Anda di halaman 1dari 13

Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia

DEMI KEADILAN BERDASARKAN Agustus 2010, memberi kuasa kepada :


KETUHANAN YANG MAHA ESA i) Rusdianto Matulatuwa;
ii) Oktryan Makta; dan
MAHKAMAH KONSTITUSI iii) Miftachul I.A.A.,
REPUBLIK INDONESIA
yaitu advokat pada Kantor Hukum Ma-
[1.1] tulatuwa & Makta yang beralamat di
Yang mengadili perkara konstitusi pada Wisma Nugra Santana 14 Floor, Suite
tingkat pertama dan terakhir, menja- 1416, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8
tuhkan putusan dalam perkara permo- Jakarta 10220, baik sendiri-sendiri mau-
honan Pengujian Undang-undang No- pun bersama-sama bertindak untuk
mor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan atas nama pemberi kuasa;
terhadap Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang Selanjutnya disebut sebagai
diajukan oleh: para Pemohon;

[1.2] [1.3]
1. Nama : Membaca permohonan dari para Pemo-
Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti hon; Mendengar keterangan dari para
H. Mochtar Ibrahim Pemohon;
Tempat dan Tanggal Lahir :
Ujung Pandang, 20 Maret 1970 Memeriksa bukti-bukti dari para Pemo-
Alamat : hon; Mendengar keterangan ahli dari
Jalan Camar VI Blok BL 12A, RT/RW para Pemohon; Mendengar dan mem-
002/008, Desa/Kelurahan Pondok Be- baca keterangan tertulis dari Peme-
tung, Kecamatan Pondok Aren, Kabu- rintah;
paten Tangerang, Banten
2. Nama : Mendengar dan membaca keterangan
Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moer- tertulis dari Dewan Perwakilan Rakyat;
diono Membaca kesimpulan tertulis dari para
Tempat dan Tanggal Lahir : Pemohon;
Jakarta, 5 Februari 1996
Alamat : 2. DUDUK PERKARA
Jalan Camar VI Blok BL 12A, RT/RW ----------------------------------------
002/008, Desa/Kelurahan Pondok Be-
tung, Kecamatan Pondok Aren, Kabu- 3. PERTIMBANGAN HUKUM
paten Tangerang, Banten.
[3.1]
Berdasarkan Surat Kuasa Nomor 58/ Menimbang bahwa maksud dan tujuan
KH.M&M/K/VIII/2010 bertanggal 5 permohonan a quo adalah untuk me-
nguji Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat konstitusional Mahkamah adalah me-
(1) Undang-undang Nomor 1 Tahun ngadili pada tingkat pertama dan tera-
1974 tentang Perkawinan (Lembaran khir yang putusannya bersifat final un-
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 tuk menguji Undang-undang terhadap
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Undang-undang Dasar;
Republik Indonesia Nomor 3019, selan-
jutnya disebut UU 1/1974) terhadap [3.4]
Undang-undang Dasar Negara Republik Menimbang bahwa permohonan para
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya di- Pemohon adalah untuk menguji kons-
sebut UUD 1945); titusionalitas norma Pasal 2 ayat (2)
dan Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 terha-
[3.2] dap UUD 1945, yang menjadi salah satu
Menimbang bahwa sebelum mem- kewenangan Mahkamah, sehingga oleh
pertimbangkan pokok permohonan, karenanya Mahkamah berwenang un-
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya di- tuk mengadili permohonan a quo; Ke-
sebut Mahkamah) terlebih dahulu akan dudukan Hukum (Legal Standing) para
mempertimbangkan: Pemohon
a. Kewenangan Mahkamah untuk
mengadili permohonan a quo; [3.5]
b. Kedudukan hukum (legal standing) Menimbang bahwa berdasarkan Pasal
para Pemohon untuk mengajukan 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasan-
permohonan a quo; nya, yang dapat mengajukan permo-
honan Pengujian Undang-undang ter-
KEWENANGAN MAHKAMAH hadap UUD 1945 adalah mereka yang
menganggap hak dan/atau kewenang-
[3.3] an konstitusionalnya yang diberikan
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal oleh UUD 1945 dirugikan oleh berla-
24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat kunya suatu Undang-undang, yaitu:
(1) huruf a Undang-undang Nomor 24 a. perorangan warga negara Indone-
Tahun 2003 tentang Mahkamah Kons- sia (termasuk kelompok orang yang
titusi sebagaimana telah diubah de- mempunyai kepentingan sama);
ngan Undang-undang Nomor 8 Tahun b. kesatuan masyarakat hukum adat
2011 tentang Perubahan Atas Undang- sepanjang masih hidup dan sesuai
undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang dengan perkembangan masyarakat
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Ne- dan prinsip Negara Kesatuan Repu-
gara Republik Indonesia Tahun 2011 blik Indonesia yang diatur dalam
Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Undang-undang;
Republik Indonesia Nomor 5226, selan- c. badan hukum publik atau privat;
jutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 atau
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor d. lembaga negara;
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Ke-
hakiman (Lembaran Negara Republik Dengan demikian, para Pemohon dalam
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tam- pengujian Undang-undang terhadap
bahan Lembaran Negara Republik Indo- UUD 1945 harus menjelaskan dan mem-
nesia Nomor 5076, selanjutnya disebut buktikan terlebih dahulu:
UU 48/2009), salah satu kewenangan a. kedudukannya sebagai para Pemo-
hon sebagaimana dimaksud Pasal [3.7]
51 ayat (1) UU MK; Menimbang bahwa berdasarkan urai-
b. kerugian hak dan/atau kewenang- an sebagaimana tersebut pada para-
an konstitusional yang diberikan graf [3.5] dan [3.6] di atas, selanjutnya
oleh UUD 1945 yang diakibatkan Mahkamah akan mempertimbangkan
oleh berlakunya undang-undang mengenai kedudukan hukum (legal
yang dimohonkan pengujian; standing) para Pemohon dalam permo-
honan a quo sebagai berikut:
[3.6]
Menimbang pula bahwa Mahkamah [3.8]
sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Menimbang bahwa pada pokoknya para
Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Pemohon mendalilkan sebagai pero-
Mei 2005 dan Putusan Mahkamah rangan warga negara Indonesia yang
Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 mempunyai hak konstitusional yang
bertanggal 20 September 2007, serta diatur dalam UUD 1945 yaitu: Pasal 28B
putusan-putusan selanjutnya berpendi- ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang
rian bahwa kerugian hak dan/atau ke- berhak membentuk keluarga dan melanjut-
wenangan konstitusional sebagaimana kan keturunan melalui perkawinan yang
dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus sah”; Pasal 28B ayat (2) yang menyata-
memenuhi lima syarat, yaitu: kan, “Setiap anak berhak atas kelangsung-
a. adanya hak dan/atau kewenangan an hidup, tumbuh, dan berkembang serta
konstitusional Pemohon yang dibe- berhak atas perlindungan dari kekerasan
rikan oleh UUD 1945; dan diskriminasi”, dan Pasal 28D ayat (1)
b. hak dan/atau kewenangan konsti- yang menyatakan, ”Setiap orang berhak
tusional tersebut oleh Pemohon di- atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
anggap dirugikan oleh berlakunya dan kepastian hukum yang adil serta perla-
undang-undang yang dimohonkan kuan yang sama di hadapan hukum”; Hak
pengujian; konstitusional tersebut telah dirugikan
c. kerugian konstitusional tersebut akibat berlakunya ketentuan Pasal 2
harus bersifat spesifik (khusus) dan ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974;
aktual atau setidak-tidaknya
potensial yang menurut penalaran [3.9]
yang wajar dapat dipastikan akan Menimbang bahwa dengan memperha-
terjadi; tikan akibat yang dialami oleh para
d. adanya hubungan sebab-akibat Pemohon dikaitkan dengan hak kons-
(causal verband) antara kerugian titusional para Pemohon, menurut
dimaksud dan berlakunya undang- Mahkamah, terdapat hubungan sebab
undang yang dimohonkan penguji- akibat (causal verband) antara kerugian
an; dimaksud dan berlakunya Undang-un-
e. adanya kemungkinan bahwa de- dang yang dimohonkan pengujian, se-
ngan dikabulkannya permohonan hingga para Pemohon memenuhi sya-
maka kerugian konstitusional se- rat kedudukan hukum (legal standing)
perti yang didalilkan tidak akan untuk mengajukan permohonan a quo;
atau tidak lagi terjadi;
[3.10]
Menimbang bahwa oleh karena Mahka-
mah berwenang mengadili permoho- Berdasarkan Penjelasan UU 1/1974 di
nan a quo, dan para Pemohon memiliki atas nyatalah bahwa (i) pencatatan per-
kedudukan hukum (legal standing), se- kawinan bukanlah merupakan faktor
lanjutnya Mahkamah akan memper- yang menentukan sahnya perkawinan;
timbangkan pokok permohonan; dan (ii) pencatatan merupakan kewa-
jiban administratif yang diwajibkan
PENDAPAT MAHKAMAH berdasarkan peraturan perundang-un-
dangan.
POKOK PERMOHONAN
[3.11] Adapun faktor yang menentukan sah-
Menimbang bahwa pokok permohonan nya perkawinan adalah syarat-syarat
para Pemohon, adalah pengujian kons- yang ditentukan oleh agama dari ma-
titusionalitas Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 sing-masing pasangan calon mempelai.
yang menyatakan, “Tiap-tiap perkawinan Diwajibkannya pencatatan perkawin-
dicatat menurut peraturan perundang-un- an oleh negara melalui peraturan pe-
dangan yang berlaku”, dan Pasal 43 ayat rundang-undangan merupakan kewaji-
(1) UU 1/1974 yang menyatakan, “Anak ban administratif.
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan Makna pentingnya kewajiban adminis-
ibunya dan keluarga ibunya”, khususnya tratif berupa pencatatan perkawinan
mengenai hak untuk mendapatkan sta- tersebut, menurut Mahkamah, dapat
tus hukum anak; dilihat dari dua perspektif. Pertama,
dari perspektif negara, pencatatan
[3.12] dimaksud diwajibkan dalam rangka
Menimbang bahwa pokok permasalah- fungsi negara memberikan jaminan
an hukum mengenai pencatatan perka- perlindungan, pemajuan, penegakan,
winan menurut peraturan perundang- dan pemenuhan hak asasi manusia
undangan adalah mengenai makna yang bersangkutan yang merupakan
hukum (legal meaning) pencatatan per- tanggung jawab negara dan harus dila-
kawinan. Mengenai permasalahan ter- kukan sesuai dengan prinsip negara
sebut, Penjelasan Umum angka 4 huruf hukum yang demokratis yang diatur
b UU 1/1974 tentang asas-asas atau serta dituangkan dalam peraturan pe-
prinsip-prinsip perkawinan menyata- rundang-undangan [vide Pasal 28I ayat
kan, “... bahwa suatu perkawinan adalah (4) dan ayat (5) UUD 1945]. Sekiranya
sah bilamana dilakukan menurut hukum pencatatan dimaksud dianggap seba-
masing-masing agamanya dan keperca- gai pembatasan, pencatatan demikian
yaannya itu; dan di samping itu tiap-tiap menurut Mahkamah tidak bertentang-
perkawinan harus dicatat menurut pera- an dengan ketentuan konstitusional
turan perundang-undangan yang berlaku. karena pembatasan ditetapkan dengan
Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah Undang-undang dan dilakukan dengan
sama halnya dengan pencatatan peristiwa- maksud semata-mata untuk menjamin
peristiwa penting dalam kehidupan seseo- pengakuan serta penghormatan atas
rang, misalnya kelahiran, kematian yang hak dan kebebasan orang lain, dan un-
dinyatakan dalam surat-surat keterangan, tuk memenuhi tuntutan yang adil se-
suatu akte yang juga dimuat dalam daftar suai dengan pertimbangan moral, nilai-
pencatatan”. nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demo- Secara alamiah, tidaklah mungkin se-
kratis [vide Pasal 28J ayat (2) UUD 1945]. orang perempuan hamil tanpa ter-
jadinya pertemuan antara ovum dan
Kedua, pencatatan secara administratif spermatozoa baik melalui hubungan sek-
yang dilakukan oleh negara dimaksud- sual (coitus) maupun melalui cara lain
kan agar perkawinan, sebagai perbua- berdasarkan perkembangan teknologi
tan hukum penting dalam kehidupan yang menyebabkan terjadinya pembua-
yang dilakukan oleh yang bersangkut- han. Oleh karena itu, tidak tepat dan ti-
an, yang berimplikasi terjadinya akibat dak adil manakala hukum menetapkan
hukum yang sangat luas, di kemudian bahwa anak yang lahir dari suatu keha-
hari dapat dibuktikan dengan buk- milan karena hubungan seksual di luar
ti yang sempurna dengan suatu akta perkawinan hanya memiliki hubungan
otentik, sehingga perlindungan dan dengan perempuan tersebut sebagai
pelayanan oleh negara terkait dengan ibunya. Adalah tidak tepat dan tidak
hak-hak yang timbul dari suatu perka- adil pula jika hukum membebaskan
winan yang bersangkutan dapat terse- laki-laki yang melakukan hubungan
lenggara secara efektif dan efisien. Ar- seksual yang menyebabkan terjadinya
tinya, dengan dimilikinya bukti otentik kehamilan dan kelahiran anak tersebut
perkawinan, hak-hak yang timbul se- dari tanggung jawabnya sebagai seo-
bagai akibat perkawinan dapat terlin- rang bapak dan bersamaan dengan itu
dungi dan terlayani dengan baik, kare- hukum meniadakan hak-hak anak ter-
na tidak diperlukan proses pembuktian hadap lelaki tersebut sebagai bapaknya.
yang memakan waktu, uang, tenaga, Lebih-lebih manakala berdasarkan per-
dan pikiran yang lebih banyak, seperti kembangan teknologi yang ada me-
pembuktian mengenai asal-usul anak mungkinkan dapat dibuktikan bahwa
dalam Pasal 55 UU 1/1974 yang meng- seorang anak itu merupakan anak dari
atur bahwa bila asal-usul anak tidak laki-laki tertentu.
dapat dibuktikan dengan akta otentik
maka mengenai hal itu akan ditetap- Akibat hukum dari peristiwa hukum
kan dengan putusan pengadilan yang kelahiran karena kehamilan, yang dida-
berwenang. Pembuktian yang demiki- hului dengan hubungan seksual antara
an pasti tidak lebih efektif dan efisien seorang perempuan dengan seorang la-
bila dibandingkan dengan adanya akta ki-laki, adalah hubungan hukum yang
otentik sebagai buktinya; di dalamnya terdapat hak dan kewaji-
ban secara bertimbal balik, yang sub-
[3.13] jek hukumnya meliputi anak, ibu, dan
Menimbang bahwa pokok permasalah- bapak.
an hukum mengenai anak yang dilahir-
kan di luar perkawinan adalah menge- Berdasarkan uraian di atas, hubungan
nai makna hukum (legal meaning) frasa anak dengan seorang laki-laki sebagai
“yang dilahirkan di luar perkawinan”. Un- bapak tidak semata-mata karena ada-
tuk memperoleh jawaban dalam pers- nya ikatan perkawinan, akan tetapi
pektif yang lebih luas perlu dijawab dapat juga didasarkan pada pembuk-
pula permasalahan terkait, yaitu per- tian adanya hubungan darah antara
masalahan tentang sahnya anak. anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak. Dengan demikian, terlepas dari
soal prosedur/administrasi perkawi- perdata dengan ibunya dan keluarga
nannya, anak yang dilahirkan harus ibunya” adalah bertentangan dengan
mendapatkan perlindungan hukum. UUD 1945 secara bersyarat (conditio-
Jika tidak demikian, maka yang diru- nally unconstitutional) yakni inkonstitu-
gikan adalah anak yang dilahirkan di sional sepanjang ayat tersebut dimak-
luar perkawinan, padahal anak terse- nai menghilangkan hubungan perdata
but tidak berdosa karena kelahirannya dengan laki-laki yang dapat dibuktikan
di luar kehendaknya. Anak yang dila- berdasarkan ilmu pengetahuan dan
hirkan tanpa memiliki kejelasan status teknologi dan/atau alat bukti lain me-
ayah seringkali mendapatkan perla- nurut hukum mempunyai hubungan
kuan yang tidak adil dan stigma di te- darah sebagai ayahnya;
ngah-tengah masyarakat. Hukum harus
memberi perlindungan dan kepastian 4. KONKLUSI
hukum yang adil terhadap status seo-
rang anak yang dilahirkan dan hak-hak Berdasarkan penilaian atas fakta dan
yang ada padanya, termasuk terhadap hukum sebagaimana diuraikan di atas,
anak yang dilahirkan meskipun keabsa- Mahkamah berkesimpulan:
han perkawinannya masih diperseng-
ketakan; [4.1]
Mahkamah berwenang untuk menga-
[3.14] dili permohonan a quo;
Menimbang bahwa berdasarkan urai-
an tersebut di atas maka Pasal 43 ayat [4.2]
(1) UU 1/1974 yang menyatakan, “Anak Para Pemohon memiliki kedudukan hu-
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya kum (legal standing) untuk mengajukan
mempunyai hubungan perdata dengan permohonan a quo;
ibunya dan keluarga ibunya” harus di-
baca, “Anak yang dilahirkan di luar per- [4.3]
kawinan mempunyai hubungan perdata Pokok permohonan beralasan menurut
dengan ibunya dan keluarga ibunya serta hukum untuk sebagian;
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang da- Berdasarkan Undang-undang Dasar Ne-
pat dibuktikan berdasarkan ilmu pengeta- gara Republik Indonesia Tahun 1945,
huan dan teknologi dan/atau alat bukti lain Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
menurut hukum mempunyai hubungan tentang Mahkamah Konstitusi seba-
darah, termasuk hubungan perdata dengan gaimana telah diubah dengan Undang-
keluarga ayahnya”; undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No-
[3.15] mor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Menimbang bahwa, berdasarkan se- Konstitusi (Lembaran Negara Republik
luruh pertimbangan di atas, maka dalil Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tam-
para Pemohon sepanjang menyangkut bahan Lembaran Negara Republik Indo-
Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 tidak ber- nesia Nomor 5226), dan UndangUndang
alasan menurut hukum. Adapun Pasal Nomor 48 Tahun 2009 tentang Keku-
43 ayat (1) UU 1/1974 yang menyata- asaan Kehakiman (Lembaran Negara
kan, “Anak yang dilahirkan di luar per- Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
kawinan hanya mempunyai hubungan 157, Tambahan Lembaran Negara Repu-
blik Indonesia Nomor 5076); dilahirkan di luar perkawinan mem-
punyai hubungan perdata dengan
5. AMAR PUTUSAN ibunya dan keluarga ibunya serta den-
gan laki-laki sebagai ayahnya yang da-
Mengadili, pat dibuktikan berdasarkan ilmu pen-
Menyatakan: getahuan dan teknologi dan/atau alat
Mengabulkan permohonan para Pemo- bukti lain menurut hukum mempunyai
hon untuk sebagian; hubungan darah, termasuk hubungan
• Pasal 43 ayat (1) Undang-undang perdata dengan keluarga ayahnya”;
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Per- • Menolak permohonan para Pemo-
kawinan (Lembaran Negara Repu- hon untuk selain dan selebihnya;
blik Indonesia Tahun 1974 Nomor • Memerintahkan untuk memuat
1, Tambahan Lembaran Negara Re- putusan ini dalam Berita Negara
publik Indonesia Nomor 3019) yang Republik Indonesia sebagaimana
menyatakan, “Anak yang dilahirkan mestinya;
di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan Demikian diputuskan dalam Rapat Per-
keluarga ibunya”, bertentangan de- musyawaratan Hakim oleh sembilan
ngan Undang-undang Dasar Negara Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud
Republik Indonesia Tahun 1945 se- MD., selaku Ketua merangkap Anggota,
panjang dimaknai menghilangkan Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati,
hubungan perdata dengan laki-laki Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar
yang dapat dibuktikan berdasarkan Usman, Hamdan Zoelva, M. Akil Moch-
ilmu pengetahuan dan teknologi tar, dan Muhammad Alim, masing-ma-
dan/atau alat bukti lain menurut sing sebagai Anggota, pada hari Senin,
hukum ternyata mempunyai hu- tanggal tiga belas, bulan Februari,
bungan darah sebagai ayahnya; tahun dua ribu dua belas dan diu-
• Pasal 43 ayat (1) Undang-undang capkan dalam Sidang Pleno Mahkamah
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Per- Konstitusi terbuka untuk umum pada
kawinan (Lembaran Negara Repu- hari Jumat, tanggal tujuh belas, bu-
blik Indonesia Tahun 1974 Nomor lan Februari, tahun dua ribu dua be-
1, Tambahan Lembaran Negara Re- las, oleh sembilan Hakim Konstitusi,
publik Indonesia Nomor 3019) yang yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua
menyatakan, “Anak yang dilahirkan merangkap Anggota, Achmad Sodiki,
di luar perkawinan hanya mempunyai Maria Farida Indrati, Harjono, Ahmad
hubungan perdata dengan ibunya dan Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Hamdan
keluarga ibunya”, tidak memiliki ke- Zoelva, M. Akil Mochtar, dan Muham-
kuatan hukum mengikat sepanjang mad Alim, masing-masing sebagai Ang-
dimaknai menghilangkan hubun- gota, dengan didampingi oleh Mardian
gan perdata dengan laki-laki yang Wibowo sebagai Panitera Pengganti,
dapat dibuktikan berdasarkan ilmu serta dihadiri oleh para Pemohon
pengetahuan dan teknologi dan/ dan/atau kuasanya, Pemerintah atau
atau alat bukti lain menurut hukum yang mewakili, dan Dewan Perwakilan
ternyata mempunyai hubungan da- Rakyat atau yang mewakili.
rah sebagai ayahnya, sehingga ayat
tersebut harus dibaca, “Anak yang
KETUA, Keberadaan Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974
Ttd. menimbulkan ambiguitas bagi pema-
Moh. Mahfud MD. knaan Pasal 2 ayat (1) UU 1/1974 karena
pencatatan yang dimaksud oleh Pasal 2
ANGGOTA-ANGGOTA, ayat (2) Undang-undang a quo tidak di-
Ttd. tegaskan apakah sekadar pencatatan
Achmad Sodiki secara administratif yang tidak berpe-
Ttd. ngaruh terhadap sah atau tidaknya
Harjono perkawinan yang telah dilangsungkan
Ttd. menurut agama atau kepercayaan ma-
Anwar Usman sing-masing, ataukah pencatatan ter-
Ttd. sebut berpengaruh terhadap sah atau
M. Akil Mochtar tidaknya perkawinan yang dilakukan.
Ttd.
Maria Farida Indrati Keberadaan norma agama dan norma
Ttd. hukum dalam satu peraturan perun-
Ahmad Fadlil Sumadi dang-undangan yang sama, memili- ki
Ttd. potensi untuk saling melemahkan
Hamdan Zoelva bahkan bertentangan. Dalam perkara
Ttd. ini, potensi saling meniadakan terjadi
Muhammad Alim antara Pasal 2 ayat (1) dengan Pasal
2 ayat (2) UU 1/1974. Pasal 2 ayat (1)
6. ALASAN BERBEDA yang pada pokoknya menjamin bahwa
( CONCURRING OPINION) perkawinan adalah sah jika dilakukan
menurut hukum masing-masing agama
Terhadap Putusan Mahkamah ini, Ha- dan kepercayaannya, ternyata mengha-
kim Konstitusi Maria Farida Indrati me- langi dan sebaliknya juga dihalangi oleh
miliki alasan berbeda (concurring opin- keberlakuan Pasal 2 ayat (2) yang pada
ion), sebagai berikut: pokoknya mengatur bahwa perkawin-
an akan sah dan memiliki kekuatan hu-
[6.1] kum jika telah dicatat oleh instansi ber-
Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 wenang atau pegawai pencatat nikah.
adalah “… ikatan lahir bathin antara se-
orang pria dengan seorang wanita seba- Jika Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 dimak-
gai suami istri dengan tujuan membentuk nai sebagai pencatatan secara adminis-
keluarga (rumah tangga) yang bahagia tratif yang tidak berpengaruh terhadap
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang sah atau tidak sahnya suatu pernika-
Maha Esa”; sedangkan mengenai syarat han, maka hal tersebut tidak berten-
sahnya perkawinan Pasal 2 UU 1/1974 tangan dengan UUD 1945 karena tidak
menyatakan bahwa: ayat (1) “Perkawi- nan terjadi penambahan terhadap syarat
adalah sah, apabila dilakukan menu- rut perkawinan. Seturut dengan itu, kata
hukum masing-masing agamanya dan “perkawinan” dalam Pasal 43 ayat (1)
kepercayaannya itu.” Sementara ayat (2) Undang-undang a quo juga akan dimak-
menyatakan, “Tiap-tiap perkawinan dica- nai sebagai perkawinan yang sah secara
tat menurut peraturan perundang-undang- Islam atau perkawinan menurut rukun
an yang berlaku”. nikah yang lima.
Namun demikian, berdasarkan tinjauan teks utama, yaitu (i) mencegah dan (ii)
sosiologis tentang lembaga perkawinan melindungi, wanita dan anak-anak dari
dalam masyarakat, sahnya perkawin- perkawinan yang dilaksanakan secara
an menurut agama dan kepercayaan tidak bertanggung jawab. Pencatatan
tertentu tidak dapat secara langsung sebagai upaya perlindungan terhadap
menjamin terpenuhinya hak-hak ke- wanita dan anak-anak dari penyalahgu-
perdataan istri, suami, dan/atau anak- naan perkawinan, dapat dilakukan de-
anak yang dilahirkan dari perkawinan ngan menetapkan syarat agar rencana
tersebut karena pelaksanaan norma a- perkawinan yang potensial menimbul-
gama dan adat di masyarakat diserah- kan kerugian dapat dihindari dan dito-
kan sepenuhnya kepada kesadaran in- lak.
dividu dan kesadaran masyarakat tanpa
dilindungi oleh otoritas resmi (negara) Negara mengatur (mengundangkan)
yang memiliki kekuatan pemaksa. syarat-syarat perkawinan sebagai upa-
ya positivisasi norma ajaran agama a-
[6.2] tau kepercayaan dalam hukum perka-
Pencatatan perkawinan diperlukan winan. Syarat-syarat perkawinan yang
sebagai perlindungan negara kepada dirumuskan oleh negara, yang peme-
pihak-pihak dalam perkawinan, dan nuhannya menjadi syarat pencatatan
juga untuk menghindari kecenderung- nikah sekaligus syarat terbitnya Akta
an dari inkonsistensi penerapan ajaran Nikah, dapat ditemukan dalam Undang-
agama dan kepercayaan secara sem- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
purna/utuh pada perkawinan yang di- Perkawinan dan peraturan perundang-
langsungkan menurut agama dan ke- undangan lainnya yang terkait dengan
percayaan tersebut. Dengan kata lain, perkawinan dan administrasi kepen-
pencatatan perkawinan diperlukan dudukan. Saya berharap adanya upaya
untuk menghindari penerapan hukum sinkronisasi peraturan perundang-un-
agama dan kepercayaannya itu dalam dangan yang berkaitan dengan agama
perkawinan secara sepotong-sepotong atau kepercayaan dengan konstruksi
untuk meligitimasi sebuah perkawinan, hukum negara mengenai perkawinan
sementara kehidupan rumah tangga dan administrasi kependudukan.
pasca perkawinan tidak sesuai dengan
tujuan perkawinan dimaksud. Adanya Saya berharap adanya upaya sinkroni-
penelantaran istri dan anak, kekerasan sasi hukum dan peraturan perundang-
dalam rumah tangga, fenomena kawin undangan yang berkaitan dengan
kontrak, fenomena istri simpanan (wa- perkawinan menurut agama dan keper-
nita idaman lain), dan lain sebagainya, cayaannya dan masalah yang menyang-
adalah bukti tidak adanya konsistensi kut administrasi kependudukan.
penerapan tujuan perkawinan secara
utuh. [6.3]
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
Esensi pencatatan, selain demi tertib prakteknya, hukum tidak selalu dapat
administrasi, adalah untuk melindu- dilaksanakan sesuai yang dikehendaki
ngi wanita dan anak-anak. Syarat pen- oleh pembuatnya. Pada kenyataannya,
catatan perkawinan dimaksud dapat hingga saat ini masih terdapat perka-
diletakkan setidaknya dalam dua kon- winan-perkawinan yang mengabaikan
UU 1/1974, dan hanya menyandarkan ban terhadap anak dimaksud. Pencata-
pada syarat perkawinan menurut aja- tan perkawinan adalah dimensi sosial
ran agama dan kepercayaan tertentu. yang dimaksudkan untuk memberikan
Terhadap perkawinan secara hukum jaminan atas status dan akibat hukum
agama atau kepercayaan yang tidak dari suatu peristiwa hukum seperti juga
dilaksanakan menurut UU 1/1974 yang pencatatan tentang kelahiran dan ke-
tentunya juga tidak dicatatkan, negara matian.
akan mengalami kesulitan dalam mem-
berikan perlindungan secara maksimal Berdasarkan pertimbangan tersebut,
terhadap hak-hak wanita sebagai istri menurut saya tidak ada kerugian kons-
dan hak-hak anak-anak yang kelak di- titusional yang dialami para Pemohon
lahirkan dari perkawinan tersebut. sebagai akibat keberadaan Pasal 2 ayat
(2) UU 1/1974, walaupun jika pencata-
Para Pemohon menyatakan bahwa Pa- tan ditafsirkan sebagai syarat mutlak
sal 2 ayat (2) UU 1/1974 yang menyata- bagi sahnya perkawinan, pasal a quo po-
kan, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menu- tensial merugikan hak konstitusional
rut peraturan perundang-undangan yang Pemohon I.
berlaku”, adalah bertentangan dengan
Pasal 28B ayat (1) dan ayat (2), serta Pa- [6.4]
sal 28D ayat (1) UUD 1945. Saya menilai, Harus diakui bahwa praktek hukum
Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 tidak berten- sehari-hari menunjukkan adanya plu-
tangan dengan Pasal 28B ayat (1) UUD ralisme hukum karena adanya golo-
1945 karena Pasal 2 ayat (2) Undang- ngan masyarakat yang dalam hubu-
undang a quo yang mensyaratkan pen- ngan keperdataannya sehari-hari
catatan, meskipun faktanya menambah berpegang pada hukum agama, atau se-
persyaratan untuk melangsungkan cara utuh berpegang pada hukum nasi-
perkawinan, namun ketiadaannya ti- onal, maupun mendasarkan hubungan
dak menghalangi adanya pernikahan keperdataannya kepada hukum adat
itu sendiri. Kenyataan ini dapat terlihat setempat. Pluralisme hukum ini diatur
adanya pelaksanaan program/kegiatan dan secara tegas dilindungi oleh UUD
perkawinan massal dari sejumlah pa- 1945, selama tidak bertentangan de-
sangan yang telah lama melaksanakan ngan cita-cita Negara Kesatuan Repu-
perkawinan tetapi tidak dicatatkan. blik Indonesia.

Selain itu hak anak yang dilindungi Sebagai implikasi pluralisme hukum,
oleh Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28D memang tidak dapat dihindari terjadi-
ayat (1) UUD 1945, tidak dirugikan oleh nya friksi-friksi, baik yang sederhana
adanya Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 yang maupun yang kompleks, terkait prak-
mensyaratkan pencatatan perkawinan. tek-praktek hukum nasional, hukum
Perlindungan terhadap hak anak seba- agama, maupun hukum adat dimaksud.
gaimana diatur oleh Pasal 28B ayat (2) Dengan semangat menghindarkan ada-
dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, justru nya friksi-friksi dan efek negatif dari
akan dapat dimaksimalkan apabila se- friksi-friksi dimaksud, negara meng-
mua perkawinan dicatatkan sehingga hadirkan hukum nasional (peraturan
dengan mudah akan diketahui silsilah perundang-undangan) yang berusaha
anak dan siapa yang memiliki kewaji- menjadi payung bagi pluralisme hu-
kum. Tidak dapat dihindarkan jika upaya kepercayaan memang tidak dapat
membuat sebuah payung yang dipaksakan oleh negara untuk dilak-
mengayomi pluralisme hukum, di satu sanakan, karena norma agama atau ke-
sisi harus menyelaraskan tafsir bagi pe- percayaan merupakan wilayah keyaki-
laksanaan hukum agama maupun hu- nan transendental yang bersifat privat,
kum adat. Praktek pembatasan sema- yaitu hubungan antara manusia dengan
cam ini mendapatkan pembenarannya penciptanya; sedangkan norma hukum,
dalam paham konstitusionalisme, yang dalam hal ini UU 1/1974, merupakan
bahkan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 me- ketentuan yang dibuat oleh negara se-
nyatakan dengan tegas bahwa, “Dalam bagai perwujudan kesepakatan warga
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap (masyarakat) dengan negara sehingga
orang wajib tunduk kepada pembatasan dapat dipaksakan keberlakuannya oleh
yang ditetapkan dengan undang-undang negara (Pemerintah).
dengan maksud semata-mata untuk men-
jamin pengakuan serta penghormatan atas Potensi kerugian akibat perkawinan
hak dan kebebasan orang lain dan untuk yang tidak didasarkan pada UU 1/1974,
memenuhi tuntutan yang adil sesuai de- bagi wanita (istri) sangat beragam, te-
ngan pertimbangan moral, nilai-nilai aga- tapi sebenarnya yang terpenting adalah
ma, keamanan, dan ketertiban umum da- apakah kerugian tersebut dapat dipu-
lam suatu masyarakat demokratis.” lihkan atau tidak. Di sinilah titik krusial
UU 1/1974 terutama pengaturan me-
Dalam kenyataannya, di Indonesia ma- ngenai pencatatan perkawinan. Dalam
sih banyak terdapat perkawinan yang konteks sistem hukum perkawinan,
hanya mendasarkan pada hukum aga- perlindungan oleh negara (Pemerintah)
ma atau kepercayaan, yaitu berpegang terhadap pihak-pihak dalam perkawin-
pada syarat-syarat sahnya perkawinan an, terutama terhadap wanita sebagai
menurut ajaran agama atau keperca- istri, hanya dapat dilakukan jika per-
yaan tertentu tanpa melakukan pen- kawinan dilakukan secara sadar sesu-
catatan perkawinan sebagai bentuk ai dengan UU 1/1974, yang salah satu
jaminan kepastian hukum dari negara syaratnya adalah perkawinan dilaku-
atas akibat dari suatu perkawinan. Ke- kan dengan dicatatkan sesuai dengan
nyataan ini dalam prakteknya dapat peraturan perundang-undangan yang
merugikan wanita, sebagai istri, dan berlaku (vide Pasal 2 UU 1/1974). Konse-
anak-anak yang lahir dari perkawinan kuensi lebih jauh, terhadap perkawinan
tersebut. Terkait dengan perlindungan yang dilaksanakan tanpa dicatatkan,
terhadap wanita dan anak-anak seba- negara tidak dapat memberikan perlin-
gaimana telah diuraikan di atas, terda- dungan mengenai status perkawinan,
pat perbedaan kerugian akibat perka- harta gono-gini, waris, dan hak-hak
winan yang tidak didasarkan pada UU lain yang timbul dari sebuah perkawin-
1/1974 dari sisi subjek hukumnya, yaitu an, karena untuk membuktikan adanya
(i) akibat bagi wanita atau istri; dan (ii) hak wanita (istri) harus dibuktikan ter-
akibat bagi anak-anak yang lahir dari lebih dahulu adanya perkawinan antara
perkawinan dimaksud. wanita (istri) dengan suaminya.

[6.5] [6.6]
Secara teoritis, norma agama atau Perkawinan yang tidak didasarkan pada
UU 1/1974 juga memiliki potensi untuk yang tidak dicatatkan atau perkawinan
merugikan anak yang dilahirkan dari yang tidak dilaksanakan menurut UU
perkawinan tersebut. Potensi kerugian 1/1974, tetapi tidaklah pada tempatnya
bagi anak yang terutama adalah tidak jika anak harus ikut menanggung keru-
diakuinya hubungan anak dengan ba- gian yang ditimbulkan oleh tindakan
pak kandung (bapak biologis)-nya, yang (perkawinan) kedua orang tuanya. Jika
tentunya mengakibatkan tidak dapat dianggap sebagai sebuah sanksi, hukum
dituntutnya kewajiban bapak kandung- negara maupun hukum agama (dalam
nya untuk membiayai kebutuhan hidup hal ini agama Islam) tidak mengenal
anak dan hak-hak keperdataan lainnya. konsep anak harus ikut menanggung
Selain itu, dalam masyarakat yang ma- sanksi akibat tindakan yang dilakukan
sih berupaya mempertahankan kearif- oleh kedua orang tuanya, atau yang di-
an nilai-nilai tradisional, pengertian ke- kenal dengan istilah “dosa turunan”.
luarga selalu merujuk pada pengertian Dengan kata lain, potensi kerugian aki-
keluarga batih atau keluarga elemen- bat perkawinan yang dilaksanakan ti-
ter, yaitu suatu keluarga yang terdiri dak sesuai dengan UU 1/1974 merupa-
dari ayah, ibu, dan anak (anak-anak). kan risiko bagi laki-laki dan wanita yang
Keberadaan anak dalam keluarga yang melakukan perkawinan, tetapi bukan
tidak memiliki kelengkapan unsur ke- risiko yang harus ditanggung oleh anak
luarga batih atau tidak memiliki peng- yang dilahirkan dalam perkawinan ter-
akuan dari bapak biologisnya, akan sebut. Dengan demikian, menurut saya,
memberikan stigma negatif, misalnya, pemenuhan hak-hak anak yang terlahir
sebagai anak haram. Stigma ini adalah dari suatu perkawinan, terlepas dari sah
sebuah potensi kerugian bagi anak, te- atau tidaknya perkawinan tersebut
rutama kerugian secara sosial-psiko- menurut hukum negara, tetap menjadi
logis, yang sebenarnya dapat dicegah kewajiban kedua orang tua kandung
dengan tetap mengakui hubungan anak atau kedua orang tua biologisnya.
dengan bapak biologisnya. Dari pers-
pektif peraturan perundang-undangan, PANITERA PENGGANTI,
pembedaan perlakuan terhadap anak Ttd.
karena sebab-sebab tertentu yang sama Mardian Wibowo
sekali bukan diakibatkan oleh tindakan
anak bersangkutan, dapat dikategori-
kan sebagai tindakan yang diskrimina-
tif.

Potensi kerugian tersebut dipertegas


dengan ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU
1/1974 yang menyatakan, “Anak yang
dilahirkan diluar perkawinan hanya mem-
punyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya”. Keberadaan Pa-
sal a quo menutup kemungkinan bagi
anak untuk memiliki hubungan keper-
dataan dengan bapak kandungnya. Hal
tersebut adalah risiko dari perkawinan

Anda mungkin juga menyukai