Oleh:
Bramassetyo Aji B1A017051
Rosyid Ridlo Al-Hakim B1A017102
Hasil perhitungan intensitas serangan ektoparasit pada organ karapaks, kaki jalan,
kaki renang dan insang menunjukkan adanya ektoparasit parasit pada kepting bakau (Scylla
serrata). Terdapat 4 spesies ektoparasit yang menyerang Scylla serrata yaitu 3 spesies
Protozoa Zoothamnium sp., Epistylis sp, Vortecella sp dan 1 spesies Arthropoda Octolasmis
sp.. Jenis ektoparasit dengan intensitas tertinggi yaitu Octolasmis sp. sebesar 29
individu/ekor Scylla serrata dengan kategori sedang. Octolasmis sp. hanya ditemukan pada
organ insang dikarenakan siklus hidupnya memerlukan kebutuhan nutrisi yang lebih banyak
dibandingkan ektoparasit kelompok Protozoa. Octolasmis sp. dapat menempel secara kuat
dengan mengaitkan kakinya pada lamella Scylla serrata yang dapat mendukung proses
berkembangbiak dengan cepat. Octolasmis sp. merupakan salah satu ektoparasit dari
kelompok Arthropoda yang memiliki predileksi yaitu organ insang. Kelompok Protozoa,
Zoothamnium sp. memiliki intensitas serangan sebesar 8 individu/ekor Scylla serrata dengan
intensitas rendah. Berdasarkan hasil penghitungan intensitas ektoparasit tiap organ,
didapatkan organ Scylla serrata yang diserang ektoparasit terbanyak yaitu organ insang
87%. Insang merupakan salah satu organ yang sering dialiri darah, terdapat pembuluh-
pembuluh darah dan pelindungnya berupa jaringan epitel selapis yang tipis sehingga mudah
untuk diserang parasit. Organ yang paling sedikit diserang ektoparasit yaitu kaki jalan dan
kaki renang dengan persentase 2 % termasuk dalam kategori rendah. Kaki jalan sering
bersentuhan dengan substrat keras dan memiliki jaringan pelindung sehingga sulit untuk
diserang parasit dan karapaks 7 %.
Astacus leptodactylus atau Lobster memiliki agen parasit yang berbeda diisolasi dari
berbagai bagian A. leptodactylus termasuk sessile dan suctorian ciliate. Parasit yang ada
contohnya adalah Nematoda, Annelida, Branchiodenella, Copepoda, dan Rotatoria.
Distribusi spesies terisolasi bervariasi tergantung pada jenis parasit sehingga beberapa dari
mereka terbatas pada cabang karapaks atau didistribusikan di seluruh tubuh. Ada bukti
cedera cabang karena akumulasi B. hexodenta dan B. actasi dan makan dari jaringan khusus
pada infestasi berat. Terdapat beberapa laporan tentang efek simbiosis positif pada
pembersihan dan pemberantasan organisme yang ada di permukaan tubuh udang karang,
meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan mortalitas. Jenis fitoplankton dan zooplankton
yang teramati selama penelitian merupakan jenis yang umum dan biasa didapatkan pada
lokasilokasi pertambakan yang merupakan jenis fitoplankton dan zooplankton dari air payau
yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami bagi udang budidaya. Feses yang dihasilkan
oleh udang peliharaan menyebabkan berfluktuasinya kadar amoniak pada setiap petakan
selama masa pemeliharaan. Kondisi demikian juga menyebabkan berkembangnya bakteri
termasuk Vibrio sp. Vibrio harveyii yang telah dilemahkan digunakan untuk vaksinasi
alami udang windu dalam mencegah serangan parasit dan zat anorganik toksis. Vibrio
harveyii juga dapat bersifat parasit dalam jumlah tertentu.
Ektoparasit pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei) kelompok parasit dari
golongan protozoa umumnya dijumpai pada kondisi lingkungan yang mengalami
ketidakstabilan dalam kualitas air terutama suhu, seperti Zoothamnium sp. dapat
berkembang biak lebih cepat pada kondisi lingkungan yang memiliki nilai suhu diatas 30°C
Nilai salinitas yang didapatkan tergolong tinggi sehingga parasit protozoa memiliki potensi
untuk terus berkembang akibat fluktuasi salinitas yang tinggi. Faktor lingkungan seperti
suhu air dan faktor fisika-kimia perairan lainnya cenderung mempengaruhi siklus fluktuasi
regular dari prevalensi dan infeksi parasit. Berdasarkan hasil penelitian jenis ektoparasit
yang terindentifikasi pada udang Vannamei yaitu Vorticella sp., Zoothamnium sp., Epistyles
sp.. Prevalensi dan intensitas ektoparasit tertinggi dijumpai di Kecamatan Seulimeum yaitu
prevalensi Vorticella sp. 90% dan intensitas 34 individu/ekor, ini termasuk kategori hampir
selalu yang artinya infeksinya parah, dimana tingkat infeksi tersebut juga dapat diwaspadai
dan kategori intensitas tergolong parah. Zoothamnium sp merupakan parasit yang
prevalensinya tertinggi di setiap tempat pemijahan, ini diduga bahwa Zoothamnium sp
merupakan jenis parasit dari golongan protozoa yang paling dominan menyerang telur udang
windu di lokasi pemijahan. Infeksi berat dari Zoothamnium menyebabkan telur tidak
menetas. Telur yang tidak menetas juga dapat disebabkan oleh adanya telur yang tidak
dibuahi, frekuensi pemijahan induk dan rendahnya kualitas air. Telur yang normal
mempunyai daya tetas minimum 58%.
Pemberian pakan yang ditambahkan crude protein Zoothamnium penaei mampu
meningkatkan respons imun (meningkatkan THC dan DHC) pada udang vaname yang
dipelihara di tambak. Respon imun udang vaname meningkat sampai dengan umur 60 hari
dan menurun kembali pada umur 90 hari di tambak danmasih dalam batas normal.
Pemberian pakan yang ditambahkan crude protein Zoothamnium penaei mampu
meningkatkan laju pertumbuhan spesifik udang vaname selama 90 hari pemeliharaan di
tambak Pemberian pakan yang ditambahkan crude protein Zoothamnium penaei mampu
mampu meningkatkan kelulushidupan udang vaname dari 21% hingga 72% selama 90 hari
pemeliharaan di tambak
KESIMPULAN
Dahuri, R. 2004. Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII. LIPI. Jakarta.
Grabda J. 1991. Marine Fish Parasitology. Poland: Polish Scientific Publishers Warsawa.
Herlina, S., 2018. Intensitas ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) di tambak Desa
Sagintung Kecamatan Seruyan Hilir. Jurnal Ilmu Hewani Tropika (Journal of
Tropical Animal Science), 6(2), pp. 56-59.
Hidayat, R. P. 2017. Evaluasi Pemberian Crude Protein Zoothamnium penaei terhadap Laju
Pertumbuhan, Respon Imun dan Kelulushidupan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di Tambak. Jurnal Biosains Pascasarjana, 19(2). pp. 1-16.
Nurlaila, N., Irma, D., Silvi, W., 2016. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 1(3), pp. 388-396.
Tompo, A., & Andi, P. S. I., 2018. Prevalensi dan Identifikasi Penyebab Penyakit Yang
Menghambat Penetasan Telur Udang Windu (Penaeus monodon Fabr) di Hatcheri
Kabupaten Takalar. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 2(2), pp. 129-134.
Tompo, A., Endang, S., Mun, I. M., 2016. Frekuensi Vaksinasi untuk Pencegahan Penyakit
pada Budi Daya Udang Windu (Penaeus monodon Fabr.) di Tambak. Jurnal Riset
Akuakultur, 2(1), pp. 93-101.
Yahyazadeh, M. Y., Seidgar, M., Mehrabi, M. R., & Shiri, S., 2017. Commensalism and
Parasitic Infestation in Crayfish (Astacus leptodactylus Eschscholtz, 1823) of
Aras Dam Reservoir, Iran. Iranian Journal of Fisheries Sciences, 16(2), pp. 537-
548.
Yuasa, K., N. Panigoro, M. Bahnan, E.B. Kholidin. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan.
Balai Budidaya Air Tawar Jambi dan Japan International Cooperation Agency :
Jambi.