Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

KARSINOMA LARING

Disusun oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.Ked 04054821820039
Rahma Nur Islami, S.Ked 04084821921056
Intan Rahma Dewi, S.Ked 04084821921084
Fatimah Azzahra, S.Ked 04084821921144
Muthiah Azzahrah Arisa Putri, S.Ked 04084821921105

Pembimbing:
dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L(K)., FICS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
KARSINOMA LARING

Oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.Ked 04054821820039
Rahma Nur Islami, S.Ked 04084821921056
Intan Rahma Dewi, S.Ked 04084821921084
Fatimah Azzahra, S.Ked 04084821921144
Muthiah Azzahrah Arisa Putri, S.Ked 04084821921105

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 20 Mei 2019 – 24 Juni
2019.

Palembang, Juni 2019

dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L(K)., FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Karsinoma Laring” yang merupakan salah satu syarat
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lisa Apri Yanti,
Sp.T.H.T.K.L(K)., FICS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN ........................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................14
3.1. Anatomi Laring .................................................................................14
3.2. Karsinoma Laring .............................................................................16
BAB IV ANALISIS KASUS...................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai
gambaran, di luar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah
karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Menurut data
statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis
(1979), rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.1
Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan,
dengan perbandingan 11:1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1 Etiologi pasti sampai
saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat
dengan terjadinya keganasan laring yaitu: rokok, alkohol dan sinar radioaktif.1
Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan
keadaan umum penderita. 1 Pembedahan yang sering dilakukan untuk memintas jalan
napas pada pasien. Namun tindakan trakeostomi ini memilik banyak komplikasi. Saat
pembedahan komplikasi dapat berupa aspirasi, pneumothoraks, bahkan henti jantung
akibat hilangnya rangsangan hipoksia terhadap respirasi. 2

1
BAB II
STATUS PASIEN

1. Identitas Penderita
Nama : Ny. Y
Status Poliklinik : Poliklinik THT
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukamaju, Palembang.
Rekam Medik : 522740

2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 26 Mei 2019)


Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan sesak napas
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 1 tahun SMRS, pasien mengeluh sering sesak, batuk (-), perasaan seperti
ada yang mengganjal di tenggorokan (-), nyeri menelan (-), pasien masih makan
nasi seperti biasa. Telinga dan hidung tidak ada keluhan, pasien belum berobat.
± 5 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak bertambah berat (+), pasien
mengeluh batuk (+), berdahak (+) berwarna merah dengan konsistensi kental, dan
suara serak (+). Nyeri telinga (-), telinga berdengung (-), keluar cairan dari telinga
disangkal, hidung tidak ada keluhan, demam (-). Pasien mengalami penurunan
berat badan (+), nafsu makan menurun (+). Pasien lalu berobat ke poliklinik THT
RSUP dr. Mohammad Hoesin dan dilakukan biopsi dengan hasil diagnosa berupa
karsinoma laring. Pasien disarankan untuk kemoterapi dan dilakukan prosedur
trakeostomi pada pasien.

Penyakit yang pernah derita:


- Riwayat sakit yang sama sebelumnya disangkal.
- Riwayat menderita Ca tiroid 2 tahun yang lalu.
- Riwayat darah tinggi disangkal.
- Riwayat kencing manis disangkal.
- Riwayat trauma fisik sebelumnya disangkal.
2
Riwayat Pengobatan:
- Sudah kemoterapi 3 kali.
- Riwayat operasi tiroidektomi 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


Riwayat penyakit keganasan pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan:
-

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,6oC

b. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Konjungtiva forniks OS dan OD tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesara KGB (-), massa (-)
Thoraks : Simetris, tidak tampak kelainan pada dinding dada.
Cor: BJ I dan II (+) normal, batas jantung normal, murmur
tidak ada, gallop tidak ada.
Pulmo: sonor dikedua lapangan paru, vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-).
Abdomen : Simetris, datar, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)
normal
Ekstremitas : Bentuk normal
Kulit : Tidak tampak kelainan

3
c. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -

Aurikula
-Mikrotia Normal Normal
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -

4
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
-Bentuk (oval/bulat) Oval Oval
-Pembuluh darah Normal Normal
-Refleks cahaya +, arah jam 5 +, arah jam 7
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) Normal Normal
-Tulang pendengaran - -
-Kolesteatoma - -
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -

Gambar Membran Timpani

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Tes Scwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5
Audiogram

3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4.Tes Kalori Kanan Kiri


-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal

6
-Ala nasi - -
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak - -
tersumbat)
III.Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
b. Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
f. Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
7
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah Muda Merah Muda
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) Tidak ada Tidak ada
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

8
Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/tak licin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah Muda Merah Muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/tak licin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak Tidak
-regio infraorbitalis dilakukan dilakukan
-regio palatum durum

9
Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Normal Normal
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Di tengah Di tengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Normal Normal
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Lateral band (menebal/tidak) Tidak menebal Tidak menebal
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Lekat Lekat
(kripta lebar/tidak) Tidak melebar Tidak melebar
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

10
Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) Normal Normal
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutropi Eutropi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis (hiperemis/ udem/ ulkus/ Normal Normal
membran)
-Aritenoid (hiperemis/ udem/ ulkus/ Normal Normal
membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) Hiperemis, udem Hiperemis, udem
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris) Asimetris
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Hiperemis, udem Hiperemis, udem
-Rima glottis (lapang/sempit) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Trakea Sulit dinilai Sulit dinilai
2.Laringoskopi langsung (direct) Gerakan plika vokalis asimetris (plika vokalis
kanan gerakan minimal), tampak massa pada
subglotis.

11
Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)

Pemeriksaan Laboratorium
JenisPemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 10,9 g/dL 11,40-15,00 g/dL Menurun
Eritrosit (RBC) 4,61x103/mm 4,00-5,70 Normal
3
103/mm3
Leukosit (WBC) 10,26x103/m 4,73-10,89 Normal
m3 103/mm3
Hematokrit 35 % 35-45 % Normal
Trombosit (PLT) 263x103/µL 189-436 103/µL Normal
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basofil 0% 0-1 % Normal
Eosinofil 1% 1-6 % Normal
Netrofil 72 % 50-70 % Normal
Limfosit 21 % 20-40 % Normal
Monosit 6% 2-8 % Normal
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu 100 mg/dL <200 Normal
Nilai kritis: <45-
>500
GINJAL
Ureum 21 mg/dl 16,6-48,5 mg/dl Normal
Kreatinin 0,63 mg/dl 0,50-0,90 mg/dl Normal
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,9 mg/dL 8,8 – 10,2 mg/dL Normal
Natrium (Na) 147 mEq/L 135-155 mEq/L Normal
Kalium (K) 5,1 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Normal
12
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Kesan: DD: - Adenocarcinoma pada regio subglotis
- Neuroendokrin tumor sediaan subglotis carcinoma regio subglotis

5. Diagnosa banding
- Karsinoma Orofaring
- Karsinoma Nasofaring

6. Diagnosa kerja
Ca laring stadium III (T2N2M0) on kemoterapi + post trakeostomi

7. Pengobatan
I. Istirahat (bed rest)
II. Diet
Nasi Lunak
III. Medikamentosa
Pro-Kemoterapi
IV. Non Medikamentosa
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga bahwa gejala-gejala yang
dialami pasien disebabkan karena penyakit keganasan.
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana terapi
yang akan diberikan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai efek samping
kemoterapi.
- Edukasi keluarga pasien untuk perawatan kanul trakeostomi berupa:
a. Mencuci kanul trakeostomi 2x sehari
b. Suction berkala
c. Nebulisasi NaCl 0,9% sebanyak 4cc setiap 6 jam
d. Ganti kassa depan 2 x sehari
e. Ganti pita leher 1x sehari
- Melakukan pengukuran berat badan per hari.

8. Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia ad malam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Laring3


3.1.1. Struktur Penyangga
Struktur penyangga laring terdiri dari satu tulang dan beberapa
kartilago yang berpasangan maupun tidak. Dibagian superior terdapat Os
Hiodeum, suatu struktur yang berbentuk “U” dan dapat dipalpasi di leher depan
dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Tendon dan otot-otot lidah,
mandibula, dan kranium melekat pada permukaan superior korpus dan kedua
prosesus. Dua buah alae atau sayap kartilago tiroidea manggantung di bawah
os Hioideum pada ligamentum tirohiodeum. Kedua alae menyatu di garis
tengah dalam sudut tertentu lalu membentuk “jakun” (Adam apple). Pada tepi
posterior masing-masing alae terdapat kornu superior dan inferior.
Kartilago krikoidea mudah teraba di bawah kulit, melekat pada
kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Permukaan posterior atau
lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring.
Di sebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat
ligamentum interkartilaginosa.
Pada permukaaan superior lamina terletak pasangan kartilago
aritenoidea, masing-masing berbentuk seperti piramid bersisi tiga. Basis
piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoaritenoidea. Tiap
kartilago aritenoidea memiliki dua prosesus, prosesus vokalis anterior dan
prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dari
masing-masing prosesus vokalis dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di
garis tengah. Prosesus vokalis membentuk dua perlima bagian belakang dari
korda vokalis, sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa
atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan
superio korda vokalis membentuk glotis. Bagian laring di atasnya disebut
supraglotis dan di bawahnya disebut subglotis. Terdapat dua macam kartilago
kecil dalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak di
dalam jaringan di atas menutupi aritenoid. Di sebelah lateralnya, yaitu di dalam
plika ariepiglotika terletak kartilago kuneiformis.

14
Kartilago epigloitika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bat pingpong. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung
pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis
jelas melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenilis. Fungsi epiglotis
mendorong makanan yang ditelan agar tidak masuk ke jalan napas.
Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah
superior, pada kedua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas
ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilago aritenoidea.
Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus
piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepigloitika. Pasangan
jaringan elastin penting lainnya adalah konus elastikus (membran
krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat dari membran kuadrangularis. Dan
meluas ke atas dan medial dari arkus kartilagenis krikoidea untuk bergabung
dengan ligamnetum vokalis pada masing-masing sisi. Konus elastikus terletak
di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis.

3.1.2 Otot-Otot Laring


Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok besar, otot ekstrinsik
dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sementara otot instriksik menyebabkan gerakan antara berbagai
struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya.
Otot depresor atau otot-otot leher (omohioideus, sternotiroideus, sternohiodeus)
berasal dari bagian inferior, berfungsi menarik laring ke bawah. Otot elevator
(milohioideus, geniohioideus, genioglsus, hioglosus, digastrikus, dan
stilohioideus) meluas dari os hioideum ke mandibula, lidah, dan prosesus
stilohioideus pada kranium, berfungsi menarik laring ke atas.
Serat-serat otot interaritenoideus (aritenoideus) transfersus dan obligus
meluas di antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago
aritenoidea akan bergeser ke arah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot
krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea
untuk berinsersi ke dalam prosesus muskulari aritenoidea; otot ini
menyebabkan rotasi aritenoidea ke arah luar dan mengabduksi korda vokalis.
Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk tonjolan korda vokalis. Kedua

15
otot ini tidak dapat dipisahkan dan berperan dalam membentuk tegangan korda
vokalis. Pada orang lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroarienoideus agak
berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah
dan serak.
3.1.3 Persarafan
Dua pasang nervus mengurus laring dengan persarafan motorik dan
sensoris. Dua nervus laringeus superior dan dua nervus inferior (rekuren).
Nervus laringeus superior bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna
dan motorik eksterna. Cabang interna mengurus persarafan sensorik valekula,
epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi
bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai
motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus.
Di bagian inferior, nervus rekuren mengurus persarafan motorik semua
otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Nervus rekuren juga mengurus
sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea
superior. Karena perjalanan nervus inferior kiri yang lebih panjang serta
hubungannya dengan aorta, maka nervus ini lebih rentan cedera dibadingkan
dengan nervus yang kanan.

3.1.4 Vaskularisasi
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringeal superior merupakan cabang-cabang arteri
dan vena tiroidea superior. Keduanya bergabung dengan cabang interne nervus
laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri
dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke
laring bersama nervus laringeus rekuren.

3.1.5 Aliran Limfe


Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring sangat penting pada
terapi kanker. Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior,
dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri
memiliki suplai limfatik yang buruk. Di bagian superior aliran limfe menyertai
pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi limfatisi

16
superiores dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase
subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar
terletak tepat di depan krikoid dan disebut nodi delphian), kelenjar getah
bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis, bahkan nodi
mediastinalis superior.

3.2. Karsinoma Laring


3.2.1. Definisi4
Kanker laring adalah keganasan yang terjadi pada sel skuamosa
laring. Kanker laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran
nafas dan masih merupakan masalah karena penanggulannnya mencakup
berbagai aspek.

3.2.2. Epidemiologi
Insidensi kanker laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda.
Di Amerika Serikat dilaporkan 8,5 kasus kanker laring per 100.000 penduduk
laki-laki dan 1.3 kasus kanker laring per 100.000 penduduk perempuan. Pada
akhir-akhir ini tercatat insiden kanker laring pada wanita meningkat. Ini
dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok.

17
Kebanyakan (70-90 %) kanker laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe
glotik merupakan 60-65 %, supraglotik 30-35 %, dan infraglotik hanya 5 %.

3.2.3. Etiologi 5
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Laringitis kronik
menjadi faktor predisposisi terjadina tumor ganas laring. Adapun faktor
resiko lainnya sebagai berikut:
a. Merokok (faktor risiko yang utama). Resiko karsinoma laring meningkat
seiring dengan jangka waktu lama merokok dan kenaikan jumlah rokok
yang dihisap setiap harinya;
b. Konsumsi alkohol berlebihan;
c. Jenis kelamin laki-laki;
d. Terinfeksi HPV;
e. Bertambahnya usia;
f. Diet rendah sayuran hijau;
g. Tingginya konsumsi daging yang diawetkan;
h. Pekerja di pabrik plastik;
i. Pajanan terhadap cat, radiasi, asbestos, diesel.
j. Refluks gastroesofageal.

2.3.4 Patofisiologi6
Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang
beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated)
sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri
atas sel tidak berdiferensiasi disebut anaplastik.
Kerusakan genetik mungkin dapat dipengaruhi oleh lingkungan
seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel germinativum.
Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor terjadi
akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami
kerusakan genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga
kelas gen regulatorik yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong
pertumbuhan, gen penekan kanker (tumor supresor gen) yang menghambat

18
pertumbuhan (antionkogen), dan gen yang mengatur kematian sel yang
terencana (programmed cell death), atau apoptosis.
Selain gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan
DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki
DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak
langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki
kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor
dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang
memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas digenom dan
transformasi neoplastik.
Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks
enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe
keganasan, diantaranya:
a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah
onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan
kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal
pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein.
Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya
suatu faktor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel. Aktivasi
reseptor pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian
mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam
plasma.Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui
perantara kedua.Induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu
transkrip DNA.Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang
akhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat
mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk
memperoleh self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan.

b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan.


Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen
penekan tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek
antiproliferatif dan juga dapat mengendalikan apoptosis.

19
Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk
anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan
pada integritas DNA.Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53
berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.
Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan.

c. Menghindar dari Apoptosis


Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen
yang mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang
menyebabkan apoptosis yaitu melalui reseptor kematian CD95 dan kerusakan
DNA. Saat berikatan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi,
dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD.
Protein ini merekrut prokaspase (prokaspase) 8 untuk membentuk kompleks
sinyal penginduksi kematian. Kaspase 8 mengaktifkan kaspase di hilir sepersi
kaspase 3, suatu kaspase eksekutor tipikan yang memecah DNA dan substrat
lain yang menyebabkan kematian. Jalur lain dipicu oleh kerusakan DNA
akibat paparan radiasi, bahan kimia dan stres. Mitokondria berperan penting
dijalur ini dengan membebaskan sitokrom c. Pembebasan sitokrom c ini
diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal ini
dikendalikan oleh gen famili BCL2. Dengan kata lain bahwa peran BCL2
dapat melindungi sel tumor dari apoptosis.

d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas


Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70
kali dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan
masuk masa nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif
telomer di ujung kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara
untuk menghindar dari proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim
telomerase sehingga telomer tetap panjang. Hal inilah yang menyebabkan
replikasi sel tanpa batas.

20
e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan
Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada
keganasan. Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan
tumor, tetapi juga untuk bermetastasis.
Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting
yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel
vaskular) dan basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa
pertumbuhan tumor dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik
dengan faktor yang menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor
antiangiogenesis tersebut diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh
adanya gen TP53 wild-type, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi
gen TP53 wild-type ini menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1
sehingga keseimbangan condong ke faktor angiogenik.

f. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis.


Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan dari sel tumor.
Peregangan ini dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin.
Secara fisiologis gen E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap
menyatu. Proses selanjutnya adalah degradasi lokal membran basal dan
jaringan interstitium. Invasi ini mendorong sel tumor berjalan menembus
membmembran basal yang telah rusak dan matriks yang telah lisis

2.3.5 Histopatologi 7
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95-98% dari semua tumor ganas
laring, dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Karsinoma sel
skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi, yaitu:
a. Berdiferensiasi baik (Grade I)
b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)
c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)
Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang
mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma
anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarcoma.

21
2.3.6 Klasifikasi 5,7
Berdasarkan letaknya, karsinoma laring dapat dibagi menjadi berikut:
a. Tumor supraglotis. Terbatas dari tepi atas epiglotis sampai batas atas
glotis, termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring;
b. Tumor glotis. Mengenai pita suara asli yakni 1-10 mm di bawah tepi
bebas pita suara. Tumor glotis dapat mengenai 1 atau kedua pita suara,
dapat meluas ke subglotis, hingga komisura anterior dan posterior atau
prosesus vokalis kartilago aritenoid (> 10 mm dari batas bebas tepi pita
suara);
c. Tumor subglotis. Bila terletak di subglotis (10mm di bawah tepi bebas
pita suara asli sampai inferior krikoid);
d. Tumor transglotik. Tumor berasal dari glotis yang menyeberangi daerah
supraglotis, dan menyebar ke subglotis. Menyeberangi ventrikel, atau
meluas ke subglotis lebih dari 10 mm.

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2002


menetapkan klasifikasi tumor laring ditentukan oleh jumlah situs yang
terlibat, mobilitas pita suara dan keberadaan metastasis jauh atau metastasis
ke servikal.

Tabel 1. Stadium Kanker Laring (AJCC, 2002)


Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
II T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
IVA T4 N0-1 M0
T1-4 N2 M0
IVB T1-4 N3 M0
IVC T1-4 N0-3 M1

22
Tabel 2. Penentuan Stadium Tumor Laring dengan TNM
Tumor Primer (T)
Supraglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu
(gerakan masih baik).
T2 Tumor menginvasi lebih dari 1 sisi supraglotis atau glotis
atau darah luar supraglotis (mukosa dasar lidah, valekula,
dinding medial sinus piriformis) tanpa fiksasi ke laring.
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan
atau invasi area postkrikoid, celah preepiglotis, paraglotis
dan atau erosi kartilago minor tiroid.
T4a Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan atau invasi
jaringan diatas laring seperti trakea, jaringan lunak leher
seperti muskulus ekstinsik/ dalam lidah (m. Genioglosus,
hioglosis, palatoglosus, dan stiloglosus), otot strap, tiroid,
dan esofagus.
T4b Tumor mrnginvasi celah prevertebra, struktur mediastinal
atau hingga arteri karotis.
Glotis
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan
pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada
komisura anterior atau posterior.
T1a Tumor terbatas pada satu pita suara asli
T1b Tumor mengenai kedua pita suara
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita
suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired
mobility).
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan
atau invasi celah paraglotis dan atau dengan erosi kartilago
tiroid minor.
T4a Tumor menginvasi kartilago tiroid dan atau invasi jaringan
lunak diatas laring seperti trakea, jaringan lunak leher
seperti otot dalam/ekstrinsik lidah, tiroid, dan esofagus.
T4b Tumor menginvasi celah prevertebral, struktur mediastinum,
dan arteri karotis.
Subglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksir.
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4a Tumor menginvasi kartilago tiroid dan atau invasi jaringan
23
lunak diatsa laring seperti trakea, jaringan lunak leher
mencakup otot dalam/ ekstrinsik lidah, tiroid, otot strap, dan
esofagus.
T4b Tumor menginvasi celah prevertebral, struktur mediastinum
dan arteri karotis.
Penjalaran Kelenjar Getah Bening (N)
Nx Kelenjar limfa tidak teraba
N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran
diameter 3 cm homolateral
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter
3-6 cm
N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi
tidak lebih dari 6 cm
N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari
6
N2c Metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih
dari 6 cm
N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
Metastasis Jauh (M)
Mx Tidak terdapat/terdeteksi.
Tidak ada metastasis jauh.
Terdapat metastasis jauh.

2.3.7 Manifestasi Klinis 5,7


a. Serak
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, kecepatan getaran
dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal befungsi secara
baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-
kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak
maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara
menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-
kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung letak tumor. Apabila
tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan mnetap. Apabila
tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di
24
batas inferior pita suara serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan
subglotis, serak dapat merupakan gjala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada
kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman,
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan
serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumun
(hot potato voice).
b. Dispneu dan stridor
Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas
oleh massaa tumor, penumpukkan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita
suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala tersebut.
Sumbatan dapat terjaadi secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada
umumnya dispneu dan stridor adalah tanda dan prognosis kurang baik.
c. Nyeri tenggorok, keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri
yang tajam.
d. Disfagia
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan
sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumior
ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya tumor
ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
e. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis
sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
f. Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis dan
penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar jaringan atau
metastase lebih jauh.
g. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis
tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
h. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

25
2.3.8 Diagnosis
• Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang
diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah
diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan
adalah seorang perokok berat, peminum alkohol atau seorang yang sering
atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah
lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa
tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita
menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah.
• Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang
khas dari luar, terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila kanker
sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher,
dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring. Pemeriksaan
untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung
maupun langsung dengan menggunakan laringoskop untuk menilai lokasi
kanker, penyebaran kanker yang terlihat (field of cancerisation), dan
kemudian melakukan biopsi.

• Pemeriksaan Penunjang
a. Foto toraks
Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau
tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak
(soft tissue) leher dari lateral kadang-kadang dapat menilai besarnya
dan letak kanker.
b. Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang
baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk
memvisualisasikan lumen laring dan trakea. Ketebalan jaringan
retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan lipatan aryepiglottic
dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki peran
dalam manajemen kanker laring saat ini.

26
c. Computed Tomography – CT Scan
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau
kanker yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid.
Kanker yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid
merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan
korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon
bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin
membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal
membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan
penyebaran transglottic. Pencitraan Midsagittal membantu untuk
memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior.
MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan
spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan
degradasi gambar akibat pergerakan.

2.3.9 Penatalaksanaan
 Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas untuk mengobati tumor glotis dan
supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%).
Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih
dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai
dosis total 6000 – 7000 rad.

 Pembedahan
1. Laringektomi
 Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk kanker laring stadium I
yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
 Hemilaringektomi atau vertikal.

27
Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan
satu salah. Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan
setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan
suara pasien akan parau setelah pembedahan.
 Laringektomi supraglotis atau horisontal.
Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah,
dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih
utuh atau tetap normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko
aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari
batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma )
trakeostomi yang permanen.

2. Diseksi Leher Radikal


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2)
karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah.
Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium
lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher
sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak
disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

3. Kemoterapi
Diberikan pada kanker stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant
ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120
mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.

4. Rehabilitasi Suara
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui
bahwa kanker laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis
yang baik. Rehabilitasi mencakup “Vocal Rehabilitation, Vocational
Rehabilitation dan Social Rehabilitation”

28
2.3.10 Prognosis5
Karsinoma laring merupakan tumor dengan prognosis paling baik diantara
tumor-tumor di daerah traktus aero-digestivus, bila ditatalaksana dengan cepat,
tepat, dan radikal. Adapun angka ketahanan hidup 5 tahun dari kanker laring dapat
dilihat di tabel berikut.
Tabel. Angka Kesintasan 5 Tahun Kanker Laring
Supraglotis Glotis Subglotis Hipofaring
Stadium I 59% 90% 65% 53%
Stadium II 59% 74% 56% 39%
Stadium III 53% 56% 47% 36%
Stadium IV 34% 44% 32% 24%

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. Y, perempuan, 50 tahun datang ke polikilink THT RSMH dengan


riwayat penyakit ± 1 tahun SMRS, pasien mengeluh sering sesak, batuk (-),
perasaan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan (-), nyeri menelan (-),
pasien masih makan nasi seperti biasa. Telinga dan hidung tidak ada keluhan,
pasien belum berobat.
± 5 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak bertambah berat (+), pasien
mengeluh batuk (+), berdahak (+) berwarna merah dengan konsistensi kental, dan
suara serak (+). Nyeri telinga (-), telinga berdengung (-), keluar cairan dari telinga
disangkal, hidung tidak ada keluhan, demam (-). Pasien mengalami penurunan
berat badan (+), nafsu makan menurun (+).
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.
Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara
gagal befungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi
atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen
rikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara
akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya
lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan
nafas atau paralisis komplit.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penujang. Sesak pada pasien, merupakan gejala yang disebabkan
oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini
disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massaa tumor, penumpukkan kotoran
atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Sumbatan dapat terjadi secara
perlahan-lahan dan pada mulanya masih dapat dikompensasi oleh pasien. Biopsi
dilakukan untuk menentukan apakah jaringan yang diperiksa merupakan tumor
maligna atau benigna.

30
Pada pasien ini dilakukan tindakan trakeostomi untuk mengatasi obstruksi
jalan nafas yang menyebabkan pasien mengalami sesak hebat. Kemoterapi yang
diberikan kepada pasien merupakan tatalaksana pada pasien kanker stadium
lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Tumor Laring. Dalam Soepardi EA, dkk, penyunting. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-7.
Jakarta: FKUI; 2012; h 176-177.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2012. Hal 473-85.
3. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2006. h. 176-9
4. Cahyadi, Ismi, dkk. Karakteristik Penderita Karsinoma Laring di Departemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedag Kepala Leher Rumah Sakit
dr Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013-Juli 2015. Diakses 20 Juni
2018 pukul 21.00 WIB.
5. Klarissa C, Fardizza F. Kanker Laring. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA editors. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Balai Penerbit Media
Aesculapius 2014: h. 1060-1064.
6. Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal: 461 – 463
7. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi 7. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2012: h. 176-
180
8. Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi dalam Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok KepalaLeher: Kelainan
Laring, Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2008. Hal 224-29.
9. Russel C, Matta B. dalam Azani, S, dan Novialdi. Trakeostomi dan
Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggoraok dan
Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang.2012. hal.1-9
10. Seid B Allan, Gluckman Jack L. 1991. dalam Azani, S, dan Novialdi.
Trakeostomi dan Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggoraok dan Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.2012. hal.1-9

32
11. Morris L, Afifi S. dalam Azani, S, dan Novialdi. Trakeostomi dan
Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggoraok dan
Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang.2012. hal.1-9
12. The Cleveland Foundation. 2014. Tracheostomy Care. https://my.cleveland.
org/health/treatments/17568-tracheostomy-care. (Diunduh pada 25 Juni 2018,
pukul 04.30 WIB)
13. Betty Nance-Floyd. 2011. Tracheostomy Care: An Evidence-based Guide.
https://www.americannursetoday.com/tracheostomy-care-an-evidence-based-
guide-to-suctioning-and-dressing-changes/. (Diunduh pada 25 Juni 2018,
pukul 05.00 WIB).
14. National Institute of health. 2016. Tracheostomy Care. https://medlineplus.
gov/ency/patientinstructions/000076.htm. (Diunduh pada 25 Juni 2018, pukul
05.30 WIB).

33

Anda mungkin juga menyukai