Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Kimia Klinik Dasar

Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia
Makalah Kimia Klinik Dasar
“Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Diagnostik”

Oleh :
Erni Ayu Lestari
(15020160249)
C5

Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kimia klinik merupakan ilmu dasar yang memerlukan pemahaman dalam
menganalisis berbagai cairan tubuh atau spesimen jaringan atau tentang
fisiologi dan proses biokimia tubuh dalam keadaan normal dan terjadi penyakit.
Saat ini banyak penyakit yang menyerang manusia diakibatkan pola
hidup yang tidak sehat, seperti mengkonsumsi makanan yang tidak sehat /
instan, merokok, dan zat zat kimia lainnya yang dapat merusak tubuh.
Seseorang yang sehat secara fisik belum tentu sehat secara klinis,
banyak kemungkinan berbagai penyakit ada dalam dirinya. Maka seseorang
harus melakukan pemeriksaan secara berkala agar organ dalam tubuh dapat
diketahui apakah normal atau sudah tidak normal. Dalam hal menjaga
kesehatan merupakan prioritas utama dari mahkluk hidup apalagi manusia.
Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam dunia kesehatan merupakan
bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan.
Dari beberapa pemeriksaan yang dilaksanakan, pemeriksaan laboratorium
merupakan salah satu pemeriksaan yang memiliki peran sangat penting,
dimana pemeriksaan laboratorium berfungsi dalam menegakkan diagnosis,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan diagnosis.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita khususnya petugas kesehatan
untuk tetap mengetahui dan harus memupuk kemampuan dan pengetahuan
dalam pemeriksaan laboratorium klinik ataupun dengan alat-alat teknologi yang
telah maju seiring berkembangnya zaman.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
pada sirosis hati, kolesistitis, Emfisema, osteoporosis, Pneumonia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sirosis Hati
1) Deskripsi
Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan
kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga
terjadi penurunan jumlah jaringan hati yang normal. peningkatan jaringan
parut tersebut menimbulkan distorsi struktur hati yang normsl, sehingga
terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati
(Soemoharjo, 2007).
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Pada darah dijumpai HB rendah, trombositopenia, anemia normokrom
nomosister, hipokrom mikrosister&hipokrom makrosister.
 Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak.
 Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
 Elektrolit menurun .
 Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg,
HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan
3) Pemeriksaan Diagnostik
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual/muntah
 Gangguan kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan
mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
 Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen (asites)
 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi/status metabolic. Adanya edema, asites.
B. Kolesistitis
Deskripsi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan
etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung
empedu yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut
dan kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala
yang timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi
inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata
seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan,
kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul
secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan
gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.
Manifestasi Klinis
a. Nyeri kolik bilier
Kolik bilier adalah nyeri episodik berat pada sifat dan beratnya selama
serangan akut. Dikarakteristikkan oleh awitan tiba-tiba dari nyeri
epigastrik berat atau kuadran kanan atas yang sering menyebar ke
punggung. Intensitas dari puncak nyeri dalam satu jam atau kurang
dan menetap selama beberapa jam. Nyeri disebabkan oleh kontraksi
kandung empedu terhadap batu yang tersangkut pada leher kandung
empedu atau duktus kistik, kerusakan jaringan dalam kandung
empedu, distensi kandung empedu akibat proses inflamasi, dan
sentuhan fundus kandung empedu yang terdistensi pada dinding
abdomen pada daerah kartilago costa sembilan dan sepuluh kanan.
Nyeri terakhir ini timbul saat pasien menarik napas.
b. Kesulitan bernapas
Penderita kolesistitis akan mengalami kesulitan saat inspirasi dalam
akibat nyeri. Nyeri yang timbul juga menghambat pengembangan
rongga dada.

c. Mual muntah
Terjadi sekitar 75% klien mengalami mual muntah akibat impuls yang
dihantarkan ke pusat muntah dari distensi duktus empedu.
d. Perut terasa penuh (kembung)
Hal ini terjadi akibat gas yang dihasilkan oleh bakteri yang menginfeksi
kandung empedu.
e. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak dibawa
ke duodenum akan diserap kembali ke darah dan dibawa ke seluruh
tubuh. Hal ini menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini disertai dengan gatal-gatal yang mencolok pada
kulit.
f. Perubahan warna pada urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna
gelap. Feses yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu dan biasanya pekat yang disebut ‘clay-colored’.
g. Defisiensi vitamin A, D, E, K
Obstruksi aliran empedu akan mengganggu absorbs vitamin A, D, E, K
yang larut dalam lemak. Paien akan memperlihatkan gejala-gejala
defisiensi vitamin A, D, E, K bila obstruksi bilier berjalan lama. Sebagai
contoh defisiensi vitamin K akan mengganggu pembekuan darah yang
normal.
h. Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh proses inflamasi.

Pemeriksaan Laboratorium
Bahan Pemerik Nilai Hasil Rasional
saan Normal
Darah Leukosit 4.000- Meningkat Peningkatan jumlah
10.000 (10.000- leukosit menandakan
mm3 15.000 adanya proses inflamasi
mm3)
ALT/SG Peningkatan SGPT
PT <47 U/L Meningkat mendeteksi adanya
AST/SG <37 U/L Meningkat kerusakan hati
OT Peningkatan
SGOT/SGPT 3-10x
normal menunjukkan
adanya sumbatan
36-92 U/L Meningkat empedu ekstrahepatik
ALP
Peningkatan ALP
menunjukkan adanya
obstruksi saluran
0,3-1,2 Meningkat empedu, kolestatik
Bilirubine mg/dL intrahepatic, dan sirosis
hepatis

Peningkatan bilirubin
mengindikasikan adanya
sumbatan pada duktus
koledokus

Keterangan:
ALT : Alananine Aminotransferase
SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase
AST : Aspartate Aminotransferase
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
ALP : Alkaline Phosphate

Pemeriksaan Diagnostik
 USG (Ultrasonography)
Pemeriksaan ini dianjurkan sebagai pemeriksaan awal. Hasil
pemeriksaan yang menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis
antara lain adanya cairan di daerah perikolelistik dan terjadi
penebalan dinding kandung empedu hingga >4mm. Pemeriksaan
USG juga dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa karena batu empedu
divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terditensi
oleh cairan empedu.
 Pemeriksaan CT Scan (Computerized Tomography Scan) dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging)
Hasil pemeriksaan yang dapat digunakan untuk memprediksi
adanya kolesistitis adalah penebalan dinding kandung empedu
>4mm, cairan di perikolesistik, edema subserosa, gas
intramural,dan pengelupasan mukosa. Pemeriksaan ini juga
bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnose tidak
meyakinkan.
 ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung yang hanya dapat dilihat saat melakukan laparatomi.
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel
ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta
duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan kedalam
duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi
percabangan bilier. ERCP juga memudahkan akses kedalam
duktus koledokus nagian distal untuk mengambil batu empedu.
Pemeriksaan ERCP memerlukan kerjasama pasien untuk
memungkinkan insersi endoskop tanpa merusak struktur traktus
gastrointestinal yang mencakup percabangan bilier. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, kepada pasien dijelaskan prosedur
pemeriksaan dan peranan pasien dalam pemeriksaan tersebut.
preparat sedative diberikan sesaat sebelum pemeriksaan
dilakukan. Selam pemeriksaan ERCP dilakukan, perawat harus
memantau cairan infus yang diberikan, memberikan obat-obatan,
dan mengatur posisi pasien. Setelah pemeriksaan dilakukan,
perawat memantau kembali kondisi pasien, mengobservasi tanda-
tanda vital dan tanda-tanda perforasi/infeksi. Perawat juga perlu
melakukan pemantauan terhadap efek samping setiap obat yang
diberikan selama proses pemeriksaan, dan terhadap pemulihan
reflex muntah (gag reflex) sesudah penggunaan anestesi lokal.
C. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada kantung-kantung udara di
dalam paru-paru seseorang. Infeksi dapat terjadi pada salah satu sisi paru-
paru maupun keduanya. Kantung-kantung udara yang terinfeksi terisi oleh
cairan maupun pus (dahak purulen). Penyebab dari pneumonia adalah infeksi
virus, bakteri maupun jamur. Di Indonesia, pneumonia ini lebih akrab dikenal
dengan istilah paru-paru basah.
Penyakit ini bukan hanya dapat menimpa orang dewasa melainkan
juga terjadi pada anak-anak, hingga bayi yang baru lahir. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh
reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin
yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia terjadinya
didahului dengan demam tinggi, menggigil, batuk produktif dan purulen,
sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas, sakit
tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Dapat juga ditemukan ronkhi basah halus
atau ronkhi basah kasar.
Pemeriksaan Laboratorium
Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.
Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan demam atau
kadang-kadang suhu tubuh menurun,peningkatan frekwensi
pernapasan(RR), penurunan tekanan darah,denyut jantung yang cepat,atau
saturasi oksigen yang rendah, dimana jumlah oksigen dalam darah yang
diindikasikan oleh pulse oximetri atau analisis gas darah. Orang yang
kesulitan bernafas, bingung atau dengan sianosis(kulit berwarna biru)
memerlukan pertolongan segera. Mendengarkan paru-paru dengan
stetoskop(auskultasi) akan menunjukan beberapa hal.Hilangnya suara nafas
normal, adanya suara retak(rales),atau peningkatan suara
bisikan(whispered pectoryloqui) dapat mengenali daerah pada paru yang
keras dan yang penuh cairan yang dinamakan “konsolidasi”.Pemeriksa
dapat juga merasakan permukaan dada(palpasi) dan mengetuk dinding
dada(perkusi) untuk mengetahui lebih jauh lokasi konsolidasi.Pemeriksa
juga dapat meraba untuk meningkatkan getarandari dada ketika
berbicara(fremitus raba).
Diagnosa
Untuk diagnosa suatu pneumonia,perawatan berdasarkan gejala-
gejala dari pasien dan penemuan dari pemeriksaan fisik.Informasi dari foto
thorax,pemeriksaan darah dan kultur sputum sangat membantu.Foto thorax
khususnya di gunakan di rumah sakit dan beberapa klinik dengan fasilitas
sinar x.Bagaimanapun pengaturan dalam masyarakat(praktek umum)
pneumonia biasanya didiagnosa berdasarkan gejala dan pemerikasaan fisik
sendiri. Diagnosa pneumonia sulit pada beberapa orang,khususnya mereka
yang mempunyai penyakit lain.Kadang dengan CT scan atau tes yang lain
yang diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan
kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga
terjadi penurunan jumlah jaringan hati yang normal. peningkatan jaringan parut
tersebut menimbulkan distorsi struktur hati yang normsl, sehingga terjadi
gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati.
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam
Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada kantung-kantung udara di
dalam paru-paru seseorang. Infeksi dapat terjadi pada salah satu sisi paru-paru
maupun keduanya. Kantung-kantung udara yang terinfeksi terisi oleh cairan
maupun pus (dahak purulen). Penyebab dari pneumonia adalah infeksi virus,
bakteri maupun jamur. Di Indonesia, pneumonia ini lebih akrab dikenal dengan
istilah paru-paru basah.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, P. 9, Jakarta, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Sodikin, M.Kes. 2008. Buku Saku Perawatan Tali Pusat . EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare, 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah”, Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai