Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Tinea Kapitis

Disusun Oleh:
Nara Dikna Aditya
1522316076

Pembimbing:
dr. Erna Harijati,Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Tinea kapitis merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak usia 3-7 tahun.
Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan kandungan asam lemak dalam sebum pada
saat menjelang pubertas. Sebum pada masa sesudah pubertas mengandung asam lemak yang
bersifat jamurstatik. Jamur yang umumnya menjadi penyebab timbulnya tinea kapitis (scalp
ringworm) bervariasi pada sebagai tempat di dunia. Prevalensi yang dilaporkan di Eropa adalah
sekitar 1,5%. Patogen penyebab hanya berasal dari tiga genus: Trichophyton, Epidermophyton,
dan Microsporum. Di Inggris kasus terbanyak tinea kapitis disebabkan oleh infeksi M. canis,
yang biasanya di dapatkan dari kucing. Di AS organisme penyebabnya biasanya adalah
Trichophyton tonsurans, sedangkan di daratan India penyebab tersering adalah Trichophyton
violaceum. Di Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan terjadi pada anak usia sekolah.
92,5% dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10 tahun.
Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun secara dramatis dari
14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2% dalam 50 tahun terakhir karena
peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan pribadi. Angka insidensi dermatofitosis yang
tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari
prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 %
(Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis.
Trichophyton violaceum ditemukan pada anak-anak dari keluarga Asia di
Inggris.Terdapat perkembangan baru di Inggris dengan ditemukaannya kasus tinea kapitis yang
disebabkan oleh T. tonsurans. Satu atau lebih bercak tempat rontoknya rambut secara parsial
justru pada daerah kulit kepala yang normal. Meskipun ada variasi lokal yang besar dalam
epidemiologi TC di seluruh dunia, T. tonsurans saat ini adalah penyebab paling umum dari TC
dengan M. canis yang kedua. Meskipun ada sejumlah infeksi kulit kepala anthropophilic yang
muncul, M. canis tetap menjadi organisme penyebab utama di banyak negara di cekungan
Mediterania, pembawa dermatofita yang paling penting adalah kucing dan anjing liar serta anak
anjing peliharaan, anak kucing dan kelinci.

2
BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan
kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Tinea kapitis lebih banyak
terdapat pada anak-anak prapubertas (preadolescent).
3.2 Epidemiologi
Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur antara 3-7 tahun.
Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsuransmenjadi penyebab lebih
dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom.Di Amerika Serikat dan daerah lain di
dunia, insidensi tinea capitis meningkat. Di Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan
terjadi pada anak usia sekolah. 92,5% dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10 tahun.
Tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan, terutama pada anak-anak keturunan
Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara,
tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun secara dramatis dari 14% (rata-rata anak-anak
laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2% dalam 50 tahun terakhir karena peningkatan kondisi
sanitasi umum dan kebersihan pribadi. Angka insidensi dermatofitosis yang tercatat melalui
Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase
terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari
seluruh kasus dermatomikosis.
Angka kejadian tinea kapitis mungkin berbeda menurut jenis kelamin. Mikrosporum
audouini telah dilaporkan hingga 5 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan. Setelah pubertas, sebaliknya pada perempuan lebih banyak mungkin karena
perempuan memiliki eksposur yang lebih besar untuk anak yang terinfeksi dan mungkin karena
faktor hormonal. Pada infeksi oleh M canis rationya bervariasi, tetapi tingkat infeksi biasanya
lebih tinggi pada anak laki-laki. Infeksi Trichophyton pada anak perempuan dan laki-laki
mempunyai ratio yang sama, tetapi pada orang dewasa, wanita lebih sering terinfeksi daripada
pria. Tinea kapitis lebih banyak pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih

3
3.3 Etiologi
Patogen penyebab hanya berasal dari tiga genus: Trichophyton, Epidermophyton, dan
Microsporum. Di Amerika Serikat 90% dari kasus tinea capitis disebabkan oleh T.
tonsurans, dan pada beberapa kasus disebabkan oleh M. canis. Sebelumnya, sebagian besar
kasus disebabkan oleh M. Audouinii, M. gypseum, T. Mentagrophytes, dan T.rubrum. Di Eropa
Timur dan Eropa Selatan serta Afrika Utara kasus tinea kapitis sering disebabkan olehT.
Violaceum.
Kasus tinea kapitis di Indonesia dapat disebabkan oleh genus Microsporum ( M. Canis,
M. Gypseum), T. Tonsurans dan T. Violaceum. Gambaran klinis yang ditemukan juga akan
berbeda dan akan dijelaskan lebih lanjut.
Tabel 2.1 Etiologi berdasarkan transmisi penyakit

3.4 Klasifikasi dan Patogenesis Tinea Capitis

Dermatophytes adalah jamur keratinophilic yang termasuk ke dalam tiga genera:


Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Atas dasar preferensi tuan rumah dan habitat
alami, dermatofita diklasifikasikan sebagai antropofilik, zoofilik, dan geofilik.
1) Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama oleh
M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur rambut, penggunaan topi
dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan melalui hewan peliharaan ke anak, dan anak-
anak.
2) Lesi inflamasi; TC terutama disebabkan oleh spesies anthropophilic dan zoophilic seperti,
T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum , dan lain-lain. Spora masuk melalui celah di batang
rambut atau kulit kepala sehingga menyebabkan infeksi klinis. Trauma di kulit kepala juga

4
membantu inokulasi. Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum kulit kepala, yang
dapat diikuti oleh infeksi rambut. Menyebar ke folikel rambut lain kemudian terjadi infeksi
regresi dengan atau tanpa respon peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis
invasi rambut, imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi. Berdasarkan invasinya infeksi
jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Endothrix; jamur tumbuh sepenuhnya di dalam batang rambut, hifa diubah menjadi
arthroconidia (spora) di dalam rambut sementara permukaan kutikula rambut tetap
utuh, biasanya oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora yang
besar.

Gambar 2.1 Tinea Capitis Endothrix


b. Exothrix; invasi rambut berkembang mirip dengan endothrix namun hifa invasi
kutikula rambut dan tumbuh di sekitar bagian luar batang rambut. Arthroconidia
dapat berkembang baik di dalam maupun di luar batang rambut. Hifa yang panjang,
sejajar dengan sumbu panjang rambut, bertahan di dalam rambut. Biasanya
disebabkan oleh Microsporum spp. Favus ditandai dengan produksi hifa, yang sejajar
dengan sumbu panjang batang rambut. Ketika hyphae degenerasi, terdapat
terowongan panjang di dalam batang rambut.
Ectothrix anthropophilic infection berpotensi menyebar dengan cepat dibandingkan
endothrix dan infeksi favic.
3.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, tinea kapitis dapat dibagi menjadi:

5
1) Grey Patch Ringworm
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genusMicrosporum dan
sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul merah yang kecil
disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan
bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilau lagi. Rambut menjadi mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh
jamur sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey
patch yang mempunyai batas tegas. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat
fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas grey
patch tersebut. Tinea kapitis yang disebabkan oleh M. audouini biasanya disertai tanda
peradangan ringan, hanya sesekali saja dapat terbentuk kerion. Imunitas yang dimediasi sel
terhadap uji antigen kulit jamur biasanya negatif dan adenopati sering tidak ada.

2) Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai ”sarang lebah” dengan serbukan sel radang yang padat
disekitarnya. Demam, adenopati occipital, leukositosis, dan bahkan ruam morbiliform difus
dapat terjadi. Kebanyakan pasien memiliki tes kulit positif terhadap antigen jamur,
menunjukkan bahwa respon imun pasien dapat menyebabkan peradangan yang hebat.

Bila penyebabnya M.canis dan M.gypseumpembentukan kerion ini lebih sering


dilihat dibandingkan bila penyebabnyaT.tonsurans dan T. Violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap.

Gambar 2.2 Kerion

6
3) Black Dot Ringworm
Terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T. Violaceum. Pada permulaan
penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan
genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat di muara folikel dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam
folikel rambut ini memberikan gambaran yang khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang
patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu
dilakukan irisan kulit untuk mendapatbiakan jamur.

Gambar 2.3 Black Dot Ringworm


4) Tinea Kapitis Favosa atau Favus
Kelainan pada rambut yang juga disertai oleh tinea korporis. Penyakit ini biasanya
dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan
berkembang menjadi krusta berbentuk cawan dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta
diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan basah. Rambut kemudian tidak berkilau lagi
dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akhirnya akan mengakibatkan jaringan parut dan
alopesia. Perbedaannya dengan tinea korporis adalah pada tinea kapitis favosa tidak
sembuh pada usia akil balik dan dapat tercium bau tikus (mousy odor).
5) Reaksi dermatofit (id) mungkin menyertai terapi antijamur oral dan tidak mewakili infeksi
jamur yang luas. Secara klinis ditandai oleh erupsi pruritus, papular atau vesikuler yang
biasanya dimulai pada wajah dan kemudian menyebar ke batang. Ini adalah fenomena
reaktif yang mungkin hasil dari respon imun yang dimediasi sel terhadap dermatofita, yang

7
dipicu oleh perawatan antimycotic. Steroid topikal mungkin diperlukan untuk mengontrol
gejala, tetapi biasanya tidak diperlukan untuk menghentikan perawatan antijamur oral.
Reaksi Dermatophytid (id) juga dapat bermanifestasi sebagai erythema nodosum.
3.6 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan
terlihat spora di luar rambut(ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks).
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari
kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan.
Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan
potongan – potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium hydroxide
( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH
mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.
3.6.1 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium tinea kulit kepala dilakukan dengan terlebih dahulu memeriksa
skala dan rambut pada slide mikroskop dalam potassium hydroxide wet mount dan kemudian
membiakkan rambut dan skala kulit kepala. Pemeriksaan ringan Wood saat ini bernilai kecil
karena di negara-negara barat kebanyakan infeksi disebabkan oleh T. tonsurans, yang tidak
berfluoresensi.
Pengumpulan Spesimen
Spesimen harus dikumpulkan dalam jumlah yang cukup, dari tepi area yang terinfeksi,
yang sesuai dengan zona aktif lesi. Setiap spesimen harus dibuang secara hati-hati dengan pinset
dan lesi harus didesinfeksi dengan alkohol 70% sebelum pengambilan sampel, untuk
menghilangkan kontaminasi, seperti bakteri. Karena daya tarik elektrostatik, kotak plastik tidak
cocok, sehingga spesimen harus dikumpulkan dalam wadah kaca steril. Pengambilan sampel
kultur sikat gigi sebagian besar bernilai untuk lesi bersisik dan terdiri dari menggosok sikat gigi
yang disterilkan pada area lesi.
Untuk sampling area alopecic dengan rambut pendek, metode yang paling efektif adalah
menggosok area dengan kuat dengan kain kasa yang dibasahi dengan air. Setelah itu, setiap
rambut diangkat dari kasa dengan jarum atau forceps dan ditempatkan pada slide untuk persiapan

8
kalium hidroksida. Pembawa asimtomatik manusia atau hewan dapat dideteksi dengan
menggosok seluruh kulit kepala atau rambut dengan sepotong karpet steril, lap steril yang
dibasahi dengan air suling, atau sikat rambut. Sikat atau karpet persegi adalah metode yang
sangat berguna untuk kucing operator asimtomatik atau hewan peliharaan lainnya. Sikat atau
karpet persegi disisir melalui mantel, menjebak spora jamur dengan rambut dan puing-puing, dan
kemudian ditekan ke permukaan media kultur.
Evaluasi Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis langsung pada kerokan kulit dan rambut adalah metode paling
cepat untuk mencari etiologi jamur. Meskipun telah dilaporkan memiliki 5% -15% hasil negatif
palsu dalam praktek rutin, tergantung pada keterampilan pengamat dan pada kualitas sampling,
pemeriksaan mikroskopis sangat penting, karena untuk memulai pengobatan, sambil menunggu
hasil kultur. Akar rambut dan kerokan kulit dipasang dalam larutan kalium hidroksida 10% -20%
dengan atau tanpa dimetil sulfoksida (DMSO). Slide dipanaskan dan diperiksa secara
mikroskopis untuk hifa dan spora.

Gambar 2.4 Tinea Capitis Ektorik

Agen-agen lain seperti chloral-lactophenol Amann, melalui proses pembersihan tanpa


pemanasan. Congo red (a b-D-glucans stain) atau larutan putih 0.1% Calcofluor (pewarna
fluorochrome yang mengikat kitin) ditambahkan dalam reagen clearing agar visualisasi struktur
jamur dapat lebih terlihat, tetapi membutuhkan penggunaan mikroskop fluoresensi. Munculnya
rambut yang terinfeksi tergantung pada spesies dermatofit menyerang . Hyphae harus dibedakan
dari serat kapas atau kain sintetis dan dari 'mosaik' yang merupakan jaringan puing termasuk
kristal kolesterol di sekitar sel epidermis.

9
Kultur
Potongan rambut yang telah diambil dan kerokan kulit ditempatkan langsung pada media
kultur. Metode kultur menguas dengan lembut menggosok sikat gigi yang disterilkan
sebelumnya dengan gerakan melingkar di atas area-area di mana ada skala, atau di atas tepi
tambalan alopecia. Serat kuas kemudian ditekan ke media kultur dan sikat dibuang. Kain kapas
menghasilkan hasil yang serupa. Budaya berubah positif ketika menggunakan teknik
pengumpulan ini.
Dua media yang paling umum adalah agar Sabouraud dan agar-agar mikobakteri yang
mengandung kloramfenikol dan sikloheksimida untuk menekan pertumbuhan kontaminasi
saprofitik bakteri. Dermatophyte test medium (DTM) mirip dengan Mycobiotic agar tetapi
mengandung indikator warna yang berubah dari kuning ke merah di hadapan jamur dermatofita.
Kultur biasanya diinkubasi pada 20–30 ° C selama 3-4 minggu (atau hingga 6 minggu jika T.
verrucosum, T. violaceum atau T. soudanense dicurigai) dan secara makroskopis disaring
setidaknya dua kali seminggu untuk tanda-tanda pertumbuhan jamur. Budaya biasanya
menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan dalam 7-10 hari. Identifikasi jamur didasarkan pada
makroskopik (karakteristik pertumbuhan, pembentukan pigmen) serta morfologi mikroskopis
(pembentukan makrokonidia dan mikrokonidia atau elemen khas lainnya). Selain itu, dalam
kasus isolat atipikal, beberapa tes biokimia atau fisiologis dapat dilakukan seperti pencarian
untuk aktivitas urease atau tes perforasi rambut in vitro.

Gambar 2.5 T. Violaceum menunjukkan aspek karakteristik yang tinggi


Banyak metode untuk diferensiasi asam berbasis nukleat cepat spesies dermatofit juga
telah dijelaskan dalam beberapa tahun terakhir tetapi tidak secara rutin dilakukan dalam praktek
klinis.

10
Evaluasi Lampu Wood
Utilitas pemeriksaan sinar ultraviolet wood tergantung pada apakah dermatofita itu
ectothrix atau endothrix. Ketika dermatofit ektotriks seperti M. canis, M. audouinii dan M.
distortum diperiksa di bawah lampu Wood, rambut menunjukkan fluoresensi kuning-hijau yang
cerah. Dengan demikian, pemeriksaan ringan Wood dapat menjadi bantuan diagnostik yang
berguna untuk survei skrining sekolah dalam kasus-kasus anthropohilic ekthotriks. Di sisi lain,
dermatofit endothrix seperti T. tonsurans dan T. violaceum tidak berpendar sama sekali dan
penggunaan cahaya Wood untuk skrining dan pemantauan infeksi TC terbatas. Infeksi rambut
oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di
dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi
pada manusia tidak berfluoresensi.
3.7 Tata Laksana
Terapi antijamur sistemik diperlukan karena dermatofita berada di akar folikel rambut dan
dengan demikian tidak dapat diterapi hanya dengan perawatan topikal. Namun, penambahan
pengobatan topikal tambahan tidak menurunkan transmisibilitas. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pilihan antara terapi yang sama-sama efektif termasuk keamanan, kepatuhan,
ketersediaan formulasi cairan dan biaya.
Sejak 1950 microsize atau ultramicrosize griseofulvin adalah pilihan obat yang diberikan
dalam terapi tinea kapitis. Obat ini baik terhadap dermatofita dan memiliki profil keamanan
jangka panjang, namun kerugian obat ini adalah lamanya pengobatan yaitu 4 sampai 12 minggu
atau lebih, yang dapat mengurangi kepatuhan pasien. Terdapat pilihan obat lain yang lebih ba1ru
seperti itraconazole, ketokonazole, fluconazole, dan terbinafine, memiliki tingkat efikasi dan
efek samping potensial yang serupa dengan griseofulvin pada anak-anak dengan TC yang
disebabkan oleh spesies Trichophyton, sementara membutuhkan durasi perawatan yang lebih
singkat. Mereka mungkin, bagaimanapun, menjadi lebih mahal. 20 Akibatnya, keputusan
pengobatan antara griseofulvin dan agen antijamur yang lebih baru untuk anak-anak dengan
Trichophyton spp. tinea capitis dapat didasarkan, untuk pasien individu, pada keseimbangan
antara durasi pengobatan / kepatuhan dan pertimbangan ekonomi. Namun terbinafin lebih
disukai digunakan untuk mengobati T. tonsurans tinea capitis pada anak-anak, tetapi tidak cukup
efektif dalam pengobatan M. canis tinea capitis. Di sisi lain, flukonazol lebih efektif dalam

11
pengobatan M. canis dibandingkan dengan terbinafine, namun terbinafine secara oral tidak
disarankan untuk pasien pediatri.
Sebaliknya, griseofulvin masih merupakan pengobatan pilihan untuk kasus-kasus yang
disebabkan oleh spesies Microsporum. Khasiatnya lebih unggul dari terbinafine, dan meskipun
kemanjuran dan durasi pengobatannya cocok dengan flukonazolat dan itraconazole, griseofulvin
lebih murah. Saat ini griseofulvin yang tidak tersedia di negara-negara tertentu seperti Belgia,
Yunani, Portugal, dan Turki.

Hasil kultur yang tertunda, pilihan pengobatan awal harus didasarkan pada riwayat pasien
(misalnya, asal etnis, kontak dengan hewan, praktek beberapa olahraga tertentu), presentasi
klinis (misalnya, pola dot hitam tinea capitis umumnya disebabkan oleh tonsurans), mikroskopi
langsung (endothrix atau ectothrix hair invasion) dan kepatuhan / biaya.
Griseofulvin
Griseofulvin bersifat fungistatik dan menghambat mitosis dermatofit dengan berinteraksi
dengan mikrotubulus dan mengganggu spindel mitosis; oleh karena itu bekerja paling baik pada
dermatophytes yang tumbuh secara aktif. Ini bersifat fungistatik terhadap Trichophyton,
Microsporum dan Epidermophyton. Ini tidak aktif terhadap ragi (termasuk Malassezia), jamur
dimorfik yang menyebabkan infeksi dalam, Cryptococcus atau jamur yang menyebabkan
chromomycosis.
Griseofulvin telah tersedia selama lebih dari 40 tahun dan telah terbukti aman. Dua jenis
persiapan tersedia: microsize dan ultramicrosize, baik dalam bentuk tablet atau dalam suspensi
oral. Dosis pediatrik yang berwenang untuk mengobati TC adalah 15–25 mg / kg / hari
menggunakan formulasi miksi. Ketika formulasi ultramicrosize digunakan dosis 10-15 mg
dianjurkan karena lebih baik diserap daripada bentuk microzise. Griseofulvin menghasilkan
tingkat darah yang berkelanjutan sehingga harus diberikan dalam dosis tunggal atau terbagi
setiap hari. Penyerapan bervariasi tiap orang: masing-masing pasien mencapai tingkat obat yang
secara konsisten tinggi atau rendah. Mengambil obat dengan makanan berlemak (misalnya,
yoghurt krim, cokelat, atau susu utuh) dapat meningkatkan penyerapan.
Durasi terapi yang direkomendasikan untuk TC adalah 6–12 minggu atau sampai pasien
tes negatif untuk jamur (mikroskop dan kultur cahaya). Lama waktu pengobatan yang diperlukan
dengan griseofulvin adalah kerugian yang signifikan dan mengarah pada ketidakpatuhan. Seperti
halnya dengan semua antijamur sistemik, durasi pengobatan yang lebih lama dan dosis

12
griseofulvin yang lebih tinggi diperlukan untuk ektotriks (misalnya, M. canis) daripada infeksi
endothrix (mis., Trichophyton spp.). Tingkat penyembuhan dan efikasi mikologi umumnya
tinggi, berada di kisaran 80% –96% .Kegagalan pengobatan dapat diamati karena kepatuhan
yang buruk, resistensi jamur, interaksi obat, atau efek samping.
Griseofulvin adalah obat yang aman. Sakit kepala dan gangguan gastrointestinal
merupakan efek samping yang paling umum terjadi. Dosis dapat diturunkan untuk sementara
untuk melihat apakah gejala sudah jelas, tetapi kadang-kadang obat harus dihentikan. Reaksi
alergi berat, toksisitas hati dan leukopenia jarang terjadi; Oleh karena itu, pemeriksaan darah
rutin tidak diperlukan kecuali pengobatan akan berlangsung selama berbulan-bulan atau dosisnya
sangat tinggi.

Obat tersebut memiliki kontraindikasi terhadap anak-anak dengan porfiria, lupus


eritematosus, atau penyakit hati berat. Interaksi obat dapat terjadi dengan warfarin, phenobarbital
dan cyclosporine karena griseofulvin adalah penginduksi poten enzim mikrosomal sitokrom P-
450. Kerugian utama griseofulvin adalah lamanya pengobatan.

Tabel 2.2 Regimen Dosis Pediatri dalam Tatalaksana Tinea Kapitis

13
Terbinafine

Terbinafine termasuk golongan obat golongan allyamine, generasi baru agen antijamur.
Ini adalah fungisida untuk dermatofit karena menghambat squalene epoxidase, enzim yang
terikat membran dalam jalur biosintesis sintesis sterol membran sel jamur. Terbinafine diserap
dengan baik dan berikatan kuat dan tidak spesifik dengan protein plasma.

Karakteristik penyerapan tidak berubah ketika terbinafine diambil dengan makanan.


Clearance pada anak-anak sebesar 40% lebih tinggi daripada pada orang dewasa. Karena
terbinafine sangat lipofilik dan keratofilik, yang didistribusikan di seluruh jaringan adiposa,
dermis, epidermis, kuku, dan rambut dan bertahan dalam jaringan ini selama berminggu-minggu.
Ketahanan obat dalam plasma menjadi perhatian ketika efek samping dialami. Terbinafine
dikirim ke stratum korneum melalui sebum dan, menuju lapisan yang lebih dalam, melalui
penggabungan ke dalam keratinosit basal dan difusi melalui dermis-epidermis. Terbinafine tidak
ditemukan dalam keringat eccrine. Obat ini bekerja pada kulit pada konsentrasi di atas Mean
Inhibitory Concentration (MIC) untuk sebagian besar dermatofita selama 2 sampai 3 minggu
setelah penghentian terapi oral jangka panjang. Setelah 6 dan 12 minggu terapi oral, terbinafine
telah ditemukan pada permukaan kuku selama 30 dan 36 minggu, masing-masing, pada
konsentrasi jauh di atas MIC untuk sebagian besar dermatofita. Terbinafine dimetabolisme di
hati, dan penyesuaian dosis mungkin diperlukan pada pasien dengan disfungsi hati atau ginjal.

Terbinafine tersedia dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis tunggal anak standar adalah 62,5
mg (10-20 kg); 125 mg (20–40 kg) dan 250 mg (≥40 kg). Beberapa menyarankan dosis menurut
berat badan yaitu 4 sampai 5mg/kgBB/hari sebagai pilihan alternatif. Konsentrasi terbinafine di
rambut dapat menunjukkan konsentrasi fungisidal selama beberapa minggu setelah pengobatan
telah selesai. Durasi pengobatan umumnya 4 minggu, meskipun durasi yang lebih pendek (2
minggu), telah terbukti efektif pada penelitian.
Dosis yang lebih tinggi (10–25 kg: 125 mg / hari;> 25 kg: 250 mg / hari atau 12,5 mg / kg
/ hari) atau durasi pengobatan yang lebih lama (8–12 minggu) mungkin diperlukan untuk infeksi
M. canis. Efek samping terbinafine jarang terjadi dan termasuk gejala gastrointestinal, ruam dan
sakit kepala. Abnormalitas enzim hati dan reaksi obat kadang-kadang terlihat. Konsentrasi
plasma dikurangi oleh rifampicin dan meningkat cimetidine.

14
Itraconazole
Itraconazole adalah agen antijamur triazole terhadap Trichophyton dan Microsporum spp.
Ini menunjukkan aktivitas fungistatik dan fungisida tergantung pada konsentrasinya dalam
jaringan, meskipun modus utama tindakannya adalah fungistatik dengan menghambat enzim
tergantung-sitokrom P-450, menghalangi sintesis ergosterol, komponen utama membran sel
jamur. Itraconazole bersifat lipofilik dan memiliki afinitas tinggi untuk jaringan keratinisasi.
Itraconazol melekat ke sitoplasma lipofilik keratinosit di lempeng kuku, yang memungkinkan
penumpukan progresif dan ketekunan di lempeng kuku. Obat ini mencapai tingkat tinggi pada
kuku yang bertahan setidaknya 6 bulan setelah penghentian terapi 3 bulan dan selama siklus
berdenyut. Konsentrasi dalam stratum korneum tetap terdeteksi selama 4 minggu setelah terapi.
Kadar itraconazole dalam sebum adalah 5 kali lebih tinggi daripada yang ada dalam
plasma dan tetap tinggi selama 1 minggu setelah terapi. Fakta ini menunjukkan bahwa sekresi
dalam sebum dapat menyebabkan tingginya konsentrasi yang ditemukan pada kulit. Obat ini
memiliki afinitas untuk enzim sitokrom P-450, serta untuk enzim P-450 tergantung jamur, dan
dengan demikian memiliki potensi interaksi yang penting secara klinis dengan astemizol,
rifampicin, kontrasepsi oral, antagonis reseptor H2, warfarin dan siklosporin.
Itraconazol tersedia dalam kapsul atau larutan oral. Formulasi kapsul itrakonazol harus
dicerna dengan makanan sedangkan larutan oral harus diambil dalam keadaan puasa untuk
mencapai bioavailabilitas optimal. Tanggapan terhadap terapi tampaknya tidak bergantung pada
formulasi yang diberikan (kapsul versus suspensi).
Dosis pediatrik yang dianjurkan adalah 5 mg / kg / hari diberikan secara terus menerus
atau dengan mengulang pulsing. Di mana solusi oral digunakan, dosis dikurangi menjadi 3 mg /
kg / hari.
Menggunakan pulse regimen, durasi pengobatan untuk Trichophyton spp dan
Microsporum spp. tinea capitis adalah 2 dan 6 minggu dengan tingkat penyembuhan masing-
masing 85,7% dan 88%. Harus dicatat bahwa rejimen itrakonazol 6 minggu memiliki efektifitas
yang sebanding dengan griseofulvin, dalam kasus Microsporum-TC. Dalam pulse regimen (satu
pulse 5 mg / kg / hari selama 1 minggu dengan 2 minggu di antara dua pulse pertama dan 3
minggu antara kedua dan ketiga), jumlah pulse yang diperlukan untuk pengobatan sebagian
bergantung pada tingkat keparahan dari TC. Dengan cara ini kemungkinan jumlah pulse yang
diberikan sesuai dengan respon klinis tiap individu.

15
Efek samping itraconazole termasuk sakit kepala, keluhan gastrointestinal, ruam dan
kadang-kadang kelainan enzim hati. Yang kurang umum adalah edema perifer terutama ketika
diambil dengan calcium channel blocker. Itraconazole dapat meningkatkan konsentrasi plasma
siklosporin, benzodiazepin tertentu (midazolam, triazolam, alprazolam, dan estazolam), digoxin,
dan cisapride. Penggunaan bersamaan antagonis reseptor-H 2, fenitoin, isoniazid, dan rifampin
dapat mengurangi konsentrasi plasma itrakonazol. Penggunaannya sangat tidak dianjurkan untuk
pasien dengan peningkatan enzim hati atau abnormal, penyakit hati aktif atau yang pernah
mengalami toksisitas hati dengan obat antijamur antijamur lainnya. Ini merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan bukti disfungsi ventrikel seperti gagal jantung kongestif.
Flukonazol
Flukonazol merupakan triazol fungistatik, mencegah konversi lanosterol menjadi
ergosterol, komponen penting dari membran sitoplasma jamur. Hal ini dibedakan dari azoles
lainnya dengan kelarutan airnya yang menghasilkan bioavailabilitas yang sangat baik pada jalur
peroral. Karena flukonazol sangat larut dalam air, flukonazol ditransmisikan ke kulit melalui
keringat. Flukonazol mencapai konsentrasi tinggi di epidermis dan kuku dan bertahan hingga 3
bulan.
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet atau suspensi oral. Dosis 5–6 mg / kg / hari selama
4–6 minggu dapat secara efektif mengobati TC.22 Dosis 8 mg / kg dosis sekali seminggu selama
8–12 minggu adalah rejimen alternatif. Penelitian menunjukkan bahwa sehubungan dengan
spesies Trichophyton TC, regimen flukonazol 2–4 minggu memiliki tingkat kesembuhan yang
sama dengan rejimen griseofulvin.20 selama 6 minggu. Dua penelitian yang melibatkan 140
anak-anak terbukti memiliki tingkat kesembuhan yang sama dari 2–4 minggu flukonazol bila
dibandingkan dengan 6 minggu griseofulvin (RR 0,92; 95% CI 0,80 hingga 1,05). Efek samping
flukonazol mirip dengan derivat azole lainnya. Toksisitas hematologik dan hepatik kadang-
kadang dapat terjadi. Interaksi obat: terfenadine, cisapride (risiko aritmia jantung yang serius.
Kontraindikasi: penyakit hati yang parah. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang sensitif
terhadap azoles lainnya.
Agen topikal
Terapi topikal ajuvan seperti Selenium sulfida, zinc pyrithione, povidoneiodide atau
ketoconazole shampoo serta krim fungisida atau lotion telah terbukti membunuh spora yang
bertanggung jawab untuk penularan penyakit dan reinfeksi dan dapat mempersingkat tingkat

16
penyembuhan dengan antijamur oral. Larutan terbinafin 0,01% benar-benar membunuh
arthroconidia dari lima spesies Trichophyton setelah waktu paparan 15–30 menit.
Krim / lotion fungisidal topikal harus diterapkan pada lesi sekali sehari selama seminggu.
Shampo harus dipakai pada kulit kepala dan rambut selama 5 menit dua kali seminggu selama 2-
4 minggu atau tiga kali seminggu sampai pasien secara klinis dan mikologis sembuh. Para
penulis merekomendasikan yang terakhir dalam hubungannya dengan satu minggu fungisida
topikal aplikasi krim atau lotion.

Steroid / antibiotik / antihistamin


Data saat ini menunjukkan bahwa penggunaan steroid untuk Kerion Celsi dapat
mengurangi scaling dan gatal tetapi tidak mengurangi clearance dibandingkan dengan
griseofulvin saja. Prednisolon dapat digunakan sebagai pengobatan oral pada 1 mg / kg per hari
selama 7 hari meskipun ini tidak direkomendasikan sebagai bagian dari perawatan rutin untuk
kerion. Tidak ada penelitian yang mendukung penggunaan rutin antibiotik pada pasien dengan
kerion karena kerion Celsi jarang terkena infeksi bakteri sekunder. Insisi atau eksisi nodul kerion
tidak dianjurkan. Pada pasien dengan pruritus, antihistamin sistemik dapat mengurangi
ketidaknyamanan dan dapat mencegah distribusi spora melalui goresan jari.

Follow-Up
Pemeriksaan klinis dan mikologi pada anak-anak yang terkena harus dilakukan secara
berkala (2-4 minggu). Perawatan dapat dihentikan setelah biakan menjadi negatif atau ketika
pertumbuhan kembali rambut secara klinis terbukti: akibatnya durasi pengobatan dapat bersifat
individual sesuai dengan respon. Penyebab kegagalan pengobatan yaitu penyerapan obat yang
kurang optimal, ketidakpekaan relatif terhadap organisme, infeksi ulang dan kurangnya
kepatuhan dengan pengobatan jangka panjang. Jika pada akhir periode pengobatan standar jamur
masih dapat diisolasi dari kulit lesi, tetapi tanda-tanda klinis telah membaik, rekomendasinya
adalah melanjutkan rejimen sebelumnya selama satu bulan lagi. Jika tidak ada perbaikan klinis,
rejimen yang asli dapat diperpanjang lagi untuk bulan berikutnya meskipun dapat beralih ke
antijamur alternatif. Pemantauan berkala enzim hati dan hitung darah lengkap dianjurkan pada
anak-anak selama terapi yang lama dengan itraconazole atau terbinafine (> 4 dan 6 minggu,

17
masing-masing). Selain itu fungsi ginjal harus dipantau ketika anak menerima perawatan
berkepanjangan dengan griseofulvin atau flukonazol.
3.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi telah dikutip dalam teks tetapi kita juga harus mempertimbangkan
kemungkinan jaringan parut, alopecia cicatricial, superinfeksi oleh bakteri (impetigo) dan
perubahan warna kulit.

3.9 Prognosis

Prognosis dari Tinea Kapitis baik jika:

1. Faktor predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan


2. Sumber penularan dapat dihindarkan
3. Pengobatan teratur dan tuntas

18
KESIMPULAN

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Patogen penyebab hanya berasal dari tiga genus: Trichophyton, Epidermophyton,
dan Microsporum. Kasus tinea kapitis di Indonesia dapat disebabkan oleh
genus Microsporum (M. Canis, M. Gypseum), T. Tonsurans dan T. Violaceum.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan
terlihat spora di luar rambut(ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Diagnosis laboratorium
dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut
ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan
forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan potongan – potongan yang halus
dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium hydroxide
( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH
mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.
Secara keseluruhan, griseofulvin dianggap aman pada anak-anak. Terbinafine, bila
dibandingkan dengan griseofulvin, menghasilkan hasil yang baik dalam waktu yang lebih singkat
dari perawatan, membuat kepatuhan partisipan kurang dari masalah. Satu kelemahan potensial,
bagaimanapun, adalah bahwa terbinafine hanya tersedia dalam bentuk tablet. Sementara tablet
mungkin disukai oleh beberapa anak (usia lima tahun dan lebih tua, mungkin), mereka mungkin
tidak memungkinkan untuk individu dosis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. McMillan, Julia A et al. 2006. Ozki’s Pediatrics Principle and Practice of Pediatrics.

Philadelpia; Lippincott Williams & Wilkins. p1300-1302

2. Friedlander S.F. et al. 2002. Terbinafine in the Treatment of TrichophytonTinea Capitis.

Pediatrics Vol 109 No. 4 page 602.

3. Fleece, D. 2004. Griseofulvin Versus Terbinafine in the Treatment of Tinea Capitis: A

Meta-analysis of Randomized Clinical Trials.

4. Ilkit M, Demirhindi H. 2008. Asymptomatic dermatophyte scalp carriage: laboratory

diagnosis, epidemiology and management. Mycopathologia. ;165:61–71.

5. 4. Razzaq Adel AA, Sultan AO, Basmiah AM, Aftab A, Nabel N. 2007 Prevalence of

tinea capitis in southern Kuwait. Mycoses;p:317–320.

6. Gonzalez U, Seaton T, Bergus G, Jacobson J, Martinez-Monzon C. 2007. Systemic

antifungal therapy for tinea capitis in children. Cochrane: Database Sys Rev.

7. Elewski BE, Cáceres HW, DeLeon L, et al. 2008. Terbinafine hydrochloride oral

granules versus griseofulvin suspension in children with tinea capitis: results of two

randomized, investigator-blinded, multicenter, international, controlled trials. J Am Acad

Dermatol. ;p:41–54.

20

Anda mungkin juga menyukai