Anda di halaman 1dari 4

Drosophila melanogaster meupakan jenis lalat buah, dimasukkan dalam filum

Artropoda kelas Insekta. Jenis Drosophila melanogaster di Indonesia terdapat sekitar 600 jenis,
pulau Jawa sekitar 120 jenis dari suku Drosophilidae (Wheeler dalam Santoso, 2009). Menurut
Borror (1992), taksonomi dari Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Anak kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak Bangsa : Cyclorrhapha
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Peristiwa gagal berpisah pertama kali dilaporkan oleh T.H. Morgan dan Bridges yang
menyatakan bahwa diantara 2000 turunan F1 hasil persilangan antara D. melanogaster strain
white betina dan strain normal jantan, ditemukan satu penyimpangan entah betina bermata
putih atau jantan bermata merah. Bridges menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena
gagal berpisah pada kromosom kelamin X. Dalam hal ini kedua kromosom kelamin X gagal
memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur
yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X
(Corebima, 2013).

Gagal berpisah adalah suatu peristiwa dimana bagian-bagian dari sepasang kromosom
yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada meiosis I, atau
dimana kromatid saudara gagal berpisah selama meosis II. Pada kasus ini, satu gamet menerima
dua jenis kromosom yang sama dan satu gamet lainnya tidak mendapat salinan sama sekali
(Campbell dkk. 2002). Dalam hal ini kedua kromosom kelamin X gagal memisah selama
meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah D. melanogasteryang
memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X
(Corebima, 2013).
Gambar 2.3. Persilangan pada Drosophila melanogaster antara individu betina bermata
putih dan jantan bermata merah, yang memperlihatkan peristiwa gagal berpisah pada
kromosom kelamin X (Ayala dkk., 1984 dalam Corebima, 2013)
Peristiwa nondisjunction dibedakan menjadi nondisjunction primer dan sekunder.
Nondisjunction primer dapat terjadi pada induk lalat yang belum mengalami nondisjunction
atau lalat normal, sedangkan nondisjunction sekunder terjadi pada keturunan yang merupakan
hasil nonodisjunction primer. Peristiwa itu disebut sebagai gagal berpisah sekunder karena
kejadiannya berlangsung pada turunan dari individu betina, yang keberadaannya merupakan
produk gagal berpisah primer. Dalam hal ini individu betina yang dimaksud memiliki dua
kromosom kelamin X dan satu kromosom Y (Corebima,2003).

Peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) dipengaruhi oleh beberapa hal baik pengaruh
dari faktor luar maupun pengaruh dari faktor dalam. Faktor luar yang dapat menyebabkan
peningkatan peristiwa gagal berpisah pada Drosophila melanogaster menurut Herskowitz
(1977) dalam Abidin (1997) adalah:

-energi dan radiasi tinggi


- karbon dioksida
- zat kimia
Zat kimia yang dapat menyebabkan terjadinya gagal berpisah adalah adanya pewarna,
pemanis, pengawet, perasa dan penyedap. Salah satu zat kimia yang dapat menyebabkan
peristiwa gagal berpisah yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium benzoate.
Sedangkan faktor dari dalam yang berpengaruh terhadap frekuensi gagal berpisah diantaranya
adalah:

- umur dari induk


- gen mutan
- faktor yang berkaitan dalam kelainan-kelainan pada genetik.
Menurut Herskowitz dalam Abidin (1997) umur cenderung meningkatkan kejadian
penyimpangan meiosis yang disebut nondisjungsi pada bentuk kehidupan yang rendah. Tidak
dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bentuk kehidupan rendah. Menurut
Herskowitz (1977) dalam Abidin (1997) faktor dari dalam lainnya yang berpengaruh terhadap
gagal berpisah adalah adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak berada pada
keadaan normal atau abnormal.

Dikatakan Herskowitz dalam Abidin (1997) bahwa dalam keadaan normal dua
sentromer sesaudara saling menutup. Satu sentromer akan berorientasi ke salah satu kutub,
sedang sentromer lain berorientasi ke salah satu kutub yang berlawanan. Dengan adanya gen
mutan, dalam hal ini gen mei-s332, yaitu gen semi dominan pada meiosis I Drosophila maka
metafase II dua sentromer sesaudara akan terletak memisah sehingga kedua sentromer tersebut
akan berorientasi ke kutub yang sama akibatnya pada anafase II terjadi peristiwa
nonduisjunction atau gagal berpisah.

Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan
pada bahan makanan. Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan terurai menjadi bentuk
aktifnya yaitu asam benzoat (Deman, 1997).

Gambar 2.4. Struktur Natrium Benzoat (Taib, dkk. 2014)


Natrium benzoat efektif digunakan pada pH 2,5 sampai 4,0. Daya awetnya akan
menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada
dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Winarno dkk, 1992). Penggunaan pengawet ini
diperbolehkan digunakan dalam jumlah tertentu.Pada produk makanan senyawa benzoat hanya
boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg bahan (Hambali dkk, 2006). Sifat
Natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki karakteristik stabil, tanpa bau, berbentuk kristal
putih, stabil di udara, kelarutannya mudah larut di air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih
mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660g/l dengan
bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84.7% pada range pH 4. Menurut PERMENKES
No.33 Tahun 2012 Natrium Benzoat dinyatakan aman apabila digunakan sebagai Bahan
Tambahan Makanan Preservative. Bukti-bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai
toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia, hingga saat ini benzoat dipandang
tidak memiliki efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi dan tidak
mempunyai efek karsinogenik. Konsentrasi Natrium Benzoat memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C, total soluble solid, total asam, viscositas, dan
nilai organoleptik.Mekanisme kerja natrium benzoat dan garamnya berdasarkan permeabilitas
dari membran sel mikroba terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi.Isi sel mikroba
mempunyai pH yang selalu netral. Bila sel mikroba menjadi asam/basa maka akan terjadi
gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sebagian sel
mati (Khurniyati dan Teti, 2015). Semakin tinggi konsentrasi natrium benzoat untuk
menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat merusak vitamin C karena natrium benzoat
dapat mengganggu kerja enzim sehingga oksidasi vitamin C dapat dihambat (Oktovian., dkk.,
2012)

Anda mungkin juga menyukai