Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Px.............. DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI DI RUANG


KAHURIPAN RSUD PROF. DR. SOEKANDAR
MOJOKERTO

NAMA : ERNA NUR JUHROTUL LAILI

NIM : 201903032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO

TA. 2019 – 2020


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan ini diajukan oleh:


Nama : Erna Nur Juhrotul Laili
NIM : 201903032
Program Studi : Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan :
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Px.............. Dengan Masalah
Keperawatan Nyeri di Ruang Kahuripan RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar.

Mojokerto,...........................................2019

Pembimbing ruangan, Pembimbing akademik,

(.........................................................) (.........................................................)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(.........................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Nyeri
1.1 Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah penjelasan dari beberapa para ahli:
1. Mc. Coferry (1979), nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2. Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh,
timbul ketika jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.
3. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik meupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak
dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
(Aziz Alimul, 2006).
1.2 Etiologi
1. Trauma
• Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
• Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas,
dingin, misal karena api dan air.
• Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
• Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
• Jinak
• Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misal: abses
1.3 Batasan Karakteristik
1. Nyeri Akut (berlangsung singkat misalnya nyeri pada fraktur).
• Agitas
• Ansietas
• Mual dan muntah
• Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
• Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
• Peka rangsang
• Menggosok bagian yang nyeri
• Mengorok
• Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
• Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
• Gangguan konsentrasi
• Perubahan pada pola tidur
• Rasa takut mengalami cedera ulang
• Menarik bila disentuh
• Mata terbuka lebar atau sangat tajam
2. Nyeri Kronis (berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan
klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan).
• Gangguan hubungan sosial dan keluarga
• Peka rangsang
• Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
• Depresi
• Menggosok bagian yang nyeri
• Ansietas
• Tampilan meringis
• Berfokus pada diri sendiri
• Tegangan otot rangka
• Preokupasi somatik
• Agitas
• Keletihan
• Penurunan libido
• Kegelisahan
1.4 Fisiologi nyeri
1. Stimulus
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor.
reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit
yang berespon terhadap stimulus yang kuat. munculnya nyeri dimulai dengan
adanya stimulus nyeri. stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis,zat
kimia,panas,listrik serta mekanik. Terdapaat beberapa jenis stimulus nyeri
diantaranya :
FAKTOR PENYEBAB CONTOH
Microorganisme Menigitis
(virus,bakteri,jamur dll)
Kimia Tersiram air keras
Tumor Ca mamae
Iskemi jaringan Jaringan miokard yang mengalami iskemi
karena gangguan aliran darah pada arteri
koronaria
Listrik Terkena sengatan listrik
Spasme Spasme otot
Obstruksi Batu ginjal,batu ureter,obstruksi usus
Panas Luka bakar
Fraktur Fraktur femur
Salah urat Keseleo,terpelintir
Radiasi Radiasi untuk pengobatan kanker
Psikologis Berduka,konflik

2. Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-perubahan
partikular disekitarnya,kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka reseptor-
reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus nyeri. Reseptor ini dapat terbagi
menjadi :
• Exteroreseptor, yaitu reseptor yang berpengaruh terhadapa perubahan pada
lingkungan eksternal, antara lain :
Corpus culum meissineral, corpus culum merkel : untuk merasakan stimulus
taktil ( sentuh atau rabaan).
Corpusculum krause : untuk merasakan rangsang dingin.
Corpusculum rufini : untuk merasakan rangsang panas, merupakan ujung saraf
bebas yang terletak di dermis dan subkutis.
• Telerseptor, merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus yang jauh.
• Propioseptor, merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari organ otot,
spindle dan tendon golgi.
• Interoseptor, merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada organ-
organ fisceral dan pembuluh darah.
Beberapa penggolongan lain dari reseeptor sensorik :
• Termoreseptor : reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
• Mekanoreseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik.
• Nosiseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
• Kemoreseptor : reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
1. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
Seseorang yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan
nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang
yang hanya mengalami sedikit nyeri.
2. Ansietas dan Nyeri
Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri.
3. Budaya dan Nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang
berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi
nyeri. Sebagai contoh anak –anak yang sejak kecil diajarkan bahwa cidera akibat
olahraga tidak terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cidera akibat kecelakaan
bermotor. Maka mereka memiliki persepsi bahwa cidera bermotor akan lebih
menyakitkan daripada cidera olahraga.
4. Usia dan Nyeri
Lansia memiliki cara berespon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan
dengan orang yang berusia lebih muda. Nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh
dari tempat cidera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang
sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit
(misalnya diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat, persepsi nyeri
mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang
lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar disbanding
individu berusia lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri.
5. Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan
memberikan hasil bukan karena tindakan tersebut benar-benar bekerja, namun
karena menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif
bagi mereka.
1.6 Jenis Nyeri
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cidera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah
terjadi. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh
secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2002).
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera
spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang dapat ditetapkan dengan
tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis
sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
(Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronis yang terjadi setelah suatu cidera atau
proses penyakit diduga terjadi karena ujung-ujung saraf yang normalnya hanya
mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang
sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.
1.7 Patofisiologi nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan resptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociseptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangan bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar
pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan
pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa
thermal, listrik, atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut di transmisikan
berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang
bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls
yang di transmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang di
transmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar
dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa
lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga terbentuk
substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian impuls nyeri
menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamc tract (STT) atau jalur
spino thalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat
dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat 2 jalur mekanisme terjadinya nyeri,
yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor
pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak
tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam
impuls supresif. Sitem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak
memberikan respon terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismnya
(Barbara C. Long, 1989).
1.8 Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin
selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang:
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

b. Verbal Rating Scale (VRS)


Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima
poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
c. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana
pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan
angka 0 – 10

d. Visual Analogue Scale (VAS)


Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah
direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata
tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas
tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling
kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara
0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai
target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju
berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat
analgesik penyelamat (rescue analgetic).
II. Rencana Asuhan Klien dengan Nyeri
2.1 Pengkajian Fokus
1. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
Posisi atau lokasi nyeri
2. Perilaku non verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain ekspresi wajah,
gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
3. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
4. Factor presipitasi
Beberapa factor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain lingkungan,
suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
5. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau dapat
menggunakan skala dari 0-10.
6. Waktu dan lama
Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa lama,
bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
7. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST)
P (Provoking) : faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri.
Q (Quality) : kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat, atau tertusuk.
R (Region) : daerah perjalanan nyeri
S (Severity) : parahnya nyeri, skala nyeri secara umum : (0-10 skala)
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tetapi masih bisa dikendalikan dengan
aktivitas yang biasa dilakukan.
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan.
T (Time) : waktu timbulnya nyeri, lamanya nyeri, atau frekuensi nyeri.
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat nyeri sebelumnya merupakan data yang penting untuk diketahui.
Riwayat nyeri harus meliputi lokasi, intensitas, durasi, dll. Perawat perlu
mengetahui berapa lama pasien telah menderita nyeri, bagaimana pengaruhnya
terhadap aktifitas sehari-hari, cepat atau lambat dan hal-hal apa saja yang dapat
mengurangi nyeri.
2.1.2 Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
• Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
• Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
• Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah
di otak
2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan ganguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot, trauma musculoskeletal atau tulang
2.2.1 Definisi Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan
secara tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diperdiksi.
2.2.2 Batasan Karakteristik
• Bukti nyeri dengan menggunakan daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak
dapat mengungkapkannya.
• Dilatasi pupil
• Ekspresi wajah nyeri (misalnya, meringis, mata tampak kurang bercahaya,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus).
• Fokus pada diri sendiri.
• Keluhan tentang karakteristik nyeri.
• Mengekspresikan perilaku (misalnya, gelisah, merengek, menangis, waspada).
• Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
• Perubahan selera makan.
• Sikap melindungi area nyeri.
• Putus asa.
2.2.3 Faktor yang Berhubungan
• Agens cidera biologis (misalnya infeksi, iskemia, neoplasma)
• Agen cidera fisik (misalnya, abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
Diagnosa 2: Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi usus
2.2.4 Definisi Nyeri Kronis
Pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan yang
secara tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi
konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung >3 bulan.
2.2.5 Batasan Karakteristik
• Anoreksia
• Ekspresi wajah nyeri (misalnya, meringis, mata tampak kurang bercahaya,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus).
• Fokus pada diri sendiri.
• Hambatan meneruskan aktivitas sebelumnya.
• Keluhan tentang intensitas dan karakteristik nyeri menggunakan standar skala
nyeri.
• Perubahan pola tidur
• Laporan tentang perilaku nyeri (misalnya anggota keluarga, pemberi asuhan).
2.2.6 Faktor yang Berhubungan
• Cedera medula spinalis
• Cedera otot
• Cedera tabrakan
• Fraktur
• Gangguan iskemik
• Gangguan metabolik
• Gangguan muskuloskeletal kronis
• Keletihan
• Kompresi otot
• Mengangkat beban berat berulang
• Pasca trauma karena gangguan (misalnya, infeksi, inflamasi)
• Riwayat olahraga terlalu berat
2.3 Perencanaan
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri misalnya:
• Ketidakpercayaan, pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien
dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan
mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar
dapat lebih memahami tentang nyerinya.
• Kesalahpahaman, mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri
yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang
nyerinya.
• Ketakutan, memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan
pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan bagaimana
mereka menangani nyeri.
• Kelel/ahan, dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya kembangkan pola
aktifitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
• Kebosanan, dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat
digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa teknik
pengalih perhatian adalah bernafas pelan dan berirama, memijat secara
perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan musik, membayangkan hal-
hal yang menyenangkan, dan sebagainya.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan:
• Terapi non-Farmakologis
Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk
membantu penanganan nyeri pasca pembedahan, seperti menggunakan terapi
fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk
nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis
(musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik
pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation)
• Terapi Farmakologis
1. Analgesik
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat
dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam
penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya
kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan
melakukan kesalahan dalam menggunakan analgetik narkotik, dan
pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Ada 3 jenis analgetik,
yakni :
- Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
- Analgesik narkotik atau opiate
- Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
Analgesik dan indikasi terapi
Kategori Obat Indikasi
• Analgesik non narkotik • Waktu lebih dari enam bulan
• Asetamifolen (Tylenol) • Daerah nyeri menyebar
• Asam Asetilsalisilat (aspirin) • Nyeri terasa tumpul, seperti linu,
NSAID ngilu, dan lain-lain
• Reseptor saraf simpatis : • Reseptor saraf parasimpatis,
takikardia, peningkatan penurunan tekanan darah,
respirasi, peningkatan tekanan brakikardia, kulit kering, panas dan
darah, pucat, lembab, pupil konstriksi
berkeringat dan dilatasi pupil • Penampilan klien tampak depresi
• Penampilan klien tampakj dan menarik diri
cemas, gelisah, dan terjadi
ketegangan otot
III. Daftar Pustaka
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan.Yogyakarta:Graha Ilmu
Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan.
Vol:2. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Prasetyo,Sigit Nian.2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
LEMBAR KONSULTASI

Ruang : Kahuripan RS: RSUD Prof. Dr. Soekandar


Judul Askep :
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Px.............. Dengan Masalah
Keperawatan Nyeri di Ruang Kahuripan RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto
Nama Pembimbing:
1.
2.
No. TGL URAIAN TTD PEMBIMBING

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.
LEMBAR KONSULTASI

Ruang : Kahuripan RS: RSUD Prof. Dr. Soekandar


Judul Askep :
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Px.............. Dengan Masalah
Keperawatan Nyeri di Ruang Kahuripan RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto
Nama Pembimbing:
1.
2.
No. TGL URAIAN TTD PEMBIMBING

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Anda mungkin juga menyukai