Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2013:10) Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan
manusia dalam organisasi perusahaan.
Menurut Marwansyah (2010:3) manajemen sumber daya manusia dapat
diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang
dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekruitmen dan
seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir,
pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan
hubungan industrial.
Menurut Flippo dalam hasibuan (2013) manajemen sumber daya manusia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-
kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagaitujuan
individu, organisasi dan masyarakat.
Unsur manajemen sumber daya manusia adalah manusia yang merupakan
tenaga kerja pada perusahaan, manjemen sumber daya manusia lebih memfokuskan
pembahasannya mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan tujuan
yang optimal. Peratutan itu meliputi masalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian tenaga kerja untuk membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat Hasibuan (2013:10).
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat dikatakan bahwa manajemen
sumber daya manusia merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan maksud terwujudnya tujuan
sebuah perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat.
2.2 Disiplin Kerja
2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting dan
diiterapkan dalam sebuah organisasi di perusahaan. Sebagian sistemasi
pekerjaan didasari oleh tingkat disiplin seorang pekerja dalam menjalankan
pekerjaanya. Seorang pekerja yang menjalakan disiplin kerja dengan baik
tentunya mempermudah sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan. Menurut
Hasibuan (2013:194) kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan
pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaanya dengan baik, dan
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Handoko dalam Sinambela (2012) menjelaskan bahwa disiplin adalah
kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti
peraturan – peraturan yang belaku dalam sebuah organisasi. Menurut
Heidjrachman dan Husnan dalam Sinambela (2012) disiplin juga berarti bahwa
setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan
terhadap “perintah” dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang
diperlukan seandainya tidak ada “perintah”.
Hasibuan (2013:193) mendefiniskan bahwa kedisiplinan merupakan
fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan,
semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya, tanpa disiplin yang baik,
sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang
baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas –
tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat
kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Merujuk dari beberapa pemahaman mengenai disiplin dan kedisiplinan
terdapat Hasibuan dalam Sinambela (2012) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur,
tekun terus menerus dan bekerja sesuai aturan – aturan berlaku dengan tidak
melanggar aturan–aturan yang sudah ditetapkan.
Hasibuan (2013:193) merumuskan bagaimana definisi sebuah
kedisiplinan yang baik adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku.
Memperdalam pengertian mengenai kesadaran menurut Hasibuan (2013:193)
yaitu seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan
tugas dan tanggung jawabnya. Maka dari itu, dia akan mematuhi dan
mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Sedangkan
kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai
dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Berdasarkan definisi–definisi mengenai disiplin kerja menurut para ahli
dapat dikatakan bahwa disiplin kerja adalah sebuah sikap atau perilaku sebuah
organisasi yang memiliki kesadaran dan kesedian untuk menaati peraturan–
peraturan dan norma–norma yang diterapkan dalam sebuah perusahaan secara
tertulis maupun tidak tertulis untuk terwujudnya tujuan perusahaan.

2.2.2 Bentuk Disiplin Kerja


Menurut Mangkunegara dalam Sinambela (2012) terdapat dua jenis
bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif :
1. Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai untuk
mengikuti dan mematuhi pedoman dan aturan kerja yang ditetapkan oleh
organisasi. Dalam hal ini disiplin preventif bertujuan untuk menggerakan
dan mengarahkan agar pegawai bekerja dengan disiplin, dan cara ini
dimaksudkan agar pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan–
peraturan. Oleh karenanya disiplin preventif merupakan suatu sistem yang
berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang
ada dalam organisasi. Jika sistem dalam organisasi baik, maka akan lebih
mudah menegakkan disiplin kerja.
2. Disiplin korektif adalah suatu upaya penggerakan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkannya agar tetap mematuhi
berbagai peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi.
Dalam disiplin korektif pegawai yang melanggar disiplin akan diberikan
sanksi yang bertujuan agar pegawai tersebut dapat memperbaiki diri dan
mematuhi aturan yang ditetapkan
Selain kedua konsep tersebut, menurut Robert Bacal dalam Sinambela
(2012:167) disiplin progresif merupakan salah satu bentuk disiplin. Disiplin ini
merupakan proses dimana seorang manajer menggunakan paksaan dan tekanan
seminimal mungkin untuk memecahkan masalah kinerja, tetapi ia akan
menerapkan konsekuensi bila upaya pemecahan masalah yang lebih kooperatif
tidak mendapatkan hasil. Jadi proses ini dimulai secara halus dan bersifat
suportif.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Disiplin Kerja


Simamora dalam Sinambela (2012) mengatakan bahwa tujuan utama
tindakan pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku–perilaku pegawai
konsisten dengan aturan–aturan yang ditetapkan oleh organisasi. Berbagai
aturan yang disusun oleh organisasi adalah tuntunan untuk mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan. Tujuan berikutnya adalah menciptakan atau
mempertahankan rasa hormat dan saling percaya diantara supervisi dengan
bawahannya.
Sinambela (2012:243) dalam bukunya menuliskan kegunaan disiplin
dalam organisasi dapat diperlihatkan dalam empat persfektif yaitu retributive,
korektif, hak-hak individual, dan utilitarian sebagaimana terlihat dalam table 2.1
berikut ini.

Table 2.1 Empat Persfektif atas Disiplin di dalam Organisasi


No Persfektif Definisi Tujuan akhir
1 Retributif Para pengambil keputusan Menghukum si
mendisiplinkan dalam suatu cara pelanggar
yang proporsional dengan sasaran.
Dengan tidak melakukan hal hal
seperti itu akan dianggap tidak adil
oleh orang–orang yang bertindak
secara tidak tetap
2 Korektif Pelanggaran–pelanggaran terhadap Membantu
peraturan–peraturan yang harus pegawai
diperlakukan sebagai masalah- mengoreksi
masalah yang dikoreksi dari pada perilaku yang
sebagai masalah–masalah yang tidak dapat
dikoreksi dari pada sebagai diterima
pelanggaran–pelanggaran yang sehingga dia
mesti dihukum. Hukuman akan dapat terus
melunak sebatas pelanggar dikaryakan oleh
No Persfektif Definisi Tujuan akhir
menunjukkan kemauan untuk perusahaan.
mengubah perilakunya
3 Hak – hak Disiplin hanya tepat apabila Melindungi hak-
individual terdapat alasan yang adil untuk hak individu
menjatuhkan hukuman. Hak–hak
pegawai lebih diutamakan daripada
tindakan disiplin.
4 Utilitarian Tingkat tindakan disiplin diambil Memastikan
tergantung pada bagaimana disiplin bahwa manfaat –
itu akan mempengaruhi manfaat tindakan
produktivitas dan profitabilitas. disiplin melebihi
Biaya penggantian pegawai dan konsekuensi–
konsekuensi–konsekuensi konsekuensi
memperkenankan perilaku yang negatifnya.
tidak wajar perlu dipertimbangkan.
Karena biaya penggantian pegawai
semakin tinggi, maka kerasnya
disiplin hendaknya semakin tinggi.
Maka kerasnya disiplin hendaknya
semakin menurun. Karena
konsekuensi membiarkan perilaku
yang tidak terpuji terus meningkat
maka demikian juga hukuman akan
meningkatkan dengan lebih keras.
Sumber: Simamora (2001), Dalam Sinambela (2012:243)

Pada tabel 2.1 dikatakan bahwa disiplin retributive menerapkan


dengan menghukum orang yang melanggar. Disiplin korektif berupaya
membantu pegawai untuk mengoreksi perilaku yang tidak tepat.
Persfektif hak-hak individu berupaya melindungi hak-hak dasar individu
selama tindakan-tindakan pendisiplinan, sedangkan persfektif utilitarian
terfokus pada penggunaan disiplin yang hanya pada saat konsekuensi–
konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak–dampak negatifnya.
2.2.4 Faktor–Faktor Kedisiplinan
Menurut Hasibuan (2013:194) pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi diantaranya :
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan. Tetapi jika pekerjaan itu di luar
kemampuannya atau pekerjaannya itu jauh dibawah kemampuannya, maka
kesungguhan dan kedisiplinan karyawan akan rendah.
2. Teladan Pimpinan
Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh
yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.
Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri
kurang berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh
dan diteladani oleh para bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar
pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun
berdisiplin baik.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut memengaruhi kedisplinan
karyawan, karena akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan dan pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas jasa yang
sesuai. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang
mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuannya
beserta keluarganya. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik jika selama
kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama
dengan manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan
dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang
terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Pimpinan atau manajer yang
cakap dalam kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap semua
bawahannya, karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan
menciptakan kedisplinan yang baik pula
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti
atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja,
dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir
di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada
bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaanya.
Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan.
Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan
pengawasan dari atasannya.
Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan
kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga setiap bawahan dinilai
objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan
karyawan saja, tetapi juga harus berusaha mencari sistem kerja yang lebih
efektif untuk mewujudkan suatu organisasi, karyawan, dan masyarakat. Dengan
sistem yang baik akan tercipta internal kontrol yang dapat mengurangi
kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisiplinan serta moral kerja karyawan.
Maka dari itu, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan
bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Dengan kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan, terwujudlah kerja
sama yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mendukung terbinanya
kedisiplinan karyawan yang baik.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Karena dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat,
karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap
dan perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang.
Berat ringannya sangsi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik
buruknya kedisiplinan karyawan. Sangsi hukuman harus ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua
karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat
supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya.
Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingakatan yang
indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara
kedisiplinan dalam perusahaan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pemimpin harus berani tegas bertindak
untuk menghukum setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi
hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas
menerapkan hukuman bagi karyawan indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinanya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat
memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. sebaliknya apa bila seorang
pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit
baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indispliner
karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan
sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas menindak atau
menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah
membuat peraturan atau tata tertib pada perusahaan tersebut. Sehingga
kesimpulannya adalah ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap
karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada
perusahaan tersebut.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-
hubungan itu baik bersifat vertikal maupun horizontal. Pimpinan atau manajer
harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta
mengikat diantara semua karyawannya. Jika tercipta human relationship yang
serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini
akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan
karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi
tersebut baik.
Dari beberapa teori yang telah diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa
kedisiplinan adalah fungsi MSDM yang terpenting dan menjadi tolak ukur untuk
mengukur dan mengetahui apakah fungsi-fungsi MSDM lainnya secara
keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Kedisiplinan karyawan
yang baik, mencerminkan bahwa fungsi-fungsi MSDM lainnya telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana. Sebaliknya jika kedisiplinan karyawan
kurang baik, berarti penerapan fungsi-fungsi MSDM pada perusahaan kurang
baik. Jadi, dapat dikatakan “kedisiplinan” menjadi kunci terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan disiplin yang baik berarti
karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

2.2.5 Indikator – Indikator Kedisiplinan


Hasibuan (2013:194) mengemukakan kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan- peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku. Kesadaran dan kesediaan dalam kedisiplinan
diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya,
mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan
organisasi dan norma- norma yang berlaku. Berdasarkan poin tersebut maka
penulis akan menjadikan poin tersebut sebagai indikator penelitian. Penjelasan
dari ketiga poin tersebut, akan penulis uraikan dibawah ini.
1. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya
Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat
dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat
dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam
organisasi tersebut.
2. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik
Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indicator
kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan
kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang
diberikan.
3. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku
Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku
merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai
tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma-norma yang berlaku
maka itu menunjukkan adanya sikap tidak disiplin.
2.3 Kinerja Karyawan
2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Aktifitas untuk menentukan berhasil tidaknya suatu pekerjaan yang
dilakukan dalam organisasi adalah penilaian pelaksanaan seluruh kegiatan yang
telah direncanakan sebelumnya. Aktifitas ini lazimnya disebut dengan penilaian
kinerja. Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau
actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya dicapai
seseorang). Dalam bukunya Sinambela (2012:5) mengatakan kinerja adalah
pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai
dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Definisi ini menunjukan bahwa kinerja lebih ditekankan pada
proses, dimana selama pelaksaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempurnaan-
penyempurnaan sehingga pencapaian suatu pekerjaan atau kinerja dapat
dioptimalkan.
Robbins dalam sinambela (2012) mengatakan bahwa kinerja juga diartikan
sebagai hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Menurut Rivai dan Basri dalam
Sinambela (2012:5) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu didalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama. Seiring dengan pendapat diatas Withmore
dalam sinambela (2012) mengemukakan bahwa kinerja merupakan ekspresi
potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan
standar tertentu untuk meningkatkan kinerja yang optimum perlu ditetapkan
standar yang jelas, yang dapat menjadi acuan bagi seluruh pegawai.
Kinerja pegawai akan tercipta jika pegawai dapat melaksanakan tanggung
jawabnya dengan baik. Sinambela (2012:5) mendefinisikan bahwa kinerja
karyawan adalah kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu atau keahlian
tertentu. kinerja pegawai sangatlah diperlukan, sebab kinerja akan diketahui
mengenai seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya.
Mangkunegara (2012:9) mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kinerja karyawan adalah
prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
karyawan dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan.

2.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
dan faktor motivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam
Mangkunegara (2012:13) yang merumuskan bahwa :
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pemimpin dan karyawan yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka
akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
2. Faktor Motivasi
Motivasi diartikan suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi
kerja dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika
mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi
kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan
kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan kepemimpinan, pola kepemimpinan,
kerja dan kondisi kerja.
Hasibuan (2013:95) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai
kinerja mencakup sebagai berikut :
1. Kesetiaan
Kesetiaan karyawan terhadap pekerjaanya, jabatannya, dan organisasinya.
Kesetian ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela
organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari rongrongan orang yang
tidak bertanggung jawab.

2. Prestasi Kerja
Hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan
tersebut dalam uraian pekerjaanya.
3. Kejujuran
Kejujuran dalam melaksanakan tugas–tugasnya memenuhi perjanjian baik
bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para
bawahannya.
4. Kedisiplinan
Disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
melakukan pekerjaanya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
5. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk
menyelesaikan pekerjaanya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
6. Kerja Sama
Kesediaan karyawan berpartisipasi dalam bekerja sama dengan karyawan
lainnya secara vertical maupun horizontal didalam maupun diluar pekerjaan
sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat,
dihormati berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya
untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan,
memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk
menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan
kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang
dihadapinya.
10. Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan macam-
macam elemen yang semuanya terlibat didalam penyusunan kebijaksanaan
dan didalam situasi manajemen
11. Tanggung Jawab
Kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya,
pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya,
serta perilaku kerjanya. Unsur prestasi karyawan yang akan dinilai oleh
setiap orang organisasi atau perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada
dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal diatas.
Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2012:13), kinerja dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu :
1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang
dan demografi.
2. Faktor Psikologis yang terdiri dari presepsi, attitude, personality,
pembelajaran, motivasi.
3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, job design

2.3.3 Indikator – Indikator Kinerja Karyawan


Menurut Mangkunegara (2012:15) kinerja individu adalah hasil kerja
karyawan yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar
kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung
oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi.
Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil :
1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu.
Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar
belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi presepsi, attitude,
personality, pembelajaran dan motivasi.
2. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai
sesuatu.
3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.
Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan
kerja, struktur organisasi dan job design.

2.4 Hubungan antara Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan


Simamora dalam Sinambela (2012:242) mengatakan bahwa tujuan utama
pendisiplianan adalah memastikan bahwa perilaku-perilaku karyawan konsisten
dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi. Berbagai aturan yang disusun
oleh organisasi adalah tuntutan untuk mencapai tujuan sebuah kinerja karyawan
dalam sebuah peruasahaan. Pada saat suatu aturan dilanggar, efektivitas organisasi
berkurang sampai tingkat tertentu, tergantung pada kerasnya pelanggaran. Sebagai
contoh, jika seorang karyawan terlambat sekali bekerja dampaknya terhadap
organisasi mungkin minimal. Tetapi jika secara konsisten terlambat bekerja adalah
masalah yang lain karena terjadi perubahan persoalan menjadi serius mengingat akan
berpengaruh signifikan terhadap pada produktivitas kerja, dan moral karyawan
lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat kedisiplinan karyawan secara
besar maupun kecil memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan.
Sinambela (2012) mengatakan berbagai teori menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan diantara variabel kinerja dengan disiplin kerja. Dalam hal
ini jika ditelaah lebih lanjut variabel disiplin kerjalah yang mempengaruhi kinerja
pegawai, dalam artian semakin tinggi disiplin kerja seseorang maka akan semakin
tinggi juga kinerja orang tersebut. Meskipun ada kemungkinan terdapat hubungan
timbal balik diantaranya dimana paradigmanya bisa dibalik bahwa kinerja dapat
mempengaruhi disiplin kerja, akan tetapi secara umum justru disiplin kerjalah yang
berkontribusi pada kinerja.

2.5 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan


1. Sartono (2012) dalam jurnalnya yang berjudul penelitian Pengaruh
Kepemimpinan, Profesional, Motivasi, Lingkungan kerja dan Disiplin Kerja
terhadap Kinerja Organisasi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta
menyatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kepemimpinan, profesional, motif, lingkungan kerja dan disiplin kerja secara
parsial atau individu dan secara simultan dalam meningkatkan kinerja di
Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Dengan uji F, didapatkan variabel
profesional, motif, disiplin kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh
positif dan signifikan dengan kinerja organisasi pada Sebelas Maret
Universitas di Surakarta. Hasil analisis uji t, didapatkan variabel
profesional, motif, disiplin kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja organisasi. Kepemimpinan dan disiplin kerja memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan untuk kinerja organisasi pada
Universitas Sebelas Maret di Surakarta.
2. Hartono (2011) dalam jurnalnya yang mengenai Hubungan Disiplin dan
Motivasi terhadap Prestasi Kerja Pegawai di PT. Pierlite Graha Nusantara
menyatakan bahwa Disiplin merupakan faktor utama yang ikut
menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang me ncerminkan interaksi antara
sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Prestasi kerja merupakan ukuran hasil (ouput) dan manfaat (outcomes) dari
suatu proses aktivitas pada fungsi tertentu, baik dilaksanakan oleh seseorang
sebagai individu, maupun oleh sekelompok orang pada kurun waktu tertentu.
Secara terpisah disiplin yang baik yang terjadi di suatu perusahaan diduga
dapat meningkatkan prestasi kerja seseorang. Demikian juga halnya dengan
motivasi yang dimiliki oleh pegawai. Semakin tinggi motivasi pegawai maka
pegawai tersebut maka pegawai tersebut akan memiliki komitmen untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Pegawai yang memiliki komitmen
tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya berarti pegawai yang bersangkutan
prestasi kerjanya semakin tinggi. Bilamana dalam perusahaan terjadi disiplin
yang baik dan didukung dengan motivasi tinggi dari setiap pegawai, maka
dengan sendirinya prestasi kerja pegawai juga semakin meningkat. Dengan
demikian bahwa secara bersama-sama terdapat hubungan antara disiplin dan
motivasi dengan prestasi kerja pegawai.
3. Martiena (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Do Disciplinary Measures
Affect the Performance of Employees mengenai employee performance
menyatakan bahwa penelitian ini menemukan bahwa penerapan tindakan
disipliner dalam pengaturan organisasi umumnya diabaikan bidang
penyelidikan tentang keberadaan dan konsekuensi dari penerapan langkah –
langkah tidaklah cukup untuk sebuah manajerial. Para sarjana setuju dalam
beberapa khasus penerapan tindakan disipliner dalam prosedur pengajian
yang ulasannya sangat efektif dalam mecapai perubahan perilaku. Langkah –
langkah penerapan disiplin merupakan sebuah proses yang kompleks dan
dipengaruhi oleh sebuah variabel yang berbeda dan konsekuensi
penerapannya dapat merugikan semua proses penerapan kinerja sebuah
karyawan. Hanya penelitian yang ketat dan dialog terbuka akan memberikan
wawasan yang diperlukan untuk memahami efektifitas kebijakan ini dalam
pengaturan organisasi. Penelitian ini secara singkat menyentuh bidang budaya
perusahaan, iklim dan komunikasi. Ini adalah sebuah keyakinan bahwa
kesejajaran konsep organisasi ini di mana pangsa pekerja ditawarkan alat diri
korektif dan bantuan dari rekan-rekan mereka di dalam sebuah sistem
terstruktur akan memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan
sistem yang diterapkan saat ini.
4. Legowo, Rodhiyah, dan Listyorini (2012) dalam jurnal ilmu administrasi
bisnis yang berjudul The Influence Of Job Satisfaction and Work Discipline
Towards Work Performance at CV. Jaya Motor Semarang menyatakan
Displin kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja, hal
ini dapat dilihat pada uji koefesiensi korelasi pengaruh disiplin kerja
terhadap prestasi kerja yaitu sebesar 0.751, dan juga dibuktikan dengan
besarnya nilai prestasi kerja yang dimiliki para karyawan sebanyak 56.4%
dipengaruhi oleh tingkat disiplin kerja yang dimiliki para karyawan itu
sendiri sedangkan sisanya 43.6% dipengaruhi variabel lain selain variabel
disiplin kerja. Disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap prestasi
kerja dengan persamaan regresi sederhana yaitu Y = 6.413 + 0.744X; hal ini
ditunjang dengan besarnya tingkat signifikansi kurang dari 0.05 yaitu sebesar
0.00; dan ditunjang dengan besarnya nilai thitung lebih besar dari ttabel yaitu
sebesra 7.454 > 1.680; sehingga hipotesa adanya pengaruh positif dan
signifikan antara disiplin kerja terhadap prestasi kerja (Ha) diterima.
5. Ebenuwa-Okoh, Akpochafo, Onoyase (2012) dalam jurnalnya yang berjudul
Impact of Age, Gender and Discipline on Undergraduates’ Perception of
Causes of Youth Restiveness in Delta State of Nigeria menyatakan bahwa
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel jenis kelamin, usia dan
disiplin karena mereka mempengaruhi persepsi mahasiswa dari kegelisahan
kaum muda di Delta State of Nigeria. Dengan uji F, didapatkan variabel
profesional, motif, disiplin kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh
positif dan signifikan dengan presepri mahasiswa dari kegelisahan kaum
muda di Delta State of Nigeria. penelitian ini dapat membantu para guru dan
penanggung jawab kepentingan pendidikan untuk menghargai peran yang
dimainkan oleh konselor sebaya dalam mengelola disiplin siswa dan
melibatkan mereka lebih sering.
2.6 Kerangka Pemikiran

Disiplin Kerja (X) Kinerja Karyawan (Y)

Selalu datang dan pulang Kemampuan dan keahlian


tepat waktu. Latar belakang dan demografi
Mengerjakan semua Presepsi
pekerjaan dengan baik. Attitude
Mematuhi semua Personality
Pembelajaran dan motivasi
peraturan organisasi dan
Keinginan untuk mencapai
norma- norma yang sesuatu
berlaku. Sumber daya
Kepemimpinan
Lingkungan kerja
Struktur organisasi
Job design

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Sumber : penulis

Anda mungkin juga menyukai