Anda di halaman 1dari 14

Oseana, Volume XLI, Nomor 4 Tahun 2016 : 1 - 14 ISSN 0216-1877

PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP DISTRIBUSI IKAN

Oleh

Citra Nilam Cahya1), Daduk Setyohadi2), dan Dewi Surinati3)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF OCEANOGRAPHIC PARAMETERS ON FISH


DISTRIBUTION. Fishing activities currently require good management, in order
to meet the protein needs of the community. Knowledge on the distribution pattern
of fishes related to the condition of marine waters is one way of good management
efforts. Several oceanographic parameters that can affect the distribution of fishes are
SST (Sea Surface Temperature), chlorophyll–a, salinity, and others. Each type of fish
has different optimal level of particular oceanographic parameters. The distribution of
oceanographic parameters are effected by West monsoon, East monsoon and the season
inbetween. Therefore, by studying oceanographic parameters on a regular basis, we can
determine the fishing areas.

PENDAHULUAN berhubungan dengan kondisi perairan laut


adalah parameter oseanografi itu sendiri,
Kebutuhan protein dari laut saat antara lain suhu, salinitas, gelombang,
ini semakin meningkat, seiring dengan pH, arus, dan klorofil-a (Arifin, 2014).
pertambahan penduduk yang meningkat
Menurut Gaol & Sadhotomo
secara drastis dalam 60 tahun terakhir.
(2007), distribusi dan kelimpahan
Sumber protein laut untuk memenuhi
sumber daya hayati di suatu perairan,
kebutuhan masyarakat saat ini mengalami
tidak terlepas dari kondisi dan variasi
penurunan setiap tahunnya (Arifin, 2014).
parameter oseanografi. Oleh karena
Pertumbuhan penduduk akan mendorong
itu, informasi yang lengkap dan akurat
peningkatan pemanfaatan sumber daya,
tentang karakter oseanografi suatu
kerusakan habitat dan menurunnya
perairan sangat diperlukan untuk tujuan
kesempatan berusaha bagi masyarakat.
pengelolaan sumber daya perairan secara
Terkait dengan hal tersebut, kegiatan
berkelanjutan. Hal itu merupakan salah
eksplorasi sumber protein seperti ikan
satu langkah yang dapat dilakukan untuk
tangkapan, merupakan upaya yang harus
membantu mengatasi masalah global
dilakukan secara berkala. Kegiatan
yang ada.
eksplorasi tersebut dapat dilakukan
antara lain dengan pengamatan mengenai Berbagai macam pengamatan
kondisi perairan itu sendiri. Hal-hal yang telah dilakukan terhadap parameter
1)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
2)
Laboratorium Oseanografi Fisika, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI
3)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
1
oseanografi yang berhubungan dengan (Adnan, 2010). Namun, kekurangan
distribusi ikan tangkapan. Beberapa dari analisis penginderaan jauh ini
penelitian terkait pengaruh variabilitas adalah keakuratan data, meskipun hanya
lingkungan perairan sudah dilakukan beberapa persen saja. Artikel ini bertujuan
dengan menggunakan perangkat lunak untuk memberikan informasi mengenai
pengolahan data tertentu, seperti Ocean hubungan antara pengaruh parameter
Data View (ODV), yang merupakan salah oseanografi terhadap distribusi ikan, dan
satu program perangkat lunak yang dapat parameter apa saja yang paling banyak
mengolah data suhu maupun lainnya untuk memberikan pengaruh terhadap distribusi
mengetahui sebarannya secara vertikal ikan tangkapan.
maupun horizontal. Berbagai macam
metode penelitian tersebut menghasilkan
PARAMETER OSEANOGRAFI
informasi terkait dengan hubungan
YANG MEMENGARUHI
parameter oseanografi dan distribusi ikan
DISTRIBUSI
tangkapan. Menurut Gaol dan Sadathomo
IKAN TANGKAP
(2007) pada penelitiannya menggunakan
metode spasial dengan perangkat lunak Hubungan antara ikan yang menjadi
ODV untuk mengetahui menganalisis tujuan penangkapan dengan lingkungan
data oseanografi di Laut Jawa. Hasil ini perairan bersifat komplek, sehingga perlu
dapat berguna dalam penentuan fishing dikaji secara berkelanjutan. Parameter
ground (daerah penangkapan ikan) yang lingkungan yang berpengaruh terhadap
setiap waktu berubah. kehidupan ikan dapat berupa parameter
fisik, kimia dan biologi. Diantara ketiga
Dalam melakukan penangkapan
parameter tersebut yang mudah diamati
ikan, informasi daerah penangkapan
adalah parameter fisik berupa suhu,
ikan sangatlah penting, agar efisiensi
arus, angin dan gelombang. Parameter
dan efektifitas penangkapan dapat
lingkungan tersebut akan mempengaruhi
ditingkatkan. Informasi daerah
penyebaran ikan, migrasi, agregrasi
penangkapan dapat diperoleh melalui
(penggerombolan), pemijahan dan
parameter oseanografi. Salah satu
persediaan makanan serta tingkah laku
alternatif yang menawarkan solusi terbaik
ikan (Setyohadi, 2011).
dalam menentukan daerah penangkapan
ikan adalah dengan mengkombinasikan Pola kehidupan ikan tidak
kemampuan SIG (Sistem Informasi dapat dipisahkan dengan berbagai
Geografis) dan penginderaan jauh. SIG kondisi lingkungan. Fluktuasi keadaan
adalah alat dengan sistem komputer yang lingkungan mempunyai pengaruh
digunakan untuk memetakan kondisi yang besar terhadap periode migrasi
dan peristiwa yang terjadi di muka musiman, serta keberadaan ikan di suatu
bumi, sehingga jangkauan perairan yang tempat (Edmondri, 1999). Pada tahapan
ingin dikaji akan lebih luas daripada migrasi/penyebaran ikan pelagis sangat
melakukan pengamatan langsung dipengaruhi oleh kondisi kekinian

2
oseanografis setempat, misalnya suhu, oseanografi yang mencirikan massa air di
salinitas, arus permukaan, oksigen lautan dan berhubungan dengan keadaan
terlarut, dan faktor oseanografis lainnya lapisan air laut yang terdapat di bawahnya,
(Edmondri, 1999). sehingga dapat digunakan dalam
menganalisis fenomena yang terjadi di
Menurut Adnan (2010), parameter lautan. Suhu adalah faktor penting bagi
oseanografi merupakan salah satu faktor kehidupan organisme di laut yang dapat
yang sangat berpengaruh terhadap memengaruhi aktivitas metabolisme
variabilitas hasil tangkapan ikan, seperti maupun perkembangan, selain menjadi
klorofil-a dan suhu permukaan laut, indikator fenomena perubahan iklim
karena suhu sangat berpengaruh terhadap (Hutabarat & Evans, 1986).
metabolisme ikan secara biologis. Dilihat
dari pengaruh fisikanya, suhu permukaan Perairan Indonesia memiliki
dapat menyebabkan upwelling, yang beberapa karakteristik yang dipengaruhi
membawa nutrien ke permukaan dan oleh pergerakan angin muson yang
menjadikan tempat feeding ground bagi menyebabkan pergerakan arus dan
ikan, sementara klorofil-a merupakan angin yang berbeda. Beberapa
indikator adanya produktivitas primer penelitian menggunakan perbandingan
bagi ikan, khususnya ikan pelagis. waktu, yaitu musim barat dan timur,
untuk membandingkan sebaran suhu
Suhu Permukaan Laut permukaan laut di Indonesia. Sementara
menurut Ridha et al., (2013) pada musim
Suhu permukaan laut (SPL) barat banyak massa air yang diangkut
merupakan salah satu parameter yang Armondo (Arus Monsun Indonesia) dari
penting untuk mempelajari variasi musim, barat (Laut Cina Selatan, Laut Natuna,
fenomena iklim seperti El Nino, dan juga Selat Karimata, dan Laut Jawa) ke timur
Indian Ocean Dipole yang selanjutnya (Laut Bali. Laut Flores, dan Laut Banda)
dapat lebih memahami perubahan iklim dan selatan (Samudera Hindia melalui
(Cahyarini, 2011). Suhu permukaan laut selat -selat di Kepulauan Timur termasuk
(SPL) merupakan salah satu parameter Selat Bali).

3
Gambar 1. Pola distribusi suhu permukaan laut (SPL) pada saat musim timur (atas) dan
musim barat (bawah) di Laut Jawa (Gaol & Sadhotomo, 2007).

Pada beberapa perairan di Perbedaan suhu pada masing–


Indonesia, seperti Laut Jawa, karakteristik masing daerah juga memengaruhi
oseanografis sangat bergantung pada persebaran ikan, khususnya ikan–ikan
musim barat dan musim timur (Gambar 1). pelagis yang memiliki swimming layer
Pergerakan angin muson menyebabkan tergantung pada suhu permukaan laut
variasi suhu permukaan Laut Jawa, yang (SPL). Beberapa jenis ikan pelagis
pada saat periode muson tenggara (musim besar perenang cepat ditunjukkan pada
timur), angin dan arus di Laut Jawa Gambar 2. Sebagai contoh, adalah ikan
bergerak dari timur ke barat membawa madidihang (Thunnus albacares) tersebar
massa air yang relatif lebih dingin masuk hampir di seluruh perairan Indonesia.
ke arah barat. Rata-rata suhu permukaan Menurut Kunarso et al. (2005), tuna besar
laut di Laut Jawa 27,25 - 28,25oC (Gaol yang ditangkap di selatan Nusa Tenggara
& Sadhotomo, 2007). Hal tersebut juga Bali dan Jawa Timur adalah Bluefin
menunjukkan bahwa musim timur dan dan Albacora. Suhu optimum untuk
barat memiliki perbedaaan karakterteritik kehidupan Bluefin Tuna adalah sekitar
kondisi cuaca dan oseanografi, sehingga 14-21OC sedangkan untuk Albakora yaitu
mempengaruhi proses dan hasil tangkapan 14-22OC.
(Ridha et al., 2013).

4
Thunnus alalunga Thunnus albacares Thunnus macoyii

Thunnus obessus Thunnus tonggol Katsuwonus pelamis

Gambar 2. Jenis – jenis ikan pelagis besar (Tuna dan Cakalang) (Anonima, 2015)

Adanya proses upwelling yang diperkirakan menjadi salah satu faktor


banyak terjadi di musim timur, khususnya meningkatnya jumlah ikan pelagis yang
di daerah Samudera Hindia bagian Timur, tertangkap dengan alat tangkap long line
menyebabkan perubahan swimming (Gambar 3). Terjadinya pendangkalan
layer bagi tuna mata besar. Upwelling termoklin menyebabkan fishing layer
menyebabkan kesuburan perairan tuna mata besar semakin naik, dan jumlah
meningkat, sehingga daerah ini menjadi mata pancing long line akan lebih banyak
feeding ground yang menyebabkan ikan penetrasi sampai ke kedalaman fishing
akan berkumpul di wilayah ini untuk layer tuna mata besar, sehingga peluang
mencari makan. Pendangkalan termoklin ikan tertangkap akan lebih tinggi (Gaol &
sekitar 60 meter pada saat upwelling Nurjaya, 2015).

Gambar 3. Pendangkalan termoklin dari tahun 1994 – 2007 di Perairan Samudera


Hindia bagian Timur (Gaol & Nurjaya, 2015)

5
Klorofil-a sehingga pergerakannya dipengaruhi
oleh pergerakan air laut (Odum, 1971).
Klorofil-a adalah salah satu Fitoplankton yang berada pada lapisan
tipe klorofil yang paling umum yang cahaya (fotik) mengandung klorofil-a
terdapat pada tumbuhan. Klorofil-a yang berguna untuk fotosintesis.
digunakan untuk mengetahui keberadaan Klorofil-a mampu menyerap cahaya
fitoplankton dalam air. Fitoplakton biru dan hijau, sehingga keberadaan
adalah tumbuhan berukuran sangat fitoplankton dapat dideteksi berdasarkan
kecil dan hidupnya terapung atau kemampuan klorofil-a tersebut (Adnan,
melayang-layang dalam kolom perairan, 2010).

Gambar 4. Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang banyak ditemukan di Selat Bali
(Froese & Pauly, 2015).

Di beberapa perairan di Indonesia, lemuru lebih menyukai daerah dengan


contohnya Selat Bali, memiliki sebaran kandungan klorofil-a tinggi, meskipun
klorofil-a menunjukkan lebih tinggi suhu permukaan lautnya tidak optimal.
pada musim timur dibandingkan dengan Hubungan tersebut dipengaruhi kuat oleh
musim barat (Ridha et al., 2013). Namun, proses upwelling di perairan Selat Bali,
beberapa penelitian menyebutkan bahwa karena proses upwelling menyebabkan
ikan lemuru (lemuru) yang banyak peningkatan kandungan klorofil-a dan
ditemukan di Selat Bali sangat tergantung menurunkan suhu permukaan laut (Ridha,
dengan adanya makanan (fitoplankton) et al., 2013).
yang ada di daerah tersebut (Gambar 4). Selain ikan lemuru (lemuru)
Setyohadi (2011) menyebutkan bahwa yang tersebar di Selat Bali, ikan
selain suhu optimum, yang lebih berperan tongkol (Euthynnus affinis) di perairan
dalam memengaruhi sebaran ikan Kalimantan Timur, juga memiliki korelasi
lemuru (lemuru) adalah faktor makanan. yang lebih tinggi kaitannya dengan
Berdasarkan hal tersebut, maka ikan parameter klorofil-a (adanya produktifitas

6
primer), daripada persebaran SPL (Suhu klorofil-a di Laut Jawa bagian timur
Permukaan Laut). Menurut Adnan (Gambar 5). Secara spasial, terjadi
(2010), hubungan konsentrasi klorofil-a pergerakkan konsentrasi klorofil-a
dengan hasil tangkapan ikan tongkol yang terjadi antara bulan Oktober
terlihat dari meningkatnya konsentrasi sampai dengan Desember, dan memiliki
klorofil-a menyebabkan hasil tangkapan sinkronisasi dengan migrasi pelagis
yang meningkat, begitu juga sebaliknya ikan. Migrasi ikan diketahui melalui
penurunan konsentrasi klorofil-a perhitungaan hasil tangkapan dari titik
mengakibatkan hasil tangkapan ikan koordinat hasill tangkapan dan hasil
yang menurun. survei hidroakustik yang sudah dilakukan
Gaol & Sadhotomo (2007) pada penelitian sebelumnya.
menunjukkan adanya persebaran

Gambar 5. Persebaran klorofil-a di Perairan Laut Jawa (atas) (Gaol & Sadhotomo, 2007)
dan kepadatan ikan tangkapan berdasarkan survey hidroakustik (bawah)
(Atmajaya et al. dalam Gaol & Sadhotomo, 2007).

7
Menurut Gaol & Sadhotomo Pada penelitian yang dilakukan
(2007), pada saat ENSO, di wilayah di perairan Spermonde, Sulawesi Selatan,
Indonesia curah hujan sangat rendah dan diketahui bahwa hasil tangkapan pada
intensitas matahari menjadi lebih tinggi. musim peralihan di bulan April – Mei 2009
Tingginya intensitas penyinaran matahari di beberapa lokasi penangkapan (titik
tersebut, diduga menjadi salah satu koordinat berdasarkan hasil wawancara
faktor penyebab tingginya konsentrasi nelayan Spermonde), menunjukkan
klorofil-a pada saat terjadinya ENSO. fluktuasi pada beberapa kondisi kecepatan
Peningkatan klorofil-a di selatan Jawa arus. Sedangkan pada bulan Juni 2009,
dan Nusa Tenggara karena adanya yang merupakan hasil tangkapan pada
mekanisme upwelling yang makin awal musim timur dimana kondisi hasil
intensif. Meningkatnya kadar nutrien tangkapan cenderung semakin tinggi
akan meningkatkan produktivitas primer hingga pada kecepatan arus 0,032 m/detik
yang menghasilkan kadar klorofil-a tinggi yakni 187,9 kg, dan cenderung menurun
(Kunarso et al., 2011). dengan meningkatnya kecepatan arus.
Pada kecepatan arus tertinggi yakni 0,216
Arus m/detik, hasil tangkapan 112 kg (Jalil,
2013).
Selain parameter fisika yaitu Suhu
permukaan laut (SPL) ataupun parameter Menurut Jalil (2013), arus
biologi yaitu klorofil-a, ada kondisi memberikan pengaruh terhadap dua hal,
oseanografi lain yang memengaruhi yaitu terhadap ikan pelagis kecil dan
persebaran ikan tangkap, seperti adanya kestabilan alat tangkap yang digunakan.
arus yang sangat berpengaruh bagi Ikan pelagis kecil akan memberikan
respon pasif, apabila berada dalam
ikan pelagis yang memiliki migrasi
arus yang memiliki kecepatan sedang,
horisontal. Menurut Wibisono (2005),
sedangkan jika kecepatan arus rendah,
arus merupakan parameter yang sangat
maka ikan pelagis kecil akan bereaksi
penting dalam lingkungan laut dan
secara aktif (melawan arus). Namun
berpengaruh secara langsung maupun
apabila kecepatan arus yang tinggi,
tidak langsung terhadap lingkungan maka ikan pelagis kecil cenderung untuk
laut dan biota yang hidup didalamnya, menghindari. Terkait dengan alat tangkap
termasuk menentukan pola migrasi ikan. yang digunakan, dalam hal ini purse
Arus di laut dipengaruhi oleh banyak seine, maka kecepatan arus memberikan
faktor, salah satu di antaranya adalah pengaruh terhadap kestabilan alat
angin muson. Selain itu, dipengaruhi juga tangkap, yang terkait dengan kecepatan
oleh faktor suhu permukaan laut yang kapal pada saat pelingkaran.
selalu berubah-ubah.

8
Gambar 6. Arlindo (Arus Lintas Indonesia) (Cordon dalam Pramudia et al., 2014).

Adapun fenomena arus yang karena menjadi tempat berkumpulnya


terjadi di perairan Indonesia adalah khazanah hayati dua samudera besar.
Arlindo (Arus Lintas Indonesia) yang
Massa air dari ARLINDO berasal
berperan penting dalam rantai sikulasi
dari massa air Pasifik Utara sebanyak
termohalin dan fenomena iklim global
92%, dan massa air Pasifik Selatan
(Pranowo et al., 2005) (Gambar 6).
sebanyak 8%. Massa air dari Samudra
Menurut P3SDLP (Pusat Penelitian
Pasifik Selatan yang masuk ke perairan
dan Pengembangan Sumber Daya Laut
Indonesia dibawa oleh Arus Pantai Papua
dan Pesisir) (2014), massa air hangat
(New Guinea Coastal Current/NGCC)
dari Samudera Hindia mengalir melalui
dan Massa air dari Samudera Pasifik
Selat Makassar, Selat Lombok, Laut
Utasa adalah Arus Utara Katulistiwa
Timor dan Selat Ombai yang dikenal
(North Equatorial Current /NEC) menuju
sebagai arus lintas Indonesia (Arlindo)
ke barat (Pranowo et al., 2005).
atau Indonesian Through Flow. Massa
air yang dibawa oleh Arlindo akan Selain arus yang tejadi secara
memengaruhi kondisi ekosistem laut horisontal, terdapat arus yang terjadi
dan pesisir yang dilaluinya, selain itu secara vertikal yaitu upwelling. Fenomena
juga diyakini memengaruhi pola migrasi upwelling juga dipengaruhi oleh
ikan di wilayah yang dilalui Arlindo. adanya musim barat dan musim timur
Massa air Arlindo telah memperkaya di beberapa perairan. Menurut Nontji
keanekaragaman hayati laut Indonesia, (2005), angin muson menyebabkan

9
Indonesia mengenal musim barat dan DISTRIBUSI IKAN TANGKAP
musim timur yang berpengaruh di darat
maupun di perairan Indonesia. Pada
Nontji (2005) menyatakan bahwa
musim Timur, berhembus angin tenggara
keberadaan ikan pelagis, seperti ikan
yang membuat Arus Katulistiwa Selatan
tembang dan ikan selar sedikit banyak
(South Equatorial Current) makin
dipengaruhi oleh keberadaan plankton
melebar ke utara, bergerak sepanjang
sebagai makanan utama. Ikan pelagis
pantai selatan Jawa hingga ke Sumbawa,
merupakan ikan yang selalu melakukan
kemudian memaksanya membelok ke
migrasi untuk mencari makan maupun
arah barat daya. Saat itu arus permukaan
untuk melakukan pemijahan. Untuk
menunjukkan pola sirkulasi anti-siklonik
itulah secara tidak langsung kondisi
atau berputar ke kiri. Arus ini membawa
alam berpengaruh terhadap banyaknya
air permukaan keluar menjauhi pantai,
ikan-ikan pelagis yang tertangkap (hasil
sehingga terjadi kekosongan yang
tangkapan) oleh nelayan (Ridha et al.,
berakibat naiknya air dari bawah
2013).
(upwelling).
Terkait dengan kelompok Famili
Perairan Indonesia dengan
Scrombidae, fishing layer ikan tuna mata
karakteristik perairan tropis, memiliki
besar adalah pada isotherm 10-15oC.
banyak spesies ikan, yang persebarannya
Temperatur ini berada sekitar 200-300
tergantung dari mana asal muasal ikan
meter dari permukaan. Isotherm 10-15oC
tersebut. Menurut Setyohadi (2011),
ini bervariasi secara spasial dan temporal.
penyebaran dan kelimpahan hasil
Pada musim timur pada saat upwelling
tangkapan diduga sangat dipengaruhi
isotherm 10-15oC menjadi lebih dangkal
kondisi lingkungan perairan maupun
sekitar 25-50 meter (Gaol & Sadhatomo,
oseanografi. Parameter lingkungan yang
2007). Tuna mata besar (T. obesus)
berpengaruh terhadap kehidupan ikan
menyebar dari Samudera Pasifik melalui
dapat berupa parameter fisik, kimia dan
perairan di antara pulau-pulau di Indonesia
biologi.
sampai ke Samudera Hindia (Burhanudin
Dengan mengetahui kondisi et al., 1984). Albacora mempunyai
optimum terhadap target tangkapan rentang suhu berkisar 14-22oC (Kunarso
dan menganalisis persebaran kondisi et al, 2005). Ikan Cakalang (Katsuwonus
oseanografis secara berkala, maka akan pelamis) memiliki rentang suhu optimal
dapat dipetakan daerah yang dapat yaitu 28-29OC perairan yang lebih hangat
dijadikan sebagai fishing ground bagi (Edmondri, 1999). Sementara ikan
nelayan di Indonesia. Namun demikian, tongkol dewasa cenderung berkumpul
hal ini juga memerlukan pengamatan dekat pantai untuk memijah setiap tahun
khusus supaya daerah yang sudah antara bulan Juni-Agustus, dengan
dipetakan potensinya tidak dieksploitasi suhu 25-30oC, dan salinitas 26-30 ppt
secara berlebihan. (Burhanudin et al., 1984).

10
Berdasarkan dari penentuan gambaran yang telah dibuat oleh BPOL
sebaran suhu permukaan laut yang (Badan Penelitian dan Observasi Laut)
digabungkan dengan sebaran klorofil-a KKP, mengenai peta sebaran daerah
dan variabilitas hasil tangkapan ikan, penangkapan ikan maupun daerah
maka daerah yang diduga merupakan berpotensi ikan pada periode waktu
daerah potensi penangkapan ikan pelagis tertentu (Gambar 7). Salah satunya adalah
adalah daerah yang mempunyai suhu peta sebaran daerah penangkapan ikan
optimum dan mempunyai kandungan maupun potensi ikan pada Bulan Maret
klorofil-a yang tinggi sebagai indikator 2015 yang mewakili musim barat. Peta
kesuburan perairan (sumber makanan), ini dibuat didasarkan pada analisa data
kemudian divalidasi dengan daerah satelit Aqua/Terra MODIS, serta data
operasi penangkapan ikan oleh angin dan gelombang dari BMKG pada
nelayan (Adnan, 2010). Berikut adalah setiap waktu (BPOL, 2015).

Gambar 7. Peta sebaran daerah tangkapan ikan maupun daerah berpotensi ikan pada
bulan Maret 2015 untuk Perairan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (BPOL, 2015).

11
PENUTUP Ikan dan Potensi Ikan di
Perairan Jawa, Bali dan
Pengaruh karakteristik Nusa Tenggara. http://
oseanografi di perairan Indonesia kkp.go.id/2015/08/05/
menunjukkan adanya hubungan dengan informasi-peta-prakiraan-
pola distribusi ikan, khususnya ikan daerah-penangkapan-ikan-
pelagis. SPL (suhu permukaan laut) dan ppdpi-periode-tanggal-18-
klorofil-a adalah parameter yang paling 19-maret-2015-2/. Diakses
berpengaruh, meskipun ada beberapa pada tanggal 3 Agustus
parameter lainnya tergantung dengan 2015.
kondisi perairan tersebut. Adapun
karakteristik perairan yang membedakan Burhanudin, R., S. Moeljanto,
adalah dengan adanya pengaruh musim Martosewojo dan A.
barat, musim timur, ataupun musim Djamali. 1984. Suku
peralihan. Hal ini, perlu dikaji secara Scombridae: Mengenal
berkelanjutan untuk menentukan daerah Ikan Tuna, Cakalang,
potensi penangkapan bagi nelayan. dan Tongkol. LON-LIPI,
Jakarta: 28 hal.

Cahyarini, S.Y. 2011. Rekonstruksi Suhu


DAFTAR PUSTAKA Permukaan Laut Periode
1993 – 2007 Berdasarkan
Adnan. 2010. Analisis Suhu
Analisis Kandungan Sr/Ca
Permukaan laut dan
Koral dari Wilayah Labuan
Klorofil-a Data Inderaja
Bajo, Pulau Simeulue.
Hubungannyadengan Hasil
Jurnal Geologi Indonesia.
Tangkapan Ikan Tongkol
Vol. 6 No. 3 September
(Euthynnus affinis) Di
2011: 129-134.
Perairan Kalimantan Timur.
Jurnal Amanisal PSP FPIK Edmondri. 1999. Studi Penangkapan Ikan
Unpatti – Ambon: 1 – 12. Cakalang dan Madidihang
di Perairan Sumatera
Arifin, Z. 2014. Arah dan Rencana Barat pada Musim Timur.
Riset Oseanografi pada Fakultas Perikanan dan
Samudera Hindia 2015 – Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
2020. Pusat Penelitian LIPI SKRIPSI: 60 hal.
– Oseanografi. Jakarta: 64
hal. Froese, R. and D. Pauly. 2015. Ikan
Lemuru (Sardinella
BPOL (Badan Penelitian dan Observasi lemuru). www.fishbase.org.
Laut). 2015. Peta Sebaran Diakses pada tanggal 10 Juli
Daerah Penangkapan 2015.

12
Gaol, J. L dan B. Sadhotomo. 2007. Kunarso, S. H. dan N.S. Ningsih. 2005.
Karakteristik dan Kajian Lokasi Upwelling
Variabilitas Parameter untuk Penentuan Fishing
Oseanografi Laut Jawa Ground Potensial Ikan
Hubungannya dengan Tuna. Jurnal Ilmu Kelautan.
Distribusi Hasil Tangkapan Juni 2005. Vol. 10 (2): 61-
Ikan. Jurnal Penelitian 67. ISSN 0853 – 7291.
Perikanan Indonesia. Vol.
13. No.3: 1-12. Kunarso., S. H. N.S. Ningsih, dan M.
Baskoro. 2011. Variabilitas
Gaol, J. L., Wudianto, B. P. Pasaribu, Suhu dan Klorofil-a di
D. Manurung and R. Daerah Upwelling pada
A. Endrani. 2007. The Variasi Kejadian ENSO dan
fluctuation chlorophyll-a IOD di Perairan Selatan
concentration derived from Jawa sampai Timor. Jurnal
satellite imagery and catch Ilmu Kelautan. September
of oily sardine (Sardinella 2011. Vol. 16 (3): 171-180.
lemura) in Bali Strait. ISSN 0853-7291.
Internatioanl Journal of
Remote sensing and Earth Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit
Sciences. 1: 24-50. Jambatan. Jakarta: 212 hal.

Gaol, J.L. dan Nurjaya, I.W. 2015. Dampak Odum, E.P. 1971. Fundamentals of
Perubahan Iklim Terhadap Ecology. Thirth Edition.
Kondisi Oseanografi dan Philadelphia: 546 hal.
Laju Tangkap Tuna Mata
Besar (Thunnus obesus) P3SDLP (Pusat Penelitian dan
di Samudera Hindia Pengembangan Sumber
Bagian Timur. Simposium Daya Laut dan Pesisir).
Pengelolaan Perikanan Tuna 2014. Kajian Hidrodinamika
Berkelanjutan Bali, 10-11 Perairan Indonesia dan
Desember 2014. VI 96-104. Dampaknya Terhadap
Migrasi Musiman Ikan
Jalil, A.R. 2013. Distribusi kecepatan Pelagis (TIMIT). http://
arus pasang surut pada p3sdlp.litbang.kkp.
muson peralihan barat-timur go.id/litbang/perubahan-
terkait hasil tangkapan ikan iklim/2014/613-kajian-
pelagis kecil di perairan hidrodinamika-perairan-
Spermonde. Depik, 2(1): indonesia-dan-dampaknya-
26-32. ISSN 2089-7790. terhadap-migrasi-musiman-

13
ikan-pelagis-timit. Diakses Ridha, Urfan, M.R. Muskananfoia dan
pada tanggal 9 Agustus A. Hartoko. 2013. Analisa
2015. Sebaran Tangkapan Ikan
Lemuru (Sardinella lemuru)
Pramudia, A., W. Estiningtyas, E. Berdasarkan Data Satelit
Susanti, dan Suciantini. Suhu Permukaan Laut Dan
2014. Fenomena dan Klorofil-a Di Perairan Selat
Perubahan Iklim Indonesia Bali. Diponegoro Journal of
serta Pemanfaatan Informasi Maquares. Vol 2 No. 4: 53
Iklim untuk Kalender – 60.
Tanam. Litbang Pertanian.
h t t p : / / w w w. l i t b a n g . Setyohadi, D. 2011. Pola Distribusi
pertanian.go.id/buku/katam/ Suhu Permukaan Laut
bagian-2.pdf. Diakses pada Dihubungkan dengan
tanggal 28 Januari 2016. Kepadatan dan Sebaran Ikan
Lemuru (Sardinella lemuru)
Pranowo, W.S, R.T.D Kuswardhani, T.R Hasil Tangkapan Purse
Kepel, K., S. Makasim dan Seine di Selat Bali. J-PAL,
S. Husrin , 2005. Menguak Vol.1, No. 2: 72 – 78.
Arus Lintas Indonesia
(Ekspedisi INSTANT 2003- Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu
2005). Badan Riset Kelautan Kelautan. Grasindo, Jakarta:
dan Perikanan- Departemen 226 hal.
Kelautan dan Perikanan.
Jakarta: 73 hal.

14

Anda mungkin juga menyukai