Anda di halaman 1dari 45

ILEUS OBSTRUKSI

A. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada
sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat, 2003).
Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi
mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik
langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus
obstruksi non mekanik terjadi karena penghentian gerakan peristaltic (Manaf , 2010).

B. Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang
tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat menyebabkan kematian pada
100% pasien (Manaf. 2010).
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang
mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi
pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada populasi
ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan anatomi
seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus
(Sloane, 2003).

C. Etiologi
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh :
a. Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
c. Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia
d. Neoplasma.
e. Intususepsi.
f. Volvulus.
g. Benda asing, kumpulan cacing askaris
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
i. Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma (Mansjoer, 2000).
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap
bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah :
a. Karsinoma.
b. Volvulus.
c. Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
d. Inflamasi.
e. Tumor jinak.
f. Impaksi fekal (Mansjoer, 2000).
D. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).
Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh
darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke
peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai
akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang
terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong (Schrock,
1993). Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak tinggi/obstruksi
usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat munculnya muntah. Dan
sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar),
distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada
umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua
lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal.
Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta
leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada
umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan
obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu
perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi (J.Corwin,
2001).
E. Klasifikasi
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:
1. Kecepatan timbul (speed of onset)
a. Akut, kronik, kronik dengan serangan akut

2. Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
3. Sifat sumbatan
a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran darah
b. Strangulated obstruction : sumbatan disertai gangguan aliran darah sehingga
timbul nekrosis, gangren dan perforasi
4. Etiologi
a. Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus (Price, S.A.
1994).

F. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen,
mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual
muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di
bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi
abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus
menjadi sangat dilatasi (Sjamsuhidajat, 2003).
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau
derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering
berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung
kesakitan apabila bergerak (Mansjoer, 2000).
Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang
dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala
klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala
berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah
adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal. Bagaimanapun,
jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada
awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti
oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang
sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus
biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau
kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi,
terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus),
pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut
dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada palpasi
tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis
(Himawan, 1996).
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena).
Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan
obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya,
distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah
(Sjamsuhidajat, 2003).
Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan strangulasi
dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan klinis tertentu dan
gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda strangulasi (Badash,
2005)
a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus
meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah
fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap.
Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian
atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen
(Himawan, 1996).
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising
usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal (Andari, 1994).
b. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik
dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan
tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus (Himawan,
1996).
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan
timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum
obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu
mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus,
akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.
Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya
yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen
dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi (Andari, 1994).

G. Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala
umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang
disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya
nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Khan, 2012).
Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang
air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada
perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada
tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi
terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar
(Mansjoer, 2000).
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.
Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk
mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Khan, 2012).
Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus,
dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak
terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut,
akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut,
apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhana (Schrock, 1993).
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada
38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda
– tanda shock, dehidrasi dan ketosis (Himawan, 1996).
Radiologis
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah
duduk atau LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari
usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen
dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai
tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada
obstruksi kolon (Andari, 1994).
a. Foto polos abdomen 3 posisi
1. Ileus obstruktif letak tinggi
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di
iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi (Andari, 1994).

Gambar5. Gambaran Herring bone appearance


2. Ileus obstruktif letak rendah
Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan
kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang
mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena
dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran
penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak
gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon (Andari,
1994).

Gambar 6. Gambaran air fluid level


b. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
c. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
d. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
e. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan
adhesi (Andari, 1994).

H. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-
hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada
sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami
perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic
(Badash, 2005).

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah
sakit (Schrock, 2003).
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal (Andari, 1994).
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan
intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan
untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen (Schrock, 1993).
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
(Mansjoer, 2000).
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi
(Mansjoer, 2000).
a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
(Schrock, 1993).
b. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2003).

c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi (Sjamsuhidajat, 2003).
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi
transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi
ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau
lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang (Schrock, 1993).

J. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka
kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah
timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada
obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan,
2012).
BAB III
KESIMPULAN

1. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
2. Etiologi ileus obtruktif adalah adhesi, hernia inkaserata, neoplasma, volvulus, cacing
askaris, radang usus.
3. Gejala yang sering ditemukan pada ileus adalah nyeri kolik, mual, muntah, perut distensi,
obstipasi.
4. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipotensi, takikardi, adanya distensi abdomen,
hiperperistaltik, borborigmus, methallic sound.
5. Pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan adanya dilatasi pada proksimal
sumbatan, herring bone appearance, air fluid level.
6. Penanganan pada ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan menghilangkan obstruksi
dengan laparotomi.
7. Komplikasinya adalah strangulasi, perforasi, shock septic.
8. Prognosis ileus jika > dari 36 jam tidak segera ditangani 25 % menyebabkan kematian.

Diferensial Diagnosa

GEJALA PADA KASUS APE ILEUS CROHN’ ENDOMETRI


NDI OBSTRUK S OSIS
SITI TIF DESEAS
S E
 Wanita + + + +
 17 tahun + + + +
 Sakit perut di daerah kanan bawah + + + +
 Nyeri mendadak + +/- - + mens
 Mual dan Muntah + + -
 menggigil + + +

APPENDISITIS
PENGERTIAN
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks). Apendisitis sering
terjadi pada usia antara 10-30 tahun. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk
seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol
dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis,
2007)
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana
appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat
menyebabkan peritonitis atau abses.
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua.
1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,

disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala


apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri

viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering

disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam

beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri

dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatik setempat.

Apendisitis akut dibagi menjadi :

a. Apendisitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen

appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang

mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema,

dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah

umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan

(Rukmono, 2011).

b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks

dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia

dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus

besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi

serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat

dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema,

hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri

tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat

terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis

umum (Rukmono, 2011).

c. Apendisitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri

mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain

didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren

pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau

keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa

terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang

purulen (Rukmono, 2011).

d. Apendisitis Infiltrat

Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,

kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa

flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono,

2011).

e. Apendisitis Abses

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi

nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,

retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).

f. Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah

gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut

sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak


daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono,

2011).

2. Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut
lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah
adanya pembentukan jaringan ikat.
Anatomi dan fisiologis

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis
yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior
ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada
pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara
klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah
garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Posisi apendiks.
- Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah
di dinding abdomen. Pelvis minor.
- Terletak di iliocaecum pada pertemuan ketiga tinea coli.
- Jenis posisinya : Iliacal, Antecaecal, Retrocaecal.
- Pendarahan: a. Appendikularis, cabang dari a Iliocaecal.
Menurut Helmut (1988) Posisi apendiks sangat bervariasi, sehingga
kemungkinan sulit untuk menentukan posisi normal apendiks.

18
Macam – macam posisi apendiks :
1.Posisi retrocecal, kira-kira 65%.
2.Posisi pelvic / apendiks tergantung menyilang linea terminal
masuk kepelvis minor, tipe desenden 31 %.
3.Posisi paracolica / apendiks terletak horizontal di belakang sekum 2
%.
4.Posisi preileal / apendiks didepan ujung akir ileum 1%.
5.Posisi post ileal/appendiks dibelakang ujung akir ileum 1 %.(Helmut
Leonhardt 1988)

-
Posisi appendiks(Helmut Leonhardt 1988)

Fisiologi
Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak
berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil
panjang kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum,
karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Brunner and Suddarth,
2002).
Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan
merupakan organ yang penting. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml.hari yang
masuk ke dalam lumen lalu mengalir ke caecum. Bila aliran terhambta dapat

19
menyebabkan apendisitis. Immunoglobulin yang di hasilkan adalah Ig A, yang sangat
efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.

ETIOLOGI
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri E. Coli
dan Streptokokus. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit
ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen
apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, corfus
alienum, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan
obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (hiperplasi
kelenjar getah bening 60%, fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus
alienum 4%, striktur lumen 1%)
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi
sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya sumbatan
fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon sehingga
menjad I appendisitis akuta.
- Usus buntu yang pecah bisa menyebabkan :
- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa
berakibat fatal
- terbentuknya abses
- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan
penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan
- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat
fatal

I. EPIDEMIOLOGI
Insidens pria berbanding wanita sama. Umur terbayak adalah dewasa muda,
yaitu antara umur 20-30 tahun.

20
PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fecolith, benda asing, striktur akibat peradagan
sebelumnya atau tumor.
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen
atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi oleh mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan udem, diapendesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, udem bertambah, dan bakteri menembus dinding.
Karena obstruksi vena dapat terbentuk thrombus yang menyebabkan timbulnya
iskemi yang bercampur kuman yang mengakibatkan timbulnya pus. Peradangan ini
dapat meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di
daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut appendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah maka akan terjadi appendisitis
perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat
appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

21
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1.Adanya lisis lumen
2.Derajat sumbatan yang terus menerus
3.Sekresi mukus yang terus menerus
4.Sifat in elastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri
McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek, appendiks lebih panjang,
dinding lebih tipis dan daya tubuh yang masih kurang maka memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.

MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan
bagian bawah.
Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-
38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis,
2007)
- Nyeri samar-samar dan tumpul (nyeri visceral) di epigastrium yang terkadang
disertai mual, muntah dan anoreksia.

22
- Nyeri di perut daerah kanan bawah di titik Mc Burney yang dirasakan lebih
tajam dan jelas yaitu nyeri tekan, nyeri lepas dan nyeri ketok.
- Konstipasi
- Demam (biasanya subfebris, yaitu antara 37,5-38,5 C).
- Lekositas

LANGKAH DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
- Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
- Muntah oleh karena nyeri viseral.
- Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
- Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

1.Anamnesa
a.Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik
McBurney).
b. Mual
c.Muntah (rangsang visceral)
d.Panas (infeksi akut)
2.Pemeriksaan fisik
a.Status generalis
- Tampak kesakitanberjalan sambil bungkuk dan memegang perut
- Demam (≥37,7 oC)
- Perbedaan suhu rektal > ½ oC

23
- Auskultasi, peristaltik usus sering normalPeristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
appendicitis perforata.
3. Pemeriksaan Khusus
a. Mc Burney sign (+) daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan SIAS
kanan dengan pusat. yang dirasakan lebih tajam dan jelas yaitu nyeri
tekan, nyeri lepas dan nyeri ketok.
b. Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis
c. Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri)
terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan
juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar
apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
e.Psoas sign (+) → m. Psoas ditekan penderita dalam posisi terlentang, tungkai
kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif maka
akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang
peritonium sekitar app yang juga meradang.

f.Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi
supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di
pelvis.

24
g. Dunphy's sign- nyeri bertambah ketika batuk
h. Rectal Touche : nyeri tekan pada jam 9-12 Pada pemeriksaan rektal
toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah
prolitotomi.
g.Peritonitis umum (perforasi)
Perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa
nyeri pada daerah titik Mc. Burney.
-Nyeri diseluruh abdomen
-Pekak hati hilang
-Bising usus hilang.
- Terdapat juga penilaian appendisitis dengan Alvarado score

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin


(De Jong 2005)

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah: akan didapatkan Hb normal, leukositosis
>10,000/mm3pada kebanyakan kasus

25
Appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat, pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit,
leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada
ginjal.
b. Radiologi
1) pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-
100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat
ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena
adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi
ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

II. PENATALAKSANAAN
Dasar terapi apendisitis yaitu: rehidrasi, antibiotik dan apendektomi
1. Operasi Sito : untuk appendisitis akut, abses dan perforasi

26
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan
pasien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga pasien
perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah
dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan
duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena
banyak pasien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap
penerimaan anastesi.
2. Operasi Elektif : untuk appendisitis kronik.
3. Konservatif
- Bed rest total posisi Fowler
- Diet rendah serat
- Antibiotik spektrum luasampicillin, gentamisin, klindamicin.

III. KOMPLIKASI

Keterlambatan untuk mencari pengobatan menyebabkan meningkatnya angka


komplikasi. Adapun komplikasi apendisitis yaitu: 10,22,34

1. Perforasi

Perforasi disertai nyeri abdomen yang hebat, dan demam yang lebih tinggi.
Dikatakan lekosit > 18.000/mm3 mengindikasikan telah terjadi perforasi.

2. Peritonitis

27
Merupakan komplikasi paling sering (30- 45 %penderita ). Peritonitis lokal
disebabkan karena mikroperforasi dari apendiks gangrenosa dan diblokade
oleh omentum. Bila perforasi berlanjut terjadilah peritonitis generalisata.

3. Abses apendiks

Terjadi karena infeksi periapendiceal diliputi oleh omentum dan viscera yang
berdekatan. Gejala klinis sama dengan apendisitis akut dan ditemukan masa
pada kuadran kanan bawah. Sekitar 10 % anak-anak dengan apendisitis .

IV. PROGNOSA
Dengan diagnosa yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas sangat kecil. Keterlambatan diagnosa akan meningkatkan mortalitas dan
morbiditas. Serangan berulang dapat terjadi jika appendiks tidak dianggkat.
Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada
apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan
penyembuhan biasanya cepat dan sempurna.

ILEUS OBSTRUKTIF
DEFINISI
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).

ETIOLOGI
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat
operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien

28
yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital
juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
10. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.

29
11. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis
dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

KLASIFIKASI ILEUS OBSTRUKTIF


Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Bailey,2002):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat
obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar

PATOFISIOLOGI
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan atrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat

30
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson,
1995).

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda,
peristalsis melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya
yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara
episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di
dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong
udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas
terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas
peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu
dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas
tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini
dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan
kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi
menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah
bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik
dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume
intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan
dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung,
hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).

31
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga
gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga
dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar bagi penyerapan
bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang aling sensitif
terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi memanjang timbul iskemi
dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk
melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah
dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian
ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya
dibandingkan kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan
cepat serta sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus
obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus
atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup
dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan progresivitas
cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi strangualata (Sabiston, 1995).

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan
hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak
timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian
sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak
karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon
terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten,

32
maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu
menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia
didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding
organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter
tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka ia area
yang biasanya pecah pertama (Sabiston, 1995).

33
34
MANIFESTASI KLINIS
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston,1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002;


Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit
yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet,
2002).

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4
sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15sampai 20 menit pada ileus
obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya
terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif
usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu,
usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang,
sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal
generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi

35
terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai (Sabiston,1995).

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang


memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh
cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).

Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus
obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari
cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan
setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai
hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang
usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di
atas obstruksi (Sabiston, 1995).

Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerakan peristaltic terkadang dapat
dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau
absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).

Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan
gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet,
2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas
ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus
halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar.
Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin
tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar,

36
maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare
merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi (Sabiston, 1995).

Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan
lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria.
Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder
(Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat
sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet,
2002). Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet,
2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau
sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi (Winslet,
2002). Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi
dengan tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa
hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda
yang sangat penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan
penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan
bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang

37
mengalami obstruksi pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang
berhubungan dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound
tenderness menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah
diterapi konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi
tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan
tegang, lunak, ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk
dan benjolan semakin membesar. Pada ileus obstruksi usus besar juga
menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit
ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan
rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang
pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila
katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradox sangat
jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam
feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan
divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi
progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas
terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu
(Harrison’s, 2001).
DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan
atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera (Sabiston, 1995). Diagnosa ileus
obstruksi diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi

38
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada
ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus
obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset
muntah lama (Anonym, 2007)
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan
peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan
kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulate (Sabiston, 1995).

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses
di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah
makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat
mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi

39
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit
Hirschprung (Anonym, 2007).
3. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras
dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).

4. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan
amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif,
khususnya jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)
PENATALAKSANAAN
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston,
1995).

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi


untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007):

40
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi
usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,
sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston,
1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatom (Sabara, 2007).
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu
mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka
antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston, 1995)

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera
mungkin. tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) Tindakan yang terlibat dalam terapi
bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup (Sabiston, 1995) ;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tahap reseksi.

41
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sabara,
2007).

ENDOMETRIOSIS

1. Definisi

Pengertian Endometriosis

Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan yang mirip endometrium,


di luar kavum uteri (Manuaba, 2001: 526).

Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan


stroma). (Mansjoer, 2001: 381).

Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium


yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri
atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di miometrium ataupun di luar
uterus. (Wiknjosastro, 1999: 314).

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan yang hanya ada


di dalam rahim, dapat ditemukan dibagian lain dalam tubuh. (Irwan, 2008:
02).

Endometriosis adalah suatu penyakit dimana bercak bercak jaringan


endometrium tumbuh di luar rahim. Padahal dalam keadaan
normalendometrium hanya ditemukan di dalam lapisan rahim. (Henri, 2009:
1)

KlasifikasiEndometriosis

Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut:

1. Endometriosis Interna, yaitu endometriosis di dalam miometrium, lazim


disebut Adenomiosis.

42
2. Endometriosis Eksterna, yaitu endometriosis di luar uterus, lazim disebut
”true endometriosis”

Menurut letaknya endometriosis dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu


:

1. Endometriosisgenetalia interna, yaitu endometriosis yang letaknya di


dalam uterus.
2. Endometriosis eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di dinding
belakang uterus, di bagian luar tuba dan di ovarium.
3. Endometriosisgenetalia eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di
pelvio peritonium dan di kavum douglas, rekto sigmoid, kandung kencing.

2. Etiologi

 Sampai saat ini belum ada penyebab pasti dari endometriosis.


Ada beberapa teori yang menerangkan terjadinya
endometriosis, seperti :

1. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi


transtuba pada saat menstruasi.
2. Teori metaplasia, yaitu metaplasia sela multipotensial menjadi
endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun
eksperimen.
3. Teori induksi, yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia
indogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak diperesiansi
menjadi jaringan endometrium (Mansjoer, 2001: 381).
4. Teori sistem kekebalan, kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan
menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.

43
5. Teori genetik, keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang
menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak
ataupun Anda penderita endometriosis beresiko besar mengalami
endometriosis sendiri.
6. Teori Retrograde menstruation (menstruasi yang bergerak mundur)
menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang
dilepaskan pada saat menstruasi mengalir kembali melalui tuba ke dalam
rongga pelvis.

3. Tanda dan Gejala

 Nyeriperut bagian bawah dan di daerah panggul progresif.


 Disminorea (nyeri hebat di perut bagian bawah saat haid yang
menganggu aktifitas).
 Dispareunea (nyeri ketika melakukan hubungan seksual), disebabkan
karena adanya endometriosis di kavum douglas.
 Nyeri ketika buang air besar atau kecil (disuria), khususnya pada saat
menstruasi. Disebabkan karena adanya endometriosis pada dinding
rektosigmoid.
 Poli dan hipermenorea (siklus lebih pendek dari normal< 21 hari,
darah lebih banyak atau lama dari normal lebih dari 7 hari).
 Infertilitas (kemandulan), apabila mobilitas tuba terganggu karena
fibriosis dan karena perlekatan jaringan disekitarnya.
 Menstruasi yang tidak teratur (misalnya spoting sebelum menstruasi).
 Haid yang banyak (menorragia)

4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan hasil


pemeriksaanfisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi
(pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dari
kelainan-kelainan di pelvis). Laparoskopi turut membenarkan rawatan
pembedahan bagi endometriosis. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika
kavum douglas ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang
ditemukan pada lokasi seperti: forniks vaginae posterior, perineum, perlu
laparotomi. Biopsi endometrium dapat memberi kepastian mengenai
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda
yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu
haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid
atau kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sistokospi dapat memperlihatkan
tempat perdarahan pada waktu haid. Pembuatan foto rontgen dengan
memasukkan barium dalam kolom dapat memberi gambaran dengan filling

44
defect pemeriksaanpanggul akan teraba adanya benjolanlunak yang seringkali
ditemukan di dinding belakang vagina atau di daerah ovarium.
Pemeriksaan penunjang yang lain adalah: USG rahim, barium enema, CT scan
atau MRI perut. Untuk menentukan berat ringan endometriosis digunakan
klasifikasi dari American Fertility Society. (Irwan, 2008: 04).

5. Komplikasi

1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat


kolom atau ureter.
2. Torsi ovarim atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena
endometrioma.
3. Catamenial seizure atau pneumotoraks karena eksisi endometriosis.

6. Penanganan

Penangananendometriosis terdiri atas:

1. Pencegahan
2. Pengawasan
3. Terapi hormonal
4. Pembedahan
5. Radiasi

45

Anda mungkin juga menyukai