KARSINOMA LARING
Disusun oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.Ked 04054821820039
Rahma Nur Islami, S.Ked 04084821921056
Intan Rahma Dewi, S.Ked 04084821921084
Fatimah Azzahra, S.Ked 04084821921144
Muthiah Azzahrah Arisa Putri, S.Ked 04084821921105
Pembimbing:
dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L(K)., FICS
Laporan Kasus
KARSINOMA LARING
Oleh:
Nur Ilmi Sofiah, S.Ked 04054821820039
Rahma Nur Islami, S.Ked 04084821921056
Intan Rahma Dewi, S.Ked 04084821921084
Fatimah Azzahra, S.Ked 04084821921144
Muthiah Azzahrah Arisa Putri, S.Ked 04084821921105
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 20 Mei 2019 – 24 Juni
2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Karsinoma Laring” yang merupakan salah satu syarat
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lisa Apri Yanti,
Sp.T.H.T.K.L(K)., FICS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai
gambaran, di luar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan
keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah
karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Menurut data
statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis
(1979), rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.1
Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan,
dengan perbandingan 11:1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1 Etiologi pasti sampai
saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat
dengan terjadinya keganasan laring yaitu: rokok, alkohol dan sinar radioaktif.1
Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan
keadaan umum penderita. 1 Pembedahan yang sering dilakukan untuk memintas jalan
napas pada pasien. Namun tindakan trakeostomi ini memilik banyak komplikasi. Saat
pembedahan komplikasi dapat berupa aspirasi, pneumothoraks, bahkan henti jantung
akibat hilangnya rangsangan hipoksia terhadap respirasi. 2
1
BAB II
STATUS PASIEN
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. Y
Status Poliklinik : Poliklinik THT
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukamaju, Palembang.
Rekam Medik : 522740
Riwayat Kebiasaan:
-
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,6oC
b. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Konjungtiva forniks OS dan OD tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesara KGB (-), massa (-)
Thoraks : Simetris, tidak tampak kelainan pada dinding dada.
Cor: BJ I dan II (+) normal, batas jantung normal, murmur
tidak ada, gallop tidak ada.
Pulmo: sonor dikedua lapangan paru, vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-).
Abdomen : Simetris, datar, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)
normal
Ekstremitas : Bentuk normal
Kulit : Tidak tampak kelainan
3
c. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -
Aurikula
-Mikrotia Normal Normal
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -
4
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
-Bentuk (oval/bulat) Oval Oval
-Pembuluh darah Normal Normal
-Refleks cahaya +, arah jam 5 +, arah jam 7
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) Normal Normal
-Tulang pendengaran - -
-Kolesteatoma - -
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -
5
Audiogram
Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau
6
-Ala nasi - -
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak - -
tersumbat)
III.Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
b. Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
f. Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
7
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ livide) Merah Muda Merah Muda
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) Tidak ada Tidak ada
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -
8
Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal
9
Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Normal Normal
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
10
Gambar rongga mulut dan faring
Rumus gigi-geligi
11
Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)
Pemeriksaan Laboratorium
JenisPemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 10,9 g/dL 11,40-15,00 g/dL Menurun
Eritrosit (RBC) 4,61x103/mm 4,00-5,70 Normal
3
103/mm3
Leukosit (WBC) 10,26x103/m 4,73-10,89 Normal
m3 103/mm3
Hematokrit 35 % 35-45 % Normal
Trombosit (PLT) 263x103/µL 189-436 103/µL Normal
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basofil 0% 0-1 % Normal
Eosinofil 1% 1-6 % Normal
Netrofil 72 % 50-70 % Normal
Limfosit 21 % 20-40 % Normal
Monosit 6% 2-8 % Normal
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu 100 mg/dL <200 Normal
Nilai kritis: <45-
>500
GINJAL
Ureum 21 mg/dl 16,6-48,5 mg/dl Normal
Kreatinin 0,63 mg/dl 0,50-0,90 mg/dl Normal
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,9 mg/dL 8,8 – 10,2 mg/dL Normal
Natrium (Na) 147 mEq/L 135-155 mEq/L Normal
Kalium (K) 5,1 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Normal
12
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Kesan: DD: - Adenocarcinoma pada regio subglotis
- Neuroendokrin tumor sediaan subglotis carcinoma regio subglotis
5. Diagnosa banding
- Karsinoma Orofaring
- Karsinoma Nasofaring
6. Diagnosa kerja
Ca laring stadium III (T2N2M0) on kemoterapi + post trakeostomi
7. Pengobatan
I. Istirahat (bed rest)
II. Diet
Nasi Lunak
III. Medikamentosa
Pro-Kemoterapi
IV. Non Medikamentosa
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga bahwa gejala-gejala yang
dialami pasien disebabkan karena penyakit keganasan.
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana terapi
yang akan diberikan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai efek samping
kemoterapi.
- Edukasi keluarga pasien untuk perawatan kanul trakeostomi berupa:
a. Mencuci kanul trakeostomi 2x sehari
b. Suction berkala
c. Nebulisasi NaCl 0,9% sebanyak 4cc setiap 6 jam
d. Ganti kassa depan 2 x sehari
e. Ganti pita leher 1x sehari
- Melakukan pengukuran berat badan per hari.
8. Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia ad malam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
Kartilago epigloitika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bat pingpong. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung
pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis
jelas melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenilis. Fungsi epiglotis
mendorong makanan yang ditelan agar tidak masuk ke jalan napas.
Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah
superior, pada kedua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas
ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilago aritenoidea.
Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus
piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepigloitika. Pasangan
jaringan elastin penting lainnya adalah konus elastikus (membran
krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat dari membran kuadrangularis. Dan
meluas ke atas dan medial dari arkus kartilagenis krikoidea untuk bergabung
dengan ligamnetum vokalis pada masing-masing sisi. Konus elastikus terletak
di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis.
15
otot ini tidak dapat dipisahkan dan berperan dalam membentuk tegangan korda
vokalis. Pada orang lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroarienoideus agak
berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah
dan serak.
3.1.3 Persarafan
Dua pasang nervus mengurus laring dengan persarafan motorik dan
sensoris. Dua nervus laringeus superior dan dua nervus inferior (rekuren).
Nervus laringeus superior bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna
dan motorik eksterna. Cabang interna mengurus persarafan sensorik valekula,
epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi
bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai
motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus.
Di bagian inferior, nervus rekuren mengurus persarafan motorik semua
otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Nervus rekuren juga mengurus
sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea
superior. Karena perjalanan nervus inferior kiri yang lebih panjang serta
hubungannya dengan aorta, maka nervus ini lebih rentan cedera dibadingkan
dengan nervus yang kanan.
3.1.4 Vaskularisasi
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringeal superior merupakan cabang-cabang arteri
dan vena tiroidea superior. Keduanya bergabung dengan cabang interne nervus
laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri
dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke
laring bersama nervus laringeus rekuren.
16
superiores dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase
subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar
terletak tepat di depan krikoid dan disebut nodi delphian), kelenjar getah
bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis, bahkan nodi
mediastinalis superior.
3.2.2. Epidemiologi
Insidensi kanker laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda.
Di Amerika Serikat dilaporkan 8,5 kasus kanker laring per 100.000 penduduk
laki-laki dan 1.3 kasus kanker laring per 100.000 penduduk perempuan. Pada
akhir-akhir ini tercatat insiden kanker laring pada wanita meningkat. Ini
dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
17
Kebanyakan (70-90 %) kanker laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe
glotik merupakan 60-65 %, supraglotik 30-35 %, dan infraglotik hanya 5 %.
3.2.3. Etiologi 5
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Laringitis kronik
menjadi faktor predisposisi terjadina tumor ganas laring. Adapun faktor
resiko lainnya sebagai berikut:
a. Merokok (faktor risiko yang utama). Resiko karsinoma laring meningkat
seiring dengan jangka waktu lama merokok dan kenaikan jumlah rokok
yang dihisap setiap harinya;
b. Konsumsi alkohol berlebihan;
c. Jenis kelamin laki-laki;
d. Terinfeksi HPV;
e. Bertambahnya usia;
f. Diet rendah sayuran hijau;
g. Tingginya konsumsi daging yang diawetkan;
h. Pekerja di pabrik plastik;
i. Pajanan terhadap cat, radiasi, asbestos, diesel.
j. Refluks gastroesofageal.
2.3.4 Patofisiologi6
Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang
beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated)
sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri
atas sel tidak berdiferensiasi disebut anaplastik.
Kerusakan genetik mungkin dapat dipengaruhi oleh lingkungan
seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel germinativum.
Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor terjadi
akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami
kerusakan genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga
kelas gen regulatorik yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong
pertumbuhan, gen penekan kanker (tumor supresor gen) yang menghambat
18
pertumbuhan (antionkogen), dan gen yang mengatur kematian sel yang
terencana (programmed cell death), atau apoptosis.
Selain gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan
DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki
DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak
langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki
kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor
dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang
memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas digenom dan
transformasi neoplastik.
Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks
enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe
keganasan, diantaranya:
a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah
onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan
kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal
pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein.
Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya
suatu faktor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel. Aktivasi
reseptor pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian
mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam
plasma.Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui
perantara kedua.Induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu
transkrip DNA.Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang
akhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat
mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk
memperoleh self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan.
19
Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk
anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan
pada integritas DNA.Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53
berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.
Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan.
20
e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan
Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada
keganasan. Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan
tumor, tetapi juga untuk bermetastasis.
Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting
yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel
vaskular) dan basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa
pertumbuhan tumor dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik
dengan faktor yang menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor
antiangiogenesis tersebut diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh
adanya gen TP53 wild-type, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi
gen TP53 wild-type ini menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1
sehingga keseimbangan condong ke faktor angiogenik.
2.3.5 Histopatologi 7
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95-98% dari semua tumor ganas
laring, dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Karsinoma sel
skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi, yaitu:
a. Berdiferensiasi baik (Grade I)
b. Berdiferensiasi sedang (Grade II)
c. Berdiferensiasi buruk (Grade III)
Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang
mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma
anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarcoma.
21
2.3.6 Klasifikasi 5,7
Berdasarkan letaknya, karsinoma laring dapat dibagi menjadi berikut:
a. Tumor supraglotis. Terbatas dari tepi atas epiglotis sampai batas atas
glotis, termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring;
b. Tumor glotis. Mengenai pita suara asli yakni 1-10 mm di bawah tepi
bebas pita suara. Tumor glotis dapat mengenai 1 atau kedua pita suara,
dapat meluas ke subglotis, hingga komisura anterior dan posterior atau
prosesus vokalis kartilago aritenoid (> 10 mm dari batas bebas tepi pita
suara);
c. Tumor subglotis. Bila terletak di subglotis (10mm di bawah tepi bebas
pita suara asli sampai inferior krikoid);
d. Tumor transglotik. Tumor berasal dari glotis yang menyeberangi daerah
supraglotis, dan menyebar ke subglotis. Menyeberangi ventrikel, atau
meluas ke subglotis lebih dari 10 mm.
22
Tabel 2. Penentuan Stadium Tumor Laring dengan TNM
Tumor Primer (T)
Supraglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu
(gerakan masih baik).
T2 Tumor menginvasi lebih dari 1 sisi supraglotis atau glotis
atau darah luar supraglotis (mukosa dasar lidah, valekula,
dinding medial sinus piriformis) tanpa fiksasi ke laring.
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan
atau invasi area postkrikoid, celah preepiglotis, paraglotis
dan atau erosi kartilago minor tiroid.
T4a Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan atau invasi
jaringan diatas laring seperti trakea, jaringan lunak leher
seperti muskulus ekstinsik/ dalam lidah (m. Genioglosus,
hioglosis, palatoglosus, dan stiloglosus), otot strap, tiroid,
dan esofagus.
T4b Tumor mrnginvasi celah prevertebra, struktur mediastinal
atau hingga arteri karotis.
Glotis
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan
pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada
komisura anterior atau posterior.
T1a Tumor terbatas pada satu pita suara asli
T1b Tumor mengenai kedua pita suara
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita
suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired
mobility).
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan
atau invasi celah paraglotis dan atau dengan erosi kartilago
tiroid minor.
T4a Tumor menginvasi kartilago tiroid dan atau invasi jaringan
lunak diatas laring seperti trakea, jaringan lunak leher
seperti otot dalam/ekstrinsik lidah, tiroid, dan esofagus.
T4b Tumor menginvasi celah prevertebral, struktur mediastinum,
dan arteri karotis.
Subglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksir.
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4a Tumor menginvasi kartilago tiroid dan atau invasi jaringan
23
lunak diatsa laring seperti trakea, jaringan lunak leher
mencakup otot dalam/ ekstrinsik lidah, tiroid, otot strap, dan
esofagus.
T4b Tumor menginvasi celah prevertebral, struktur mediastinum
dan arteri karotis.
Penjalaran Kelenjar Getah Bening (N)
Nx Kelenjar limfa tidak teraba
N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran
diameter 3 cm homolateral
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral, ukuran diameter
3-6 cm
N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi
tidak lebih dari 6 cm
N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari
6
N2c Metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih
dari 6 cm
N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
Metastasis Jauh (M)
Mx Tidak terdapat/terdeteksi.
Tidak ada metastasis jauh.
Terdapat metastasis jauh.
25
2.3.8 Diagnosis
• Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang
diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah
diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan
adalah seorang perokok berat, peminum alkohol atau seorang yang sering
atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah
lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa
tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita
menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah.
• Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang
khas dari luar, terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila kanker
sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher,
dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring. Pemeriksaan
untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung
maupun langsung dengan menggunakan laringoskop untuk menilai lokasi
kanker, penyebaran kanker yang terlihat (field of cancerisation), dan
kemudian melakukan biopsi.
• Pemeriksaan Penunjang
a. Foto toraks
Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau
tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak
(soft tissue) leher dari lateral kadang-kadang dapat menilai besarnya
dan letak kanker.
b. Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang
baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk
memvisualisasikan lumen laring dan trakea. Ketebalan jaringan
retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan lipatan aryepiglottic
dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki peran
dalam manajemen kanker laring saat ini.
26
c. Computed Tomography – CT Scan
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau
kanker yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid.
Kanker yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid
merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan
korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon
bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin
membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal
membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan
penyebaran transglottic. Pencitraan Midsagittal membantu untuk
memperlihatkan hubungan antara tumor dengan komisura anterior.
MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi jaringan
spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan
degradasi gambar akibat pergerakan.
2.3.9 Penatalaksanaan
Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas untuk mengobati tumor glotis dan
supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%).
Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih
dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai
dosis total 6000 – 7000 rad.
Pembedahan
1. Laringektomi
Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk kanker laring stadium I
yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
Hemilaringektomi atau vertikal.
27
Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan
satu salah. Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan
setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan
suara pasien akan parau setelah pembedahan.
Laringektomi supraglotis atau horisontal.
Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah,
dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih
utuh atau tetap normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko
aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari
batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma )
trakeostomi yang permanen.
3. Kemoterapi
Diberikan pada kanker stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant
ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120
mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.
4. Rehabilitasi Suara
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui
bahwa kanker laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis
yang baik. Rehabilitasi mencakup “Vocal Rehabilitation, Vocational
Rehabilitation dan Social Rehabilitation”
28
2.3.10 Prognosis5
Karsinoma laring merupakan tumor dengan prognosis paling baik diantara
tumor-tumor di daerah traktus aero-digestivus, bila ditatalaksana dengan cepat,
tepat, dan radikal. Adapun angka ketahanan hidup 5 tahun dari kanker laring dapat
dilihat di tabel berikut.
Tabel. Angka Kesintasan 5 Tahun Kanker Laring
Supraglotis Glotis Subglotis Hipofaring
Stadium I 59% 90% 65% 53%
Stadium II 59% 74% 56% 39%
Stadium III 53% 56% 47% 36%
Stadium IV 34% 44% 32% 24%
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
30
Pada pasien ini dilakukan tindakan trakeostomi untuk mengatasi obstruksi
jalan nafas yang menyebabkan pasien mengalami sesak hebat. Kemoterapi yang
diberikan kepada pasien merupakan tatalaksana pada pasien kanker stadium
lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Tumor Laring. Dalam Soepardi EA, dkk, penyunting. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-7.
Jakarta: FKUI; 2012; h 176-177.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2012. Hal 473-85.
3. Snell Richard. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2006. h. 176-9
4. Cahyadi, Ismi, dkk. Karakteristik Penderita Karsinoma Laring di Departemen
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedag Kepala Leher Rumah Sakit
dr Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013-Juli 2015. Diakses 20 Juni
2018 pukul 21.00 WIB.
5. Klarissa C, Fardizza F. Kanker Laring. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA editors. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Balai Penerbit Media
Aesculapius 2014: h. 1060-1064.
6. Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal: 461 – 463
7. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi 7. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2012: h. 176-
180
8. Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi dalam Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok KepalaLeher: Kelainan
Laring, Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2008. Hal 224-29.
9. Russel C, Matta B. dalam Azani, S, dan Novialdi. Trakeostomi dan
Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggoraok dan
Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang.2012. hal.1-9
10. Seid B Allan, Gluckman Jack L. 1991. dalam Azani, S, dan Novialdi.
Trakeostomi dan Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggoraok dan Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.2012. hal.1-9
32
11. Morris L, Afifi S. dalam Azani, S, dan Novialdi. Trakeostomi dan
Krikotirotomi. Bagain Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggoraok dan
Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang.2012. hal.1-9
12. The Cleveland Foundation. 2014. Tracheostomy Care. https://my.cleveland.
org/health/treatments/17568-tracheostomy-care. (Diunduh pada 25 Juni 2018,
pukul 04.30 WIB)
13. Betty Nance-Floyd. 2011. Tracheostomy Care: An Evidence-based Guide.
https://www.americannursetoday.com/tracheostomy-care-an-evidence-based-
guide-to-suctioning-and-dressing-changes/. (Diunduh pada 25 Juni 2018,
pukul 05.00 WIB).
14. National Institute of health. 2016. Tracheostomy Care. https://medlineplus.
gov/ency/patientinstructions/000076.htm. (Diunduh pada 25 Juni 2018, pukul
05.30 WIB).
33