Pembimbing

dr. Dicky Wahyudi


BAB 1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.J
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl. Lahir : 4-6-1972 (52 tahun)
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Takalar
Rumah Sakit : Labuang Baji perawatan Baji Ati
RM : 347341
Tanggal Masuk : 20-10-2019

B. SUBJEKTIF
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Batuk berdarah
Anamnesis Terpimpin :
Pasien Datang dengan keluhan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit,memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,dahak warna hijau,batuk
darah ada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit kurang lebih 1 sendok makan ,
Riwayat Batuk darah ada pada tahun 2018,tidak dilakukan pemeriksaan dahak dan
foto thorax,namun pasien diberikan obat 6 bulan pada tahun 2018 tetapi pasien hanya
mengonsumsi obat selama 2 minggu karena pasien sudah merasa sembuh .diberikan
di puskesmas kassi kassi , nyeri dada ada terutama saat batuk,sesak ada kadang
kadang, nyeri ulu hati ada , Riwayat keringat malam tidak ada, riwayat terpapar asap
rokok yang lama ada , berat badan menurun 3 kg dalam beberapa waktu terakhir
Riwayat asam urat ada , riwayat HT dan DM tidak ada

2. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat konsumsi OAT ada pada tahun 2018 namun hanya dikonsumsi
selama 2 minggu
 Riwayat kontak penderita TB atau batuk lama disangkal
 Riwayat merokok tidak ada , namun sering terpapar asap rokok
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada

C. OBJEKTIF
1. Deskripsi Umum
Sakit sedang / Gizi cukup / GCS E4M6V5 (compos mentis)
BB : 50 kg; TB : 160 cm (IMT: 19.5 kg/m2)
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 24 kali/menit, torakoabdominal
Saturasi : 97% tanpa modalitas oksigen
Suhu : 36.5oC

3. Head To Toe
Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : Tidak ada
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : Dalam batas normal
Kelopak mata : Edema palpebral (-/-)
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea : (-)
Pendarahan : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Rhinorrea : (-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Kering (-)
Gigi geligi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan gusi (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),hiperemis (-), bercak putih (-)
Leher
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
Kel. getah bening : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Negatif
Tumor : Tidak ada
Nodul : Tidak ada

Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat massa, tidak terlihat sikatrik,
tidak terlihat venektasis
Palpasi : Vokal fremitus normal simetris pada kedua hemithoraks, nyeri tekan
tidak ada, tidak teraba massa, tidak ada krepitasi
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra, Batas kanan jantung ICS III linea
parasternalis dextra, Batas tidak kiri jantung ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, undulasi (-)
Lain-lain : Ascites (-)
Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Gerakan : Dalam batas normal
Lain-lain : Tidak ada skoliosis
Extremitas
Edema (-)
Akral hangat
Palmar eritem (-)
Clubbing finger (-)
Alat Kelamin :Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum :Tidak dilakukan pemeriksaan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (20/10/2019)
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL
NORMAL
WBC 18,9 x 103 /uL 4.00 – 10.00 /uL

NEUT - 50.0 – 70.0 %


LYMP 23,3 20.0 – 40.0 %
3.50 – 5.50 x 106
RBC 4,76 x 106 /uL
/uL
HGB 13.8 g/dL 11.0 – 16.0 g/dL
HCT 39 % 37.0 – 54.0 %
MCV 81,9 fL 80.0 – 100.0 fL
MCH 29 pg 27.0 – 34.0 pg
MCHC 35,4 g/dL 32.0 – 36.0 g/dL
PLT 266 x 103 /uL 100 – 300 /uL

2. Radiologi (20/10/2019)

Foto Thorax PA:

• Corakan Brochovascular dalam


batas normal
• Cor: CTI dalam batas normal,
aorta normal
• Kedua sinus dan diafragma baik
• Tulang intak, jaringan lunak baik
Kesan:
Tidak Tampak kelainan pada
foto thorax

E. DIAGNOSIS KERJA
 Hemoptisis Et Causa Susp TB Paru
F. ASSESMENT
N
MASALAH SUBJEKTIF OBJEKTIF PLANNING
O
1. Hemoptisis Et Pasien datang Thorax  Adona
Causa Suspect dengan keluhan • Inspeksi : Simetris kiri- ampul/12jam/
TB Paru batuk berdarah yang kanan, saat statis dan Intravena
dialami sejak 1 hari dinamis. (drips)
yang lalu warna • Palpasi : Vocal fremitus
merah segar, kadang sama di kedua hemithorax.  Injeksi Asam
bercampur lendir. Nyeri tekan tidak ada, tidak Traneksamat
Batuk darah saat ini teraba massa 500mg/8jam/
± 1 sendok makan, r • Perkusi : Sonor di kedua intravena
Riwayat batuk hemithorax
berdarah lama ada • Auskultasi : Bunyi nafas
pada tahun 2018, vesikuler, ronki tidak ada,
dahak warna Hijau. wheezing tidak ada
Foto Thorax (20/10/2019)
• Dalam Batas Normal

G. FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning Terapi


21/10/201 Pasien Keadaan umum : - Hemoptisis et Tes TCM- IVFD NaCl 0,9% 20
9 masih batuk sakit sedang/Gizi cause suspek dan Tes tetes per menit
darah ,sesak cukup/Compos tuberkulosis BTA 3x - Oksigen 2-3
mulai mentis paru liter/menit
berkurang - Adona 50 mg dalam
,demam TD: 120/80 NaCl 0,9% 16 tetes
tidak ada mmHg per menit/12 jam
,nafsu Nadi: 82 - Injeksi As.
makan X/Menit traneksamat 50 mg/ 8
menurun Pernafasan: jam/ Intravena
20x/Menit -Codein 10mg / 8
Suhu: 37 jam/oral
Spo2: 97% tanpa
modalitas

Ronkhi -/-
Wheezing -/-

22/10/201 Batuk Keadaan umum : - Hemoptisis et - Tunggu - IVFD NaCl 0,9%


9 berdarah sakit sedang/Gizi cause suspect Hasil 20 tetes per menit
sudah tidak cukup/Compos tuberkulosis TCM - Oksigen 2-3
ada,batuk mentis paru - Tunggu liter/menit
- Adona 50 mg
ada mulai Hasil
dalam NaCl 0,9%
berkurang,s TD: 110/80 Sputum
16 tetes per
esak kadang mmHg 2x
menit/12 jam
kadang Nadi: 86
- Injeksi As.
X/Menit
traneksamat 50
Pernafasan:
mg/ 8 jam/
24x/Menit
Intravena
Suhu: 36.8
- Codein 10mg / 8
Spo2: 97% tanpa
jam/oral
modalitas

Ronkhi -/-
Wheezing -/-
BAB 2

MATERI KASUS

1. TUBERKULOSIS
a. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.

b. Epidemiologi
Berdasarkan WHO pada tahun 2015, prevalensinya mencapai 9,6 juta orang
dengan kematian mencapai 1,5 juta jiwa dengan angka kematian 320 ribu jiwa
diantaranya meninggal dengan positif HIV. Adapun 3 negara dengan angka kejadian
TB tertinggi di dunia adalah India, Indonesia, dan China. Sedangkan di Indonesia
tahun 2015 ditemukan sebanyak 330.910 kasus.

c. Faktor Resiko
1. Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2. Lamanya waktu sejak terinfeksi
3. Usia dan jenis kelamin
4. Daya tahan tubuh rendah
5. Komorbid penyakit lain

d. Klasifikasi TB
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
- Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang
terletak dalam paru.
- TB ektraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti
pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus),
abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :
- Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality
external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut
berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa
laboratorium yang memenuhi syarat EQA.
- Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat
EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
o Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan
oleh klinisi, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.
tuberculosis positif.

Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila :


- Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif.
- Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium
yang memenuhi syarat EQA
- Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif
untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV >
1% atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%
ATAU
- Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum
memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis
Memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu
dibawah ini:
- Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV, atau
- Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau prevalens HIV
rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian antibiotik
spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti TB seperti
fluorokuinolon dan aminoglikosida)

Kasus Bekas TB:


- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi

3. Berdasarkan Riwayat Sebelumnya

Hasil
Pencatatan Kasus Hasil Pengobatan Sebelumnya
BTA
Baru +/- -
Sembuh
Riwayat Kambuh +/-
Pengobatan lengkap
pengobatan
Gagal + Pengobatan gagal
sebelumnya
Lalai + Lalai berobat
Pindah +/- Masih dalam pengobatan
Untuk semua kasus yang tidak
memenuhi kriteria diatas, seperti:
Lain-lain +/-  Pasien dengan riwayat pengobatan
tidak diketahui sebelumnya
 Pasien dengan riwayat pengobatan
sebelumnya tetapi tidak diketahui
hasil pengobatan
 Pasien yang datang kembali untuk
pengobatan dengan hasil dahak BTA
negatif atau bakteriologis ekstraparu
TB negatif

4. Status HIV
Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan.
Akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan TB-HIV.

e. Diagnosis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori :
- Batuk  2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik :
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.
Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup
atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

Pemeriksaan Bakteriologi
1. Sputum BTA
Bahan pemeriksaan :
- Sputum
- Cairan pleura
- Liquor cerebrospinalis
- Bilasan bronkus
- Bilasan lambung
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
• Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : (-)
• 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan (scanty)
• 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : (1+)
• 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : (2+)
• >10 BTA dalam 1 lapang pandang : (3+)
2. Gene XPERT
3. Kultur

Pemeriksaan Radiologi
 Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi aktif :
- Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
- Bayangan bercak milier.
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
 Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Kompleks ranke
- Penebalan Pleura

f. Pengobatan
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
- Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
- Mencegah kekambuhan
- Mengurangi transmisi atau penularan kepada orang lain
- Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya

Pengobatan TB dengan obat anti tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi 2 fase


yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8
bulan.

Jenis – Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) :

1. Lini pertama, yaitu :


- Isoniazid (H)
- Rifampisin (R)
- Pirazinamid (Z)
- Etambutol (E)
- Streptomisin (S)
2. Lini kedua, yaitu :
- Kanamisin
- Kapreomisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Sikloserin
- Etionamid/Protionamid
- Para-Amino Salisilat (PAS)
Tabel jenis dan dosis OAT

Dosis yg
Dosis dianjurkan Dosis Dosis (mg) / kgBB / hari
Obat (mg/kg (mg/kgBB/hari) maks /
BB/hari) Inter- hari (mg)
Harian < 40 40-60 >60
mitten
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

Tabel Dosis Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap

Fase intensif Fase lanjutan


2-3 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5

g. Pengobatan Suportif
1. Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam. Bila perlu dapat
diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan
lain.
2. Penderita rawat inap
a. Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan atau komplikasi seperti:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawat

h. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi secara periodik.
- Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan)


 Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
 Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis.
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.

Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
 Sebelum pengobatan.
 Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
 Pada akhir pengobatan.

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks
(sesuai indikasi/bila ada gejala).

2. HEMOPTISIS
a. Pengertian
Hemoptisis adalah keadaan batuk dengan darah atau dahak yang mengandung
darah yang berasal dari saluran napas dibawah glottis (pita suara). Hemoptisis
didefisinikan sebagai ekpetorasi dari darah yang berasal dari paru atau trunkus
bronkotrakeal sedangkan hemoptisis masif adalah batuk darah dengan volume
100-1000 mL (jumlah yang digunakan masih beragam pada beberapa pusat
pendidikan). Belum ada volume spesifik yang dapat digunakan secara universal
untuk definisi hemoptisis masif. Volume cairan yang bisa ditampung di dalam
saluran nafas sebesar 100-200 ml. Oleh karena itu, hemoptisis dapat dikatakan
non-masif bila perdarahan kurang dari 200 ml.

b. Etiologi

Penyebab Contoh

Bakteri Tuberkulosis, staphylococcus,


Infeksi
jamur, virus

Kanker paru, adenoma bronchial, tumor


Neoplasma
metastasis

Bronchitis, bronkiektasis, emboli paru,


Penyakit paru lainnya
kistik fibrosis, emfisema bulosa
Disfungsi trombosit, trombositopenia,
Kelainan Hematologi disseminated intravascular coagulation
(DIC)

Kelainan Jantung Mitral stenosis, endokarditis tricuspid

Trauma Jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak

Hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,


Kelainan pembuluh darah
aneurisma aorta

c. Klasifikasi
Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi
 Derajat I : Bloodstreak
 Derajat II : 1-30cc
 Derajat III : 30-150cc
 Derajat IV : 150-500cc
 Massive : 500-1.000cc atau lebih.

d. Patogenesis
Pada TB Paru :
 Pecahnya aneurisma A. pulmonalis pada dinding kavitas (Rasmussen’s
aneurysm).
 Kekurangan Protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil tuberkulosa
yang menginfeksi parenkim paru.

e. Diagnosis
 Anamnesis :
1. Membedakan batuk darah dan muntah darah.
2. Bagaimana batuk darahnya?
3. Pola batuk darah.
4. Faktor risiko sebagai kondisi penyebab, misalnya akibat bakteri tertentu.
5. Gejala lain yang menyertai, misalnya penurunan berat badan disertai
batuk darah, keringat malam, dicurigai sebagai tuberkulosis.
 Pemeriksaan Fisis
1. Periksa tanda-tanda vital.
2. Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior dan laring, termasuk
pemeriksaan laringoskopi.
3. Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru.
 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah pada perdarahan masif perlu evaluasi Hb dan faal
hemostasis.
2. Pemeriksaan dahak penting periksa sputum BTA pada penderita
tuberkulosa, sitologi sputum pada penderita karsinoma bronkogenik dan
kultur sputum jamur.

f. Tatalaksana
 Konservatif
1. Edukasi penderita untuk tidak menahan batuk darahnya
2. Posisikan penderita dengan berbaring ke bagian paru yang sakit
3. Jaga agar jalan napas tetap terbuka
4. Pemberian IVFD
5. Pemberian obat hemostatik : Karbazokrom, Asam Traneksamat, Vitamin K,
Vitamin C
6. Obat-obat dengan efek sedasi
7. Transfusi darah bila Hb <10gr% dan perdarahan masih berlangsung.
 Bedah
1. Reseksi paru : lobektomi atau pneumonektomi
2. Terapi kolaps : pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisial.
3. Lain-lain : embolisasi artifisial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surbaya. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Paru 2010.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Napas.
3. Fatiyya I. 2011, Pedoman diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta. Revisi pertama, Juli 2011.
4. International Standards of Tuberculosis Care, 2014
5. Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. ISBN: 978-602-235-733-9
6. KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
8. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2013. Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan TB
di Indonesia. Jakarta: PDPI
9. Rab, T. 2010. Ilmu Penyakit \Paru. Trans Info Media. Jakarta: 157-61

Anda mungkin juga menyukai