Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang

kurang baik.1 Low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri

punggung, paling kurang sekali semasa hidupnya.

Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah mengeluh nyeri

punggung bawah. LBP terhitung hampir mengurangi produktivitas hingga 20 juta

USD atau setara dengan 200 milyar rupiah setiap tahunnya di Amerika. Lebih dari 80

juta USD dihabiskan setiap tahunnya untuk mengatasi LBP di Amerika Serikat. LBP

sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri.

Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama

hidupnya. Prevalensi pertahunnya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence

rata-rata 30%.3 Di Indonesia, nyeri punggung bawah merupakan masalah kesehatan

yang nyata dan merupakan penyakit nomor dua setelah influenza. Kira-kira 80%

penduduk Indonesia pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah. Dalam

penelitian multisenter di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia yang dilakukan

kelompok studi nyeri PERDOSSI pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah

penderita nyeri sebanyak 4456 (25% dari total kunjungan), dimana 1598 orang

(35,86%) merupakan penderita nyeri kepala dan 819 orang (18,37%) adalah penderita

nyeri punggung bawah.

Nyeri punggung bawah (LBP) merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat mobilisasi yang salah. LBP


menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman pada daerah lumbal dan sacrum.

Walaupun LBP jarang fatal, namun nyeri yang dirasakan menyebabkan pasien

mengalami disabilitas yaitu keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan

banyak kehilangan jam kerja terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan

terbanyak dalam mencari pengobatan.Tulang punggung menerima beban lebih besar

sebagai konsekuensi tugasnya untuk menjaga posisi tegak tubuh, dan beban ini akan

lebih banyak terkonsentrasi di bagian bawah dari tulang punggung tersebut.

Etiologi low back pain dapat bervariasi dari yang paling ringan (misalnya

kelelahan otot) sampai yang paling berat (misalnya tumor ganas) tetapi sebagian besar

low back pain pada masyarakat adalah akibat adanya faktor mekanik hal ini terjadi

karena kekakuan dan spasme otot punggung akibat aktivitas tubuh yang kurang baik

serta tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat menyebabkan

LBP seperti osteomielitis, osteoporosis, sclerosis, rematik dan lain-lain.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kasus

1. Defenisi

Low back pain (LBP) adalah nyeri pada area punggung bawah yang

dialami oleh 90% orang semasa hidupnya. Lebih dari 50% orang

mengalaminya diatas satu kali. LBP bukanlah penyakit yang spesifik,

melainkan adalah gejala yang bisa saja muncul dengan bermacam penyebab

(Arya, 2014).

Piriformis syndrome umumnya menimbulkan sciatic pain yang biasa

dikenal dengan “ischialgia”. Adanya kompresi pada saraf ischiadicus akibat

gangguan pada otot piriformis (seperti spasme/tightness), strain dapat

menyebabkan munculnya sciatic pain.

Permasalahan yang timbul pada kondisi piriformis sindrrom adalah

nyeri pada daerah gluteal, spasme otot piriformis, penurunan kekuatan otot

pada gluteal dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari.

2. Anatomi Fisiologi

a. Strukrur tulang vertebra lumbal

Tulang vertebra lumbal tersusun 5 vertebra yang bersendi satu sama lain

yang berperan penting dalam menjalankan fungsinya untuk menyangga

tubuh dan alat gerak tubuh. Susunan tulang vertebra secara umum terdiri

dari corpus, arcus, dan foramen vertebra.


 Keterangan gambar 2.1

1. Vertebra cervicalis I – VII

2. Vertebra thoracalis I – XII

3. Vertebra lumbalis I – V

4. Osc. Sacrum

5. Oss. Coccygae

6. Atlas

7. Axis

8. Vertebra prominens

9. Foramen intervertebralis

10. Promotorium

a) Korpus

Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang

mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk

konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal.

Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 (Kapandji, 1990).

b) Arcus

Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada

korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada

tonjolan ke arah lateral yang disebut procesus spinosus (Susilowati,

dkk, 1993).

c) Foramen vertebra

Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus

bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk


suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh

medula spinalis (Susilowati, dkk, 1993).

b. Diskus intervertebralis

Bagian dalam disebut nukleus pulposus merupakan bahan

gelatinosa dengan sifat daya pengikat air yang kuat karena mengandung

88% air, (2) bagian tepi disebut annulus fibrosus yang terdiri dari atas

serabut-serabut kolagen yang tersusun konsentrasi dan fibrikartilago yang

berbeda dalam keterangan oleh nukleus pulposus (Platzer, 1992)

Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus

bagian dalam disebut nucleus pulposus, sedangkan bagian tepi disebut

annulus fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antara korpus

yang berdekatan sebagai shock breaker pada berbagai tekanan dalam

menumpu berat badan (Kapandji, 1990).

c. Stabilitas

Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan

stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :

(1) ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap

diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan

ekstensi, (2) ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat

pada bagian posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini

berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi, (3) ligament flavum terletak di

dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi melindungi medulla

spinalis dari posterior, (4) ligament tranfersum melekat pada tiap procesus

tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.


Sedangkan yang berfungsi untuk stabilisasi aktif adalah adalah otot-

otot yang berfungsi untuk penggerak lumbal yang terletak di sebelah

anterior, lateral maupun posterior. Otot-otot disebelah anterior dan lateral,

antara lain : m. rektus abdominis, m. obliqus internus, m. psoas mayor, dan

m. quadratus lumborum. Otot-otot di sebelah posterior Antara lain: m.

longisimus thorakalis, m. iliocostalis.

 Keteragan gambar 2.3 :

1. M. serratus anterior

2. M. serratus posterior

3. M. oblique ekstemus

4. M. Intercostal eksternus

5. M. Intercostal internus

6. M. oblique ekstemus

7. M. oblique internus

8. M. piramidalis

9. M. rectus abdominis

 Keterangan gambar 2.4

1. M.deltoid

2. M. teres major

3. M. infra spinatUs

4. M. rhomboid major

5. M. latissimus dorsi

6. M. oblique eksternus
7. M. thoracolumbar fascia

8. M. trapezius

 Keterangan gambar 2.5:

1. M. oblique internus abdominis

2. M. intertransversarii lateralis lumborum

3. M. oblique eksternus abdominis

4. Mm. Multifidi

5. M. transversus abdominis

6. M. quadratus lumborum, fascia

 Otot-otot yang dipersarafi oleh n. ischiadicus adalah :

1. M. Hamstring terbagi atas 3 bagian :

a. M. Semimembranosus

Origo : Tuberositas ischiadicus

Insersio : Bagian medial condylus

Fungsi : Ekstensi hip, fleksi dan rotasi medial knee joint

Nervus : Tibia L5, S1, S2

b. M. Semitendinosus
Origo : Tuberositas ischiadicus

Insersio : Bagian proksimal medial corpus tibia

Fungsi : Ekstensi hip, fleksi dan rotasi medial knee joint

Nervus : Tibia L5, S1, S2

c. M. Biceps femoris

Origo : Caput longum bagian posterior tuberositas

ishiadicus adicus.

Insersio : Bagian lateral caput femur

Fungsi : Ekstensi hip, fleksi dan rotasi medial knee joint

Nervus : Tibia L5, S1, S2

2. M. Gluteus maximus

Origo : Bagian depan os ilium

Insersio : Tractus iliotibial

Fungsi : Ekstensi dan lateral rotasi hip

Nervus : Gluteus superior L4, L5, S1

3. M. Gluteus medisus

Origo : Permukaan luar dari illium, antara anterior dan

posterior garis gluteal

Insersio : Trochanter mayor femur

Fungsi : Abduksi dan medial rotasi hip

Nervus : Gluteus superior L4, L5, S1

4. M. Gluteus Minimus

Origo : Permukaan luar dari illium, antara anterior dan

inferior garis gluteal


Insersio : Trochanter mayor

Fungsi : Abduksi dan medial rotasi hip

Nervus : Gluteus superior L4, L5, S1

5. M. Piriformis

Origo : Permukaan pelvic os sacrum, incisura

ischiadica mayor

Insersio : Permukaan Intermedial dan trochanter mayor

Fungsi : Abduksi dan ekstensi hip

Nervus : L4-S3

6. M. Tensor fasia latae

Origo : Spina iliaca anterior superior

Insersio : Tractus iliotibial

Fungsi : Ekstensi, abduksi, fleksi, dan medial rotasi hip

Nervus : Gluteus superior L4, L5, S1

7. M. Gracillis

Origo : Corpus dan ramus dari pubis

Insersio : Garis dari trocahnter minor ke aspera

Fungsi : Abduksi, fleksi, dan medial rotasi hip

Nervus : Obturatorium L4-L5

8. M. Gastrocnemius

Origo :

a. Caput medial : Epicondylus medial dan permukaan

poplitea dari femur

b. Caput lateral : Epicondylus lateral


Insersio : Tendon calcaneus ke dalam permukaan

posterior dari calcaneus

Fungsi : Plantar fleksi ankle, fleksi knee

Nervus : Tibialis S1, S2

9. M. Soleus

Origo : Permukaan posterior dari caput dan 1/3

proksimal corpus tibia

Insersio : Tendon calcaneus bagian posterior dari

calcaneus

Fungsi : Plantar fleksi ankle

Nervus : Tibialis S1, S2

10. M. Tibialis anterior

Origo : Condylus lateralis dan 2/3 bagian atas dari

permukaan lateral tibia ankle

Insersio : Metatarsal I, permukaan plantar dari medial

cuneiform

Fungsi : Dorso fleksi dan inversi ankle

Nervus : Peroneus L3, L5, S1

11. M. Tibialis Posterior

Origo : Bagian posterior dari membrana interossea,

permukaan posterior tibia, 2/3 permukaan

medial fibula

Insersio : Tendon calcaneus

Fungsi : Plantar fleksi ankle


Nervus : Peroneus L4, L5, S1

d. Perjalanan nervus ischialgia

Perjalanan Nervus Ischidicus di mulai dari L4-S3, dan saraf ini memiliki

percabangan antara lain:

a. N. lateral poplital yang terdapat pada caput fibula

b. N. Medial popliteal yang terdapat pada fossa polplitea

c. N. Tibialis Posterior yang terdapat pada sebelah bawah

d. N. Suralis/Saphenus yang terdapat pada tendon ascilles

e. N. Plantaris Yang berada pada telapak kaki

3. Etiologi

a. Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

Yaitu terdorongnya nucleus pulposus (suatu zat yang berada diantara ruas-

ruas tulang belakang) ke arah belakang baik lurus maupun kearah kiri atau

kiri kemudian menekan sumsum tulang belakang atau serabut-serabut

sarafnya dan mengakibatkan terjadinya rasa sakit yang hebat.

b. Spondylosis (Spondyloarthrosis)

Spondylosis merupakan kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya

struktur dan fungsi normal spinal. Proses penuaan adalah penyebab utama.

c. Spondilolisthesis
Spondilolisthesis adalah pergeseran corpus vertebra setempat, pada

umumnya spondilolisthesis terjadi pada L4 atau L5

d. Trauma / kompresi

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama nyeri pinggang

bawah. Patah tulang pada orang yang lanjut usia sering oleh karena trauma

kecil saja dapat menimbulkan fraktur kompresi pada corpus vertebra.

4. Patofisiologi

Perubahan biomekanika gaya berjalan (gait) sebagai penyebab

hipertrofi musculus piriformis dan inflamasi kronik, juga akan memunculkan

sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase berdiri (stance phase)

musculus piriformis teregang sejalan dengan beban pada panggul yang

dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki fase ayun

(swing phase), musculus piriformis berkontraksi dan membantu rotasi

eksternal. Musculus piriformis tetap dalam kondisi teregang selama proses

melangkah dan cenderung lebih hipertrofi dibanding otot lain di sekitarnya. 8,9

Setiap abnormalitas proses melangkah yang melibatkan panggul dengan posisi

rotasi internal atau adduksi yang meningkat dapat semakin meregangkan

musculus piriformis.

Trauma tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara

nervus ischiadicus dan otot-otot rotator eksternal pendek, salah satu pemicu

gejala sindrom ini. Radikulopati lumbal bagian bawah mengakibatkan iritasi

sekunder musculus piriformis yang nantinya akan memperumit diagnosis dan

memperlambat fisioterapi metode peregangan punggung bawah dan panggul

karena memperberat gejala-gejala sindrom piriformis.


5. Gambaran Klinis

Keluhan yang khas adalah kram atau nyeri di pantat atau di area

hamstring, nyeri ischialgia di kaki tanpa nyeri punggung, dan gangguan

sensorik maupun motorik sesuai distribusi nervus ischiadicus. Keluhan pasien

dapat pula berupa nyeri yang semakin menjadi saat membungkuk, berlama-

lama duduk, bangun dari duduk, atau saat merotasi internal paha, juga nyeri

saat miksi/defekasi dan dispareunia.

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri

2. Pengukuran Kekuatan Otot

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. SWD

Short Wave Diathermy adalah modalitas terapi yang menghasilkan

energi elektro-maknetik dengan arus bolak-balik frekwensi tinggi. Frekwensi

yang digunakan pada Short Wave Diathermy adalah frekwensi 27,12 MHz

dengan panjang gelombang 11 meter. Arus berfrekwensi tinggi dibangkitkan

oleh sirkuit oscillator yang terdiri dari sebuah kapasitor dan kumparan induktor

yang dimensinya tersusun baik untuk memberikan osilasi elektron pada

frekwensi yang tepat seperti 27,12 MHz.

Arus tersebut tidak menimbulkan aksi potensial pada serabut saraf

motorik maupun sensorik, dengan kata lain tidak merangsang saraf motorik

untuk berkontraksi, karena arus frekwensi tinggi mempunyai osilasi lebih dari

500.000 siklus/detik yang akan memberikan 1.000.000 impuls tiap detik,

sehingga durasinya 0,001 ms tiap detik. Kuatnya medan listrik dan medan
magnet yang dihasilkan bergantung pada sumber medan elektro-magnetik.

Pada medan elektromagnetik yang terputus-putus akan terjadi pemutusan

medan pada moment tertentu. Energi elektromaknetik yang digunakan

tergantung pada metode yang digunakan.

Adanya kerusakan jaringan menyebab-kan sel-sel menjadi rusak

sehingga mengalami depolarisasi. Akibatnya terjadi disfungsi sel termasuk

hilangnya sel division dan proliferasi serta hilangnya kapabilitas regenerasi.

SWD dapat merepolarisasi sel-sel yang rusak sehingga memperbaiki disfungsi

sel. Disamping itu, sodium cenderung terakumulasi dalam sel akibat

menurunnya aktivitas sodium potassium pump selama proses inflamasi

sehingga menciptakan muatan lingkungan yang negative. Dengan SWD maka

Sodium potas-sium pump diaktifkan kembali sehingga sel memperoleh

kembali keseimbangan ion yang normal.

Penurunan nyeri dihasilkan melalui modulasi nyeri pada level sensorik,

dimana efek non thermal dari SWD dapat mening-katkan pergerakan ion-ion,

molekul, dan membrane sel mengaktifkan kembali sodium potassium pump

pada membrane sel saraf sehingga menirunkan aksi potensial serabut afferent

A delta dan C serta menurunkan konduktivitasnya. Disamping itu, efek SWD

dapat meningkatkan sirkulasi kapiler sehingga dapat mengangkut/menyerap

zat-zat algogene sebagai iritan, dengan demikian menurunkan konduksi dari

serabut afferan A delta dan C. Mempercepat reabsorpsi hematoma dan oedema.

Merangsang dengan sangat kuat sirkulasi darah perifer.

2. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)


TENS singkatan dari Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation,

merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf

melalui permukaan kulit. (Parjoto, 2006).

a. Mekanisme TENS

Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri mekanisme terdiri dari

mekanisme periferal, mekanisme segmental, dan mekanisme

ekstrasegmental (Parjoto, 2006).

1. Mekanisme peripheral

Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan

menghasilkan impuls saraf yang akan berjalan dengan dua arah

disepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal

dengan aktivasi antidromik. Adanya impuls antidromik juga

mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang berujung

terjadinya vodilatasi arteriol dan ini akan meningkatkan aliran darah

sehinggga pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri

meningkat(Parjoto, 2006).

2. Mekanisme segmental

TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui

mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktifasi serabut A Beta

yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis

medula spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang kontrol (Gate Control

Theory) yang dikemukakan Melzack dan Wall (1965) yang menyatakan

bahwa gerbang terdiri dari sel internunsial yang bersifat inhibisi yang

dikenal sebagai subtansia gelatinosa dan yang terletak di cornu


posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi.

Tingkat aktifitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari

serabut berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter

kecil A delta dan serabut C. Asupan dari serabut saraf berdiameter kecil

akan mengaktifasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai keluhan

nyeri.

3. Mekanisme ekstrasegmental

Rangsangan sensoris yang diberikan pada kulit berupa rangsang listrik

dikirimkan ke batang otak kemudian batang otak melalui PAG (bagian

dari batang otak) memproduksi endorfin yang bersifat analgesik di

sinaps untuk memblokade impuls nyeri.

3. Massage

a. Petrisage

Adalah gerakan meremas dengan menggunakan telapak tangan atau jari-jari

tangan. Teknik ini digunakan pada area tubuh yang berlemak dan jaringan

otot yang tebal.

b. Effleurage

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal, effleurage

pada umumnya digunakan untuk membantu pengembalian kandungan

getah bening dan pembuluh darah di dalam ekstrimitas tersebut. Effleurage

juga digunakan untuk memeriksa dan mengevaluasi area nyeri dan ketidak

teraturan jaringan lunak atau peregangan kelompok otot yang spesifik.

Effleurage menimbulakan efek yang bersifat rel

c. Friction
Friction atau tekanan dalam adalah untuk menggerakkan dan memisahkan

jaringan lembut. Friction adalah memenuhi pergerakan ke serabut, seperti

di dalam urat daging atau ligament, strukturnya: membujur atau gerak

lingkar bertujuan untuk melepaskan kekakuan otot dan untuk mengurangi

kerusakan jaringan lunak.

d. Vibration

Vibration adalah gerakan getaran mengendurkan jaringan lembut atas dan

tingkatkan peredaran. Vibration dapat menenangkan atau merangsang

menurut intensitas dan kecepatan. Vibration pada umumnya digunakan

pada otot yang sangat lemah, gas dalam perut, atau luka sambungan

spesifik (Hans W. Blaser, 1988 ).

Efek Mekanis

a. Membantu sirkulasi darah balik. Gosokan yang dalam pada vena akan

mengakibatkan tekanan vena menurun sehingga berakibat sirkulasi tekanan

arteri naik yang berakibat sirkulasi darah menjadi lancar.

b. Membantu sirkulasi cairan limfe. Massage yang pelan dan ritmik dapat

melaancarkan sirkulasi darah (arah gerakan selali menuju jantung).

Massage juga membantu aliran pembuluh darah limfe tetapi dengan di

tambah gerakan aktif.

c. Straching jaringan. Dengan dilakukan penekanan pada otot-otot tertentu,

maka otot-otot tersebut akan terulur.

d. Mencerai beraikan perlengketan jaringan. Scar tissue (jaringan parut)

akibat dari luka bakar dengan dilakukan massage dengan tehnik friksin
secara continyu pada jaringan sub cutan pada jaringan scar tissue akan

membebaskan perlengketan jaringan tersebut.

4. Streching

Latihan peregangan atau Streching bertujuan untuk menurunkan

ketegangan otot yang mengalami pemendekan sehingga dapat meningkatkan

fleksibilitas otot dan mengurangi spasme serta dapat meningkatkan kekuatan

otot sehingga dapat mengurangi resiko trauma pada otot dengan teknik inhibisi

untuk membantu memfasilitasi pemanjangan otot. Serat otot yang mengalami

spasme jika dalam waktu lama dapat terbentuk nodule yang menyebabkan

iskemik pada pembuluh darah dibawahnya, hal ini membuat metabolisme

disekitar otot tidak lancar sehingga menimbulkan nyeri. Dengan penguluran

atau peregangan otot dapat kembali bergerak dan memanjang dengan mudah

sehingga metabolisme disekitar otot tersebut dapat dengan lancar dan

menurunkan spasme otot. (Kisner, 2007)

5. William Flexi

Latihan ini dirancang untuk mengurangi nyeri pinggang dengan

memperkuat otot-otot yang memflexikan lumbosacral spine, terutama otot-otot

abdominal dan otot-otot gluteus maximus serta merenggangkan kelompok otot

extensor pinggang bawah (Basmajian, 1998).Latihan William Flexi bertujuan

untuk mengurangi spasme otot-otot pinggang dan sekitarnya, mengembalikan

flexibilitas dan kekuatan otot-otot pinggang dan sekitarnya, memperbaiki

postur tubuh, relaksasi, mengurangi over lordosis, mengurangi spasme,

menambah gerakan sendi, stretching otot perut dan pantat (Basmajian, 1998).

6. Core Stability
Core stability secara definisi adalah kemampuan untuk mengontrol

posisi dan gerakan batang badan melalui panggul dan kaki untuk

memungkinkan produksi optimal, transfer dan kontrol kekuatan dan gerakan ke

segneb terminal dalam aktivitas rantai kinetik terintegrasi (Kibler, 2006).


BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Ny. ABN

Jenis Kelamin : Wanita

Tanggal Lahir : 16 Juli 1948

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Jl. Manuruki BTN Tabahria Blok C5/13

B. Anamnesis Khusus

Keluhan Utama : Pasien merasakan nyeri menjalar

Lokasi Keluhan : Punggung bawah sampai telapak kaki sisi

dextra

Lama Keluhan :  4 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit : Pada bulan Mei pasien merasakan nyeri pada

punggung bawah kemudian melakukan therapy

di salah satu klinik swasta tapi nyeri semakin

berat dirasakan pasien. Bulan berikutnya pasien

mengunjungi beberapa dokter saraf dan rumah

sakit. Pada tanggal 9 September 2019 pasien


melakukan therapy pertama di clinic

cerebellum.

Riwayat Penyakit Dahulu : Jantung (-)

Hipertensi (-)

DM (-)

C. Inspeksi

1. Statis

- Posisi pasien kyphosis

- SIPS dextra lebih tinggi dari sisi sinistra

2. Dinamis

- Saat berjalan pasien terlihat pincang

- Saat naik ke bed pasien harus berpegangan

3. Palpasi

- Suhu : Normal

- Spasme : Otot piriformis

- Oedem :-

D. Vital Sign

Tekanan Darah : 130/70 mmHgq

Nadi : 96x/ menit

Pernafasan : 22x/ menitq

Suhu : 36⁰ C

E. Orientasi Test

1. Lumbopelvic Rhytm

Pemeriksaan : Fleksi - Ekstensi Lumbal in standing


Hasil : Sangat Nyeri

F. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

GRUP OTOT AKTIF PASIF TIMT


Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Fleksi Hip melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal
Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Ekstensi Hip melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal
Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Abduksi melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal
Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Adduksi melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal
Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Eksternal Rotasi melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal
Mampu digerakkan Sangat nyeri, Tidak mampu
Internal Rotasi melawan tahanan
namun terbatas Tidak Full ROM
minimal

G. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Pemeriksaan Spesifik

a. Patric Test

Pasien terlentang dalam posisi comfortable. Praktikkan selanjutnya secara

pasif menggerakkan tungkai pasien yang dites kearah fleksi knee dengan

menempatkan ankle diatas knee pada tungkai pasien yang satuny.

Praktikkan kemudan memfiksasi SIAS pasien pada tungkai yang tidak dites

dengan menggunakan satu tangan dan tangan satunya pada sisi medial knee

pasien yang dites, lalu menekan tungkai pasien kea rah abduksi.
Hasil : +

b. Anti Patrick Test

Pasien tidur terlentang dan kaki internal rotasi. Tangan pemeriksa

memegang pergelangan kaki dan bagian lateral dari knee. Setelah itu

lakukan penekanan. Apabila terjadi nyeri maka terjadi kelainan pada Lig.

Posterior Sacroiliaca Joint.

Hasil : +

c. SLR Test

Posisi pasien tidur terlentang dalam posisi comfortable. Terapis secara

pasif menggerakkan tungkai pasien yang dites kearah fleksi hip dan

ekstensi knee. Jika ada gangguan pada diskus /ransangan pada akar saraf

L4-S2, maka pada saat tungkai diangkat dalam posisi ekstensi knee dan

fleksi hip joint, maka akan menimbulkan gejala seperti: pada posisi fleksi

30o, akan timbul nyeri kejut yang amat sangat sepanjang dermatom dari

akar saraf yang terkompresi.

Hasil : +

d. Bragard’s Tes

Prosedur hampir sama dengan SLR teat. Bedanya pada Bragard’s test,

praktikkan menambahkan flesi cervical pasien secara pasif, disertai dorso

fleksi ankle pasien. Praktikkan kemudian secara perlahan dan berhati-hati

menurunkan kepala dan tungkai pasien hingga pasien tidak merasa nyeri

atau tightness.
Hasil : +

2. Tes Sensorik

Pasien diberikan sentuhan sensorik pada telapak kaki sisi dextra

a. Tajam Tumpul : tidak dapat dirasakan

b. Kasar Halus : tidak dapat dirasakan

3. Tes Koordinasi

a. Heel to shin : Tidak mampu dilakukan

4. Manual Muscle Testing (MMT)

SINISTRA GRUP OTOT DEXTRA


5 Fleksi Hip 3
5 Ekstensi Hip 3
5 Abduksi 3
5 Adduksi 3
5 Eksternal Rotasi 3
5 Internal Rotasi 3
Keterangan :

No. Nilai Keterangan

1 Nilai 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi


Adanya kontraksi otot dan tidak ada pergerakan
2 Nilai 1
sendi
Adanya kontraksi otot dan adanya pergerakan
3 Nilai 2
sendi full ROM
Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan
4 Nilai 3
sendi full ROM dan mampu melawan gravitasi
Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan
5 Nilai 4 sendi full ROM, mampu melawan gravitasi dan
tahanan minimal
6 Nilai 5 Mampu melawan tahanan maksimal

5. Pengukuran Nyeri

Pengukuran nyeri dengan VAS didapatkan hasil 8 ( Nyeri Berat )

Keterangan : 0 – 4 ( Nyeri Ringan )

5 – 7 ( Nyeri Sedang )

8 – 10 ( Nyeri Berat )

H. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (Sesuai Konsep ICF)

1. Diagnosa

a. Diagnosa Medis

Radiculopathy L5 – S1

b. Diagnosa Fisioterapi

Gangguan aktifitas fungsional tungkai dextra akibat spasme otot piriformis

2. Problematik Fisioterapi

a. Anatomical Impairment

- Nyeri pada tungkai sisi dextra

- Kelemahan pada tungkai sisi dextra


- Spasme otot piriformis

b. Function Limitation

- Adanya gangguan dari posisi tidur ke duduk

- Adanya gangguan saat berjalan

c. Participation Restriction

- Kesulitan berinteraksi dalam masyarakat

Bagan ICF

Diagnosa:
Penatalaksaan fisioterapi pada limitasi gerak fungsional tungkai
sisi dextra et causa low back pain

Anatomical Impairment : Function Limitation : Participation Restriction :

1. Nyeri pada tungkai sisi 1. Adanya gangguan dari 1. Kesulitan berinteraksi


dextra posisi tidur ke duduk dalam masyarakat
2. Kelemahan pada 2. Adanya gangguan saat
tungkai sisi dextra berjalan
3. Spasme otot piriformis

I. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri

- Meningkatkan kekuatan otot

- Mengurangi spasme pada otot piriformis

2. Tujuan Jangka Panjang

- Mengembalikan fungsi berjalan pasien dengan normal


- Pasien dapat berinteraksi dalam masyarakat tanpa hambatan

J. Program Intervensi Fisioterapi

1. SWD

Tujuan : Untuk relaksasi otot dan mengurangi nyeri

Penatalaksanaan :

 Persiapan pasien : Posisi pasien tengkurap senyaman dan serileks

mungkin, area yang diterapi terbebas dari kain dan lotion, terapis

menjelaskan efek yang akan dirasakan pasien saat penggunaan SWD

 Persiapan alat : Pastikan kabel tercolok

 Prosedur pelaksanaan : fisioterapis memasang satu plate elektroda pada

otot erector spine dan satu plate elektroda lainnya pada otot

phyriformis, kemudian mesin SWD dinyalakan,

 Dosis :

a. Arus : continuous

b. Frekuensi : 45-50 Hz

c. Waktu : 6 menit

2. TENS

Tujuan : Untuk mengurangi nyeri

Penatalaksanaan
 Persiapan pasien : Posisi pasien tengkurap senyaman dan serileks

mungkin, area yang diterapi terbebas dari kain dan lotion, terapis

menjelaskan efek yang akan dirasakan pasien saat penggunaan TENS

 Persiapan alat : Pastikan pad dibasahi terlebih dahulu sebelum

digunakan, colok kabel kemudian .

 Prosedur pelaksanaan : fisioterapis memasang satu pad elektrode pada

otot erector spine dan satu pad elektrode lainnya pada otot phyriformis,

kemudian mesin TENS dinyalakan,

 Dosis :

a. Arus : Asymmetrical Biphasic

b. Frekuensi : 80-100 Hz

c. Durasi pulsed : 60-100 ms

d. Waktu : 10 menit

3. Friction

Tujuan : Melemaskan otot, membantu sirkulasi darah balik, relaksasi otot

Penatalaksanaan :

 Persiapan alat : Persiapan alat dalam hal ini adalah minyaak (pelicin)

tempat tidur ( bed ), selimut atau handuk kecil, bantal, guling.

 Persiapan pasien : Pasien diperintahkan untuk tidur posisi tengkurap.

Tanyakan kepada pasien untuk penggunaan media Massage yang yang

akan digunakan yang cocok dengan pasien.

 Penatalaksanaan : Pemberian media Friction yang dioleskan pada otot

phyriformis berupa minyak atau lotion. Ke dua tangan terapis bersentuhan

langsung dengan punggung bawah pasien lalu ratakan media friction


tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung bawah pasien.

Gerakan friktion pada otot piriformis dilakukan dengan usapan kedua

tangan dengan tekanan yang toleransi dengan pasien dengan gerakan dari

arah distal ke proksimal dengan tekanan yang kuat, lalu kembali lagi

kearah distal dengan tekanan yang minimal.

4. Stretching

a. Otot Piriformis

 Berbaring telentang dengan kaki rata.

 Tarik kaki yang terkena ke arah dada, pegang lutut dengan tangan di

sisi bodi yang sama dan meraih pergelangan kaki dengan tangan yang

lain.

 Tarik lutut ke bahu yang berlawanan sampai peregangan terasa.

 Tahan detik 30, lalu perlahan kembali ke posisi awal.

b. Otot Hamstring

 Hand Placement posisikan knee pasien full ekstensi, beri sanggahan

pada daerah tungkai bawah dengan lengan atau bahu

 Beri stabilisasi pada tungkai dengan menggunakan tangan atau bantuan

dari asisten

 Dengan knee full ekstensi lakukan fleksi hip semaksimal mungkin

5. Mobilisasi Saraf

Tujuan : Untuk mengembalikan keseimbaangan dinamis anatara gerakan

jaringan saraf dan jaringan sekitarnya, serta mengurangi kram-kram.

Teknik : Pasien tidur terlentang lalu Fleksikan Hip pasien kemudian Adduksi

Hip, lalu eksorotasi Hip kemudian inversi ankle.


6. William Flexi

Tujuan : Mengurangi nyeri pinggang dengan memperkuat otot-otot yang

memflexikan lumbosacral spine, terutama otot-otot abdominal dan

otot-otot gluteus maximus serta merenggangkan kelompok otot

extensor pinggang bawah

Penatalaksanaan :

a. Pasien tidur terlentang, kedua lutut di tekuk kemudian gerakan yang

dilakukan yaitu menekan punngung ke bawah ditahan selama 5 detik

kemudian rileks, dosis 10 x hitungan.

b. Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut di tekuk kemudian pasien

menggerakkan fleksi satu lutut ke arah dada dan kedua tangan mencapai

paha belakang. Secara bergantian dosis 10 x hitungan.

c. Posisi pasien tengkurap satu tungkai lurus, yang satunya menekuk kedua

tangan lurus menumpu matras gerakan punggung ke bawah sampai paha

menyentuh dada. Dosis 6 x hitungan secara bergantian.

7. Core stability

Tujuan : Untuk mengontrol dan penguatan posisi dan gerakan batang badan

melalui panggul dan kaki

Penatalaksanaan :

a. dynamic leg and back dengan cara tidur terlentang kedua tangan disamping

badan, kemudian kaki ditekuk angkat pantat kaki lainnya diluruskan

pertahankan posisi selama 10 detik.


b. Static straight legs dengan cara tidur terlentang kedua tangan disamping

badan, menjaga kaki tetap lurus, angkat tumit sekutar 4 inci dari lantai

tahan dan jangan sampai punggung melengkung pertahankan posisi selama

10 detik.

c. Superman dengan cara posisi awal seperti akan meragkak kemudian salah

satu kaki diluruskan kebelakang dan tangan yang bersilangan diluruskan

kedepan, pandangan kebawah pertahankan posisi selama 10 menit.

d. Hundreads dengan cara tidur terlentang dengan kedua tangan disisi tubuh,

angkat kaki dan tekuk sehingga membentuk sudut siku-siku dipinggul dan

lutut fokus menjaga pinggul dan kaki benar-benar diam dan punggung rata.

Pertahankan posisi selama 10 detik.

Semua gerakan diulang 3 kali pengulangan.(Akuhota, 2007)

K. Home Program dan Edukasi

1. Home Program

a. Piriform Strech

 Pasien menekuk kaki kiri

 Angkat kaki kanan dan silangkan ke kaki kiri

 Kemudian kedua tangan pasien menarik kaki kiri ke arah dada sampai

batas maksimal pasien

b. One Leg Rise

 Ambil kain, handuk atau sarung

 Letakkan dibawah telapak kaki dengan kedua ujungnya dipegang oleh

kedua tangan pasien


 Luruskan kaki kanan pasien ke arah atas secara perlahan sampai

membentuk kurva 90⁰ dan usahakan untuk tidak ditekuk

c. Prone Torso Twist

 Kaki kiri dalam keadaan lurus

 Tekuk kaki kanan dan silangkan ke kaki kiri

 Tangan kiri diletakkan pada sisi medial lutut

 Kemudian tarik secara perlahan sampai batas maksimal pasien

Masing-masing gerakan ditahan selama 7 detik dan ulangi sebanyak 3 – 5 kali

2. Edukasi

a. Posisi bangun dari tidur, Fisioterapis menginstruksikan untuk dalam posisi

miring dulu kemudian bangun untuk memperingan nyeri yang dirasakan

oleh pasien

b. Pasien di instruksikan untuk tidak mengangkat barang dalam keadaan

berdiri

c. Hindari kegiatan naik turun tangga

Anda mungkin juga menyukai