Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abortus merupakan masalah dibidang kesehatan khususnya bidang obstetrik,

baik di negara maju maupun di negara berkembang, yang dapat menyebabkan

kesakitan, kematian, serta berpengaruh pada kelangsungan reproduksi wanita

(Prawiroharjo, 2002).

Abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan

dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab

utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan

eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab kematian ibu,

hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Aborsi juga

menimbulkan kerugian-kerugian lain stres psikologis, kerugian biaya dan beban

individual yang lain (Wiknjosastro, 2006)

Data World Health Organization (WHO, 2003),15 – 50% kematian itu

disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta

pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70 ribu

perempuan meninggal dunia. Bahkan dalam laporan tersebut juga menjelaskan

wilayah dan negara yang mempunyai abortus tertinggi dan terendah.

World Health Organization (WHO) memperkirakan di wilayah Asia

tenggara 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai

1
1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah

Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Pada tahun

2002/2003 saja tercatat ada 2,6 juta aborsi, separuh atau 1,3 juta di antaranya

disengaja karena kehamilan tak diinginkan, lainnya akibat keguguran atau sakit

( Jurnal BKKBN, 12 Juni 2006)

Kejadian abortus di Indonesia, sebanyak dua juta dimana satu juta

diantaranya adalah abortus yang dilakukan oleh remaja. Beberapa penelitan

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan permintaan abortus di

Indonesia.Penelitian melaporkan terjadi pengguguran kandungan yang disengaja

di RS.Cipto Mangukusumo Jakarta sebesar 32,7%, terdapat diantaranya 2,2%

dalam status nikah. Istri yang melakukan abortus memiliki alasan kesehatan atau

kegagalan program Kelurga Bencana (KB). Abortus dilakukan di kalangan remaja

biasa terjadi karena rasa takut pada orang tua dan masyarakat sekelilingnya, serta

karena peraturan sekolah (Gendervao, 2007).

Berdasarkan hasil study yang dilakukan pusat penelitian Unversitas

Indonesia pada tahun 2006 di 10 kota besar dan enam Kabupaten di Indonesia

tahun lalu menyimpulkan bahwa angka kejadian abortus mencapai 2,5 juta

setahun. Ini berarti 37 abortus terjadi setiap 1000 wanita berusia 15–49 tahun,

atau 43 abortus per seratus kelahiran hidup, atau lebih dari 30% dari kehamilan.

Bahkan dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan kelompok penderita yang

berstatus kawin berjumlah 214 orang, yang mengalami abortus spontan sebesar

91,3% dan abortus provokatus 8,7%. Jumlah penderita yang berstatus tidak kawin

2
sebesar 16 kasus, yang mengalami abortus spontan sebesar 12,5% dan yang

mengalami abortus provokatus sebesar 14 kasus (87,5%). Hal ini menunjukkan

bahwa penderita yang berstatus kawin lebih banyak mengalami abortus spontan

91,3%, sedangkan penderita abortus propokatus sebanyak 87,5% (anonim, 2008)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, angka

kejadian abortus di Sulawesi Selatan Pada tahun 2005, jumlah kasus abortus

sebesar 1794 kasus meningkat menjadi 1808 kasus pada tahun 2006, menjadi

2478 kasus pada tahun 2007 dan 2571 kasus pada tahun 2008 (Dinkes Sul-sel,

2008).

Kejadian abortus disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pertama,

umur ibu yang terlalu muda ataupun terlalu tua dapat meningkatkan risiko

terjadinya abortus pada ibu hamil, Kedua, jarak kehamilan yang dekat (kurang

dari 2 tahun), dikarenakan belum siapnya rahim untuk menerima implantasi janin

setelah persalinan terakhir. Ketiga, paritas yang semakin bertambah, Keempat,

kegagalan program Keluarga Berencana (KB). Data dari LBH Apik Jakarta

menyebutkan 27% pelaku abortus belum kawin dan 73% telah menikah. Alasan

mereka melakukan abortus, 37% karena gagal KB, 14% beralasan belum menikah

dan masih sekolah 6,3% (BKKBN 2005).

Untuk mencegah terjadinya abortus khususnya abortus provokatus maka

perlu diadakan konseling terhadap ibu hamil kelompok risiko tinggi (umur > 35

tahun, paritas > 4). juga konseling kontrasepsi terhadap akseptor KB. Upaya lain

adlah peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi untuk melindungi kesehatan

3
ibu termasuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur untuk

menghindari adanya kelainan pada saat hamil.

Khusus kepada para remaja perlu pengenalan secara dini tentang pendidikan

seks dan peningkatan kualitas iman pada remaja puteri untuk menghindari

terjadinya seks bebas yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.

Melihat banyak angka kejadian yang berkaitan dengan abortus maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang abortus provokatus yang dibatasi

pada faktor umur, paritas, jarak kehamilan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan umur ibu di

RSU Sawerigading Palopo?

2. Bagaimana gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan paritas ibu di

RSU Sawerigading Palopo?

3. Bagaimana gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan jarak

kehamilan ibu di RSU Sawerigading Palopo?

C. Tujuan Penelitan

1. Tujuan umum

Diketahuinya gambaran kejadian abortus provokatus di Rumah Sakit Umum

Sawerigading Palopo

4
Tujuan khusus

a. Diketahuinya gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan umur

ibu

b. Diketahuinya gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan paritas

ibu

c. Diketahuinya gambaran kejadian abortus provokatus berdasarkan jarak

kehamilan ibu

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat institusi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi

masyarakat pada umumnya dan tenaga kesehatan pada khususnya dalam

upaya melakukan penekanan terhadap angka kejadian abortus

2. Manfaat ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bacaan bagi

penelitian selanjutnya dan diharapkan lebih dikembangkan.

3. Manfaat peneliti

Merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan

keilmuan melalui penelitian lapangan dalam menghasilkan karya ilmiah.

5
BAB II

KONSEP MATERI

A. Tinjauan umum Tentang Abortus

1. Pengertian Abortus

Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar

kandungan atau berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab tertentu diistilahkan

dengan abortus. Ada banyak pendapat mengenai hal ini. Menurut Mochtar,

abortus didefenisikan sebagai keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas

(mampu hidup diluar kandungan), dan masa gestasi mencapai 22 minggu

atau lebih, berat janin 500 gr atau lebih.

Abortus menurut Manuaba adalah dikeluarkannya hasil konsepsi

sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang

dari 1000 gr atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu. Sedangkan

menurut Dadang Hawari, abortus adalah terminasi (penghentian) kehamilan

yang di sengaja atau abortus provokatus dimana kehamilan diprovokasi

dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran. Bayi baru

mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai 500 gram

atau lebih atau umur kehamilannya lebih dari 20 minggu

6
2. Etiologi Abortus

a. Kelainan pertumbuhan hasil pembuahan:

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan abortus

pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan

kelainan dalam pertumbuhan ialah :

1) Kelainan kromosom

2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna

3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan

alkohol.

b. Kelainan pada plasenta

1) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak

dapat berfungsi

2) Gangguan pembuluh darah plasenta

3) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta

sehingga menimbulkan keguguran

c. Penyakit ibu

Penyakit menahun seperti radang paru-paru, tifus abdomminalis,

infeksi ginjal, dan malaria dapat menyebabkan terjadinya abortus.

Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta janin,

mengakibatkan terjadinya abortus spontan, anemia berat, keracunan,

perdarahan dan infeksi perut.

7
d. Kelainan saluran reproduksi

Kelainan-kelainan rahim dapat menyebabkan abortus spontan.

Misalnya mulut rahim yang lemah. Penyakit bapak : penyakit kronis

seperti TBC, anemia, dekompensasis kordis, malnutrisi nefritis, sifilis,

keracunan dan avitaminosis.

3. Klasifikasi abortus

Keguguran atau abortus dapat dibagi menjadi, yaitu :

1) Berdasarkan golongan :

1) Abortus spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor

mekanis, semata–mata di sebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

2) Abortus provocatus

Adalah abortus disengaja, baik memakai obat-obatan maupun alat-

alat. Abortus ini dibagi menjadi :

a) Abortus medisinalis : abortus karena tindakan indikasi medis

dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan

jiwa ibu.

b) Abortus kriminalis : abortus yang terjadi oleh karena tindakan-

tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medik.

2) Berdasarkan gambaran klinis

1) Abortus kompletus (Keguguran lengkap)

8
2) Abortus inkompletus (Keguguran tidak lengkap)

3) Abortus imminens (Keguguran mengancam)

4) Abortus insipiens (Keguguran tidak terhalang)

5) Abortus habitualis (Keguguran yang berulang 3 kali atau lebih)

6) Missed abortion (Retensi janin mati)

4. Patofisiologi Abortus

Patofisiologi terjadinya abortus mulai dari terlepasnya sebagian atau

seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin

kekurangan nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing,

sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran

tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang

menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran memberikan

gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan

disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.

Bentuk perdarahan bervariasi di antaranya :

a. Sedikit-sedikit dan berlangsung lama.

b. Sekaligus dengan jumlah yang besar dapat di sertai gumpalan.

c. Akibat perdarahan dapat menimbulkan gangguan seperti, syok, nadi

meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis, dan daerah ujung (akral)

dingin. Sebagian besar abortus termasuk dalam 3 tipe pertama karena

9
kuretase diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah

perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

5. Diagnosa Abortus

Keguguran atau abortus dapat dipastikan dengan beberapa kriteria, yaitu :

a. Perut terasa tegang dan keras.

b. Kram abdomen bagian bawah.

c. Perdarahan vagina : merah, terang, atau coklat gelap.

d. Adanya perdarahan melalui vagina

e. Dapat diikuti dengan pengeluaran hasil konsepsi

f. Pada pemeriksaan urine, planotest dapat memberi hasil masih positif atau

negatif.

6. Gambaran Klinis Abortus

1) Abortus immimiens:

Gambar 1 Abortus imminens

Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan bercak

yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan kehamilan masih

10
mungkin berlanjut atau dipertahankan. Diagnosa dapat ditentukan bila

wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uterus eksternum, disertai

mules atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai tuanya kehamilan,

serviks belum membuka dan test kehamilan positif.

2) Abortus Insipiens

Gambar 2 Abortus insipiens

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,

tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.Abortus Komplit

Gambar 3 Abortus komplit(19)

11
Adalah kehamilan di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan

dari kavum uteri.

3) Abortus Inkomplite

Gambar 4 Abortus Inkomplit (19)

Adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan 20

minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

4) Missed Abortion

Gambar 5 Missed Abortion(19)

Adalah keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu ke 22,

tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.

12
5) Abortus Habitualis

Adalah abortus yang telah berulang sekurang-kurangnya 3 kali

berturut-turut.

7. Komplikasi Abortus

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,

infeksi dan syok.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah, kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu

diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan

laparatomi. Laporan pada perforasi dan perlukaan uterus yang luas harus

segera dilakukan secepatnya guna mengatasi komplikasi.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada setiap

abortus, tapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih

sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis

dan antisepsis. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi

13
menyebar ke miometrium, tuba, para metrium, dan peritoneum. Apabila

infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis,

dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

d. Syok

Pada abortus biasanya terjadi karena perdarahan dan karena infeksi

berat (abortus endoseptik).

B. Tinjauan Khusus Tentang Abortus provokatus

1. Pengertian

Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-

upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.(Sastrawinata,2004)

2. Gejala

Gejala - gejala yang terpenting ialah setelah terjadi abortus dengan

pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus. Sering serviks tetap

terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus

allenium, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan

kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan berlangsung lama, servix akan

menutup kembali.

3. Pembagian Abortus Provokatus

Abortus provokatus terbagi lagi menjadi :

a. Abortus provokatus medisinalis

14
Abortus yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, dengan alasan bila

kehamilan dilanjutkan membahayakan jiwa ibu. Abortus provokatus

medisinalis boleh dilakukan atas indikasi berikut:

1) Bila kelangsungan kehamilan dapat mengancam hidup wanita atau

sangat merusak kesehatannya. Dalam menentukan apakah ada risiko

semacam itu terhadap kesehatan atau tidak harus dipertimbangkan

keseluruhan keadaan wanita tersebut, baik yang nyata ada, maupun

yang diramalkan dapat terjadi dengan penuh tanggung jawab.

2) Bila kehamilan merupakan akibat perkosaan atau hubungan saudara

(incest). Dalam hal ini kriteria medis yang sama harus dilaksanakan

dalam melakukan evaluasi penderita.

3) Bila kelanjutan kehamilannya akan menghasilkan anak dengan

deformitas fisik yang berat atau retardasi mental.

b. Abortus Provokatus Kriminalis

Abortus provokatus kriminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum

janin dapat hidup atas dasar permintaan wanita dan tidak karena kesehatan

ibu yang terganggu atau penyakit pada janin.

Abortus provokatus kriminalis di negara-negara yang sudah maju,

undang-undang yang melarang abortus provokatus kriminalis dengan

ancaman hukuman yang berat termasuk hukuman mati, ternyata tidak

dapat menghilangkan atau membendung arus perbuatan abortus dalam

masyarakat.

15
4. Penanganan

Penanganan spesifik abortus provokatusus

a. Tentukan besar uterus ( taksir usia gestasi, kenali dan atasi setiap

komplikasi ( perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)

b. Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan

hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum.

Setelah itu evaluasi perdarahan

1) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau

misoprostal 400 mg per oral.

2) Bila perdarahan terus berlangsung, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan

AVM ( aspirasi vacuum manual ) atau dilatasi dan kuretase (pilihan

tergantung dari usia gestasi, pembukaan servix, dan keberadaan

bagian-bagian janin)

c. Bila tidak ada tanda infeksi, beri antibiotika propilaksis (ampicilin 500

mg oral atau doksisiklin 100 mg).

d. Bila terjadi infeksi, beri ampicilin I gr dan metrodinasol 500 mg setiap 8

jam.

e. Bila terjadi perdarahan hebat atau usia gestasi dibawah 16 minggu, segera

lakukan evaluasi dengan AVM ( aspirasi vacuum manual ).

f. Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama

2 minggu ( anemi sedang ) atau transfusi darah (anemi berat)

16
g. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu

1) Beri infus oksitocin 20 unit dalam 500 ml cairan RL ( ringer laktat)

intavena dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil

konsepsi.

2) Jika perlu berikan misoprostol 300 mcg pervaginam setiap 4 jam

sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi maksimal 800 mcg

3) Evaluasi hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Pada beberapa kasus, abortus provokatus erat kaitannya dengan abortus

tidak aman, oleh sebab itu, perlu diperhatikan :

a. Pastikan tidak ada komplikasi yang berat seperti sepsis, perforasi uterus

atau cedera intra - abdomen ( mual/muntah, nyeri punggung, demam,

perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang )

b. Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding

vagina atau kanalis servikalis dan pasien pernah diimunisasi.

c. Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus (

ATS ) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml

setelah 4 minggu.

d. Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

17
C. Tinjauan Umum Tentang Faktor - Faktor Yang Berhubungan dengan

Abortus Provokatus

Dalam obstetric modern terdapat pengertian potensi resiko, dimana suatu

kehamilan selalu mempunyai peluang terjadinya resiko, baik resiko rendah

maupun resiko tinggi. Banyaknya faktor yang erat kaitannya dengan resiko

terjadinya abortus provokatus sebagai keadaan yang membahayakan saat hamil

dan meningkatkan bahaya terhadap janinnya.

1. Umur

Fakta berbicara aborsi telah dilakukan oleh 2,3 juta perempuan.

Diperkirakan seluruh dunia setiap tahun terjadi 40-70 aborsi per 1000 wanita

usia produktif. Umur ibu merupakan salah satu faktor resiko terjadinya

abortus. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman dalam

kehamilan, persalinan, dan kelahiran yaitu 20-35 tahun.

Sebuah penelitian yang melihat karakteristik perempuan menikah

mencari pelayanan aborsi ditiga klinik pada tahun 1996 – 1997 menunjukkan

usia klien saat melakukan abortus terbesar adalah 31-35 tahun (29,7%), 21-25

tahun (19,94%) dan 17-20 tahun (6%).

Sebuah penelitian lain yang menggunakan data Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 pada 1.563 perempuan usia subur

sebagai sampelnya, ditemukan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan paling

banyak terjadi pada kelompok 15-19 tahun sebanyak 11,9% diantaranya

18
berupaya mengakhiri kehamilannya, baik dengan cara tradisional maupun

medis.

Tidak boleh dilupakan juga, berdasarkan undang-undang perkawinan

usia perkawinan di Indonesia untuk perempuan adalah 16 tahun dan untuk

laki-laki 19 tahun, menurut hukum remaja sudah boleh menikah. Namun

demikian, soal menangani kehamilan remaja menjadi suatu aspek sulit dari

permasalahan aborsi.

Disamping itu, usia yang terlalu mudah tubuhnya belum siap untuk

menjadi ibu. Kehamilan dan persalinan pada usia semuda itu, dapat merugikan

perkembangan sistem organis tubuhnya untuk seumur hidup.

2. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan seorang ibu baik lahir hidup

maupun mati. Pada indeks kahamilan risiko tinggi menurut Fotney A dan .W.

Whetenhorne menunjukkan bahwa paritas 1-3 termasuk risiko rendah dan

paritas lebih dari 3 termasuk risiko tinggi.

World Futurnity Survey yang diadakan 40 negara berkembang

mengatakan bahwa 40-60% wanita berkeluarga tidak ingin menambah anak

lagi. Namun 50-70% dari jumlah itu ternyata tidak menggunakan salah satu

metode kontrasepsi efektif sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan yang

tidak diinginkan masih cukup besar, dengan alasan sosial belum siap memiliki

anak karena tidak sanggup lagi membiayai anak-anaknya atau kuatir masa

depan anak tak terjamin.

19
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan lima orang anak

atau lebih, angka kejadian abortus dua kali lebih besar dibandingkan wanita

dengan satu anak. Dimana dalam sebuah survei ditemukan 20% abortus

terjadi pada wanita yang mempunyai satu atau empat anak, dan 41% lebih dari

lima anak.

3. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan dengan kelahiran

terakhir pada ibu hamil. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap

kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.

Jarak kelahiran anak kurang dari dua tahun merupakan suatu keadaan

yang berisiko bila dibandingkan dengan ibu hamil yang normal. Ibu hamil

dengan risiko tinggi dapat menimbulkan bayi lahir belum cukup bulan, bayi

lahir dengan berat lahir rendah, keguguran (abortus) dan persalinan tidak

lancer.

Secara medis ibu benar-benar pulih setahun setelah melahirkan

sedangkan secara psikologis seorang wanita membutuhkan waktu selama dua

sampai tiga tahun agar dapat pulih dari suatu kehamilan atau persalinan dan

mempersiapkan diri untuk kehamilan berikutnya.

Kehamilan yang terjadi dalam waktu tiga bulan dari kehamilan

sebelumnya dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus, karena secara fisik

dan psikis seorang wanita belum siap menerima kehamilan akibat trauma dari

persalinan sebelumnya.

20
Ketidaksuburan lapisan dalam rahim atau endometrium yang merupakan

salah satu penyebab terjadinya abortus yang disebabkan oleh jarak kehamilan

yang terlalu dekat. Selain itu, jarak kehamilan kurang dari dua tahun

memberikan indikasi kurang siapnya rahim untuk terjadinya implantasi bagi

embrio sehingga memungkinkan terjadinya abortus, bayi lahir mati dan

kematian ibu. Kehamilan yang terjadi dalam waktu tiga bulan dari kehamilan

sebelumnya dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus karena secara fisik

dan psikis seorang wanita belum siap menerima kehamilan akibat trauma dari

persalinan sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian Theresia di RSU Palopo tahun 1999-2000,

jarak kehamilan < 2 tahun mempunyai risiko mengalami abortus 5,09 kali

lebih besar dibanding jarak kehamilan > 2 tahun.

4. Penyakit Penyerta

Beberapa penyakit peserta yang dapat mengakibatkan seorang ibu harus

melakukan aborsi dengan alasan dapat membahayakan nyawanya. Bila pada

keadaan aborsi ini dilakukan kemungkinan besar nyawa ibu tersebut dapat

tertolong, misalnya seorang ibu mengidap penyakit anemia, typhoid.

Dalam hal ini telah diadakan bantuan khusus dimana bantuan khusus ini

bertujuan untuk aborsi – aborsi terapik pada umumnya dilakukan di depan

janin dan dapat dirasakan atau dilihat oleh beberapa orang yang mengetahui

tindakan itu sebagai kematian seorang an

21
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan

denpeden. Yang termasuk variabel dependen (variabel yang terpengaruh)

adalah abortus provokatus, sedangkan variabel independen ( variabel yang

mempengaruhi ) adalah umur ibu, paritas, dan jarak kehamilan.

1. Umur

Umur seorang ibu pada saat hamil besar pengaruhnya terhadap

perkembangan janin dalam kandungan. Umur reproduksi yang ideal bagi

seorang untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun. Kehamilan dan

persalinan pada umur di bawah 20 tahun telah terbukti menigkatkan risiko

komplikasi dan kematian ibu disebabkan kareana pada umur wanita yang

terlalu muda belum siap menghadapi proses kehamilan baik secara fisik

maupun mental. Sedangkan pada usia 35 tahun ke atas kemampuan alat

reproduksinya telah mengalami kemunduran dan sirkulasi makanan janin

dapat terganggu akibat terjadinya pengapuran pada sistem peredaran darah

yang dapat menjadi pemicu terjadinya abortus

2. Paritas

Wanita dengan paritas empat atau lebih banyak mengalami kejadian

abortus karena kemampuan uterus sebagai media pertumbuhan janin

22
dipengaruhi oleh jumlah paritas yang tinggi. Kerusakan pada pembuluh

darah dinding uterus mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin, dimana

jumlah nutrisi akan berkurang dibanding pada kehamilan sebelumnya.

Dengan demikian dapat menimbulkan komplikasi sebagai pemicu

terjadinya abortus.

3. Jarak kehamilan

Di beberapa daerah wanita yang melakukan aborsi sebagian besar

sudah menikah dan mempunyai beberapa orang anak dengan jarak

kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari atau sama dengan satu

tahun berisiko tinggi untuk melakukan aborsi dibandingkan wanita dengan

jarak kehamilan 2-3 tahun atau lebih. Mereka lebih suka menggunakan

aborsi dari pada menunda atau mengatur jarak kehamilan.

B. Bagan Konsep Konsep

Umur

Paritas

Kejadian
Jarak Kehamilan
Abortus Provokatus

Penyakit Penyerta

23
Keterangan :

: Variabel dependen

: Variabel independen

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

C. Definisi Operasional dan kriteria objektif :

1. Abortus provokatus yaitu abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya

tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan sebagaimana diagnosa dokter

dan bidan sesuai yang tercantum dalam status pasien.

Kriteria objektif :

Ya : Semua ibu yang mengalami Abortus provokatus berdasarkan

diagnose dokter.

Tidak : Semua ibu yang tidak mengalami Abortus Provokatus berdasarkan

diagnose dokter.

2. Umur ibu adalah lama hidup ibu yang dihitung berdasarkan ulang tahun

terakhir pada saat mengalami abortus provokatus sesuai yang tercantum

dalam status pasien.

Kriteria objektif :

Resiko Tinggi : jika umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun

Resiko Rendah : jika umur ibu 20 - 35 tahun

24
3. Paritas adalah jumlah persalinan yang sudah dialami oleh ibu baik dalam

keadaan hidup atau mati dengan umur kehamilan > 28 minggu sesuai yang

tercantum dalam status ibu

Resiko tinggi : jika paritas ibu > 3

Resiko rendah : jika paritas ibu 1 - 3

4. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan adalah waktu antara kehamilan terdahulu sebelum terjadi

abortus dengan kehamilan terakhir saat terjadinya abortus yang dinyatakan

dalam tahun sebagaimana yang tercantum dalam rekam medik rumah sakit.

Kriteria Objektif :

Risiko tinggi : Bila jarak kehamilan ibu yang tercantum dalam rekam

medik adalah < 2 tahun

Risiko rendah : Bila jarak kehamilan ibu yang tercantum dalam rekam

medik adalah ≥ 2 tahun

D. Hipotesis

Diduga kejadian abortus provokatus di pengaruhi oleh faktor umur, paritas, dan

jarak kehamilan ibu di RSU Sawerigading Palopo

25
BAB IV

MEDOTE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan

deskriptif untuk menggambarkan kejadian abortus provokatus di RSU

Sawerigading Palopo

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di RSU Sawerigading palopo

2.Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi adalah semua penderita abortus yang dirawat di RSU Sawerigading

palopo

2. Sampel adalah semua penderita yang terdiagnosa abortus provokatus yang

dirawat di RSU Sawerigading Palopo

D. Tehnik pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara purposive sampling di dasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang di buat oleh peneliti sendiri,berdasarkan ciri populasi

26
yaitu umur,paritas,jarak kehamilan,yang sudah di ketahui sebelumnya yaitu

mempunyai kelengkapan data sesuai dengan variabel penelitian (Nursalam, 2003)

E. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang berasal dari buku

register pasien yang terdiagnosa abortus provokatus yang pernah dirawat dan

melihat status pasien yang tersimpan di ruangan rekam medik RSU sawerigading

Palopo

F. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan

kalkulator kemudian dianalisa secara deskriptif. Penyajian data dalam bentuk

tabel distribusi disertai penjelasan.

G. Analisa data

Data dianalisa dalam bentuk persentasi dengan menggunakan rumus:

f
P x100%
n

Dimana P = Persentase yang dicari

f = Frekuensi atau Variabel

n = Jumlah Sampel (Nursalam, 2003)

27

Anda mungkin juga menyukai