Anda di halaman 1dari 2

KASUS DISKUSI

Dr. Tenar

Dokter Tenar yang praktek di Jalan Ramai sejak 2 tahun yang lalu adalah seorang dokter
umum yang memiliki pasien cukup banyak, terutama pada hari Sabtu dan Minggu.
Dengan ruangan praktek yang cukup luas dr. Tenar menempatkan 2 bed dalam kamar
prakteknya yang dibatasi dengan gorden sehingga dr. Tenar dapat leluasa memeriksa pasiennya
dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun disisi lain terdapat kesulitan bila ada pasien yang datang
dengan kelainan kulit dimana ia harus memeriksa pasien dalam keadaan setengah telanjang.
Pada hari Sabtu minggu lalu, sudah ada 10 antrean pasien pada saat beliau datang. Dengan
tujuan memasyarakatkan budaya antre, dr. Tenar memeriksa pasien sesuai dengan nomor urut
pendaftaran. Sesuai dengan dugaan, pasien pertama, kedua dan ketiga datang dengan keluhan
batuk pilek. Maka dr. Tenar pun memberikan puyer batuk pilek pada ketiganya serta nasehat untuk
istirahat cukup, banyak minum air putih serta mengkonsumsi buah-buahan.
Pasien keempat sore itu adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak laki-lakinya
datang dengan keluhan nyeri uluhati yang menjalar ke punggung. Merasa tidak yakin dengan
kemungkinan sakit maag yang diderita ibu ini, maka dr. Tenar melakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardogram) karena kecurigaan terjadi penyempitan pembuluh darah jantung. Hasil yang
diperoleh tidak ada kelainan. Melihat usia, kondisi fisik ibu yang cukup gemuk serta tekanan darah
140/90 maka dr. Tenar memberikan surat rujukan beberapa pemeriksaan laboratorium. Dr. Tenar
merujuk ibu tersebut ke LAB KLINIK “Titrasi Cepat”, langganannya yang tak begitu jauh dari tempat
prakteknya. Dari Lab. Klinik ini Dr.Tenar mendapat bingkisan kue yang dia amati ternyata sejajar
jumlahnya dengan pasien yang dia kirim kesitu.Pernah dua bulan yang lalu, dengan 20 pasien yang
ia kirim, ia memeperoleh voucher belanja Rp.300.000,- di supermarket terkenal dikotanya.
Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang dan surat permintaan laboratorium
serta diminta datang kembali setelah memperoleh hasil laboratorium. Setelah menyelasaikan
administrasi ibu tersebut masuk kembali ke kamar periksa karena merasa ada yang kurang yaitu
belum disuntik seperti yang biasa ia dapatkan bila berobat ke dokter. Pada saat masuk, tanpa
sengaja ibu tadi melihat pasien laki-laki muda bertatto di perut bawah sedang menutup kembali
celana dalamnya. Anak muda tadi “tidak mengikuti nomor antrian” karena mengaku teman SMP
dr.Tenar, sehingga suster memasukkan lebih dahulu ke ruang sekat kiri, ruang tempat pasien yang
memerlukan perlakuan khusus. Ia sempat sepintas melihat celana dalam tadi bervlek-vlek putih
kekuningan. Anak muda tadi memoloti si ibu, yang kemudian dr.Tenar meminta sang ibu keluar
sebentar menunggun giliran sehabis anak muda ini. Ibu yang agak cerewet tadi minta maaf, namun
tanpa dosa ia nyerocos menanyakan apa penyakit anak muda tadi. Dr. Tenar agak terpana untuk
menjawab pertanyaan awam si ibu ini. “Ah, Cuma panas dalam di perut,“ jawab Tenar kalem. “Saya
suntuknya sambil berdiri saja dok, kalu tiduran takut ketularan penyakit kelaminnya anak tadi”,
cerocos sang pasien.
Pasien kelima dan keenam adalah seorang wanita muda dan setengah baya. Sebut saja
Mbak Modis dan Ibu Menor. Mbak Modis mengeluh beberapa hari ini badannya panas dingin, mual
dan beberapa kali muntah. Sedangkan Ibu Menor mengeluh kepala pusing yang hilang timbul. Dia
sudah beberapa kali datang ke dokter yang berbeda-beda dan dikatakan tidak ada apa-apa, hanya
pusing biasa. Dokter terakhir yang dia kunjungi menyarankan dilakukan CT scan kepala. Kemudian
ia datang ke dr. Tenar dengan membawa hasil CT scan. Surat keterangan yang terdapat di dalam
amplop CT scan tersebut menyatakan kecurigaan adanya SOL (space occupying lesion). Tanpa
penjelasan mengenai isi di dalam surat keterangan tersebut, dr. Tenar memberikan surat rujukan ke
Rumah Sakit bagian Saraf. Sementara Mbak Modis, tak sempat dilakukan pengukuran tekanan
darahnya, langsung diberikan resep sakit kencing yang sudah langganan ia derita 5 tahun ini.
Dr.Tenar hanya memeriksa sekilas dan menyalin resep dari catatan medis yang disodorkan suster.
Suster telah mengingatkan dua pasien berikutnya adalah Tn. Garputala, 46 tahun dengan
muntah berak belasan kali dan satu lagi seorang pelajar putri, 15 tahun sebut saja Nn. Rana
Omnivora yang ia kenal sebagai anak pertama OKB (orang Kaya Baru) tetangganya, yang anggota
DPRD salah satu parpol besar, serta baru saja menerima telepon ada pasien langganannya yang
gawat mau datang.
Garputala adalah hansip setempat yang merasa tak afdol kalau belum “dipegang” dr. Tenar.
Ia melongok sebentar pasien tadi, memegang nadinya yang terasa kecil dan lemah, mencubit kulit
perutnya yang ternyata sudah mengendur. “Zus carikan bajaj !” instruksinya ke Suster setelah
meyakinkan sang hansip agar cepat dirawat. Tak lupa ia menitipkan amplop berisi Rp.25.000,- bagi
sang hansip. “Untuk transportnya, ya Pak Tala. Cepat sembuh deh” sambil memberi sebungkus
oralit dan lalu mengirimkannya ke RSU setempat.
Saat mempersilahkan Nn. Rana masuk ke ruang sekat kanan, dr. Tenar terkaget karena
serombongan orang menyela masuk sambil menggendong pasien anak laki-laki 9 tahun, si Malthus
bin Darwin yang tadi pagi ia khitan, ternyata datang kembali dalam keadaan berdarah. Ia menolong
Malthus dulu selama 45 menit, sementara Rana terpana sendirian karena Suster juga sibuk
membantu dr. Tenar mengatasi perdarahan si Malthus di ruang sekat kiri. Tenar tak sempat bicara
ke Nn. Rana. Para pengantar Malthus justru yang meminta Rana Sabar. Tentu sambil mencuri
pandang, karena walaupun bukan bernama menor, Rana memang menor malam itu.
Sambil bersimbah peluh, Tenar akhirnya mendengarkan keluhan Rana. Ia stress karena
baru saja mengambil uang ayahnya tanpa ijin demi menolong sahabatnya seumuran untuk aborsi di
klinik Antah Berantah. Tenar menawarkan untuk menjadi mediator menyampaikan apa adanya
kepada bapak Rana. Toh menurutnya dan menurut Rana, sang anggota DPRD ini cukup mampu
menolong sahabat Rana. “Biar uang saku saya dipotong deh dok asal papi tak nyap-nyap ama
saya”, kata si manis Rana.
Begitulah keseharian dr. Tenar dalam membantu menyelesaikan masalah pasien-
pasiennya sampai ia rela pulang larut malam.

Anda mungkin juga menyukai