Anda di halaman 1dari 9

REVIEW ARTICLE

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2 November 2016, Hal. 42-50

Goiter Sebagai Faktor Predisposisi Karsinoma Tiroid

Ni Wayan Armerinayanti

Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa,
Email: armerinayantipranata@gmail.com

Abstrak
Goiter merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan primer pada organ
tiroid ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain terhadap tiroid. Di Indonesia dan di Bali khususnya
kasus karsinoma tiroid mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kasus goiter endemik maupun non
endemik. Goiter memiliki faktor risiko sebesar 2,5 kali lipat untuk menimbulkan karsinoma tiroid. Goiter
dapat menimbulkan hiperplasia yang bersifat difusa maupun noduler (nodul tunggal dan multipel). Analisis
klonal telah membuktikan bahwa hiperplasia merupakan proliferasi yang bersifat poliklonal. Pada tiroid,
ditemukan perubahan pola monoklonal pada kelompok nodul yang sebelumnya merupakan nodul hiperplastik.
Perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini merupakan interaksi antara adanya lesi hiperplastik sebelumnya
dengan predisposisi genetik yang selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik, ditandai oleh peningkatan
proliferasi sel disertai pembentukan radikal bebas yang memicu adanya mutasi somatiktirosit. Pemberian
suplementasi iodium pada kasus goiter endemik, dikatakan berkaitan dengan adanya kandungan iodine
radioaktif nantinya justru menimbulkan kerusakan rantai DNA melalui tata ulang RET-TRK.
Kata Kunci: goiter, predisposisi, karsinoma tiroid.

Abstract
[Goitre as Predisposing Factor of Thyroid Carcinomas].
Goitre is an enlargement of thyroid gland which can be associated with primary thyroid disorders or
stimulation of the gland by hormones and other factors. In Indonesia and especially in Bali, increase of
Thyroid Carcinoma cases had been associated with either endemic or non endemic goiter. Goitre increases
2.5 fold risk of thyroid carcinoma. Goitre may cause diffuse and nodular hyperplasia (either single or multiple
nodules). Clonal analysis has been discovered that hyperplasia is considered to be polyclonal proliferation.
Monoclonal alterations had also been found in a subset of thyroid nodules that were previously considered
hyperplastic. Alterations of polyclonal to monoclonal pattern was considered as interaction between past
history of hyperplastic lesion and genetic predisposition which furthermore forming mutagenic environment
such as increases of cell proliferation and also free radicals induce- somatic mutation. Iodine supplementation
on endemic goiter related with radioactive iodine content which damaging DNA sequences in the form of RET-
TRK rearrangement.
Keywords: goitre, predispose, thyroid carcinoma .

PENDAHULUAN goiter ditetapkan pada individu dengan berat


Goiter atau struma atau secara awam kelenjar tiroid melebihi 18 mL pada
dikenal dengan istilah gondok merupakan perempuan atau melebihi 25 mL pada laki-
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat laki.[2,3]Sekitar 27% dari keseluruhan pasien
berkaitan dengan gangguan primer pada goiter di dunia berada di Negara Asia
organ tiroid ataupun akibat stimulasi Tenggara termasuk Indonesia.[4]
hormonal atau faktor lain terhadap tiroid.[1] Di Indonesia dan di Bali khususnya
Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi kasus karsinoma tiroid mengalami

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 43

peningkatan sejalan dengan peningkatan bersifat neoplastik pada nodul.[1,2] Sehingga


kasus goiter endemik maupun non endemi sangat penting dalam pemeriksaan
[5]
. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari histopatologi untuk setiap kasus goiter
registrasi kasus di instalasi Patologi RSUP diberikan jawaban yang lengkap mengenai
Sanglah pada tahun 2014, sekitar 30% adanya fokus proliferatif maupun atipikal
karsinoma tiroid berkembang dari goiter. yang nantinya berpeluang besar
Hal ini menunjukkan bahwa goiter menimbulkan karsinoma tiroid. Informasi
merupakan faktor predisposisi terjadinya ini juga berguna bagi para klinisi dalam
karsinoma tiroid dan bahkan kemungkinan penentuan monitoring maupun terapi
dapat mempengaruhi perangai biologis lanjutan terhadap pasien. Melalui tulisan ini
karsinoma tiroid.[1,3,4] akan dijabarkan mengenai patogenesis
Goiter terjadi melalui proses terjadinya goiter dan korelasinya dengan
hiperplastik dan involusi yang berulang dan kasus karsinoma tiroid.
dalam setiap proses ini akan memberi
peluang berkembangnya suatu perubahan TINJAUAN PUSTAKA
yang bersifat neoplastik. Goiter memiliki Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
faktor risiko sebesar 2,5 kali lipat untuk Tiroid merupakan kelenjar endokrin
menimbulkan karsinoma tiroid. Penelitian terbesar pada orang dewasa, normalnya
sebelumnya menemukan bahwa insiden memiliki berat sekitar 20 gram. Dimensi
keganasan pada goiter multinoduler berkisar masing-masing lobus bervariasi dengan
7,5% hingga 13%. Tidak dijumpai panjang sekitar 4-7 cm, lebar 2,5 cm dan
perbedaan yang bermakna secara statistik ketebalan sekitar 1,75 cm. Isthmus
untuk insiden karsinoma tiroid antara pasien menghubungkan kedua lobus berbentuk
dengan goiter nodul soliter dan goiter bulat dengan luas permukaan sekitar 2 cm2
multinoduler. Kasus karsinoma tiroid dan ketebalan antara 0,2 sampai 0,6 cm.
tersering yang terjadi pada penderita goiter Kelenjar diliputi oleh kapselfibrosa yang
adalah karsinoma tiroid papiler (KTP), yaitu memasuki parenkim membentuk septa yang
sebanyak 75% kasus, sisanya sebanyak 12, secara regular memisahkan lobulus tiroid.
5% adalah karsinoma tiroid folikuler (KTF). Setiap lobulus ini mengandung 20-40 unit
[1,6] sekresi yang disebut dengan folikel (vesikel,
Meskipun melalui analisis klonal asini atau alveoli). Folikel berbentuk bulat
diketahui bahwa hiperplasia pada goiter dilapisi oleh epitel sekretori dan
digolongkan sebagai proliferasi yang mengandung koloid pada lumennya,
bersifat poliklonal, sedangkan neoplasia berdiameter sekitar 0,3 mm atau 0,163 mm
merupakan proliferasi monoklonal tetapi setelah maserasi dengan asam hidroklorik.
[7,8]
ditemukan juga bahwa terdapat perubahan
pola monoklonal pada beberapa kelompok Beberapa penelitian menemukan
nodul yang sebelumnya merupakan bahwa kelenjar yang mengalami hipertrofi
nodulhiperplastik dari kasus goiter.[1,7] secara jelas menunjukkan diameter folikel
Mekanisme bagaimana perubahan aktif berukuran antara setengah atau satu
poliklonal menjadi monoklonal ini sepertiga diameter folikel yang tidak aktif.
merupakan interaksi antara faktor risiko Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh
goiter dan adanya predisposisi genetik yang jaringan ikat longgar yang mengandung
selanjutnya menciptakan lingkungan pembuluh darah dan serabut saraf. Masing-
mutagenik yang ditandai oleh peningkatan masing lobus memiliki arteriolnya sendiri
proliferasi sel disertai pembentukan radikal dan berakhir dengan jaringan kaliper yang
bebas yang memicu adanya mutasi mengelilingi folikel. Studi khusus yang
somatiktirosit. Klonal tumor akhirnya dilakukan Model mengenai pembuluh darah
terbentuk jika defek genetik tidak dapat ini menunjukkan bahwa terdapat
diperbaiki. Hal inilah yang selanjutnya anastomosisarteriovena yang memungkin-
menjadi pencetus proliferasi sel yang kan kontrol kapiler dalam menangkap

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 44

hormon tiroid. Terdapat empat arteri yang intraseluler sel folikel tiroid berkaitan
membawa 5 liter darah melalui tiroid setiap dengan aktivitas selulernya, seperti pada
jam, sehingga tiroid merupakan salah satu kelenjar yang hiperaktif maka mitokondria-
organ yang menerima darah terbanyak nya mengalami hipertrofi sehingga terjadi
setelah paru dan ginjal yaitu 4 ml per menit peningkatan area permukaan intraseluler
per gram jaringan. Arteri tersebut tidak dan peningkatan akumulasi lipid sitoplasma
berpenetrasi ke dalam parenkim tiroid maupun permeabilitas membran sel.
namun segera bercabang pada permukaan Demikian pula halnya yang terjadi pada
kelenjar membentuk jaringan arteriol. Hal apparatus golgi maupun struktur sitoplasma
ini menyebabkan organ tiroid untuk rentan lainnya.[8,9]
mengalami perdarahan.[7,8] Kelenjar tiroid menghasilkan hormon
tiroid, namun hal ini sangat tergantung pada
cadangan prohormontiroglobulin dalam
koloid. Sel-sel epitel folikel tiroid memiliki
kemampuan dalam mengendapkan ion
yodium (iodida) dari darah dan mensintesis
hormon tiroksin dan triiodotironin. Sintesis
dan sekresi hormon tiroid melibatkan 2 fase
yaitu fase eksokrin dan fase endokrin,
keduanya diatur oleh TSH melalui
mekanisme receptor binding cA MP (cyclic
adenosine monophosphate).[8,10]

Gambar 1. A Lobulus kelenjar tiroid yang


dipisahkan stroma fibrosa tipis. B. Folikel tiroid
dilapisi selapisepitel kuboid dengan lumen berisi
bahan koloid (tanda panah) yang mengandung
prohormon tiroid.
Gambar 2. Sintesis hormon tiroid melibatkan aksis
Epitel folikel tiroid normalnya hipotalamus (pelepasan TRH)-Hipofisis/Pituitari
berbentuk kuboid, reguler dengan ketebalan (pelepasan TSH).
15 mikron dan ukurannya memanjang jika (Gambar ini diambil oleh Kondo, Ezzat dan Asa,
terjadi peningkatan aktivitas. Sel-sel ini 2006 dari REF. 226 © (1996) Appleton & Lange)
tersusun dalam orientasi yang sama dan
menghasilkan substansi koloid ke dalam Fase eksokrin meliputi: penangkapan
lumen. Koloid sangat eosinofilik pada iodida dari darah, sintesis tiroglobulin dan
orang dewasa namun pada usia tua menjadi penyatuan iodida dalam residu
basofilik karena peningkatan nukleoprotein. tirosiltiroglobulin oleh peroksidase tiroid.
Koloid ini dicerna oleh berbagai enzim Sintesis tiroglobulin terjadi pada retikulum
mencakup amilase. Beberapa elemen endoplasma kasar dan apparatus golgi.

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 45

Tiroglubulin dikemas dalam vesikel sekresi


dan dilepaskan melalui eksositosis ke dalam
lumen yang mengandung koloid,
mengandung sekitar 140 residu tirosin yang
diperlukan untuk iodinasi. Peroksidase
tiroid merupakan enzim yang berperan
dalam iodinasitiroglobulin, membenam
dalam membran vesikel sekresi dan
terpapar dengan permukaan luminal sel
tiroid saat proses eksositosis. Peroksidase
tiroid ini teraktivasi selama eksositosis dan
berfungsi mengoksidasi iodida menjadi
iodine dalam koloid untuk selanjutnya
ditransfer ke akseptor residu
tirosiltiroglobulin. Fase endokrin dimulai
dengan stimulasi TSH untuk proses
endositosistiroglobulin yang teriodinasi
dalam sel folikel. Pertama-tama droplet
koloid diselubungi pseudopod apikal dan
dimasukkan ke dalam vesikel yang
mengandung koloid. Berbagai komponen
sitoskeletal mengarahkan droplet koloid Gambar 3. Dua fase sintesis dan sekresi hormon
untuk bergabung dengan lisosom. tiroid yaitu fase eksokrin dan fase endokrin
Lisosomakan menghasilkan enzim (Gambar ini diambil dari Kierszenbaum (2007)
lisosomal yang mampu mendegradasi Elsevier)
iodotiroglobulin menjadi T3 (triiodotironin,
bentuk aktif dari hormon tiroid), T4 Perkembangan Tiroid
(tiroksin) dan berbagai produk antara Perkembangan ukuran tiroid sangat
lainnya. Iodotirosin, asam amino dan gula tergantung pada berat badan, jenis kelamin,
kembali ke dalam sel, sedangkan hormon daerah geografis tempat tinggal, berbagai
tiroid yang dihasilkan selanjutnya kondisi fisiologis (pubertas, kehamilan dan
dilepaskan melalui bagian basal epitel menopause), dan berbagai perubahan
folikel tiroid dan bergabung dengan serum patologis (nodul, kondisi inflamasi, tumor).
carrier protein dalam pembuluh kapiler. Perubahan patologis ini lebih sering terjadi
(11,12)
pada area goiter endemik. Marine telah
T3 memiliki waktu paruh yang lebih merumuskan estimasi rasio perbandingan
pendek (18 jam) dan jumlahnya relatif lebih berat kelenjar tiroid dengan berat badan
sedikit, tetapi efeknya lebih kuat. T4 yang diperkirakan tidak lebih dari 0,35
memiliki waktu paruh selama 5 hingga 7 gram per kilogram berat badan. Tetapi
hari dan menjadi 90% dari keseluruhan Sigurjonsson menemukan bahwa rata-rata
hormon tiroid yang disekresikan. Hormon berat kelenjar tiroid sekitar 14 gram pada
tiroid ini berfungsi meningkatkan kecepatan dewasa pria dan 11,6 gram pada dewasa
metabolik basal melalui aktifitas T3 dan wanita.[7]Penelitian eksperimental
sedikit T4 pada inti sel dengan berikatan McCarrison pada hewan coba menunjukkan
pada reseptor hormon tiroid yang spesifik hewan coba dari area non goiter
terhadap bagian DNA yang disebut dengan menunjukkan rasio konstan antara berat
thyroid hormone-responsive element (TRE), kelenjar tiroid dengan berat badan pada
yang selanjutnya dapat memicu transkripsi berbagai usia, namun hal ini tidak dijumpai
gen tertentu.(8,11) pada hewan coba dari area endemik goiter
karena adanya akumulasi koloid pada
kelenjarnya.[8]

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 46

Ditemukan pula adanya rasio khusus melalui urin sangat jarang dan bukanlah
berat kelenjar tiroid dengan berat badan tergolong endemik [13,14,15].
pada masa pubertas yang dikenal sebagai
“goiter fisiologis” yang juga dijumpai di Epidemiologi Goiter
daerah non endemik. Goiter fisiologis Kasus goiter baik endemik maupun
merupakan hipertrofiparenkim yang non endemik (sporadik) diyakini merupakan
reversibel, hanya sementara dan bukan prekursor perkembangan kanker tiroid.
merupakan manifestasi goiter endemik. Di Prevalensi goiter di seluruh dunia pada
daerah endemik, rasio berat kelenjar tiroid populasi umum sekitar 4-7%, dan insiden
sebelum dan sesudah pubertas tinggi secara keganasan terjadi pada 10% kasus tiroid
tidak imbang dengan berat badan, pada goiter. Dilaporkan bahwa insiden karsinoma
periode ini jenis kelamin memainkan tiroid tercatat meningkat pada daerah goiter
peranan penting. Olesen dan Taylor endemik seperti Kolumbia dan Austria serta
menemukan bahwa meskipun ukuran daerah non endemik seperti Jerman.
kelenjar pada laki-laki lebih kecil daripada Peningkatan insiden karsinoma tiroid terkait
perempuan, ukuran kelenjar meningkat goiter juga menjadi permasalahan di negara
sebelum pubertas dan mulai menurun Asia Tenggara termasuk Indonesia. WHO
setelahnya, sedangkan pada perempuan mencatat sekitar 655 juta jiwa di dunia
akan terus meningkat setelah pubertas dan mengalami goiter dan 27% diantaranya
menurun hanya setelah dewasa.[7,8] Berat berada di Asia Tenggara.[4] Adapun
kelenjar tiroid di area goiter lebih besar perbandingan hasil studi epidemiologi
secara bermakna dibandingkan area non karsinoma tiroid terkait goiter di beberapa
goiter dalam berbagai variasi usia sesuai Negara Asia Tenggara sesuai Tabel 1.
kurva Gambar 4. Serupa dengan wilayah lain di negara-
negara Asia tenggara, beberapa wilayah di
Indonesia tergolong daerah goiter endemik.
Selain goiter yang bersifat endemik,
sebagian kasus goiter yang terjadi di
Indonesia bersifat non endemik. Hal ini
sangat berbeda dengan insiden karsinoma
tiroid di dunia barat yang lebih sering
berkaitan dengan efek radiasi [16,17]

Klasifikasi Goiter Secara Klinis


1. Goiter yang bersifat Toksik
Gambar 4. Kurva beda rerata berat kelenjar tiroid di Goiter toksik dapat dibedakan atas dua
daerah goiter maupun non-goiter.
yaitu goiter difus toksik dan goiter
noduler toksik. Istilah difus dan noduler
Suatu wilayah geografis disebut lebih mengarah kepada perubahan bentuk
endemik jika lebih dari 10% populasinya anatomi dimana goiter difus bersifat
menunjukkan gejala klinis hipertrofi tiroid meluas, teraba lebih kenyal tanpa batas
fokal maupun difus. Area goiter endemik yang jelas sedangkan goiter noduler
umumnya ditandai dengan rendahnya kadar menunjukkan benjolan yang secara klinis
yodium tanah karena sangat rendahnya teraba jelas baik satu (single) maupun
konsentrasi yodium pada air minum. banyak (multinoduler).[18]
Kelenjar akan beradaptasi dengan kondisi 2. Goiter yang bersifat Non Toksik
defisiensi yodium. Adaptasi ini juga Goiter non toksik sama halnya dengan
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti goiter toksik dibagi menjadi goiter difus
kebutuhan metabolik atau penyerapan non toksik dan goiter noduler non toksik.
yodium dari makanan. Goiter yang Goiter non toksik disebabkan oleh
disebabkan oleh hilangnya yodium berlebih kekurangan yodium yang kronik. Goiter

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 47

ini disebut sebagai simple goitre, goiter Patogenesis Karsinoma Tiroid dengan
endemik, atau goiter koloid yang sering Goiter sebagai Faktor Predisposisi
ditemukan di daerah yang air minumya Goiter merupakan proliferasi kelenjar
rendah yodium dan daerah dengan tiroid yang dapat terkait kondisi eutiroid,
goitrogen yang menghambat sintesa hipo- maupun hipertiroid akibat penyakit
hormon oleh zat kimia. Goiter noduler primer pada tiroid maupun rangsangan
yang tidak disertai tanda-tanda sekunder oleh faktor hormonal maupun
hipertiroidisme dan hipotiroidisme faktor lain.[19,20] Di Indonesia, beberapa
disebut goiter nodulernon toksik.[18] wilayah masih tercatat sebagai daerah en-
demis goiter akibat rendahnya asupan iodi-
Tabel 1. Perbandingan studi epidemiologi karsinoma um. Adapula kasus goiter dengan etiologi
tiroid terkait goiter di beberapa Negara Asia yang belum jelas diketahui, dikenal sebagai
Tenggara [4] goiter sporadik diyakini berkaitan dengan
faktor biologis intrinsik (prevalensi goiter
Studi; tahun Kesimpulan dan diskusi
lima hingga sepuluh kali lipat lebih sering
Sarawak; •Insiden secara signifikan lebih terjadi pada wanita daripada laki-laki), goi-
2000–2004 tinggi pada pria (p=0,01) trogen alami, merokok, defisiensi zinc atau
•Prevalensi tertinggi pada rentang
usia 21-40 tahun
selenium dan stres emosional.[19,21]
•Tipe histologistersering: KTP Goiter dapat menimbulkan hiperplasia
yang bersifat difusa maupun noduler (nodul
Kelantan; •28,1% dari 1.480 lesi tiroid
1994–2004 merupakan lesi neoplastik tunggal dan multipel) dan dipercaya
•Tersering adalah KTP (76,6%) mempengaruhi peningkatan insiden KTP.
•Mayoritas kasus (59,9%) terjadi Analisis klonal telah dimanfaatkan dalam
dengan latar belakang membedakan hiperplasia dengan neoplasia,
hiperplasianoduler dimana hiperplasia digolongkan sebagai
•Studi menunjukkan karsinoma
tiroid yang berkembang dari MNT proliferasi yang bersifat poliklonal se-
terbanyak pada area defisiensi dangkan neoplasia merupakan proliferasi
iodium monoklonal dari sel yang mengalami trans-
Perak; •Bukan merupakan area endemik, formasi genetik. Pada tiroid, ditemukan pe-
2004–2007 sampel sedikit tetapi Karsinoma rubahan pola monoklonal pada kelompok
tiroid lebih tinggi dari daerah lain nodul yang sebelumnya merupakan nodul
(11%) dan KTP (57,5%) hiperplastik.[22,23]Mekanisme bagaimana
•Rentang usia 21-60 tahun, perubahan poliklonal menjadi monoklonal
tertinggi pada ras Malay, diikuti ini merupakan interaksi antara faktor risiko
India kemudian China. goiter dan adanya predisposisi genetik yang
Myanmar; •Kejadian karsinoma tiroid diantara selanjutnya menciptakan lingkungan muta-
1996–1998 keseluruhan kasus lebih tinggi genik yang ditandai oleh peningkatan prolif-
secara signifikan; p<0,0001
•Frekuensi secara signifikan lebih
erasi sel disertai pembentukan radikal bebas
tinggi pada pasien usia 21-60 yang memicu adanya mutasi somatiktirosit.
tahun; p< 0,008 Klonal tumor terbentuk jika defek genetik
•KTP dan adenoma folikuler secara tidak dapat diperbaiki. Pada kondisi ini, mu-
signifikan lebih tinggi dari tipe tasi merupakan pencetus proliferasi sel.
lainnya; p = 0,003
•Peningkatan insiden tiap tahun;
Goiter meningkatkan risiko. [1,3,4]karsinoma
tiroid sebanyak dua setengah kali lipat.[19]
Data epidemiologis menunjukkan bahwa
Keterangan: KTP: Karsinoma Tiroid papiler insiden karsinoma tiroid yang berkembang
MNT: MultipelNodul Tiroid dari goiter berkisar antara 7,5% hingga
13%. .[6]

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 48

Gambar 6. Mekanisme molekuler yang


mendasari karsinogenesis karsinoma tiroid (Gambar
Gambar 5. Mekanisme nodul goiter sebagai ini diambil dari Kondo, Ezzat dan Asa (2006) nature
faktor risiko KTP[2] publishing group)

Insiden KTF lebih tinggi terjadi pada Selain itu peningkatan asupan iodium
area goiter endemik dan berkaitan dengan juga berkaitan dengan frekuensi mutasi
rendahnya asupaniodium. Sedangkan in- BRAFV600E dengan mekanisme yang belum
siden KTP lebih sering berkaitan dengan diketahui dan baru dibuktikan melalui
goiter sporadik pada area dengan asupan- beberapa studi epidemiologi.[23,26]
iodium yang cukup. Sebuah penelitian ek-
sperimental pada hewan coba yang sebe- SIMPULAN
lumnya dengan asupaniodium rendah Berdasarkan studi kepustakaan
kemudian diberikan suplementasiiodium terdapat kaitan terjadinya karsinoma tiroid
menunjukkan terjadinya perubahan morfol- pada kasus goiter baik goiter toksik maupun
ogi folikuler menjadi papiler. Hal ini non toksik dengan pembesaran difus
menunjukkan peranan kadariodium lebih maupun noduler. Aktivitas proliferatif
penting dalam memodulasi morfologi tumor tirosit menjadi acuan adanya perubahan
daripada inisiator pada karsinogenesis neoplastik pada kasus goiter sehingga
tiroid. Jika propilaksisiodium diberikan, sangat penting pada hasil pemeriksaan
maka terjadi penurunan rata-rata TSH histopatologidiberikan jawaban ada atau
(Thyroid Stimulating Hormone) serum dan tidak adanya fokus proliferatif pada kasus
peningkatan perbandingan rasio struktur goiter. Selanjutnya dapat dikembangkan
papiler: folikuler.[1,24,25]Iodium akan studi analitik dalam menentukan kaitan
menghasilkan iodine radioaktif yang berkai- kasus goiter dengan karsinoma tiroid.
tan dengan kerusakan rantai DNA melalui
tata ulang RET-TRK.

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal),, Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 49

DAFTAR PUSTAKA Diagnostic Surgical Pathology, 5th. Ed.


1. Kondo, T., Ezzat, S., Asa, Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott
S.L.Pathogenetic mechanisms in thyroid Williams and Wilkins. 2010; p. 500-503.
follicular-cell neoplasia. Nature 12. Chien, W., Koeffler P. Molecular
Reviews, 2006; 6 (Suppl. 4): 292–306. Biology of Thyroid Cancer. Springer
2. Führer, D., Bockisch, A., Schmid, K.W. Endocrine Updates, 2012; 30: 35-43.
2012. Euthyroid Goiter With and 13. Knobel, M., Neto, G.M. Relevance of
Without Nodules—Diagnosis and Iodine Intake as a Reputed Predisposing
Treatment. Medicine, 2012; 109 (Suppl Factor of Thyroid Cancer. Arq Bras
29–30): 506–516.
EndocrinolMetab; 2007; 5 (Suppl. 5):
3. Fuhrer, D. Genetics of Benign and
Malignant Tumours. Thyroid 701-712.
International, 2006; 2: 1-10. 14. Chang, H.Y., Lin, J.D., Chou, S.C.
4. Htwe, T.T. Thyroid malignancy among Clinical presentations and outcomes of
goitrous thyroid lesions: a review of surgical treatment of follicular variant of
hospital-based studies in Malaysia and the papillary thyroid carcinomas. Jpn J
Myanmar. Singapore Medical Journal;
2012; 53 (Suppl. 3): 159–163. ClinOncol; 2006 (Suppl. 36): 688–93.
5. Dirjen Yanmed. 2008-2010. Kanker di 15. Boucek, J., Kastner, J., Skrivan, J.,
Indonesia. Dirjen Yanmed Departemen Grosso, E., Gibelli, B., Gaugliano, G.,
Kesehatan RI. Betka, J. 2009. Occult Thyroid
6. Memon, W,.Khanzada, T.W.,Samad, A., Carcinoma.
Kumar, B. 2010. Incidence of thyroid ActaOtorhinolaryngologicaItalica, 2009;
carcinoma in multinodular goiters. 29:296-304.
Rawal Med J; 2010: 35. 16. Brito, J.P., Hay, D.I., Morris J.C. Low
7. Smet, D. Pathological Anatomy of risk papillary thyroid cancer. British
Endemic Goitre. World Health
Organization. Lyon: IARC Press.2010; Medical Journal, 2014; 348: 1-8.
p. 315-330. 17. Cho, J.K., Kim, J.Y., Jeong, C.Y., Jung,
8. Kieserbaum, A.L. Endocrine System. E.J., Park, S.T., Jeong, S.H., Ju, Y.T.,
Histology and Cell Biology: An Lee, Y.J., Hong, S.C., Ha, W.S., Choi,
Introduction to Pathology. Mosby: S.K. Clinical features and prognostic
Elsevier. 2007; p. 537-542.
9. Ershler, W.B., Longo, D.L. Aging and factors in papillary thyroid
Cancer: Issues of Basic and Clinical microcarcinoma depends on age. Journal
Science. J Natl Cancer Inst, 2014; of the Korean Surgical Society, 2012; 82
89:1489–97 (Suppl. 5): 281-7.
10. Frasca, F., Nucera, C., Pellegriti, G., 18. Kumar., Abas., Fausto., Aster.
Gangemi, P., Attard, M., Stella, M.,
Neoplasm. In: Robbins Cotran
Loda, M., Vella, V., Giordano, V.C.,
Trimarchi, R., Mazzon, E., Belfiore, A., Pathologic Basis of Desease Eight
Vigneri, E. BRAF(V600E) mutation and Edition. Kumar Vinay. Philadelphia:
the biology of papillary thyroid cancer. Saunders Elsevier. 2010; p. 62-70.
Endocrine-Related Cancer, 2008; 15: 19. Cossu, A., Budroni, M., Paliogiannis, P.,
191–205. Palmieri, G., Scognamillo, F.,
11. Baloch, Z.W., Livolsi, V.A. Pathology
Cesaraccio, R., Attene, F., Trignano, M.,
of Thyroid and Parathyroid Disease. In:
Tanda, F. Epidemiology of Thyroid
Stancey E. Mills, editors. Sternberg’s
Cancer in an Area of Epidemic Thyroid

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.
WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 50

Goiter. Hindawi, 2013: 1-4.


20. DeLellis, R.A., Williams, E.D. Thyroid 23. Pellegriti, G., Frasca, F., Regalbuto, C.,
and Parathyroid Tumours: Introduction. Squatrito, S.,Vigneri, R.. Worldwide
In: DeLellis, R.A., Lioyd, R.V., Heitz, Increasing Incidence of Thyroid Cancer:
P.U., Eng, C., editors. World Health Update on Epidemiology and Risk
Organization Classification of Tumours, Factors. Hindawi, 2013; 1-7.
Pathology & Genetics Tumours of 24. LiVolsi, V.A. 2011. Papillary thyroid
Endocrine Organs. Lyon: IARC carcinoma: an update.Modern
Press.2004; p. 51-6. Pathology. 2011; 24: 1-9.
21. Ghossein, R. Update to the College of 25. Nikiforov, Y.E. Thyroid Tumors:
American Pathologists Reporting on Classification, Staging, and General
Thyroid Carcinomas. Head and Neck Considerations. In: Hubbard J.G.H.,
Pathol Humana Press; 2009 (Suppl. 3): Inabnet, W.B., Yau Lo, C., editors.
86-93. Endocrine surgery. London: Springer. P.
22. Gonzalez, R.G., Molina, R.B., Carreon- 2009; 108-112.
Burciaga, R.G., Gastelum, M.G., 26. Viglietto, G., Marco, C.D. 2012.
Frechero, N.M., Rodrıguez, S.S. Molecular Biology of Thyroid Cancer.
Papillary Thyroid Carcinoma: Springer Endocrine Updates 2012; 30:
Differential Diagnosis and Prognostic 35-43.
Values of Its Different Variants.
International Scholarly Research
Network ISRN Oncology, 2011: 1-9.

WMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol.1, No.2, November 2016, p-ISSN 2527-4627
DOI: 10.22225/wmj.1.2.27.42-50.

Anda mungkin juga menyukai