Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva
terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi dari lingkungan luar
yang mengganggu.1
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis, penyakit ini bervariasi
mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
sekret purulen.1 Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi
bakteri dan virus, serta dapat bersifat akut atau menahun. Penelitian yang dilakukan
di Belanda menunjukkan penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa
mengenai kedua mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua mata.4
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi
konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling
umum.12
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.1

1
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva
terdiri dari tiga bagian:1
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 6
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva
limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera
bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan
korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti
yang ada pada kornea.6 konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga
bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah
dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel
3

goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea
yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva bulbar
dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan
medial forniks. 6

Gambar 2.1 Struktur anatomi dari konjungtiva13

2.2 Struktur Histologis Konjungtiva


1. Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:6
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari
sel silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
4

c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan


superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel
kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous
2. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan
ikat retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit
diantaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat
mulai dari lahir tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama kehidupan.
Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak
memperlihatkan reaksi folikuler. 6
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal
daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada
tempat tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung
pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon
pada regio konjungtiva bulbar. 6
3. Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
a. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler
yang terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal
konjungtiva) dan kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-
kelenjar ini menseksresi mukus yang mana penting untuk membasahi
kornea dan konjungtiva. 6
b. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 6
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di
forniks, sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks
bawah). Dan
5

b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus


superios dan sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).6
4. Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva naterior yang merupakan cabang dari
arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior
beranastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus
perikornea.6

2.3 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, yang disebabkan oleh mikro-organisme
(virus, bakteri,jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.8

2.4 Gejala-gejala dari konjungtivitis


1. Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah
konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam
perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa.
Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis
atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi: 11,12
6

 Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak


bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke
arah limbus).
 Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed
pada tepi limbus).
 Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan
tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).
 Injeksi komposit (sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia
tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari,
asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan
instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea). 12

Gambar 2.2 bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva13


7

2. Discharge (sekret)
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah eksudat
(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.11
3. Chemosis (edema konjungtiva)
Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis
meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang,
chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 12

Gambar 2.3 Kemosis pada mata13

4. Epifora (pengeluaran berlebih air mata)


Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan
asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal
dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui
dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata.
Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus
menandakan keratokonjungtivitis sika.12
5. Pseudoptosis
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior.12
8

6. Hipertrofi folikel
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan menggunakan
slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya.12

Gambar 2.4 Gambaran klinis dari folikel13

7. Hipertrofi papiler
Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang
membentuk substansi dari papilla (bersama dengan elemen selular dan eksudat)
mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat.12
9

Gambar 2.5 Gambaran klinis hipertrofi papiler13

8. Membran dan pseudomembran


Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis
toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini
terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat
dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya
merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan
dengan perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang
melibatkan seluruh epitel.11
9. Phylctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri
dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika
berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak
leukosit polimorfonuklear.12
10. Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
10

menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi


terjadinya invasi pembuluh darah.11,14

2.5 Klasifikasi
2.5.1 Mata merah dengan penglihatan normal dan tidak kotor
1. Pterigium
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium
berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium
mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna
merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. Pterigium diduga disebabkan iritasi
kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas.2
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terutama pada
pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme irregular atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.7
2. Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering terjadi
proses penyembuhan ulkus kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak
pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea
sebelumnya.7
3. Pinguekula
Merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua,
terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angina
panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal. Pinguekula
merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak
masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka
11

sekitar bercak ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar. Pada pinguekula tidak
perlu pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda peradangan, dapat diberikan
obat antiradang.3
4. Hematoma subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh
darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, kadang-kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktur basis kranii akan terlihat
hematoma kacamata karena berbentuk kacamata yang berwarna biru pada kedua
mata. Biasanya perdarahan subkonjungtiva tidak perlu pengobatan karena akan
diserap dengan spontan dalam waktu 1-3 minggu.10
2.5.2 Mata merah dengan penglihatan normal dan kotor
1. Konjungtivitis karena agen infeksi
A. Konjungtivitis bakterial5
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial: akut (dan subakut) dan
menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri
bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit
dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. Konjungtivitis akut
dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian antibacterial yang
tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen
yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.
 Tanda dan gejala : iritasi mata, mata merah, sekret mata, palpebra terasa
lengket saat bangun tidur, kadang-kadang edema palpebra, infeksi biasanya mulai
pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang
lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain.1,5
12

 Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. Pada konjungtivitis purulen dan
mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat
menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien
dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.
B. Konjungtivitis virus5
1. Konjungtivitis virus akut
a) Demam faringokonjungtival
 Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 °C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
 Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
b) Keratokonjungtivitis epidemi
Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8 dan 19. Mudah
menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Gejala berupa
mata berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama
konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Biasanya gejala akan
menurun dalam waktu 7-15 hari.
13

Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk


konjungtivitis adenovirus. Astringen diberikan untuk mengurangi gejala dan
hiperemia. Pemberian antibiotik adalah untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid
dapar diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrasi subepitel.
c) Konjungtivitis virus herpes simpleks
 Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3
 Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7-10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine
0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
14

herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d) Konjungtivitis hemoragik akut
 Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
 Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-
bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia,
umum pada 25% kasus. 1,5
 Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam
5-7 hari
 Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis virus menahun
a) Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
15

mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak,
putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum.
Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh
sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi. Eksisi, insisi sederhana
nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan
menyembuhkan konjungtivitisnya. 3
b) Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
 Tanda dan gejala
Hiperemia dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1
 Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit. 1
c) Keratokonjungtivitis morbilli
 Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi
kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul
erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus. 1,3
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
16

raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.1
C. Konjungtivitis klamidia8
1. Trachoma
 Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-
kanak, yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat ,
pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut
konjungtiva yang berat. Abrasi terus-menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan
gangguan pada film air mata berakibat parut pada kornea, ummnya setelah usia 50
tahun. Masa inkubasi trachoma rata-rata 7 hari, namun bervariasi dari 5 sampai 14
hari .pada bayi atau anak biasanya timbulnya diam-diam, dan penyakit itu dapat
sembuh dengan sedikit atau tampa konplikasi.8
Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasi cepat
berkembang. Pada saat timbulnya.trachoma sering mirip konjungtivitis bacteria, tanda
dan gejala biasanya berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis
konjungtiva bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal, keratititis
superior, pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri tekan.
Pada trachoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat keratitis epitel
superior, keratitis subepitel, panus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa katriks
patognomotik pada folikel-folikel ini, yang dikenal sebagai sumur-sumur Herbert,
depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus-kornea ditutupi epitel. Pannus terkait
adalah membran fibrovaskuler yang timbul dari limbus, dengan lengkung-lengkung
vaskuler meluas ke atas kornea. Semua tanda trachoma lebih berat pada konjungtiva
dan kornea bagian atas dari pada bagian bawah.
Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangakn cara
sederhana untuk memeriksakan penyakit itu. Ini mencakup tanda-tanda sebagai
berikut :
17

TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas.


TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papil konjungtiva atas yang sekurang
kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal.
TS : Parut konjungtiva trachomatosa.
TT : Trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik ke dalam).
CO : Kekeruhan kornea.
Adanya TF dan Ti menunjukan trachoma infeksiosa aktif yang harus diobati.
TS adalah bukti cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan
merupakan indikasi untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi yang
terakhir membutakan dari trachoma.
 Terapi
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/ hari
per os dalam empat dosis selama 3-4 minggu; doxycycline, 100 mg per os 2 kali
sehari selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g/ hari per os dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur (pengobatan) agar
benar-benar sembuh. Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7
tahun atau untuk wanita hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada gigi yang
berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen menjadi
kekuningan dan kelainan kerangkan (mis, clavicula). Salep atau tetes topikal,
termasuk preparat sulfonamide, tetracycline, erythromycin dan rifampin, empat kali
sehari selama enam minggu, sama efektifnya.
Saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10-12
minggu. Karena itu, tetap adanya folikel pada trasesus superior selama beberapa
minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi. Koreksi
bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial untuk mencegah
parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang-kadang
dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih kusus.8
2. Konjungtivitis imunologik (alergik)
18

A. Reaksi hipersensitivitas humoral langsung


1) Konjungtivitis demam jerami (Hay fever)
 Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah,
dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan
sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva
bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
“tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien
telah mengucek matanya.1
 Laboratorium : sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.
 Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000
yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya
sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering
kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
2) Konjungtivitis vernalis1
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah
dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan
musim gugur daripada musim gugur.
 Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
 Tanda dan gejala
19

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.


Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla
raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3
 Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang.
steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit
kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat
sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus
sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang
paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang
melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,3
3) Konjungtivitis atopik1
 Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis
terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,
dan ketajaman penglihatan. 1,3Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau
20

eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita


dermatitis atopik sejak bayi.
 Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10
mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200
mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3
B. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat
1) Phlyctenulosis1
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1
 Tanda dan gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul,
dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan
kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. 1
 Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi
reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
21

aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.1
2) Konjungtivitis ringan sekunder terhadap blefaritis kontak1
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika
spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate
ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid
ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya
menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear
tanpa eosinofil. 1
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.
Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun
pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra
dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang
menjelekkan.
3. Konjungtivitis kimia atau iritatif
1) Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal1
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrat, yang
diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus konjungtiva.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa
neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
22

sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-
minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.
2) Konjungtivitis kekerjaan oleh Bahan kimia dan iritans1
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu, asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa
mengganggu secara menahun.1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah
kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan
beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
23

pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.
4. Konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis
A. Konjungtivitis kataral3
Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan hiperemikonjungtivatarsal,
tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataral
berbentuk sekret serus, mukus atau mukopurulen, tergantung penyebabnya.
Konjungtivitis kataral dapat menyertai blefaritis atu obstruksi duktus nasolakrimal.
Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat disertai maserasi lateral maupun medial.
Radang konjungtiva demikian juga disebut sebagai konjungtivitis angular. Beberapa
jenis konjungtivitis dapat disertai kelainan pada kornea, biasanya berupa keratitis
pungtata superfisial. Konjungtivitis kataral dapat bersifat akut atau kronik, tergantung
penyebabnya.
Konjungtivitis kataral dapat juga disebabkan virus misalnya morbili. Bhkan
kimia basa dikenal menyebabkan kerusakan dan radang akut pada mata berupa
keratokonjungtivitis. Pengobatan konjungtivitis kataral tergantung penyebabnya.
Apabila penyebabnya infeksi bakteri, maka dapat diberi antibiotik seperti tetrasiklin,
kloromisitin, dll. Juga dapat diobati dengan sulfasetamid. Biasanya pada radang akut
atau yang disertai begitu banyak sekret dapat diberi tetes mata.
B. Konjungtivitis purulen3
Pada jenis konjungtivitis ini, gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti
pada konjungtivitis kataral. Sekret mukopurulen terdapat pada konjungtivitis kataral
yang disebabkan bakteri seperti Staphilococ, Pneumococ, dan basil Koch Weeks.
Konjungtivitis purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang-kadang disertai
adanya pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal. Konjungtivitis ini
ditemukan pada orang dewasa atau pada anak-anak dan bayi.
Pengobatan konjungtivitis purulen hrus intensif. Penderita harus dirawat di
ruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum pengobatan. Setiap
15 atau 30 menit diberikan salep mata penisilin. Apabila keadaan radang sudah
24

membaik, salep mata diberikan setiap jam. Selain itu, diberikan injeksi penisilin
sesuai umur, pada bayi dosis adalah 50.000 iu/kilogram berat badan.
C. Konjungtivitis membran3
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran atau selaput berupa masaa
putih pada konjungtiva tarsal dan kadang-kadang juga menutupi konjungtiva bulbi.
Massa putih ini ada dua jenis, yaitu membran dan pseudomembran. Konjungtivitis
membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptococ hemolitik dan infeksi difteria.
Pada sindrom Steven Johnson, dapat disertai juga dengan konjungtivitis membran.
Konjungtivitis pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiper-akut, seperti
infeksi Pneumococ.
Pengobatan konjungtivitis membran tergantung pada penyebabnya. Apabila
penyebabnya infeksi Streptococ B hemolitik, diberikan antibiotik yang sensitif. Pada
infeksi difteria, diberi salep mata penisilin setiap jam dan injeksi penisilin sesuai
umur. Pada orang dewasa diberi injeksi penisilin 2 hari masing-masing 1,2 juta unit.
Pada anak-anak diberikan penisilin dengan dosis 50.000 unit/kilogram berat badan.
D. Konjungtivitis folikular3
Dikenal beberapa jenis konjungtivitis folikular, yaitu konjungtivitis viral,
konjungtivitis klamidia, konjungtivitis folikular toksik, dan konjungtivitis folikular
lainnya. Berikut ini macam-macam konjungtivitis folikular:
E. Konjungtivitis new castle3
Dalam peternakan unggas dikenal penyakit New Castle, yang merupakan
suatu pneumo-ensefalitis yang fatal. Pada manusia virus New Castle dapat
menimbulkan konjungtivitis folikular akut, yang biasanya tidak disertai penyakit pada
kornea dan kadang-kadang disertai gejala umum yang ringan. Konjungtivitis ini
biasanya mengenai orang-orang yang sering berhubungan dengan unggas. Masa
inkubasi 1 sampai 2 hari, sering unilateral, disertai gejala subjektif seperti perasaan
ada benda asing, berair, silau, dan rasa sakit.
Gambaran kliniknya kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan
hiperplasi, kadang-kadang bergranulasi, tampak folikel-folikel kecil yang terdapat
25

lebih banyak di konjungtiva tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan
perdarahan-perdarahan. Konjungtivitis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-
aurikular, nyeri tekan. Gejala-gejala diatas memberat dalam 2 sampai 3 hari untuk
kemudian mereda dan sembuh sampai 3 minggu dan penyakit ini jarang dijumpai.
F. Inclusion Conjunctivitis3
Gambaran klinis penyakit ini adalah konjungtivitis folikular akut, tetapi
penyebabnya bukan virus, melainkan klamidia oculogenital. Gambaran konjungtivitis
folikular akut ini terdapat pada orang dewasa, sedangkan pada bayi gambaran
kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.
Masa inkubasi penyakit ini adalah 4 sampai 12 hari, mengenai dewasa muda
usia antara 18 tahun sampai 30 tahun. Selain gambaran konjungtivitis folikular akut,
didapatkan sekret mukopurulen. Pada minggu kedua perjalanan penyakit dapat timbul
keratitis epitel, baik perifer maupun sentral, dapat pula berupa infiltrasi seperti pada
Kerato-konjungtivitis epidemi, serta neovaskularisasi kornea superfisial. Apabila
terdapat konjungtivitis folikular akut dengan sekret mukopurulen yang berlangsung
lebih dari 2 minggu, mak perlu diduga merupakan Inclusion conjunctivitis.
G. Konjungtivits flikten3
Meskipun banyak dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, seringkali
TBC paru tidak ditemukan pada penderita dengan konjungtivitis flikten. Dan apabila
diperiksa mata penderita TBC paru, sedikit sekali yang menderita konjungtivitis
flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah
helmintiasis.
Gejala pada mata ialah adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus.
Selain di limbus, flikten dapat dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal, dan
kornea. Apabila flikten timbul pada kornea dan sering kambuh, maka dapat berakibat
gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi
yang terus-menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah silau dan rasa
seperti berpasir.
26

5. Konjungtivitis dry eyes (Mata kering)3


Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea
dan konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya fungsi air mata. Kelainan ini terjadi
pada penyakit yang mengakibatkan :
a. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun dan akibat
pembedahan kelopak mata.
b. Defisiensi kelenjar air mata : Sindrom Syogren, sindrom Riley Day, alakrimia
kongenital, sarkoidosis, limfoma kelenjar air mata.
c. Defisiensi komponen musim: Benign ocular pempigoid.
d. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik.
e. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
6. Defisiensi vitamin A3
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan
yang disertai kelainan pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan
sampai tahun. Terdapat 2 kelainan pada defisiensi vitamin A yaitu: niktalopia dan
atrofi serta keratinisasi jaringan epitel dan mukosa. Pada keratinisasi didapatkan
xerosis konjungtiva, bercak Bitot, xerosis kornea, tukak kornea dan berakhir dengan
keratomalasia.

2.6 Benda Asing di Konjungtiva


Merupakan benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva.
Pada umumnya bersifat ringan, pada beberapa keadaan dapat berakibat serius
terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa. Biasanya terjadi pada
pekerja di bidang industri yang tidak memakai kaca pelindung seperti pekerja gerinda
dan las. Pasien biasanya datang dengan keluhan adanya benda yang masuk kedalam
matanya. Gejala berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing dan
fotofobia.9
27

Penatalaksanaan dengan mengeluarkan benda asing tersebut dengan cara:


a. Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena
benda asing
b. Gunakan kaca pembesar atau lup dalam pengangkatan benda asing
c. Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau jarum suntik ukuran
23G
d. Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi
e. Oleskan lidi kapas yang dibubuhi betadin pada tempat bekas benda asing
f. Kemudian berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti
kloramfenikol tetes mata 1 tetes tiap 2 jam selama 2 hari.9
28

BAB 3
KESIMPULAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan
mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga
yang memerlukan pengobatan. Konjungtivitis dibagi dalam beberapa bentuk
diantaranya adalah:
1. Konjungtivitis karena infeksi
2. Konjungtivitis imunologik (alergik)
3. Konjungtivitis kimia atau iritatif
4. Konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis
Penting artinya untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis karena
pengobatan dengan tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang berbeda pula.
Pengobatan yang tidak adekuat dari konjungtivitis tipe tertentu seperti trakoma akan dapat
memberikan prognosa yang buruk(mengakibatkan kebutaan).
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum


(General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.
2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2000.
4. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
5. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14. I
6. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. 2007
7. Lang GK. Pterygium. In : Atlas Ophthalmology a Short Textbook. New York :
Thieme. 2010.

8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.


Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier. 2006, p 242-244.
9. Wimbo S, Laksono BS, Miftakhur R. 2008. Intralenticular Foreign Body in
Penetrating Injury. Jurnal Oftalmologi Indonesia, Vol 6, No. 3. Hal 196-199.
10. Kuhn F. Ocular Traumatology, 1th edition Springer Verlag, Berlin. 2008, p 245-
250.
11. Yanoff M & Duker JS (eds). Yanoff & Duker Ophthalmology 3rd edition.
Philadelphia: Mosby, An Imprint of Elsevier, 2008.
12. American Academy of Ophthalmology. 2012. Basic and clinical science course:
Section 11-Drugs of opthalmic. San Fransisco: American Academy
Opthalmology. p 193-5.
13. Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive
Ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007.

Anda mungkin juga menyukai