Anda di halaman 1dari 59

BAB II

PEMBAHASAN

2. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN STRUKTUR EKONOMI


Pertumbuhan Indonesia banyak ditopang oleh berbagai sektor,

terutama yang sangat mempengaruhi adalah pendapatan nasional.

Pertumbuhan ekonomi mencerminkan perkembangan perekonomian suatu

negara, yang dapat diukur dengan pendapatan nasional atau yang lebih kita

kenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi di

Indonesia tidak lepas dari struktur ekonomi, yang di Indonesia bisa dilihat

dari Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, dan Pascareformasi.

2.1. Konsep Teoritis Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi


2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Sebelum membahas pertumbuhan ekonomi dan faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, akan

dijelaskan terlebih dahulu konsep yang berhubungan dengan

pendapatan nasional termasuk metode perhitungannya.

Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir

William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan

nasional negaranya (Inggris) pada tahun1665. Dalam

perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan

nasional adalah penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama

3
4

setahun. Menurut mereka, alat utama pengukur kegiatan

perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National

Product = GNP) yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang

dihasilkan setiap tahun oleh negara bersangkutan diukur

menurut harga pasar yang berlaku di suatu negara.

Dalam konsep pendapatan nasional dikenal beberapa konsep

berikut:

a. Produk Nasional Bruto (PNB)


Meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang

dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama

satu tahun, termasuk hasil produksi barang dan jasa yang

dihasilkan oleh warga negara yang berada diluar negeri,

tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang

beroperasi di wilayah negara tersebut.

b. Pendapatan Nasional Neto (NNI)


Pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang

diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi.

Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurangi pajak

langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah

pajak yang bebannya dapat dialihkan ke pihak lain seperti

pajak penjualan dan pajak hadiah.


5

c. Pendapatan Perseorangan (PI)


Jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam

masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa

melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga

menghitung pembayaran transfer (Transfer Payment).

Transfer Payment adalah penerimaan yang bukan

merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan

diiambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu

seperti pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi

para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang

pemerintah, dan sebagainya.

d. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan (DI)

Pendapatan yang siap dimanfaatkan guna membeli barang

dan jasa, konsumsi, serta selebihnya menjadi tabungan

yang disalurkan menjadi investasi.

Untuk menghitung pendapatan nasional dapat digunakan

3 (tiga) pendekatan berikut:

1. Pendekatan Pendapatan

Dilakukan dengan menjumlahhkan seluruh pendapatan

(upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga

konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu

sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan

kepada perusahaan. Dalam menghitung pendapatan

nasional pendekatan pengeluaran menggunakan rumus:


6

Y=w+r+i+p

Keterangan:

Y = Pendapatan Nasional

w = Wage (Upah atau Gaji)

r = Rent (Sewa)

i = Interest (Bunga)

p = Profit (Laba)

2. Pendekatan Produk

Menghitung pendapatan negara melalui pendekatan

produksi dilakukan dengan menjumlahkan nilai seluruh

produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industry,

agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu perode

tertentu.Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini

adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau

bahan setengah jadi).

3. Pendekatan Pengeluaran

Menghitung pendapatan negara melalui pendekatan

pengeluaran dilakukan dengan menghitung jumlah seluruh

pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang di

produksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu.

Perhitungan melalui pendekatan ini dilakukan dengan

menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku

kegiatan ekonomi negara, yaitu rumah tangga


7

(Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran

investasi (Investment), dan selilsih antara nilai ekspor

dikurangi impor (X-M). Dalam hal ini pendekatan

pengeluaran menguunakan rumus berikut :

Y = C + I + G + (X – M)

Keterangan :

Y = Pendapatan Nasional

G = Pengeluaran Pemerintah

C = Konsumsi

X = Ekspor

I = Investasi

M = Impor

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output

per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indicator

keberhasilan pembangunan.Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dan berkelanjutan merupakan kondisi penting atau suatu

keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan, karena jumlah penduduk terus

bertambah setiap tahun sehingga kebutuhan konsumsi sehari-

hari juga bertambah setiap tahun.Jadi, dibutuhkan penambahan

pendapatan setiap tahun.Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber


8

dari pertumbuhan permintaan agregat (AD) dan pertumbuhan

penawaran agregat (AS). Dari sisi AD, peningkatan AD dalam

ekonomi bias terjadi karena ON, yang terdiri atas permintaan

masyarakat (konsumen), perusahaan, dan pemerintah

meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat

kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan

pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat serta merata.

Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program

pembangunan sosial.

Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dapat digunakan

pertumbuhan tahunan dan pertumbuhan rata-rata. Pertumbuhan

ekonomi tahunan diukur dengan menggunakan rumus berikut :

(PDBs - PDBk)
g = x 100%
PDBk

Keterangan :

g = tingkat pertumbuhan ekonomi

PDBs = PDB riil tahun sekarang

PDBk = PDB riil tahun kemarin

Pertumbuhan ekonomi rata-rata diukur dengan menggunakan

rumus berikut:

r= [ 𝐧−𝟏 𝐢𝐦𝐩𝐨𝐫−𝐭𝐧
√𝐢𝐦𝐩𝐨𝐫−𝐭𝟎 − 𝟏 ] 100%
9

keterangan :

r = laju pertumbuhan ekonomi rata-rata setiap tahun

n =jumlah tahun (dihitung mulai sampai dengan)

tn=tahun akhir periode penelitian

t0 = tahun akhir periode

Teori pertumbuhan ekonomi mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa teori

pertumbuhan ekonomi yaitu :

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis

Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:

1. Werner Sombart (1863-1947)

Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:

a) Masa Perekonomian Tertutup

Pada masa ini, semua kegiatan manusia semata-

mata hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Individu atau masyarakat bertindak sebagai

produsen sekaligus konsumen sehingga tidak terjadi

pertukaran barang atau jasa. Masa perekonomian

ini memiliki ciri-ciri:

1) Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan

sendiri
10

2) Setiap individu sebagai produsen sekaligus

sebagai konsumen.

3) Belum ada pertukaran barang dan jasa.

b) Masa Kerajinan dan Pertukangan

Pada masa ini, kebutuhan manusia semakin

meningkat baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif akibat perkembangan peradaban.

Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat

dipenuhi sendiri sehingga dipelukan pembagian

tugas yang sesuai dengan keahlian masing-

masing.Pembagian tugas ini menimbulkan

pertukaran barang dan jasa, yang pada masa ini

belum di dasari oleh tujuan mencari keuntungan

atau laba, namun semata-mata untuk saling

memenuhi kebutuhan. Masa kerajinan dan

pertukangan memiliki ciri-ciri berikut :

1) Meningkatnya kebutuhan manusia.

2) Adanya pembagian tugas sesuai dengan

keahlian.

3) Timbulnya pertukaran barang dan jasa.

4) Pertukaran belum didasari pada motif laba.


11

c) Masa Kapitalitas

Pada masa ini muncul kaum pemilik modal

(kapitalis). Dalam menjalankan usahanya, kaum

kapitalis memerlukan para pekerja (kaum buruh).

Produksi yang dilakukan oleh kaum kapitalis tidak

lagi hanya sekedar memenuhui kebutuhannya,

tetapi sudah bertujuan mencari laba. Werner

Sombart membagi masa kapitalis menjadi empat

masa sebagai berikut :

1) Tingkat Prakapitalitas

Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

a) Kehidupan masyarakat masih statis.

b) Bersifat kekeluargaan.

c) Bertumpu pada sektor pertanian.

d) Bekerja untuk memenuhi kebutuhan

sendiri.

e) Hidup secara berkelompok.

2) Tingkat Kapitalitas

Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu :

a) Kehidupan masyarakat sudah dinamis

b) Bersifat individual.

c) Adanya pembagian pekerjaan/tugas.


12

d) Terjadi pertukaran untuk mencari

keuntungan.

3) Tingkat Kapitalisme Raya

Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu :

a) Usahanya semata-mata mencari

keuntungan.

b) Munculnya kaum kapitalis yang memiliki

alat produksi.

c) Produksi dilakukan secara massal dengan

alat modern.

d) Perdagangan mengarah pada persaingan

monopoli.

e) Dalam masyarakat terdapat dua kelompok

yaitu majikan dan buruh.

4) Tingkat Kapitalisme Akhir

Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu :

a) Munculnya aliran sosialisme.

b) Adanya campur tangan pemerintah dalam

ekonomi.

c) engutamakan kepentingan bersama.

2. Friedrich List (1789-1846)

Menurut Friedrich List, pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu masa


13

berburu dan pengembaraan, masa berternak dan

bertani, masa bertani dan kerajinan, serta masa

kerajinan, industry, dan perdagangan.

3. Karl Butcher (1847-1930)

Menurut Karl Butcher, pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa dapat dibedakan menjadi empat tingkatan yaitu

masa rumah tangga tertutup, rumah tangga kota, rumah

tangga bangsa, dan rumah tangga dunia.

4. Walt Whiteman Rostow (1916-1979)

W.W. Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan

ekonomi dalam bukunya yang berjudul The Stages Of

Economic Growth, yang menyatakan bahwa

perekonomian dibagi menjadi 5 (lima) sebagai berikut :

a. Masyarakat Tradisional ( The traditional Society)

Masyarakat yang mempunyai struktur

perkembangan fungsi-fungsi produksi yang

terbatas, yaitu belum ada ilmu pengetahuan dan

teknologi modern serta ada batas tingkat output per

kapita yang dapat dicapai.

b. Masyarakat Pra-kondisi untuk Periode Lepas

Landas (The Precondtions for Take Off)

Tingkat pertumbuhan ekonomi di mana masyarakat

sedang berada dalam proses transisi dan sudah


14

mulai menerapkan ilmu pengetahuan modern ke

dalam fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang

pertanian maupun industry.

c. Periode Lepas Landas (The Take Off)

Interval waktu yang di perlukan untuk mendobrak

semua penghalang pertumbuhan yang

berkelanjutan. Kekuatan-kekuatan yang dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas.

Tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi

dapat meningkat serta tabungan yang bersifat

produktif meningkat atau melebihi jumlah

pendapatan nasional. Industry-industri baru

berkembang dengan cepat dan industry yang sudah

ada mengalami ekspansi dengan cepat.

d. Gerak Menuju Kedewasaan (Maturity)

Perkembangan terus-menerus di mana

perekonomian tumbuh secara teratur serta lapangan

usaha bertambah luas dengan penerapan teknologi

modern. Investasi yang efektif serta tabungan

meningkat dari 10% menjadi 20% dari pendapatan

nasional dan investasi ini berlangsung secara cepat.

Output dapat melampaui pertambahan jumlah

penduduk. Barang-barang yang dulunya di impor,


15

kini sudah dapat dihasilkan sendiri. Tingkat

perekonomian menunjukkan kapasitas bergerak

yang melampaui kekuatan industry pada masa take

off dengan penerapan teknologi modern.

e. Tingkat Konsumsi Tinggi (High Mass

Consumption)

Sector industry merupakan sector yang memimpin

(leading sector) pergerakkan ke arah produksi

barang-barang konsumsi tahan lama dan jasa-jasa.

Pendapatan riil perkapita selalu meningkat

sehingga sebagian besar masyarakat mencapai

tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan

bahan pangan dasar, sandang, dan pangan.

Kesempatan kerja banyak tersedia sehingga

pendapatan nasional tinggi. Pendapatan nasional

yang tinggi dapat memenuhi tingkat konsumsi

yang juga tinggi.

b. Teori Klasik dan Neo Klasik

1. Teori Klasik

a. Adam Smith

Teori Adam Smith beranggapan bahwa

pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada

pertambahan penduduk.
16

b. David Ricardo

David Ricardo berpendapat bahwa factor

pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai

menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan

menyebabkan melimpahnya jumlah tenaga kerja.

2. Teori Neoklasik

a. Robert Solow

Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan

ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang

bersumber pada manusia, akumulasi modal,

pemakaian teknologi modern, dan hasil atau output.

b. Harrord Domar

Teori ini beranggapan bahwa modal harus dipakai

secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat

dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal

tersebut.

2.1.2. Struktur Ekonomi Indonesia


Struktur Perekonomian adalah Komposisi peranan

masing-masing sector dalam perekonomian baik menurut

lapaangan usaha maupun pembagian sektoral kedalam sector

primer, sekunder, dan tersier. Ada beberapa factor yang

menetukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain:

1. Produktivitas tenaga kerja per sector secara keseluruhan


17

2. Modernisasi proses peningkatan nilai tambah bahan baku,

barang setengah jadi, dan barang jadi.

3. Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai

kemampuan untuk memperluas pasar produk atau jasa

yang dihasilkannya.

4. Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan

pengembangan sector serta komoditi unggulan.

5. Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran

aliran distribusi barang dan jasa sera mendukung proses

produksi

6. Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan

investasi secara terus menerus.

7. Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang mncul di

wilayah daerah.

8. Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri

maupun ekspor-impor.

Struktur ekonomi dapat dilihat setidaknya berdasarkan 4

sudut tinjauan yaitu :

1. Tinjauan makro-sektoral, perekonomian dapat berstruktur

seperti agraris, industrial, atau niaga tergantung pada sector

produksi yang menjadi tulang punggung perekonomian

bersangkutan. Sadono (2006) menjelaskan bahwa

berdasarkan lapangan usaha maka sector-sektor ekonomi


18

dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga

kelompok utama, yaitu:

a. Sector primer, yang terdiri dari sector pertanian,

peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan

penggalian.

b. Sector sekunder, yang terdiri dari industry

pengolahan, listrik, gas dan air, serta bangunan.

c. Sector tersier, yang terdiri dari perdagangan, hotel,

restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,

sewa dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lain (termasuk

pemerintahan).

2. Tinjauan keruangan, perekonomian dapat dinyatakan

berstruktur tradisional dan berstruktur modern. Hal ini

bergantung pada apakah wilayah pedesaan dengan

teknologinya yang tradisional mewarnai kehidupan

perekonomian itu, ataukah wilayah perkotaan yang

teknologinya yang sudah relative modern yang

mewarnainya.

3. Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, perekonomian

yang berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Struktur ini

bergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi

pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan.


19

4. Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, pengambilan

keputusan dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang

sentralis dan yang desentralis.

Dua tinjauan pertama merupakan tinjauan ekonomi

murni, sedangkan dua tinjauan yang terakhir merupakan

tinjauan politik.

Perubahan Struktur Ekonomi adalah pembangunan

ekonomi jangka panjang di mana pertumbuhan PDB akan

membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, yaitu

dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor

utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

nonprime, khususnya industri manufaktur dengan increasing

returnsto scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan

pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor utama

penggerak pertumbuhan ekonomi (Weiss,1988). Ada

kecenderungan (dapat dilihat sebagai suatu hipotesis) bahwa

semakin tinggi per kapita, semakin cepat perubahan struktur

ekonomi, dengan asumsi factor-faktor penentu lain yang

mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja),

bahan baku, dan teknologi tersedia.

Teori Perubahan Struktur Ekonomi adalah Teori

tentang perubahan struktur ekonomi, yaitu Teori Hollis

Chenery (Teori transformasi structural atau pattern of


20

development).Teori ini berfokus pada perubahan struktur

ekonomi di negara berkembang yang mengalami transformasi

dari pertanian tradisional ke sector industry sebagai penggerak

utama pertumbuhan. Penelitian Chenery menunjukkan

peningkatan pendapatan per kapita telah mengubah pola

konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk

manufaktur dan jasa, akumulasi modal secara fisik dan SDM,

perkembangan kota dan industry, penurunn laju pertumbuhan

penduduk, ukuran keluarga yang kecil, sector ekonomi yang

didominasi oleh sector nonprime terutama industry. Chenery

menyatakan bahwa proses transformasi structural dapat di

percepat jika pola permintaan domestic bergeser kea rah

produk manufaktur dan di perkuat dengan ekspor.

Kenaikan produksi sector manufaktur berasal dari

kontribusi 4 faktor:

1. Kenaikan permintaan domestic, yang mencakup

permintaan langsung akan produk industry manufaktur plus

dampak tidak langsung dari kenaikan permintaan domestic

atas produk sector lainnya terhadap sector industry

manufaktur.

2. Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversifikasi), atau

dampak total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk

industry manufaktur.
21

3. Subtitusi impor, atau dampak total dari kenaikan proporsi

permintaan di setiap sector yang dipenuhi melalui produksi

domestic terhadap output industry manufaktur.

4. Perubahan teknologi, atau dampak total dari perubahan

koefisien input-output dalam perekonomian akibat

kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sector

industry manufaktur.

Kelompok negara berkembang mengalami proses transisi

ekonomi yang pesat dengan pola dan proses yang berbeda

sebagai akibat dari perbedaan antarnegara:

1. Kondisi dan Struktur Awal Ekonomi Dalam Negeri

(Basis Ekonomi)

Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau

industrialisasi nya sudah memiliki industry dasar seperti

mesin, besi, dan baja yang relative kuat akan mengalami

proses indutrialisasi yang lebih pesat/cepat dibandingkan

negara yang hanya memiliki industry-industri ringan,

seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki,serta makanan dan

minuman.

2. Besarnya Pasar Dalam Negeri

Besarnya pasar domestic ditentukan oleh kombinasi antara

jumlah populasi dantingkat pendapatan riil per kapita.

Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan


22

jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (walaupun

tingkat pendapatan per kapitanya rendah), merupakan

salah satu faktor insentif pertumbuhan kegiatan ekonomi,

termasuk industri, karena menjamin adanya skala

ekonomis dan efisiensis dalam proses produksi (dengan

asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung).

3. Pola Distribusi Pendapatan

Faktor ini sangat mendukung faktor pasar di

atas.Walaupun tingkat pendapatan rata-rata per kapitanya

naik pesat, tetapi kalau distribusinya sangat pincang

kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi

pertumbuhan industri selain industri yang membuat barang

barang sederhana, seperti makanan dan minuman serta

sepatu dan pakaian (tekstil). Misalnya, jika hanya 20%

dari PDB atau PN yang dinikmati oleh 80% jumlah

penduduk (yang berarti kelompok kaya adalah 20% dari

jumlah populasi), maka sesuai teori Engel mengenai

elastisitas pendapatan terhadap permintaan antara barang-

barang dari kategori ferior dan inferior, permintaan yang

efektif atas barang-barang dari kategori pertama sangatlah

kecil, dan ini tidak terlalu merangsang pertumbuhan

industri yang membuat barang-barang tersebut.


23

4. Karakteristik Industrialisasi

Misalnya, pelaksanaan atau penerapan strategi

pengembangan industri, jenis industri yang diunggulkan,

pola pembangunan industri, dan insentif yang

diberikan.Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara

yang menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda

antar negara.

5. Keberadaan SDA

Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA

mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau

lambat melakukan industralisasi, atau tidak berhasil

melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur)

ketimbang negara yang miskin SDA. Sebagai contoh,

Indonesia yang awalnya sangat mengandalkan kekayaan

SDA terutama migas dapat dikatakan relatif terlambat

melakukan industrialisasi dibandingkan negara-negara

kecil dan miskin SDA di Asia Tenggara serta Timur,

seperti Jepang, Singapura, Korea selatan, dan Taiwan.

6. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

Fakta menunjukkan bahwa negara yang menerapkan

kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pasti pola

dan hasil industrialisasinya akan berbeda dibandingkan

negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka


24

(outward looking). Banyak negara berkembang, termasuk

Indonesia, pada awal pembangunan menerapkan kebijakan

protektif terhadap sector industrinya yang umum disebut

kebijakan subtitusi impor. Hasilnya, sector industry

berkembang tidak efisien, yang sangat tergantung pada

tingkat diversifikasi yang rendah, khususnya lemah pada

kelompok industry tengah, seperti industry barang modal,

input perantara, dan komponen-komponen untuk kelompok

industry hilir, yang umunya menerapkan system produksi

assembling.Sedangkan negara-negara berpendapatan tinggi

di Asia Tenggara dan Timur, seperti Jepang, Korea

Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong-kong China yang

menerapkan kebijakan ekonomi terbuka atau kebijakan

promosi ekspor, sangat berhasil struktur ekonominya

dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi pada periode yang relative tidak terlalu lama.

2.2. Potret Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi Indonesia


2.2.1. Potret Perekonomian Indonesia
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari
pertumbuhan ekonomi dan struktur ekonomi pasca reformasi,
dengan menguunakan analisis kuadran growth and share,
dapat dilihat pada table berikut ini.
25

Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Periode 1998-2014

Growth Share Kuad-


Tahun PDB (MIliar)
(%) (%) ran
1998 1.314.201 - 3,96 III
1999 1.324.598 0,79 4,00 III
2000 1.389.770 4,92 4,19 III
2001 1.440.406 3,64 4,35 III
2002 1.505.216 4,49 4,54 III
2003 1.557.171 4,78 4,76 III
2004 1.656.517 5,03 5,00 III
2005 1.750.815 5,69 5,28 IV
2006 1.874.127 5,50 5,57 IV
2007 1.964.327 6,34 5,93 IV
2008 2.082.456 6,01 6,28 I
2009 2.178.850 4,62 6,58 II
2010 2.314.459 6,22 6,99 I
2011 2.464.566 6,48 7,44 I
2012 2.618.938 6,26 7,91 I
2013 2.770.345 5,78 8,36 I
2014 2.909.181 5,01 8,78 I
Jumlah 33.108.943 5,01 8,78 I
Rata-
1.947.584.882 4,80 5,88
rata
Sumber : Data Badan Pusat Statistika data diolah 2016

Pada tahun 1998-2014, tingkat GDP Indonesia terus

meningkat hingga 2.909.181 (dalam miliar rupiah), tetapi juga

terdapat fluktuasi setiap tahunnya dan menyentuh angka

tertinggi pada tahun 2007 sebesar 6,34% dari rata-rata

pertumbuhan tahunan sebesar 5,50% pada tahun sebelumnya.

Pada tahun 2013, tingkat Growth Indonesia mencapai 5,01%,

yaitu masih diatas rata-rata tahunan. Sedangkan dari sisi

kontribusi terhadap jumlah GDP di Indonesia, tingkat share


26

terhadap GDP cenderung meningkat setiap tahunnya. Tahun

yang mengalami peningkatan terbesar adalah tahun 2014 yaitu

8,78% dari rata-rata share tahunan sebesar 5,88%. Terhitung

sejak tahun 2008-2014, Tingkat share berada di atas rata-rata

share tahunan. Dalam hal ini, sektor industri pengolahan

memiliki kontribusi yang paling besar diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel, dan restoran.

Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

satu dekade terakhir berada dalam tingkat yang stabil di

kisaran 5 hingga 6% per tahun. Namun, pertumbuhan ekonomi

ini tidak diiringi dengan pengelolaan indikator-indikator

makroekonomi lainnya yang berpotensi menurunkan dampak

tumbuhnya ekonomi (seperti inflasi dan defisit neraca

pembayaran), serta dampak trickle-down effect dari

pertumbuhan ekonomi tidak serta merta memberikan pengaruh

positif yang stabil terhadap pengurangan pengangguran dan

kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi di indonesia di tahun 2014

mencapai kondisi yang baik pada kuartal pertama atau

menjelang 4 bulan pertama awal tahun ini. Pada tahun 2012,

pertumbuhan mencapai 6,26% dan pada tahun 2013 sedikit

menurun menjadi 5,78%. Pada tahun ini, bank Dunia

memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan tetap di angka


27

6,2% yang sedikit berbeda dari perkiraan di akhir bulan

Desember lalu, yaitu 6,3%. Pertumbuhan di tahun 2014

diperkirakan akan mencapai 6,5%. Bank Dunia menyoroti lima

sumber tekanan terhadap prospek (outlook) ekonomi

Indonesia. Kelima sumber tersebut, yaitu perlambatan

pertumbuhan investasi, kemungkinan dampak perlambatan dari

penjualan riil dan perlambatan PDB nominal, tren-tren pada

neraca eksternal, beban subsidi BBM yang berlanjut, dan

lambatnya pengurangan kemiskinan.

Tabel 2.2 Analisis Tren Pertumbuhan Ekonomi 1998-2014

PDB (Miliar)
Tahun t t2 Yt
(Y)
1998 1.314.201 -15 225 -19.713.015
1999 1.324.598 -13 169 -17.219.774
2000 1.389.770 -11 121 -15.287.470
2001 1.440.406 -9 81 -12.963.654
2002 1.505.216 -7 49 -10.536.512
2003 1.577.171 -3 9 -4.731.513
2004 1.656.517 -3 9 -4.969.551
2005 1.750.815 -1 1 -1.750.815
2006 1.847.127 0 0 0
2007 1.964.327 1 1 1.964.327
2008 2.082.456 3 9 6.247.368
2009 2.178.850 5 25 10.894.250
2010 2.314.459 7 49 16.210.213
2011 2.464.566 9 81 22.181.094
2012 2.618.938 11 121 28.803.318
2013 2.770.345 13 169 36.014.485
2014 2.909.181 15 225 43.637.715
Jumlah 33.108.943 1.344 78.776.466
Sumber BPS (Data Diolah)
28

∑𝑌 33.108.943
a= = = 1.947.584,88
𝑛 17

∑ 𝑌𝑡 78.776.466
b = ∑ 𝑡2= 1.344
= 58.613.44

Jadi, persamaan trend model least square adalah :

Ŷ = 1.947.584,88 + 58.613,44 (t)

Ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 100

tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045 adalah (tahun 2045

merupakan periode ke-79) :

Ŷ = 1.947.584,88 + 58.613,44 (t)

Ŷ = 1.947.584,88 + 58.613,44 (79)

Ŷ = 1.947.584,88 + 4.630.461,76

Ŷ = 6.578.046,64

Artinya, nilai total pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 100

tahun Indonesia merdeka di tahun 2045 adalah

Rp.6.578.046,64 miliar.

2.2.2. Potret Struktur Ekonomi Periode 1998-2014


Hampir tujuh tahun perekonomian Indonesia di bawah

kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono berada pada

masa ke masanya. hal ini terbukti ketika terjadi krisis yang

melanda dunia pada tahun 2008 perekonomian Indonesia tetap

tangguh, kegemilangan perekonomian Indonesia inilah yang


29

menyebabkan investor asing tertarik untuk berinvestasi di

indonesia.

1. Struktur Ekonomi dari Tinjauan Makro-Sektoral

Berdasarkan tinjauan makro-sektoral, perekonomian

suatu negara dapat berstuktur agraris, industri, atau niaga,

Hal ini tergantung pada sektor apa yang dapat menjadi

tulang punggung perekonomian negara bersangkutan, jika

dilihat secara makro sektoral dalam bentuk produk

domestic bruto, stuktur perekonomian Indonesia pada

tahun 1990-an masih agraris, namun yang memproritaskan

pengembangan industri yang pada tahun 1997 terkena

krisis.

Untuk melihat perkembangan struktur ekonomi dari

pertanian menjadi industri amati tabel berikut ini:

Tabel 2.2.1 Sektor Premier

Sektor Primer

Pertanian, perternakan, Perkembangan


Tahun
kehutanan,dan perikanan dan penggalian

1998 376.375 37.474

1999 379.353 3.686

2000 216.832 167.692


30

Sektor Primer

Pertanian, perternakan, Perkembangan


Tahun
kehutanan,dan perikanan dan penggalian

2001 223.892 168.244

2002 231.614 169.932

2003 240.387 167.604

2004 247.164 160.101

2005 253.882 165.223

2006 262.403 168.032

2007 271.509 171.278

2008 193.049 172.496

2009 295.884 180.201

2010 304.777 187.153

2011 315.037 190.143

2012 328.280 193.116

2013 339.890 195.709

2014 350.722 195.425

Sumber: BPS (Data Diolah)


31

Tabel 2.2.2 Sektor Sekunder

Sektor Sekunder

Industri Listrik,Gas, dan


Tahun Bangunan
pengolahan Air bersih

1998 95.321 5.646 22.465

1999 99.058 6.113 22.036

2000 385.598 8.394 76.573

2001 398.324 9.059 80.080

2002 419.388 9.868 84.470

2003 441.755 10.349 89.622

2004 469.952 10.898 96.334

2005 491.561 11.584 103.598

206 514.100 12.251 112.234

2007 538.085 13.517 121.809

2008 557.764 14.994 131.010

2009 570.103 17.137 140.268

2010 597.135 18.050 150.022

2011 633.782 18.900 159.123


32

Sektor Sekunder

Industri Listrik,Gas, dan


Tahun Bangunan
pengolahan Air bersih

2012 670.191 20.081 170.885

2013 707.468 21.201 182.118

2014 741.835 22.424 194.093

Sumber: BPS (Data Diolah)

Tabel 2.2.3 Sektor Tersier

Sektor Tersier

Keuangan,
Perdagangan, Pengangkutan
Tah- persewaan,
Hotel, dan dan Jasa
un dan jasa
Restoran komunikasi
perusahaan

1998 60.131 26.975 28.279 36.475

1999 60.094 26.772 26.245 37.184

2000 224.452 65.012 115.463 129.754

2001 233.208 70.276 123.266 133.958

2002 243.267 76.173 131.523 138.982

2003 256.517 85.458 140.374 145.105


33

Sektor Tersier

Keuangan,
Perdagangan, Pengangkutan
Tah- persewaan,
Hotel, dan dan Jasa
un dan jasa
Restoran komunikasi
perusahaan

2004 271.142 96.897 151.123 152.906

2005 293.654 109.262 161.252 160.799

2006 312.519 124.809 170.074 170.705

2007 340.437 142.327 183.659 181.706

2008 363.818 165.906 198.800 193.049

2009 368.463 192.199 209.163 205.434

2010 400.475 217.980 221.024 217.842

2011 437.473 241.303 236.147 232.659

2012 473.111 262.384 253.023 244.870

2013 501.158 292.422 272.152 258.238

2014 524.305 318.527 288.251 273.493

Sumber: BPS (Data Diolah)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setiap sektor

per tahunnya memberikan konstribusi terhadap

perekonomian Indonesia.
34

3. KONSUMSI
3.1. Definisi, Teori, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Konsep konsumsi adalah konsep yang di Indonesiakan dari

Bahasa Inggris “Consumption”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas

barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan

pembelajaan tersebut.

Teori konsumsi adalah teori yang mempelajari bagaimana

manusia/konsumen memenuhi kebutuhannya dengan melakukan

pembelian/penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelakuk

konsumen adalah mereka yang memutuskan berapa jumlah barang dan

jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi.

Fungsi konsumsi adalah kurva yang menggambarkan sifat

hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam

perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposable)

perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam

persamaan: C = a + By, dimana a adalah konsumsi rumah tangga

ketika pendapatan nasional adalah 0, B adalah kecondongan konsumsi

marjinal, C adalah tingkat konsumsi, dan y adalah tingkat pendapatan

nasional.

Dalam teorinya, Keynes mengandalkan analisis statistic serta

membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi

dan observasi casual. Berdasarkan dugaan-dugaan tersebut dapat

dinyatakan bahwa pengaruh jangka pendek suku bunga terhadap


35

pengeluaran individu bersifat sekunder dan relatif tidak penting.

Fungsi konsumsi Keynes sering ditulis sebagai:

C = C + CY, C > 0, 0 < c < 1

Dimana:

C = Konsumsi

Y = Pendapatan disposable

C = Konstanta

c = Kecenderungan mengkonsumsi marjinal

Menurut Soediyono Reksoprayitno (2000), terdapat beberapa

catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes:

1. Variabel nyata adalah fungsi konsumsi Keynes menunjukan

hubungan antara pendapatan nasional dan pengaruh konsumsi di

mana keduanya dinyatakan dalam tingkat harga konstan.

2. Pendapatan yang terjadi: Disebutkan bahwa pendapatan nasional

yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah

pendapatan nasional yang terjadi (current national income).

3. Pendapatan absolut: Disebutkan bahwa variabel pendapatan

nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional

absolut, yang dapat dibandingkan dengan pendapatan relative,

pendapatan permanen, dan sebagainya.


36

4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan bentuk garis lurus.

Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk

lengkung.

Menurut Godam (2007), factor yang mempengaruhi konsumsi

terdiri dari pendapatan, kekayaan, suku bunga, perkiraan masa depan,

komposisi penduduk, jumlah penduduk, keadaan adat sosial dan

budaya, gaya hidup seseorang, dan kecenderungan mengkonsumsi.

Menurut BPS, terlihat bahwa konsumsi masyarakat dipilah

menjadi dua yaitu makanan dan nonmakanan. Pakar ekonomi juga

menyampaikan pendapatnya mengenai pola konsumsi, yaitu Dumairy

(1997) dalam Tika (2010:19), bahwa pola konsumsi masyarakat

diklasifikasikan menjadi pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran

untuk non-makanan.

3.2. Potret Konsumsi di Indonesia

3.2.1. Potret Konsumsi

1. Konsumsi Total Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan

Berikut adalah posisi konsumsi masyarakat desa-kota di

Indonesia pada tahun 1998-2014 melalui analisi kuadran:

Secara umum tampak bahwa jika dibandingkan dengan

pada periode kerisis ekonomi, konsumsi pangan di

Indonesia semakin membaik. Hal ini tercermin pada posisi

konsumsi tahun 1999 yang berada pada kuadran IV,

namun kondisi tersebut tidak bertahan lama karena situasi


37

konsumsi pangan pada tahun 2004 ternyata lebih buruk

daripada tahun 2003. Rata-rata pangsa padi-padian adalah

yang terbesar dibandingkan dengan kelompok pangan

lainnya. Namun, untuk diperkotaan, pengeluaran padi-

padian jauh lebih rendah dibandingkan dengan

pengeluaran makanan dan minuman jadi.

Pada awal tahun 2010, pemerintah kembali

memberlakukan ketahanan pangan seperti yang tertera

pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 yang

diimplementasikan pada program Gama Revitalisasi

dengan mencanangkan padi sebagai benchmark tanaman

pangan yang berkualitas baik pada produksi tanaman padi,

sehingga dari tahun 2010 sudah berada di kuadran I

Dengan membandingkan pengeluaran konsumsi perkotaan

dan pedesaan, terlihat bahwa kesejahteraan masyarakat

perkotaan lebih baik dibandingkan masyarakat pedesaan.

Hal ini berarti kebijaksanaan perekonomian, yang salah

satu tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, telah menunjukan hasilnya terutama pada

kondisi sebelum krisis ekonomi terjadi.


38

Tabel 3.2 Proyeksi Total Konsumsi Masyarakat Tahun


2045
Tahun T N Y T2 Yt

1998 -14 1 165.983 196 -2.323.762

1999 -12 2 281.922 144 -3.383.064

2000 -10 3 266.684 100 -2.666.840

2001 -8 4 301.053 64 -2.408.424

2002 -6 5 426.078 36 -2.556.468

2003 -4 6 471.507 16 -1.886.028

2004 -2 7 490.655 4 -981.310

2005 -1 8 545.708 1 -545.708

2006 0 9 398.951 0 0

2007 1 10 456.027 1 456.027

2008 2 11 506.890 4 1.013.780

2009 4 12 567.916 16 2.271.664

2010 6 13 998.373 36 5.990.238

2011 8 14 1.188.612 64 9.508.896

2012 10 15 1.267.892 100 12.678.920

2013 12 16 2.103.810 144 25.245.720

2014 14 17 2.034.033 196 28.476.462

Total 12.472.094

Sumber: BPS (Data Diolah)


39

∑𝑌 12.472.094
a= = = 733.652,9
𝑛 17

∑ 𝑌𝑡 68.890.103,00
b = ∑ 𝑡2= 1122
= 61.399,38

Jadi, persamaan trend model least square adalah :

Ŷ = 733.652,9 + 61.399,38 (t)

Ramalan total konsumsi pada 100 tahun Indonesia

merdeka pada tahun 2045 adalah (tahun 2045 merupakan

periode ke-79) :

Ŷ = 733.652,9 + 61.399,38 (t)

Ŷ = 733.652,9 + 61.399,38 (79)

Ŷ = 733.652,9 + 4.850.551,02

Ŷ = 5.584.203,92

Artinya, nilai total pertumbuhan Konsumsi Indonesia pada

100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045 adalah Rp.

5.584.203,92 Juta.

2. Konsumsi Masyarakat Pedesaan

Kondisi terburuk dari konsumsi masyarakat

pedesaan terjadi pada tahun 1998, 2000, 2001, 2003, 2004,

2005, 2006, 2007, dan 2008. Hal ini terjadi akibat krisis

ekonomi dan karena pendapatan masyarakat pedesaan

yang relative rendah serta pada umumnya mempunyai


40

status ekonomi yang lebih rendah dibandingkan

masyarakat perkotaan. Perbedaan gaya hidup, keadaan

wilayah, dan tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan

dan perkotaan merupakan penyebab perbedaan pola

konsumsi. Masyarakat pedesaan lebih mengkonsumsi

karbohidrat, hasil pertanian, serta sistem hidupnya bersifat

kekeluargaan dan saling gotong royong. Jadi, dari data

tersebut, pola konsumsi masyarakat pedesaan berada pada

kuadran III yang menunjukan pola konsumsi yang rendah.

3. Konsumsi Masyarakat Perkotaan

Pada umumnya masyarakat perkotaan mempunyai

status ekonomi yang lebih tinggi ketimbang pedesaan,

sehingga menyebabkan masyarakat mengkonsumsi lebih

banyak protein, hasil laut, serta gaya hidup dan

kehidupannya yang bersifat individualistis atau perorangan.

Secara rata-rata, pangsa pengeluaran padi-padian adalah

yang terbesar dibandingkan kelompok pangan lain.

Namun, di kota pengeluaran padi-padian jauh lebih

rendah dibandingkan dengan pengeluaran makanan dan

minuman jadi. Secara kualitatif memang terjadi perubahan

konsumsi pada masyarakat perkotaan. Masyarkat di

perkotaan berubah perilaku makanannya dari terbiasa

makan di rumah menjadi suka makan di luar rumah dengan


41

membeli makanan jadi. Kecenderungan ini merupakan

dampak dari bermunculannya industri makanan olahan

seperti rumah makan atau restoran yang tersebar dimana-

mana yang memberikan unsur kenyamanan, keindahan,

dan mampu meningkatkan selera konsumen.

4. Konsumsi Total Makanan-Nonmakanan

Sebagian besar pengeluaran masyarakat Indonesia

digunakan untuk membeli makanan, dan hal ini

menunjukan bahwa kesejahteraan masyarakatnya masih

rendah. Di negara-negara berkembang, karakteristik

konsumsi yang utama adalah mengutamakan makanan,

sementara negara-negara maju umumnya membelanjakan

sebagian besar pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan

nonmakanan.

Konsumsi masyarakat dibagi menjadi dua kelompok

yakni kelompok makanan dan nonmakanan. Pada

kelompok makanan, yang paling banyak dikonsumsi

masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah kelompok

pado-padian yang terdiri dari beras, jagung, serta terigu.

Penurunan persentase pengeluaran untuk konsumsi

makanan terjadi pada hampir seluruh komoditas makanan,

kecuali makanan dan minuman jadi, umbi-umbian, serta


42

sayuran. Kenaikan tersebut ditunjukan pada komoditi

makanan dan minuman jadi.

Dari tahun ke tahun, total konsumsi kelompok

makanan dan kelompok nonmakanan masyarakat Indonesia

mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena

meningkatnya pendapatan masyarakat. Proporsi antara

pengeluarana makanan dan non makanan digunakan

sebagai indicator untuk menentukan tingkat kesejahteraan

rumah tangga.

5. Konsumsi Non-makanan

Dari tahun ke tahun, pengeluaran konsumsi untuk

non-makanan mengalami peningkatan yang relative tinggi

yaitu pada tahun 2007. Hal ini menggambarkan adanya

pergeseran konsumsi masyarakat Indonesia dari kelompok

makanan ke kelompok non-makanan. Penurunan

pengeluaran konsumsi non-makanan yang terbesar

disumbang oleh kelompok pakaian, alas kaki, dan tutup

kepala. Indonesia termasuk ke dalam negara berkembang

sehingga pengeluaran konsumsinya lebih banyak untuk

makanan ketimbang non-makanan.

6. Konsumsi Makanan

Kondisi total konsumsi makanan yang paling tinggi

growth dan share-nya adalah pada tahun 2014, yang berada


43

di kuadran I. Kondisi ini dipengaruhi karena sebagian besar

pengeluaran masyarakat Indonesia digunakan untuk

membeli makanan, dan hal ini menunjukan bahwa

kesejahteraan masyarakatnya masih rendah. Di negara-

negara berkembang, karakteristik konsumsi yang utama

adalah mengutamakan makanan, sementara negara-negara

maju umumnya membelanjakan sebagian besar

pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan nonmakanan.

Pengeluaran msyarakat untuk makanan di tahun 2010

cenderung menurun dibandingkan tahun 2011 meskipun

dengan kenaikan yang kebih kecil. Hal ini

mengindikasikan kondisi kesejahteraan msyarakat yang

lebih baik.

Kuantitas konsumsi atas hampir semua jenis makanan

cenderung meningkat, dan hal ini ditunjukan dengan

adanya sebagian penduduk yang menambah konsumsi

makanan seperti ikan dan daging.


44

4.1 INVESTASI
4.1.1 Konsep Teoritis Investasi
4.1.2 Definisi, Jenis, dan Faktor yang Mempengaruhi
Investasi
Investasi didefinisikan sebagai tambahan bersih

terhadap modal saham yang ada. Istilah lain dari

investasi adalah akumulasi modal atau pembentukan

modal (Muana Nanga, 2001:124). Menurut Maluya

S.P. Hasibuan (1990:112) investasi merupakan alat

untuk mempercepat pertumbuhan tingkat produksi di

negara yang sedang berkembang, sehingga investasi

berperan sebagai sarana untuk menciptakan

kesempatan kerja.

Menurut Sadono Soekirno (2008:122) faktor

yang menentukan tingkat investasi adalah tingkat

keuntungan ang diramalkan akan diperoleh, suku

bunga, ramalan mengenai keadaan di masa yang akan

datang, kemajuan teknologi, tingkat pendapatan

ansional dan perubahannya, dan keuntungan yang

diperoleh perusahaan.

Willian F. Sharpe (2005:1) menyatakan bahwa

“investasi pada umumnya dapat digolongkan menjadi

dua bentuk yaitu real asset dan financial asset. Real

asset meliputi aset berwujud seperti tanah, bangunan,


45

dan mesin. Sedangkan financial asset adalah investasi

berupa valas, deposito berjangka, serta saha dan

obligasi yang diperdagangnkan di pasar uang maupun

pasar modal”.

Menurut Mankiw (Indra, 2010:3) jenis

pengeluaran terdiri dari:

a) Investasi tetap bisnis, mencakup peralatan dan

struktur yang dibeli perusahaan untuk proses

produksi.

b) Investasi residensial, mencakup rumah baru untuk

tempat tinggal dan disewakan.

c) Investasi persediaan , mencakup barang-barang

yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk

bahan persediaan, barang dalam ptoses dan barang

jadi.

4.1.3 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan


Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan

usahadi wilayah Indonesia atau penanaman modal

dalam negeri dengan menggunakan modal dalam

negeri. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan

usaha di wilayah Indonesia oleh penanam modal asing


46

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

penanaman modal dalam negeri. Modal asing

dimasukkan dalam bentuk modal swasta atau modal

negara. Menurut M. L. Jhingan (2004:480-490) modal

asing swasta/negara dibedakan menjadi investasi

langsung dan tidak langsung.

Investasi langsung berarti perusahaan dari

negara penanam modal secara the facto atau atau the

jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanamkan

di negera pengimpor modal dengan cara investtasi.

Bentuk investasi langsung adalah pembentukan cabang

perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan

perusahaan di mana perusahaandari negara penanam

modal memiliki mayoritas saham, pembentukan

perusahaan di negara pengimpor yang sematamata

dibiayai oleh perusahaan yang berlokasi di negera

penanam modal, pembentukan perusahaan di negara

penanam modal untuk secara khusus beriperasi di

negara lain atau menaruh aset tetap di negara lain oleh

perusahan nasional.

Investasi tidak langsung atau disebut portofolio

atau rentiler yang sebagaian besar terdiri dari

pengusaan atas saham yang dapat dipindahkan, dan atas


47

saham atau surat utang oleh wancanegara dari beberapa

negara lain. Para pemegang saham hanya mempunyai

hak atas dividen saja.

Menurut pasal 3 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2007

bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan

azas: kepastian hukum, keterbukaam, akuntabilitas,

perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal

negara, kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkunan, kemandirian,

keseimbangan kemajuan kesatuan ekonomi nasional.

Adapun tujuan penyelengggaraan penanaman

modal menurut pasal 3 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2007

adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,

menciptakan lapangan kerja, meningkatkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan

kemampuan daya saing dunia usaha nasional,

meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknilogi

nasional, mendorong pengembangan ekonomi

kerakyatan, mengolah ekonomi potensioal menjadi

kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang

berasal dari dalam maupun luar negeri serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Adapun

kebijakan dasar penanaman modal antara lain:


48

a) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar

penanaman modal untuk:

1) Mendorong terciptanya iklim usaha nasional

yang kondusif bagi penanaman modal untuk

penguatan daya saing perekonomian nasional.

2) Mempercepat peningkatan penanaman modal.

b) Dalam menetapkan kebijakan dasar dasar

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah:

1) Memberi peelakuan yang sama bagi penanaman

modal dalam negeri dan penanaman modal

asing dengan tetap memperhatikan kepentingan

nasional.

2) Menjamin kepastian hukum, kepastian

berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam

modal sejak proses pengurusan perizinan hingga

berkhirnya kegiatan peraturan perundang-

undangan.

3) Membuka kesempatan bagi perkembangan dan

memberika perlindungan kepada usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi.

c) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk rencana

umum penanaman modal.


49

4.2 POTRET INVESTASI DI INDONESIA


Sejak diberlakukannya UU No.1 Tahun 1967 dan No. 11

Tahun 1970 tentang PMA, UU No.6 Tahun 1968 dan No. 12 Tahun

1970 tentang PMDN, investasi cenderung meningkat. Namun pada

tahun tententu sempat mengalami penurunan. Kecenderungan

peningkatan bukan hanya dari masyarakat atau swasta, baik PMDN

dan PMA, namun oleh pemerintah juga.

4.2.1 Analisis Total Investasi


Potret perekonomian Indonesia ditinjuay dari

perthitungan Growth and share Total Investasi Indonesia.

Total Investasi PMDN + Growth Share


Tahun Kuadran
PMA (Juta USD) (%) (%)
1998 73.762,90 - 6,53 III
1999 62.257,20 15,6 5,51 III
2000 107.577,90 72,8 9,52 I
2001 77.037,10 28.39 6,82 II
2002 35.096,70 54,44 3,11 IV
2003 61.694,90 75,79 5,46 IV
2004 47.062,00 23,72 4,16 III
2005 64.256,70 36,32 5,68 IV
2006 26.765,40 58,28 2,37 IV
2007 45.220,00 68,95 4 IV
2008 35.236,40 -22,08 3,12 III
2009 48.614,30 37,97 4,3 IV
2010 76.841,30 58,06 6,8 I
2011 95.476,20 24,25 8,45 II
2012 116.746,50 22,28 10,33 II
2013 156.768,13 34,28 13,87 I
2014 156.768,13 -2,44 11,91 II
Total 1.287.081,76 586,61 100
Rata 75.710,69 36,66 5,88

Berdasarkan tabel diatas, dari tahun 2000 hingga 2013

mengalami kenaikan total investasi. Hal ini karena tingginya


50

penanaman modal investasi. Terbukti dengan tinginya

penanaman modal dalam bentuk reksadana tahun 2010. Tahun

2011, investasi naik karena Indonesia meraih invest grade pada

tingkat PBB hingga dapat menarik investor asing, ditambah

keunggulan sektor demografi dan kekayaan sumber daya alam.

tahun 1997 investasi menurun akibat krisis moneter. Tahun

2004 total investasi menurun akibat penurunan PMA akibat

kondisi keamanan yaitu peristiwa bom tahun 2000,2001, dan

2004.

Di tahun 2005 pemerintahan SBY berusaha

memperbaiki berbagai kebijakan di bidang investasi,pasar

kerja, harmoniassi peraturan perundang-undang antara pusat

dan daerah, perangkat organisasi daerah dan kualitas aparatur

pemda. Serta mengeluarkan ketentuan tentang penanaman

modal. Tahun 2007 persiden SBY mengeluarkan inpres yang

menginstruksikan percepatan pembangunan ekonomi dengan

paket Kebijakan Perbaikan Iklim Invessasi, yaitu

pengembangan usaha khususnya UKM.

Penetapan UU Investasi Tahun 2007 menjadi daya tarik

mendorong arus masuk investasi asing langsung ke Indonesia.

Namun investasi tahun 2008 menurun dari tahun 2007,

penyebabnya karena adanya krisis global yang mengguncang

kawasan Eropa, khususnya Amerika. Terjadi penurunan


51

jumlah ekspor yang tinggi karena perusahaan AS melakukan

politik banting harga.

4.2.2 Analisis Investasi atas Penanaman Modal Dalam Negeri


(PMDN)
Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari penanaman

modal dalam negeri (PMDN) berdasarkan analisis growth and

share.

PMDN Growth Share


Tahun Kuadran
(Jutaan USD) (%) (%)
1998 60.199,80 - 5,89 III
1999 51.738,80 -14,05 5,06 III
2000 92.410,40 78,61 9,04 I
2001 61.953,20 -32,96 6,06 II
2002 25.307,60 -59,15 2,47 III
2003 48.487,70 91,59 4,74 IV
2004 36.782,20 -24,14 3,6 III
2005 50.577,40 37,51 4,95 IV
2006 20.788,40 -58,9 2,03 III
2007 34.878,70 67,78 3,41 IV
2008 20.363,20 -41,62 1,99 III
2009 37.798,90 85,62 3,7 IV
2010 60.626,50 60,39 5,93 IV
2011 76.001,60 25,36 7,43 I
2012 92.182,10 21,29 9,01 I
2013 128.150,59 39,02 12,53 I
2014 124.403,42 -2,92 12,16 II
Total 1.022.650,51 273,43 100
Rata 60.155,91 17,09 5,88

Kondisi penanaman modal dalam negeri mengalami

penurunan sebesar -14,05% karena terjadi krisis moneter,

sehingga tahun 1999 hanya mampu memberikan kontribusi

sebesar 5,05% dan berada pada kuadran III yang

menggambarkan kondisi investasi pada tahu itu butuk. Selain


52

itu yang termasuk dalam kuadran III yaitu tahun

2002,2004,2006, dan 2008.

Tahun 2000, PMDN mengalami kenaikan sebesar

78,61% dan memberikan kontribusi sebesar 9,04% karena

banyaknya proyek yang disetujui dan investor tertarik dalam

bidang industri kimia, makanan, kertas, dan mineral non

logam. Kondisi ini menempatkan pada kuadran ke I yang

menunjukkan investasi pada saat itu sangat baik.

Tahun 2001, PMDN mengalami penurunan karena pada

tahun tersebut mengalami pergantian presiden dari Presiden

Abdurrahman Wahid ke Presiden Megawati Soekarno Putri.

Karena itulah fundamental ekonomi serta situasi keamanan dan

sosial politik belum kokoh dan belum kondisif.

Tahun 2014, terjadi penurunan sebesar -2,92% dan

memberikan kontribusi 12,16%. Hal ini terjadi karena defisit

transaksi berjalan berjumlah besar yang membuat kebijakan

moneter dan kebijakan fiskal menjadi ketat, sehingga

mengakibatkan pertumbuhan ekonomi terkendali.

Jadi, selama kurun waktu 1998 hingga 2014 PMDN

dalam keadaan terbaik berada pada tahun 2000 yang terletak

pada kuadran I dan yang terburuk terjadi pada tahun 2002.


53

4.2.3 Analisis Investasi atas Penanaman Modal Asing (PMA)


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari

perhitungan Growth and Share Investasi PMA

PMDN Growth Share


Tahun Kuadran
(Jutaan USD) (%) (%)
1998 13.563,10 - 5,2 III
1999 10.518,40 -22,45 4,04 III
2000 15.167,50 44,2 5,82 I
2001 15.083,90 -0,55 5,79 II
2002 9.789,10 -35,1 3,76 III
2003 13.207,20 34,92 5,06 IV
2004 10.279,80 -22,17 3,94 III
2005 13.579,30 32,1 5,21 IV
2006 5.577,00 -55,98 2,29 III
2007 10.341,30 73,02 3,97 IV
2008 14.873,20 43,82 5,7 IV
2009 10.815,40 -27,28 4,15 III
2010 16.214,80 49,92 6,22 I
2011 19.474,60 20,1 7,47 I
2012 24.564,40 26,14 9,42 I
2013 28.617,55 16,5 10,98 I
2014 28.529,7 -0,03 10,94 II
Total 232.066,55 177,19 100
Rata 14.504,16 11,81 5,88

Kondisi PMA yang paling tinggi growth dan sharenya

adalah tahun 2000, 2010,2011,2012, dan 2013 yang semuanya

beradda di kuadran I. Hal ini menandakan tingkat investasi

asing sangat tinggi karenaberbagai negara menyatakan

minatnya meningkatkan investasi di Indonesia.

Lalu lintas investasi antarnegara berjalan pesat sejak

dekade 1980 ketika proyek perdagangan, keuangan dan

investasi dilakukan sistematis. Tahun 2000 peran PMA sekitar


54

63% terhadap total investasi. Namun tahun 2010 peran PMA

melonjak menjadi 71%. Dengan kata sumbangan investasi

domestik (PMDN) kurang dari 30%. Jadi, konsep PMA

sebagai pelengkap investasi sudah tidak berlaku lagi karena

saat ini justru PMA menjadi sumber utama investasi nasional.

Kinerja penanaman modal yang kurang baik sejak 1996

telah menyebabkan lambannya proses peulihan negara kita

beberapa tahun setelah krisis. Adapun kendala dan tantangan

tersebut antara lain:

a) Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan negara

pesaing seperti Tingkok, Vietnam, Thailand, dan

Malaysia.

b) Rendahnya kepastian hukum

c) Lemahnya insentif investasi

d) Kualitas SDM yang rendah dan terbatasnya infrastruktur

e) Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendrong

pengalihan teknologi dari PMA

f) Masih tingginya biaya ekonomim karena tingginya kasus

korupsi, keamanan dan penyalahgunaan wewenang.

g) Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah

h) Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi.


55

Pemerintah mulai mengatasi tantangan diatas dengan

merestrukturisasi lembaga pemerintahan, meningkatkan

wfisiensi pelayanan ekspor-impor, beserta dikeluarkannya

berbagai paket insentif. Upaya pemerintah mulai membuahkan

hasil. Bidang investasi menonjol yang digeluti perusahaan

PMA adalah kegiatan industri logam dan mesin, percetakan,

kendaraan bermotor, tekstik, perdagangan dan perkebunan.

4.2.4 Analisis Kuadran Investasi Provinsi di Indonesia Tahun


1998-2014
Jumlah Investasi Share
Provinsi Kuadran
(Jutaan Rupiah) (%)
Aceh 5.110,30 3,27 I
Sumatera Utara 4.223,90 2,7 III
Sumatera Barat 4.251,1 0,27 III
Riau 7.707,60 4,94 I
Kep. Riau 28,5 0,02 III
Jambi 908 0,6 III
Sumatera Selatan 7.042,80 4,51 I
Kep. Bangka 615,5 0,4 III
Belitung
Bengkulu 7,8 0,05 III
Lampung 3.495,70 2,24 III
DKI Jakarta 17.811,50 11,41 I
Jawa Barat 18.726,90 11,99 I
Banten 8.081,30 5,18 I
Jawa Tengah 13.601,60 8,71 I
DI Yogyakarta 703,9 0,45 III
Jawa timur 38.132,00 24,42 III
Bali 252,8 0,16 III
Nusa Tenggara 212,5 0,14 III
Barat
Nusa Tenggara 3,6 0,01 III
Timur
Kalimantan Barat 4.320,8 2,77 III
Kalimantan 980,4 0,63 III
tengah
56

Jumlah Investasi Share


Provinsi Kuadran
(Jutaan Rupiah) (%)
Kalimantan 2.616,5 1,68 III
Selatan
Kalimantan 12.859 8,24 III
Timur
Kalimantan Utara 642,8 0,41 III
Sulawesi Utara 83 0,05 III
Gorontalo 45,1 0,03 III
Sulawesi Tengah 95,8 0,06 III
Sulawesi Selatan 4.949,6 3,17 III
Slawesi Barat 690,1 0,44 III
Sulawesi 1.249,9 0,8 III
Tenggara
Maluku Utara 156,3 0,1 III
Papua 249,9 0,16 III
Papua Barat 100 0,06 III
Total 156.126,50 100 III
Rata-rata 4.731,11 5,88 III
Kondisi investasi yang tinggi growth dan sharenya

yang berada di posisi kuadran I adalah Riau, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur.

Riau memiliki potensi di sektor pertanian, industri,

perkebunan, pertambangan dan perikanan. Investasi di Jakarta

berkembang karena letaknya strategis serta merupakan ibukota

sekaligus pusat pemerintahan. Sektor investasi yang

berpeluang besar adalah sektor keuangan, penyewaan,

perdangangan, hotel, restoran, serta sektor industri pengolahan.

Jawa barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk

terbesar di Indonesia. Provinsi ini memiliki peran penting

dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia karena hampir 60%

industri pengolahan di Indonesia berlokasi di Jawa barat.


57

Perkembangan investasi provinsi di Indonesia pasca

krisis ekonomi mengalami fluktuasi di masing-masing

provinsi, namun provinsi di Pulau Jawa umumnua mengalami

perkembangan investasi dibandingkan dengan provinsi

lainnya.

4.3 Analisis Tren


Analisis tren merupakan metode analisis yang ditujukan untuk

melakukan estimasi atau peramalan di masa yang akan datang. Untuk

melakukan peramalan dengan baik dibutuhkan berbagai informasi

(data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang

relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat

diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhi perubahan tersebut.

4.3.1 Analisis Nilai PDMN dan PMA Pada Tahun 2045


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari

perhitungan Realisasi PMDN dan PMA.

Tahun T N PMDN dan t2 Yt


PMA (Jutaan
USD) Y
1998 -15 1 73.762,90 225 -1.106.443,50
1999 -13 2 62.257,20 169 -809.343,60
2000 -11 3 107.577,90 121 -1.183.356,90
2001 -9 4 77.037,10 81 -693.333,90
2002 -7 5 35.096,70 49 -245.676,90
2003 -5 6 61.694,90 25 -308.474,50
2004 -3 7 47.062,00 9 -141.186,00
2005 -1 8 64.156,70 1 -64.156,70
2006 1 9 26.765,40 1 26.765,40
2007 3 10 45.220,00 9 135.660,00
2008 5 11 35.236,40 25 176.182,00
2009 7 12 48.614,30 49 340.300,10
58

Tahun T N PMDN dan t2 Yt


PMA (Jutaan
USD) Y
2010 9 13 76.841,30 81 691.571,70
2011 11 14 95.476,20 121 1.050.238,20
2012 13 15 116.746,50 169 1.517.704,50
2013 15 16 156.768,13 225 2.351.521,97
2014 17 17 152.933,12 289 2.599.863,04
Total 17 153 1.283.246,75 1.649 4.333.834,91
Rata 1 9 75.485,10 97 255.166,76

∑𝑌 1.283.246,75
𝒶= = = 75.485,10
𝑛 17
∑ 𝑌𝑡 4.333.834,91
𝑏= 2
= = 2.630,59
∑𝑡 1.649
Jadi, persamaan trend model least square adalah:

𝛾 = 75.485,10 + 2.630,59 (𝑡)

Ramalan investasi pada 100 tahun Indonesia merdeka di tahun

2045 adalah:

𝛾 = 75.485,10 + 2.630,59 (tahun 2045 merupakan periode

ke-79)

𝛾 = 75.485,10 + 2.630,59 (79)

𝛾 = 75.485,10 + 207.816,61

𝛾 = 283.301,71

Artinya nilai total investasi Indonesia pada 100 tahun

Indonesia merdeka di tahun 2045 adalah $283.301,71 juta

US.
59

4.3.2 Analisis Nilai PMDN Tahun 2045


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari

perhitungan Realisasi PMDN.

Tahun T NPMDN dan t2 Yt


PMA (Jutaan
USD) Y
1998 -15 1 60.199,80 225 -902.997,00
1999 -13 2 51.738,80 169 -672.604,40
2000 -11 3 92.410,40 121 -1.016.514,40
2001 -9 4 61.953,20 81 -557.578,80
2002 -7 5 25.307,60 49 -177.153,20
2003 -5 6 48.487,70 25 -242.438,50
2004 -3 7 36.782,20 9 -110.346,60
2005 -1 8 50.577,40 1 -50.577,40
2006 1 9 20.788,40 1 20.788,40
2007 3 10 34.878,70 9 104.636,10
2008 5 11 20.363,20 25 101.816,00
2009 7 12 37.798,90 49 264.592,30
2010 9 13 60.626,50 81 545.638,50
2011 11 14 76.001,60 121 836.017,60
2012 13 15 92.182,10 169 1.198.367,30
2013 15 16 128.150,59 225 1.922.258,78
2014 17 17 124.403,42 289 2.114.858,31
Total 17 153 1.023.250,51 1.649 3.378.762,99
Rata 1 9 60.155,91 97 198.650,76

∑𝑌 1.023.250,51
𝒶= = = 60.191,21
𝑛 17

∑ 𝑌𝑡 3.378.762,99
𝑏= = = 2.048,98
∑ 𝑡2 1.649

Jadi, persamaan trend model least square adalah:

𝛾 = 60.191,21 + 2.048,98(𝑡)

Ramalan investasi pada 100 tahun Indonesia merdeka di tahun

2045 adalah:
60

𝛾 = 60.191,21 + 2.048,98 (tahun 2045 merupakan periode

ke-79)

𝛾 = 60.191,21 + 2.048,98 (79)

𝛾 = 60.191,21 + 161.862,42

𝛾 = 222.060,63

Artinya nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN)

Indonesia pada 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045

adalah $222.060,63 juta US.

4.3.3 Analisis PMA Tahun 2045


Potret perekonomian Indonesia ditinjau dari perhitungan

Realisasi PMA.

Tahun t N PMDN dan t2 Yt


PMA (Jutaan
USD) Y
1998 -15 1 13.563,10 225 -203.446,50
1999 -13 2 10.518,40 169 -136.739,20
2000 -11 3 15.167,50 121 -166.842,50
2001 -9 4 15.083,90 81 -135.755,10
2002 -7 5 9.789,10 49 -68.523,70
2003 -5 6 13.207,20 25 -66.036,00
2004 -3 7 10.279,80 9 -30.839,40
2005 -1 8 13.579,30 1 -13.579,30
2006 1 9 5.977,00 1 5.977,00
2007 3 10 10.341,30 9 31.023,90
2008 5 11 14.873,20 25 74.366,00
2009 7 12 10.815,40 49 75.707,80
2010 9 13 16.214,80 81 145.933,20
2011 11 14 19.474,60 121 214.220,60
2012 13 15 24.564,40 169 319.337,20
2013 15 16 28.617,55 225 429.263,20
2014 17 17 28.529,70 289 485.004,90
Total 17 153 260.596,25 1.649 959.072,09
Rata 1 9 15.329,19 97 56.416,01
61

∑𝑌 260.596,25
𝒶= = = 15.329,19
𝑛 17
∑ 𝑌𝑡 959.072,09
𝑏= 2
= = 705,20
∑𝑡 1.360
Jadi, persamaan trend model least square adalah:

𝛾 = 60.191,21 + 2.048,98(𝑡)

Ramalan investasi pada 100 tahun Indonesia merdeka di tahun

2045 adalah:

𝛾 = 15.329,19 + 705,20(tahun 2045 merupakan periode ke-

79)

𝛾 = 15.329,19 + 705,20 (79)

𝛾 = 15.329,19 + 55.710,80

𝛾 = 71.039,99

Artinya nilai penanaman modal asing (PMA) Indonesia pada

100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045 adalah

$71.039,99juta US

Anda mungkin juga menyukai