Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN An.

“A”

DENGAN COLESTASIS DI BANGSAL MELATI 4 RSUP Dr. SARDJITO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Wiwi Kustio Priliana, A.Kep.,S.Pd.,MPH

Disusun Oleh :

Tanti Asriza / 2820173087

3B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan pada pasien An. A dengan Colestasis di Bangsal Melati 4


RSUP Dr. Sardjito. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik
Keperawatan Anak Semester V, pada:

Hari : Senin - Sabtu

Tanggal : 21 Oktober 2019 – 26 Oktober 2019

Tempat : Bangsal Melati 4

Praktikan

(Tanti Asriza)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

( ) (Wiwi Kustio Priliana, A.Kep.,S.Pd.,MPH)


BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Colestasis adalah hambatan aliran empedu yang menyebabkan
retensi berbagai substansi yang seharusnya dieksresikan dalam kandung
empedu dengan bilirubin direk >1 mg/dl bila bilirubin total <5 mg/dl atau
bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5 mg/dl
(Prasetyo, 2016).
Kolestasis adalah gangguan pembentukan empedu. Hal ini
mengakibatkan retensi asam empedu dan bahan-bahan lainnya dalam
saluran bilier yang bersifat racun yang mengakibatkan kerusakan sel hati
dan mengganggu pembentukan empedu lebih lanjut serta apoptosis
hepatoseluler (Olivia, 2015).
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran
empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada
hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati
(Nazer, 2010).

B. Etiologi
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis, yaitu:
1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang
terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary
cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing
primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi
cholestasis.
2. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu,
cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor
pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis
sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling
umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin
juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat
memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati.

(Richard, 2009)

C. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2009), gambaran klinis pada kolestasis pada umunya
disebabkan karena keadaan-keadaan :
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
a. Tinja akolis/ hipokolis
b. Urobilinogen/ sterkobilinogen dalam tinja menurun/ negatif
c. Urobilin dalam air seni negatif
d. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
e. Steatore
f. Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
a. Ikterus
b. Gatal-gatal
c. Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
a. Anatomi
1) Akumulasi pigmen
2) Reaksi peradangan dan nekrosis
b. Fungsional
1) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil
transpeptidase meningkat)
2) Transaminase serum meningkat (ringan)/ gangguan ekskresi
sulfobromoftalein
3) Asam empedu dalam serum meningkat

D. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau
kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit.
Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol
dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel
epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah
portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.
15 Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa
bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan
detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu.
Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang
larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang
mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan
dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan
bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh
transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang
terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Arief, 2010).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo, (2009) :
1. Rontgen abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung
empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20%. Tetapi bukan
merupakan pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram/ kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka
semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledukus,
duktus sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka
komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis
bilier, resiko sepsis dan syok septik.
3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam saluran
tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur
bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal
untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk
membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan
juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada 21
pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini
berisiko terjadinya tanda-tanda infeksi.
4. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena.
Kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan
kedalam sinar bilier. Membutuhkan waktu panjang lebih lama untuk
mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu
ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi
pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan
aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya
keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan
pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:

1. Tindakan medis
a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin,
ursodioxy cholic acid (UDCA).
b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium
chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan
saluran empedu yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy
procedure) diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati,
dengan menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk
menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk
mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan
untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur
90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana
definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat
memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju
kerusakan hati.
3. Terapi suportif
a. Asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis
b. Kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan
mengandung lemak rantai sedang (Medium chain trigliseride-
MCT), misalnya panenteral, progrestimil
c. Vitamin yang larut dalam lemak
1) A : 5000-25.000 IU
2) D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari
3) E : 25-200 IU/kk/hari
4) K1 : 2,5-5 mg : 2-7 x/ minggu
d. Mineral dan trace element : Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe
e. Terapi komplikasi lain: misalnya hiperlipidemia/xantelasma:
Obat HMG-coA reductase inhibitor contohnya kolestipol,
simvastatin
f. Pruritus :
1) Atihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hati, hidroksisin
2-5 mg/kg/hati
2) Rifampisin : 10 mg/kg/hari
3) Kolestiramin : 0,25-0,5g/kg/hari
(Nazer, 2010)

G. Pengkajian
1. Anamnesa
Riwayat kehamilan dan kelahiran: infeksi ibu pada saat hamil atau
melahirkan, berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin
(kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya < 3000 g dan
pertumbuhan janin terganggu). Riwayat keluarga : riwayat kuning,
tumor hati, hepatitis B, hepatitis C, hemokro-matosis, perkawinan
antar keluarga. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll)
paparan terhadap toksin/obat-obat.
2. Data Subyektif dan Obyektif
a. Bagaimana nafsu makan klien
b. Berapa kali makan dalam sehari
c. Banyaknya makan dalam satu kali makan
d. Apakah ada mual muntah
e. Bagaimana pola eliminasinya
f. Apakah ada anoreksia
g. Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar
h. Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)
i. Bagaimanakah warna fesesnya
j. Bagaimanakah warna urinnya
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada
bayi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bayi
berwarna kuning dan ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi.
c. Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka
kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/ metabolik.\
4. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode
head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-
tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas, dan
genita-urinaria.
a. Pemeriksaan fisik abdomen antaralain:
1) Inspeksi
- Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau
kaki
- Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
- Mata cekung dan pucat
- Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
- Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-
gatal atau tidak
2) Auskultasi
- Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3
serta S4
- Dengarkan bunyi peristaltik usus
- Dengarkan bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
3) Perkusi
- Perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
- Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
4) Palpasi
- Hati: bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
- limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
- tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai
b. Pertumbuhan (berat badan, lingkar kepala)
c. Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edema
d. Mata : ikterik
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Diare berhubungan dengan kontaminasi ditandai dengan klien
dikeluhkan BAB encer, BAB lebih dari 6-8 kali sehari.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologi ditandai dengan klien tampak kurus, nafsu makan
menurun, klien dikeluhkan muntah.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
ditandai dengan kulit klien tampak kuning, terdapat bekas garukan, kulit
klien tampak bersisik.
4. Risiko keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan nutrisi
tidak adekuat.

I. Intervensi
1. Diare berhubungan dengan kontaminasi ditandai dengan klien
dikeluhkan BAB encer, BAB lebih dari 6-8 kali sehari.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
diare teratasi dengan kriteria hasil :
Bowel Management
a. Frekuensi BAB normal (1x1/hari)
b. Melporkan tidak ada diare
c. HR teraba dan da;am batas normal (100-120x/menit)
d. Turgor kulit elastis<2 detik
e. Tidak terjadi confusi
Gastrointestinal Function
Klien dapat mentoleransi makanan dan minuman
Intervensi:
Manajemen Diare
a. Monitor untuk tanda dan gejala diare
Rasional: Untuk mengetahui intervensi yang sesuai
b. Monitor turgor kulit
Rasional: Turgor kulit yang tidak bagus menandakan terjadi
dehidrasi akibat diare
c. Pantau frekuensi BAB
Rasional: Frekuensi BAB yang berlebihan >3kali menandakan
terjadinya diare
Skin Surveilance
d. Monitor kulit pada bagian peri anal untuk terjadinya kemerahan
Rasional: Kulit yang lembab akibat adanya akumulasi
kotoran dapat mengakibatkan terjadinya kemerahan pada kulit
e. Pertahankan kondisi bagian anogenital tetap kering
Rasional: Keadaan kering mencegah terjadinya kemerahan pada
kulit
Elektrolit Management
f. Monitor tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit
Rasional: Untuk mengetahui intervensi yang sesuai
g. Monitoring dan pertahankan keseimbangan intake dan output
Rasional: Agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan cairan dan
elektrolit
h. Kolaborasi pemberian cairan rehidrasi melalui oral, NGT atau
intravena sesuai indikasi
Rasional: Membantu menggantikan jumlah elektrolit yang
telah hilang atau sedang hilang
Management Nutrisi
i. Dorong input nutrisi pada klien sesuai dengan kondisi klien
Rasional: Input nutrisi yang sesuai untuk meningkatkan status
nutrisi klien yang menurun akibat diare dan muntah
j. Dorong peningkatan intake protein yang sesuai
Rasional: Protein berfungsi untuk memperbaiki sel-sel yang
rusak dan meningkatkan sistem imun.
k. Monitoring Berat badan klien
Rasional: Untuk mengetahui status nutrisi klien dan efektifitas
terapi yang diberikan
l. Kolaborasi kepada ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang dibutuhkan terhadap perbaikan nutrisi klien.
Rasional: Kolaborasi dan pemberian nutrisi yang sesuai untuk
memperbaiki status nutrisi akibat muntah dan diare
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologi ditandai dengan klien tampak kurus, nafsu makan
menurun, klien dikeluhkan muntah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
Status nutrisi
a. Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = no deviation from normal range)
b. Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = no deviation
from normal range)
Status nutrisi : masukan nutrisi
a. Masukan kalori dalam batas normal (skala 5 = totally adekuat)
b. Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak,
karbohidrat, serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5 =
totally adekuat)
Status nutrisi : hitung biokimia
a. Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5 = no
deviation from normal range)
Intervensi :
Nutrition therapy
a. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori
tiap hari dengan tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai
kebutuhan.
c. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi
klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai
dengan prosedur.
d. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu
makan
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
a. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai
kebutuhan.
b. Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.
Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh bila asupan
oral tidak memenuhi kebutuhan.
Penanganan berat badan
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat
mengetahui kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian klien
disesuaikan dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
c. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan
elektrolit.
Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan
status nutrisi baik.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
ditandai dengan kulit klien tampak kuning, terdapat bekas garukan, kulit
klien tampak bersisik.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam
diharapkan kerusakan integritas kulit klien berkurang bahkan hilang
dengan outcome :
Respon alergi local
a. tidak ada kemerahan di kulit
b. tidak ada rasa gatal di kulit
c. tidak ada ruam di kulit
Integritas kulit
a. tidak ada lesi di kulit
b. tidak ada pengelupasan kulit
Intervensi
Skin surveillance
a. Inspeksi kulit klien untuk melihat adanya kemerahan dan lesi.
Rasional : Inspeksi merupakan pengkajian awal mengenai tingkat
kerusakan integritas kulit pada klien.
b. Monitor kulit klien terhadap kekeringan dan kelembaban yang
berlebihan.
Rasional : Kekeringan dan kelembaban berlebihan dapat
memperberat gejala pruritus klien.
c. Monitor adanya lesiserosi kulit lebih lanjut.
Rasional : Membantu melihat perkembangan integritas kulit klien,
adanya erosi dan lesi lanjut menunjukkan gejala yang lebih berat.
Perawatan kulit
a. Hindari penggunaan bed tekstur kasar.
Rasional : Mengurangi terjadinya gesekan yang memperberat
pruritus klien.
b. Anjurkan klien mandi dengan sabun antiseptic, bukan sabun biasa.
Rasional : Sabun biasa mengandung deterjen yang dapat menjadi
faktor pencetus alergi lebih lanjut.
c. Jaga tempat tidur agar tetap bersih, kering, dan bebas lipatan.
Rasional : Mengurangi terjadi gesekan kulit dan bed yang dapat
memperberat rasa gatal.
d. Sarankan pasien menggunakan pakaian yang tidak terlalu ketat dan
menyerap kering.
Rasional : Pakaian ketat dapat menimbulkan gesekan sedangkan
pakaian menyerap keringat dapat menurunkan risiko meningkatnya
kelembaban kulit yang dapat memperberat pruritus.
e. Kolaborasi : Kortikosteroid topical,antihistamin oral.
Rasional : Membantu menagatasi pruritus klien.
Managemen nutrisi
a. Kaji adanya alergi makanan tertentu pada klien.
Rasional ; Mencegah pemberian nutrisi yang memperberat gejala.
b. Berikan diet makanan sesuai kebutuhan klien; Tinggi Kalori Rendah
Protein
Rasional : Tinggi kalori membantu memenuhi kebutuhan kalori
klien sedangkan rendah protein membantu menurunkan respon
alergi, jika pruritus disebabkan alergi.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya

Olivia, Femi. 2015. Jangan Sepelekan Radang Empedu. Jakarta: PT Gramedia

Prasetyo, Dwi. 2016. “Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Kolestasis


Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi”. Jurnal Kesehatan Anak, 1
(48): 46

Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, FKUI

Nazer, Hisham. 2010. “Cholestasis”. (http://emedicine.medscape.com/article/


927624-overview) Diakses tanggal 21 Oktober 2019

Richard S. Snell. 2009. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai