Laporan FTIR MnO Sip
Laporan FTIR MnO Sip
Oleh:
Ian Satria Bagasakara NIM 160514610077
Ichlasul Insani NIM 160514610090
Ilyan Tik Nanta NIM 160514610007
M. Mirza Yuniar R. NIM 160514610032
M. Taufik Afandi NIM 160514610070
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
logam yang membuat para peneliti tertarik untuk melakukan studi dan rekayasa
material adalah mangan oksida (MnO). Aplikasi umum yang banyak digunakan dari
nanopartikel MnO adalah sebagai bahan baku untuk membuat baterai dan agen
untuk menghilangkan kotoran dalam pengecoran (Xiaodi Liu et al., 2013).
Penganalisis sifat kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu
substansi dari MnO melalui spektrum yang dipancarkan atau yang diserap
menggunakan spektrometer yang menggunakan metode FTIR.
Praktikum ini membahas tentang nanopartikel mangan oksida (MnO)
menggunakan metode FTIR untuk mengidentifikasi serta menganalisis gugus
fungsi dan ikatan antar molekul dari nanopartikel tersebut. Sehingga mahasiswa
mampu memahami serta mengerti baik proses, analisa, dan identifikasi dari
nanopartikel MnO menggunakan metode FTIR.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui gugus fungsi yang berada dari nanopartikel MnO.
2. Mengetahui jenis-jenis vibrasi antar antom dari nanopartikel MnO.
3. Mengetahui kekuatan penyerapan senyawa nanopartikel pada gelombang
tertentu.
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengkarakterisasi sampel MnO menggunakan FTIR
2. Mahasiswa mampu menyajikan hasil dari Spektrum FTIR
3. Mahasiswa mampu menndeskripsikan hasil dari Spektrum FTIR
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat
terjadi pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).
5
suatu molekul (Anam, 2007). Hal yang sangat unik pada penyerapan radiasi
gelombang elektromagnetik adalah bahwa suatu senyawa menyerap radiasi dengan
panjang gelombang tertentu bergantung pada struktur senyawa tersebut. Absorpsi
khas inilah yang mendorong pengembangan metode spektroskopi, baik
spektroskopi atomik maupun molekuler yang telah memberikan sumbangan besar
bagi dunia ilmu pengetahuan terutama dalam usaha pemahaman mengenai susunan
materi dan unsur-unsur penyusunnya (Anam, Sirojudin, dan Firdausi, 2007).
Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur
merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar
atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan
sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah molekul (Silverstein and
Bassler, 1998). Vibrasi dua atom yang dihubungkan secara ikatan kimia dapat
disamakan dengan vibrasi dua bola yang dihubungkan dengan pegas. Dengan
menggunakan analogi ini, kita dapat menerangkan sejumlah gambar dari spektra
inframerah. Sebagai contoh untuk merentangkan pegas kita membutuhkan tenaga
yang lebih besar daripada untuk menekuknya, dan serapan rentangan/ulur dari suatu
ikatan muncul pada frekuensi yang lebih tinggi dalam spektrum inframerah
daripada serapan tekuk dari ikatan yang sama (Sastrohamidjojo, 2007).
Secara umum, vibrasi uluran asimetrik terjadi pada bilangan gelombang yang
lebih tinggi dibanding vibrasi uluran simetrik; demikian juga, vibrasi uluran juga
terjadi pada bilangan gelombang yang lebih tinggi dibanding vibrasi tekukan.
Vibrasi tekuk sendiri terdiri dari 4 macam yakni guntingan, ayunan, kibasan dan
puntiran. Istilah tersebut digunakan dalam pustaka untuk merujuk bilangan
gelombang yang merupakan asal pita inframerah (Pavia et al., 2009). Gambar 3
menunjukkan bahwa gugus metilen tunggal memberikan sejumlah ragam vibrasi,
dan setiap atom yang dihubungkan dengan dua atom lain akan mengalami vibrasi,
ketika terjadi perbedaan momen dipol.
6
Gambar 2.2 Berbagai jenis vibrasi pada gugus metilen
Sumber : Pavia et al (2009)
7
senyawa kompleks dengan energi berupa sinar infrared mengakibatkan molekul-
molekul bervibrasi dimana besarnya energi vibrasi tiap komponen molekul
berbeda-beda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya sehingga akan dihasilkan frekuensi yang berbeda.
2) Beam Splitter
Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by
Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang
diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang
8
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Terbuat dari material yang
memiliki index refraktif 50% . Untuk Infra red jauh menggunakan lapisan Mylar
film yang di apit atara piringan Halide. Sedangkan untuk infra red tengah
menggunakan lapisan germanium atau silicon yang didepositkan pada Csl, CsBr,
KCl atau NaCl. Untuk Infra red dekat menggunakan lapisan film tipis dari ferric
oxide yang didepositkan pada kalium kloride (Nurfajrina, 2019).
3) Detektor
Sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran akhir. Detector ini
digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram khusus. Detektor
yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine
Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu
memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif,
lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi
vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Fitrianii, 2019).
4) Daerah Sampel
Sinar memasuki kompartemen sampel dimana diteruskan melalui cermin dari
permukaan sampel yang tergantung pada jenis analisis. Daerah sampel infra merah
dapat terdiri dari 3 jenis yaitu sample yang berbentuk gas, cairan dan padatan.
a. Sampel Gas
Wadah sampel sell tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas
digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 mm. Hal ini
dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat
memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel. Sampel berupa gas dapat
dianalisis secara langsung, hanya perlu diperhatikan adanya uap air dalam sampel
tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita serapan yang tajam.
Pengukuran sampel gas memerlukan tempat sampel khusus, biasanya berupa
silinder dari bahan silika. Silinder ini mempunyai dua buah lubang untuk tempat
keluar masuknya gas. Sebagai penutup lubang tersebut dapat digunakan lempengan
kristal NaCl (Setiyanto, 2017).
9
Gambar 2.4 Tempat Sampel Gas
Sumber : N. Yoga (2016)
b. Sampel Cairan
Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk larutan.
Sampel cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat lapisan tipis
yang diletakkan diantara celah yang dibuat dari dua lempengan NaCl yang
diletakkan berhimpitan. Tebal lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang. Sampel
cairan murni yang terlalu tebal menyerap sangat kuat, sehingga menghasilkan
spektrum yang tidak memuaskan. Cairan yang mudah menguap dianalisis dalam sel
tertutup dengan lapisan tipis. Lempeng perak klorida atau KRS-5 dapat digunakan
untuk sampel yang melarutkan NaCl (Ramadhan, 2017).
Larutan ditangani di dalam sel yang tebalnya 0,01-1 mm. Untuk sel yang
tersedia, diperlukan larutan 0,05-10% sebanyak 0,1-1 ml. Sebuah sel yang
mengandung pelarut murni diletakkan pada berkas acuan. Dengan begitu, spektrum
yang diperoleh adalah milik zat terlarut, kecuali pada daerah-daerah tempat pelarut
menyerap dengan kuat (Hardoyo, 2017).
Pelarut yang dipilih haruslah cukup bening di daerah yang diperlukan dan pula
harus kering. CCl4 merupakan pelarut yang paling baik sebab sedikit mengabsorpsi
infra merah, tetapi tidak semua zat dapat larut dalam CCl4. Beberapa jenis pelarut
lainnya antara lain kloroform dan sikloheksana. Pasangan zat terlarut dan pelarut
yang bereaksi tidak dapat digunakan. Contohnya, CS2 tidak dapat digunakan
sebagai pelarut amina primer dan sekunder (Setiyanto, 2017).
Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai berkas
radiasi kurang dari 1 mm, biasanya dibuat dari lapisan tipis (film) diantara dua
keping senyawa yang tranparan terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa
digunakan adalah natrium klorida (NaCl), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium
iodida (CaI2) (Hardoyo, 2017).
10
Gambar 2.5 Tempat Sampel Cair
Sumber : N. Yoga (2016)
c. Sampel Padat
Sampel berbentuk padat dapat dianalisis dalam bentuk pelet, pasta atau lapisan
tipis. Bentuk pelet dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr
(0,1-2,0% berdasarkan berat) hingga halus dan homogen. Campuran ini kemudian
ditekan dengan alat pembuat pelet sampai tekanan 10-20 Mpa (Mega Pascal =
ton/inc2) sehingga terbentu suatu pelet. Pelet yang baik harus jernih/transparan dan
tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga digunakan kristal KI, CsI atau CsBr
(Setiyanto, 2017).
d. Computer
Sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer untuk diolah oleh Fourier
Transformation berada. Spektrum disajikan untuk interpretasi lebih lanjut.
11
2. Metode Pelet KBr
Campuran sampel padat dengan serbuk KBr (5 – 10 % sampel serbuk KBr).
Campuran yang sudah homogen kemudian dibuat pellet KBr(pil KBr)
dengan alat MINI HAND PRESS. Setelah terbentuk pil KBr siap untuk
dianalisis.
12
Tabel 1 Korelasi IR
13
karena vibrasi ulur dari O-H atau N-H. ikatan hidrogen menyebabkan puncak
melebar dan terjadi pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek.
Sedangkan vibrasi C-H alifatik timbul pada 3000-2850 cm-1. Perubahan
struktur dari ikatan C-H akan menyebabkan puncak bergeser kearah yang
maksimum. Ikatan C=H timbul pada 3300 cm-1. Hidrogen pada gugus karbonil
aldehid memberikan puncak pada 2745-2710 cm-1. Puncak vibrasi ulur CH
dapat didefinisikan dengan mengamati atom H oleh deuterium
(Kristianingrum, 2010).
b) Pada daerah ikatan rangkap tiga (2700-1850 cm-1), gugus-gugus yang
mengabsorpsi terbatas, seperti untuk vibrasi ulur ikatan rangkap terjadi pada
daerah 2250-2225 cm-1 (Misal : untuk –C=N pada 2120 cm-1, -C-=N- pada
2260 cm-1). Puncak untuk SH adalah pada 2600-2550 cm-1 untuk pH pada
2240-2350 cm-1 dan SiH pada 2260-2090 cm-1.
c) Pada daerah ikatan rangkap dua (1950 – 1550 cm-1), vibrasi ulur dari gugus
karbonil dapat dikarakteristikkan di sini, seperti aldehid, asam, aminola,
karbonat, semuanya mempunyai puncak pada 1700 cm-1. Ester, halida-halida
asam, anhidrida-anhidrida asam, mengabsorpsi pada 1770-1725 cm-1.
menyebabkan puncak absorpsi menjadi lebih rendah sampai 1700 cm-1. Puncak
yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari –C=C- dan C=N terletak pada 1690-
1600 cm-1, berguna untuk identifikasi oleh FTIR. Cincin aromatik
menunjukkan puncak dalam daerah 1650-1450 cm-1, yang dengan derajad
substitusi rendah (low degree of substitution) menunjukkan puncak pada 1600,
1580, 1500, dan 1450 cm-1 (Kristianingrum, 2010).
d) Daerah sidik jari berada pada 1500-1700 cm-1, dimana sedikit saja perbedaan
dalam struktur dan susunan molekul, akan menyebabkan distribusi puncak
absorpsi berubah. Dalam daerah ini, untuk memastikan suatu senyawa organik
adalah dengan cara membandingkan dengan perbandingannya. Pita absorpsi
disebabkan karena bermacam-macam interaksi, sehingga tidak mungkin dapat
menginterpretasikan dengan tepat (Kristianingrum, 2010).
14
2.1.2.5 Kelebihan dan Kekurangan FTIR
1) Kelebihan FTIR
a. Speed
Dibanding dengan metode dispersive infra red spektroskopi, FTIR hanya
membutuhkan hitungan detik bukan dalam menit, karena semua frekuensi
dihitung secara simultan (Devika, Mohandass, and Nusrath, 2013).
b. Sensitivitas
Sensitivitas meningkat karena detektor yang dipasang memang lebih
sensitif, dan juga optikal output yang diberikan lebih tinggi dengan
menggunakan cermin beamsplitter (Devika, Mohandass, and Nusrath,
2013).
c. Mechanical Simplicity
Moving mirror adalah satu-satunya benda yang bergerak didalam alat FTIR,
maka dari itu presentase alat rusak adalah kecil sekali (Devika, Mohandass,
and Nusrath, 2013).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
16
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Prosedur Percobaan
1. Preparasi Sampel
Masukkan Kbr kedalam cawan, lalu gerus sampai halus.
Tuangkan bubuk Kbr yang telah halus ke tempat sampel.
Tekan bubuk KBr sampai padat.
Letakkan tempat sampel ke dalam spektrofotometer FTIR.
Ambil tempat sampel dari mesin spektrofotometer FTIR yang berisi
KBr yang telah dilakukan treatment
Campur KBr yang telah di karakterisasi dengan sampel (MnO)
menggunakan perbandingan 10:1
Bersihkan tempat sampel menggunakan Aseton
Tuangkan bubuk Kbr dan MnO yang telah halus ke tempat sampel.
Tekan bubuk KBr dan Mno sampai padat.
Letakkan tempat sampel yang berisi sampel ke dalam spektrofotometer
FTIR
2. Pengujian
FTIR Uji karakteristik MnO (Manganese Oxide) menggunakan FTIR
dilakukan dengan menyalakan alat penguji FTIR dan computer
penghubung software yang digunakan untuk menganalisa.
Meletakkan sampel Mno dan KBr yang sudah jadi pada tempat sampel.
Menempatkannya pada lintasan sinar alat FTIR.
Lakukan pengukuran dengan alat FTIR sehingga dihasilkan spektrum
FTIR dari sampel.
17
3.2.2 Diagram Alir
Mulai
Preparasi
Pengujian FTIR
Penarikan
Kesimpulan
Selesai
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
648,08
466,77
Gambar 4.1 Hasil spektrum inframerah pada perbandingan komposisi pellet sampel MnO :
KBr = 1 : 10
Sumber : Laboratorium Central FMIPA Universitas Negeri Malang
19
(KBr) dengan melakukan variasi perbandingan komposisi MnO : KBr yaitu sebesar
1:10. Penggunaan sampel yang sedikit ini akan dihasilkan spektra yang dapat
terbaca dengan jelas dan tidak bertumpuk. Digunakannya KBr karena tidak
menghasilkan serapan pada inframerah sehingga yang teramati secara langsung
adalah serapan dari sampel. Pellet yang dihasilkan dianalisis dengan spektroskopi
FT-IR mode transmisi. Dari hasil spektrum dengan perbandingan komposisi sampel
MnO-KBr didapatkan hasil berupa spektra yang disajikan pada gambar 2.1.
Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan pita serapan khas dari manganese oxide
yaitu adanya ikatan gugus Mn-O yang terlihat pada daerah wavenumber 648,08
𝑐𝑚−1 menunjukkan jenis senyawa MnO dengan vibrasi streching. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ilman dkk, dimana peak
pada wavenumber 638,44—607,58 𝑐𝑚−1 menunjukkan adanya vibrasi streching
dengan gugus fungsi Mn-O. Juga terdapat peak pada wavenumber 466,77 𝑐𝑚−1
menunjukkan jenis senyawa MnO dengan vibrasi streching. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ardean dan Horea, yang
menyatakan posisi wavenumber 472,56—418,55 𝑐𝑚−1 mencakup 500 𝑐𝑚−1
dimana seiring menurunnya intensitas di daerah tersebut, maka jumlah kandungan
MnO semakin meningkat.
20
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, salah satunya adalah senyawa MnO.
Hasil dari analisa FTIR yang dilakukan pada material MnO, didapatkan
kesimpulan bahwa nanomaterial MnO memiliki 2 puncak spektrum yaitu pada
wavenumber 466,77 𝑐𝑚−1 dan 648,08 𝑐𝑚−1 yang diidentifikasi sebagai gugus
fungsi Mn-O, memiliki senyawa MnO dan vibrasi yang terjadi adalah vibrasi
streching.
5.2 Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih paham tentang karakterisasi FTIR.
2. Pemaparan materi karakterisasi FTIR oleh mahasiswa harus lebih diperjelas,
agar mahasiswa tidak kesulitan dalam menganalisa hasil karakterisasi.
3. Mahasiswa diharapkan datang pada saat karakterisasi dilakukan, agar
mengetahui proses pengambilan data pengujian FTIR.
21
DAFTAR PUSTAKA
22