Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Nira
Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga
tanaman seperti tebu, bit, sorgum, mapel, siwalan, bunga dahlia dan tanaman dari
keluarga palma seperti aren, kelapa, nipah, sagu, kurma dan sebagainya. Produk-
produk nira dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang tidak mengalami
proses fermentasi dan yang mengalami fermentasi (Barlina dan Lay, 1994). Nira
yang masih segar dapat langsung diminum dan digunakan untuk obat sariawan,
TBC, disentri, wasir dan untuk memperlancar buang air besar. Nira yang telah
mengalami fermentasi (peragian) berubah menjadi tuak (Ismanto et al., 1995).
Beberapa daerah di Indonesia mengolah nira menjadi minuman fermentasi
beralkohol yang disebut tuak. Tuak (tuo mbanua) adalah minuman penting di
Kepulauan Nias diminum saat santai, pesta pernikahan dan musyawarah adat.
Pesta pernikahan di Pulau Nias yang masih menjunjung tinggi adat-istiadat, selalu
menyuguhkan tuak bagi tamu pria. Tuak mempunyai arti yang khusus bagi suku
2.3 Laru
Laru merupakan sebutan untuk kelompok jenis kulit kayu yang ditambahkan pada
nira dengan tujuan meningkatkan cita rasa dan kadar alkohol minuman tuak.
(Ikegami, 1997). Penelitian Erika (2005), menyebutkan bahwa kulit kayu dari
tumbuhan meranti (Shorea faguetiana Heim) dapat digunakan sebagai laru.
Penelitian Pasaribu (2007), menemukan bahwa salah satu jenis laru yang berasal
dari Kabupaten Tapanuli Tengah diidentifikasi sebagai giam (Cotylelobium
melanoxylon Pierre). Lebih lanjut disebutkan bahwa jenis ini memiliki komponen
kimia kayu berturut-turut adalah sebagai berikut: hemiselulosa 29,26%,
alphaselulosa 37,35%, lignin 22,26% dan pentosan 17,31 %. Selanjutnya kadar
ekstraktif kayu laru yang larut dalam air dingin 3,19%, air panas 9,08%, alkohol
benzena 1,76%, NaOH (1%) 19,27%. Masyarakat Tapanuli Tengah juga
menggunakan resak (Vatica pauciflora Blume) sebagai laru untuk campuran
dalam minuman tuak (Ikegami, 1997).
Masyarakat Pulau Nias menggunakan kulit kayu tumbuhan tertentu
sebagai laru. Laru diyakini dapat mengawetkan dan meningkatkan kadar alkohol
dari nira yang dikonsumsi sebagai minuman tradisional. Masyarakat di Pulau Nias
biasa menggunakan kulit kayu pohon durian, kulit kayu pohon langsat, kulit kayu
pohon golikhe dan berbagai macam kulit kayu tumbuhan lain sebagai laru.
Menurut masyarakat setempat, kulit kayu dikeringkan di bawah sinar matahari
kemudian disimpan di tempat yang kering. Sebelum digunakan laru diremukkan
dan dibakar ujungnya untuk memberikan aroma yang khas pada tuak.
2.4 Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dibawah kondisi anaerobik
menghasilkan bentuk yang stabil dari produk-produk fermentasi yaitu senyawa
organik yang menjadi penerima elektron terakhir dalam proses ini (Volk et al.,
1971). Ketika glukosa difermentasi menjadi etanol akan terjadi reaksi :
Glukosa (C6H12O6) 2 Etanol (C2H5OH) + 2CO2
Proses ini dilakukan oleh khamir dan merupakan proses penting dan bernilai
ekonomi tinggi karena berhubungan dengan produksi alkohol yang merupakan
unsur penting pembuatan bir, wine, whiskey dan lain sebagainya. Fermentasi yang
sama terjadi pada pembuatan roti, tetapi unsur pokok yang penting adalah CO2
yang dihasilkan sehingga roti dapat mengembang. Ketika khamir memfermentasi
glukosa dalam kondisi aerobik, produk akhirnya adalah karbondioksida dan air
Glukosa (C6H12O6) + 6O2 6CO2 + 6 H2O
karena pada reaksi ini keseluruhan karbon dari glukosa diubah menjadi CO2, lebih
banyak energi yang dilepas (Brock and Brock, 1978).
Dengan menggunakan khamir, proses fermentasi akan mengubah gula
menjadi etanol, karbondioksida dan beberapa produk sampingan. Brazil dan USA
merupakan produsen bioetanol terbesar di dunia, kira-kira 62% dari produksi
dunia (Maris et al., 2006). Berhasil atau tidaknya produksi bioetanol melalui
proses fermentasi menggunakan khamir, ditentukan oleh tingkat toleransi khamir
terhadap kadar gula dan etanol yang tinggi di lingkungan. Karakteristik seluler ini
sangat penting dalam proses fermentasi. Biasanya pada industri etanol,
peningkatan konsentrasi gula, akan terjadi pada pada awal proses fermentasi, dan
konsentrasi etanol yang tinggi terjadi di akhir dari proses fermentasi (Hansel et
al., 1998).
2.5 Bioetanol
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat
(pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol adalah cairan tak
berwarna dengan karakteristik antara lain mudah menguap, mudah terbakar, larut
dalam air, tidak karsinogenik dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan
dampak lingkungan yang signifikan. (Seftian et al., 2012). Bioetanol adalah salah
satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, dan
menghasilkan gas emisi karbon yang rendah dibandingkan dengan bensin atau
sejenisnya. Beberapa negara maju telah lebih dahulu mengembangkan bioetanol
sebagai biofuel, Indonesia tidak mau tertinggal untuk turut serta mengembangkan
etanol sebagai bahan bakar alternatif (Khairani, 2007).
Pada saat ini, pengembangan produksi bioetanol di Indonesia sedang
berkembang pesat. Penggunaan bioenergi secara luas dikenal ramah lingkungan
dan dapat meningkatkan performa dari kendaraan. Produksi bioetanol juga dapat
secara langsung bermanfaat pada sektor pertanian karena produksi bioetanol dapat
memanfaatkan beberapa produk pertanian seperti singkong, jagung, kentang,
sagu, dan talas (Sondari et al., 2006).
Bahan baku untuk proses produksi bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu gula, pati, dan selulosa. Sumber gula berasal dari gula tebu, gula
bit, molase dan buah-buahan, dapat langsung dikonversi menjadi etanol. Sumber
dari bahan berpati seperti jagung, singkong, kentang dan akar tanaman harus
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi gula. Sumber lainnya yaitu selulosa berasal
dari kayu, limbah pertanian, limbah pabrik pulp dan kertas, semuanya harus
dikonversi menjadi gula. Namun sumber gula dan bahan berpati dapat