Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KARAKTERISASI MANGANESE OXIDE (MnO) MENGGUNAKAN


FOURIER TRANSFORM INFRARED SPECTROSCOPY (FTIR)

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Karaktersitik Material
yang dibina oleh R.R. Poppy Puspitasari, Ph. D.

Oleh:
Ian Satria Bagasakara NIM 160514610077
Ichlasul Insani NIM 160514610090
Ilyan Tik Nanta NIM 160514610007
M. Mirza Yuniar R. NIM 160514610032
M. Taufik Afandi NIM 160514610070

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK MESIN
APRIL 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi yang semakin pesat ini, perkembangan riset nanomaterial
khususnya bidang eksperimen tidak bisa lepas dari kegiatan karakterisasi atau
pengukuran. Dengan karakterisasi kita bisa yakin bahwa material yang disintesis
sudah memenuhi kriteria nanostruktur, yaitu salah satu dimensinya berukuran
nanometer. Karakterisasi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat fisis
maupun kimiawi nanomaterial tersebut. Ini sangat penting karena ketika dimensi
material menuju nilai beberapa nanometer (kurang dari 10 nm), banyak sifat fisis
maupun kimiawi yang bergantung pada ukuran. Ini menghasilkan sejumlah
kekayaan sifat dan peluang memanipulasi atau menggenerasi sifat-sifat baru yang
tidak dijumpai pada material ukuran besar. Karakterisasi material ini memiliki
berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui baik karakter, unsur, gugus
fungsi, jenis ikatan, dan sejenisnya yang terdiri dari metode FTIR, SEM, TEM,
XRD, AFM dan banyak metode lagi yang digunkan untuk mengkarakterisasi
material (Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2008).
Karakterisasi material yang berperan untuk menganalisis bentuk gugus fungsi
serta ikatan dari suatu material salah satunya adalah metode Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (FTIR). Metode ini merupakan salah satu metode yang
paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi konstituen kimia dan menjelaskan
struktur senyawa, dan telah digunakan sebagai metode yang diperlukan untuk
mengidentifikasi obat-obatan di farmasi dari banyak negara. Metode ini telah
memainkan peran penting dalam analisis farmasi dalam beberapa tahun terakhir
karena karakter fingerprint dan penerapan yang luas pada sampel (N. Jaggi and Vij,
2015).
Metode FTIR mulai berkembang dalam menganalisis karakterisasi
nanopartikel. Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer,
yaitu sekitar 1-100 nm. Nanopartikel logam mulia sudah menarik perhatian peneliti
karena aplikasinya yang semakin luas dan memberikan banyak kemajuan yang
signifikan seperti pada bidang biomedis, antibakteri, katalis, elektronik, pertanian,
dan bidang lainnya (Konwar Ranjit dan Ahmed Abdul Baquee, 2013). Salah satu

2
logam yang membuat para peneliti tertarik untuk melakukan studi dan rekayasa
material adalah mangan oksida (MnO). Aplikasi umum yang banyak digunakan dari
nanopartikel MnO adalah sebagai bahan baku untuk membuat baterai dan agen
untuk menghilangkan kotoran dalam pengecoran (Xiaodi Liu et al., 2013).
Penganalisis sifat kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu
substansi dari MnO melalui spektrum yang dipancarkan atau yang diserap
menggunakan spektrometer yang menggunakan metode FTIR.
Praktikum ini membahas tentang nanopartikel mangan oksida (MnO)
menggunakan metode FTIR untuk mengidentifikasi serta menganalisis gugus
fungsi dan ikatan antar molekul dari nanopartikel tersebut. Sehingga mahasiswa
mampu memahami serta mengerti baik proses, analisa, dan identifikasi dari
nanopartikel MnO menggunakan metode FTIR.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui gugus fungsi yang berada dari nanopartikel MnO.
2. Mengetahui jenis-jenis vibrasi antar antom dari nanopartikel MnO.
3. Mengetahui kekuatan penyerapan senyawa nanopartikel pada gelombang
tertentu.
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengkarakterisasi sampel MnO menggunakan FTIR
2. Mahasiswa mampu menyajikan hasil dari Spektrum FTIR
3. Mahasiswa mampu menndeskripsikan hasil dari Spektrum FTIR

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manganese Oxide (MnO)


MnO merupakan komposit yang telah digunakan dalam pengolahan air limbah,
katalisis, sensor, super kapasitor, dan baterai alkaline dan yang dapat diisi ulang.
Khususnya, nanomaterial MnO dan MnO2 telah diterapkan pada baterai lithium-ion
(LIBs) sebagai bahan anoda karena kapasitas teoretisnya yang tinggi, biaya rendah,
ramah lingkungan, dan sifat khusus. Diketahui bahwa fase, ukuran, dan morfologi
nanomaterial memiliki pengaruh besar pada sifat dan aplikasi (Rajendran et al.,
2015).
MnO memiliki potensi pengoksidasi yang lebih kuat dari pada O2 . Oleh karena
itu, mereka dapat mengoksidasi ion anorganik seperti Co2+ , Cr 3+ , dan As3+ ,
sehingga dapat meningkatkan (misal Cr 6+ ) atau mengurangi (misal, Co3+ , As5+ )
mobilitas dan toksisitasnya. Mereka juga mampu mengoksidasi molekul organik,
sehingga meningkatkan degradasi senyawa antropogenik seperti pestisida.
Selanjutnya, MnO mengkatalisasi reaksi kondensasi seperti reaksi Maillard.
Karenanya, MnO dapat memainkan peran penting dalam pembentukan abiotik zat
humat (Scheinost, 2005).

2.2 FTIR (Fourier Transform Infra Red)


FTIR merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk identifikasi
senyawa, khususnya senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat
puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsional yang dimiliki
oleh senyawa tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa standar yang dibuat spektrumnya pada berbagai variasi
konsentrasi. Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan
tergantung pada tegangan ikatan dan massa atom yang terikat (Nathania, 2016).
Bilangan gelombang suatu serapan dapat dihitung menggunakan persamaan yang
diturunkan dari Hukum Hooke. Ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan
menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar
energi yang dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi

4
berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat
terjadi pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).

Gambar 2.1 FTIR (Fourier Transform Infra Red)


Sumber : Laboratorium Central FMIPA UM
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah
sama dengan Spektrofotometer IR dispersi yaitu spektrofotometer infra merah yang
terdahulu, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati sample (Y.Dini,2014).
Spektrofotometer FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu,
melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai panjang gelombang secara
serempak. Pada spektrofotometer FTIR digunakan suatu interferometer sebagai
pengganti monokromator (prisma yang digunakan menyeleksi berkas sinar).
Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas
frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram. Interferogram merupakan
plot dari intensitas versus waktu. Plot ini diganti dengan plot intensitas versus
bilangan gelombang. Suatu operasi matematika yang disebut Fourier Transform
dapat digunakan untuk memisahkan suatu frekuensi penyerapan dari interferogram
sehingga membentuk pita yang dapat diartikan seperti pita hasil spektrofotometer
IR (Stuart, 2004).

2.2.1 Vibrasi Atom


Jika suatu radiasi gelombang elektromagnetik mengenai suatu materi, maka
akan terjadi suatu interaksi, diantaranya berupa penyerapan energi (absorpsi) oleh
atom-atom atau molekul-molekul dari materi tersebut. Absorpsi sinar ultraviolet
dan cahaya tampak akan mengakibatkan tereksitasinya elektron. Sedangkan
absorpsi radiasi inframerah, energinya tidak cukup untuk mengeksitasi elektron,
namun menyebabkan peningkatan amplitudo getaran (vibrasi) atom-atom pada

5
suatu molekul (Anam, 2007). Hal yang sangat unik pada penyerapan radiasi
gelombang elektromagnetik adalah bahwa suatu senyawa menyerap radiasi dengan
panjang gelombang tertentu bergantung pada struktur senyawa tersebut. Absorpsi
khas inilah yang mendorong pengembangan metode spektroskopi, baik
spektroskopi atomik maupun molekuler yang telah memberikan sumbangan besar
bagi dunia ilmu pengetahuan terutama dalam usaha pemahaman mengenai susunan
materi dan unsur-unsur penyusunnya (Anam, Sirojudin, dan Firdausi, 2007).
Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur
merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar
atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan
sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah molekul (Silverstein and
Bassler, 1998). Vibrasi dua atom yang dihubungkan secara ikatan kimia dapat
disamakan dengan vibrasi dua bola yang dihubungkan dengan pegas. Dengan
menggunakan analogi ini, kita dapat menerangkan sejumlah gambar dari spektra
inframerah. Sebagai contoh untuk merentangkan pegas kita membutuhkan tenaga
yang lebih besar daripada untuk menekuknya, dan serapan rentangan/ulur dari suatu
ikatan muncul pada frekuensi yang lebih tinggi dalam spektrum inframerah
daripada serapan tekuk dari ikatan yang sama (Sastrohamidjojo, 2007).
Secara umum, vibrasi uluran asimetrik terjadi pada bilangan gelombang yang
lebih tinggi dibanding vibrasi uluran simetrik; demikian juga, vibrasi uluran juga
terjadi pada bilangan gelombang yang lebih tinggi dibanding vibrasi tekukan.
Vibrasi tekuk sendiri terdiri dari 4 macam yakni guntingan, ayunan, kibasan dan
puntiran. Istilah tersebut digunakan dalam pustaka untuk merujuk bilangan
gelombang yang merupakan asal pita inframerah (Pavia et al., 2009). Gambar 3
menunjukkan bahwa gugus metilen tunggal memberikan sejumlah ragam vibrasi,
dan setiap atom yang dihubungkan dengan dua atom lain akan mengalami vibrasi,
ketika terjadi perbedaan momen dipol.

6
Gambar 2.2 Berbagai jenis vibrasi pada gugus metilen
Sumber : Pavia et al (2009)

2.2.2 Prinsip Kerja FTIR


Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi.
Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak
dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut
mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik, yang apabila
dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan infrared. Vibrasi dapat
terjadi karena energi yang berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk
menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa
yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda
tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya
sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula. FTIR interferogramnya
menggunakan interferometer michelson dan letak cerminnya (fixed mirror and
moving mirror) paralel. Spektroskopi inframerah berfokus pada radiasi
elektromagnetik pada rentang frekuensi 400 – 4000 cm-1 di mana cm-1 disebut
sebagai wavenumber (1/wavelength) yakni suatu ukuran unit untuk frekuensi.
Daerah panjang gelombang yang digunakan pada percobaan ini adalah daerah
inframerah pertengahan (4.000 – 200 cm-1 ). Interaksi antara materi berupa molekul

7
senyawa kompleks dengan energi berupa sinar infrared mengakibatkan molekul-
molekul bervibrasi dimana besarnya energi vibrasi tiap komponen molekul
berbeda-beda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya sehingga akan dihasilkan frekuensi yang berbeda.

Gambar 2.3 Prinsip Kerja FTIR


Sumber : Sejati (2013)

2.2.3 Instrumen FTIR

Spektrometer infra merah biasanya merupakan spektrometer berkas ganda dan


terdiri dari 5 bagian utama yaitu daerah sumber radiasi, beam splitter,
sample,detektor dan komputer.
1) Sumber Radiasi
Energi Infra Red yang dipancarkan dari sebuah benda hitam menyala. Beam
ini melewati melalui logam yang mengontrol jumlah energi yang diberikan kepada
sampel. Radiasi infra merah biasanya dihasilkan oleh pemijar Nernst dan Globar.
Pemijar Globar merupakan batangan silikon karbida yang dipanasi sekitar 1200°C,
sehingga memancarkan radiasi kontinyu pada daerah 1-40 µm. Globar merupakan
sumber radiasi yang sangat stabil. Pijar Nernst merupakan batang cekung dari
sirkonium dan yutrium oksida yang dipanasi sekitar 1500°C dengan arus listrik.
Sumber ini memancarkan radiasi antara 0,4-20 µm dan kurang stabil jika
dibandingkan dengan Globar.

2) Beam Splitter
Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by
Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang
diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang

8
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Terbuat dari material yang
memiliki index refraktif 50% . Untuk Infra red jauh menggunakan lapisan Mylar
film yang di apit atara piringan Halide. Sedangkan untuk infra red tengah
menggunakan lapisan germanium atau silicon yang didepositkan pada Csl, CsBr,
KCl atau NaCl. Untuk Infra red dekat menggunakan lapisan film tipis dari ferric
oxide yang didepositkan pada kalium kloride (Nurfajrina, 2019).
3) Detektor
Sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran akhir. Detector ini
digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram khusus. Detektor
yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine
Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu
memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif,
lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi
vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Fitrianii, 2019).
4) Daerah Sampel
Sinar memasuki kompartemen sampel dimana diteruskan melalui cermin dari
permukaan sampel yang tergantung pada jenis analisis. Daerah sampel infra merah
dapat terdiri dari 3 jenis yaitu sample yang berbentuk gas, cairan dan padatan.
a. Sampel Gas
Wadah sampel sell tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas
digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 mm. Hal ini
dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat
memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel. Sampel berupa gas dapat
dianalisis secara langsung, hanya perlu diperhatikan adanya uap air dalam sampel
tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita serapan yang tajam.
Pengukuran sampel gas memerlukan tempat sampel khusus, biasanya berupa
silinder dari bahan silika. Silinder ini mempunyai dua buah lubang untuk tempat
keluar masuknya gas. Sebagai penutup lubang tersebut dapat digunakan lempengan
kristal NaCl (Setiyanto, 2017).

9
Gambar 2.4 Tempat Sampel Gas
Sumber : N. Yoga (2016)

b. Sampel Cairan
Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk larutan.
Sampel cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat lapisan tipis
yang diletakkan diantara celah yang dibuat dari dua lempengan NaCl yang
diletakkan berhimpitan. Tebal lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang. Sampel
cairan murni yang terlalu tebal menyerap sangat kuat, sehingga menghasilkan
spektrum yang tidak memuaskan. Cairan yang mudah menguap dianalisis dalam sel
tertutup dengan lapisan tipis. Lempeng perak klorida atau KRS-5 dapat digunakan
untuk sampel yang melarutkan NaCl (Ramadhan, 2017).
Larutan ditangani di dalam sel yang tebalnya 0,01-1 mm. Untuk sel yang
tersedia, diperlukan larutan 0,05-10% sebanyak 0,1-1 ml. Sebuah sel yang
mengandung pelarut murni diletakkan pada berkas acuan. Dengan begitu, spektrum
yang diperoleh adalah milik zat terlarut, kecuali pada daerah-daerah tempat pelarut
menyerap dengan kuat (Hardoyo, 2017).
Pelarut yang dipilih haruslah cukup bening di daerah yang diperlukan dan pula
harus kering. CCl4 merupakan pelarut yang paling baik sebab sedikit mengabsorpsi
infra merah, tetapi tidak semua zat dapat larut dalam CCl4. Beberapa jenis pelarut
lainnya antara lain kloroform dan sikloheksana. Pasangan zat terlarut dan pelarut
yang bereaksi tidak dapat digunakan. Contohnya, CS2 tidak dapat digunakan
sebagai pelarut amina primer dan sekunder (Setiyanto, 2017).
Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai berkas
radiasi kurang dari 1 mm, biasanya dibuat dari lapisan tipis (film) diantara dua
keping senyawa yang tranparan terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa
digunakan adalah natrium klorida (NaCl), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium
iodida (CaI2) (Hardoyo, 2017).

10
Gambar 2.5 Tempat Sampel Cair
Sumber : N. Yoga (2016)

c. Sampel Padat
Sampel berbentuk padat dapat dianalisis dalam bentuk pelet, pasta atau lapisan
tipis. Bentuk pelet dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr
(0,1-2,0% berdasarkan berat) hingga halus dan homogen. Campuran ini kemudian
ditekan dengan alat pembuat pelet sampai tekanan 10-20 Mpa (Mega Pascal =
ton/inc2) sehingga terbentu suatu pelet. Pelet yang baik harus jernih/transparan dan
tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga digunakan kristal KI, CsI atau CsBr
(Setiyanto, 2017).

d. Computer
Sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer untuk diolah oleh Fourier
Transformation berada. Spektrum disajikan untuk interpretasi lebih lanjut.

2.2.4 Prosedur Karakterisasi FTIR


a) Sampel cair
1. Sampel cair harus bebas air
2. Oleskan sampel pada NaCl Window. Tekanlah kedua NaCl Window
sehingga tidak ada gelembung udara diantara keduanya.
3. Untuk analisis secara kuantitatif masukkan sampel dalam Demountable
Cell.
4. Sampel siap dianalisis.
b) Sampel padat
1. Metode DRS – 8000
Sampel padat yang akan dianalisa dicampur dengan serbuk KBr (5 – 10 %
sampel dalam serbuk KBr), kemudian tempatkan pada sampel pan dan siap
untuk dianalisis.

11
2. Metode Pelet KBr
Campuran sampel padat dengan serbuk KBr (5 – 10 % sampel serbuk KBr).
Campuran yang sudah homogen kemudian dibuat pellet KBr(pil KBr)
dengan alat MINI HAND PRESS. Setelah terbentuk pil KBr siap untuk
dianalisis.

2.5 Grafik Spektrum FT-IR

Gambar 2.6 Grafik Spektrum MnO yang diberi perlakuan berbeda


Sumber : Ilman dkk, 2007
Untuk membaca Grafik Spektrum FT-IR pertama adalah mentukan sumbu X
dan Y sumbu dari spektrum. Sumbu X dari spektrum IR diberi label sebagai
"bilangan gelombang" atau frekuensi dalam “cm-1” dan jumlahnya berkisar dari 400
di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor
penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai "transmitansi Persen" dan jumlahnya
berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas (Nurfajrina, 2019).
Sebagai pelengkap untuk memperoleh informasi struktur dari senyawa melalui
interpretasi. Spektrum IR dapat dipakai tabel korelasi IR (Tabel 1) yang memuat
informasi dimana gugus fungsional menyerap. Ini umumnya berguna untuk
mengklasifikasi seluruh daerah kedalam tiga sampai empat daerah yang lebar.

12
Tabel 1 Korelasi IR

Sumber : Kristianingrum (2010)


Salah satu cara ialah dengan mengkategorikan sebagian daerah IR dekat (0,7-
2,5 μ); daerah fundamental (2,5-5,0 μ); dan daerah IR jauh (50-500 μ). Cara yang
lain adalah dengan mengklasifikasikannya sebagai daerah sidik jari (6,7-14 μ). Dari
kedua klasifikasi ini tampak bahwa dalam kategori kedua semua daerahnya adalah
fundamental, dan ini paling banyak digunakan.
a) Daerah ulur hidrogen (3700-2700 cm-1). Puncak terjadi karena vibrasi ulur dari
atom hidrogen dengan atom lainnya. Frekuensinya jauh lebih besar sehingga
interaksi dapat diabaikan. Puncak absorpsi timbul pada daerah 3700-3100 cm

13
karena vibrasi ulur dari O-H atau N-H. ikatan hidrogen menyebabkan puncak
melebar dan terjadi pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek.
Sedangkan vibrasi C-H alifatik timbul pada 3000-2850 cm-1. Perubahan
struktur dari ikatan C-H akan menyebabkan puncak bergeser kearah yang
maksimum. Ikatan C=H timbul pada 3300 cm-1. Hidrogen pada gugus karbonil
aldehid memberikan puncak pada 2745-2710 cm-1. Puncak vibrasi ulur CH
dapat didefinisikan dengan mengamati atom H oleh deuterium
(Kristianingrum, 2010).
b) Pada daerah ikatan rangkap tiga (2700-1850 cm-1), gugus-gugus yang
mengabsorpsi terbatas, seperti untuk vibrasi ulur ikatan rangkap terjadi pada
daerah 2250-2225 cm-1 (Misal : untuk –C=N pada 2120 cm-1, -C-=N- pada
2260 cm-1). Puncak untuk SH adalah pada 2600-2550 cm-1 untuk pH pada
2240-2350 cm-1 dan SiH pada 2260-2090 cm-1.
c) Pada daerah ikatan rangkap dua (1950 – 1550 cm-1), vibrasi ulur dari gugus
karbonil dapat dikarakteristikkan di sini, seperti aldehid, asam, aminola,
karbonat, semuanya mempunyai puncak pada 1700 cm-1. Ester, halida-halida
asam, anhidrida-anhidrida asam, mengabsorpsi pada 1770-1725 cm-1.
menyebabkan puncak absorpsi menjadi lebih rendah sampai 1700 cm-1. Puncak
yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari –C=C- dan C=N terletak pada 1690-
1600 cm-1, berguna untuk identifikasi oleh FTIR. Cincin aromatik
menunjukkan puncak dalam daerah 1650-1450 cm-1, yang dengan derajad
substitusi rendah (low degree of substitution) menunjukkan puncak pada 1600,
1580, 1500, dan 1450 cm-1 (Kristianingrum, 2010).
d) Daerah sidik jari berada pada 1500-1700 cm-1, dimana sedikit saja perbedaan
dalam struktur dan susunan molekul, akan menyebabkan distribusi puncak
absorpsi berubah. Dalam daerah ini, untuk memastikan suatu senyawa organik
adalah dengan cara membandingkan dengan perbandingannya. Pita absorpsi
disebabkan karena bermacam-macam interaksi, sehingga tidak mungkin dapat
menginterpretasikan dengan tepat (Kristianingrum, 2010).

14
2.1.2.5 Kelebihan dan Kekurangan FTIR
1) Kelebihan FTIR
a. Speed
Dibanding dengan metode dispersive infra red spektroskopi, FTIR hanya
membutuhkan hitungan detik bukan dalam menit, karena semua frekuensi
dihitung secara simultan (Devika, Mohandass, and Nusrath, 2013).
b. Sensitivitas
Sensitivitas meningkat karena detektor yang dipasang memang lebih
sensitif, dan juga optikal output yang diberikan lebih tinggi dengan
menggunakan cermin beamsplitter (Devika, Mohandass, and Nusrath,
2013).
c. Mechanical Simplicity
Moving mirror adalah satu-satunya benda yang bergerak didalam alat FTIR,
maka dari itu presentase alat rusak adalah kecil sekali (Devika, Mohandass,
and Nusrath, 2013).

2.1.2.6 Aplikasi FTIR


Fourier transform infrared spectroscopy banyak digunakan dalam bidang
penelitian geologi, kimia, material dan biologi. Dalam bidang biologi FTIR
digunakan untuk menyelidiki protein dalam lingkungan membran hidrofobik
(Setiyanto, 2017). Studi menunjukkan kemampuan FTIR untuk secara langsung
menentukan polaritas pada situs tertentu di sepanjang tulang belakang protein
transmembran. Selain itu FT-IR juga digunakan untuk mengamati nutrisi yang
dikandung dalam suatu bahan pakan.
Pada sektor lain Spektroskopi FTIR biasa digunakan untuk :
a. Identifikasi gugus fungsional
b. Dengan mempertimbangkan adanya informasi lain seperti titik lebur, titik
didih, berat molekul dan refractive index maka dapat menentukan stuktur dan
dapat mengidentifikasi senyawa
c. Dengan menggunakan komputer, dapat mengidentifikasi senyawa bahkan
campuran senyawa.

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat Spektofotometer FT-IR

Gambar 3.1 Spektofotometer FT-IR


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019
Spesifikasi FTIR yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut.

Spectral range : 12500 ~ 240 cm-1


Optical scheme : Single beam
Excitation source : Bright Ceramic Light Source, halogen lamp.
Beamsplitters : КBr – КВr, CsI, CaF2.
Interferometer : Fast scan Michelson type with the adjacent corner
300
with an electromagnetic drive and a digital dynamic alignment. Sealed with
humidity control
Detectors : DLATGS, InGaAs.
Resolution : 0,5; 1; 2; 4; 8 or 16 cm-1.
Signal/noise ratio : > 40000:1

16
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Prosedur Percobaan

1. Preparasi Sampel
 Masukkan Kbr kedalam cawan, lalu gerus sampai halus.
 Tuangkan bubuk Kbr yang telah halus ke tempat sampel.
 Tekan bubuk KBr sampai padat.
 Letakkan tempat sampel ke dalam spektrofotometer FTIR.
 Ambil tempat sampel dari mesin spektrofotometer FTIR yang berisi
KBr yang telah dilakukan treatment
 Campur KBr yang telah di karakterisasi dengan sampel (MnO)
menggunakan perbandingan 10:1
 Bersihkan tempat sampel menggunakan Aseton
 Tuangkan bubuk Kbr dan MnO yang telah halus ke tempat sampel.
 Tekan bubuk KBr dan Mno sampai padat.
 Letakkan tempat sampel yang berisi sampel ke dalam spektrofotometer
FTIR
2. Pengujian
 FTIR Uji karakteristik MnO (Manganese Oxide) menggunakan FTIR
dilakukan dengan menyalakan alat penguji FTIR dan computer
penghubung software yang digunakan untuk menganalisa.
 Meletakkan sampel Mno dan KBr yang sudah jadi pada tempat sampel.
 Menempatkannya pada lintasan sinar alat FTIR.
 Lakukan pengukuran dengan alat FTIR sehingga dihasilkan spektrum
FTIR dari sampel.

17
3.2.2 Diagram Alir

Mulai

Preparasi

Pengujian FTIR

Analisa Data dan


Pembahasan

Penarikan
Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Preparasi sampel Manganese Oxide (MnO) dilakukan dengan cara digerus
menggunakan lumpang alu sampai halus agar ukurannya menjadi lebih seragam.
Penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran molekul-molekul sehingga
ketika ditembak dengan menggunakan inframerah, energi dari inframerah dapat
diserap langsung oleh gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang ada didalamnya dengan
mudah. Jika suatu molekul yang ukurannya besar ditembak dengan sinar inframerah
itu akan terhambur dan penyerapan yang terjadi tidak maksimal.

648,08
466,77

Gambar 4.1 Hasil spektrum inframerah pada perbandingan komposisi pellet sampel MnO :
KBr = 1 : 10
Sumber : Laboratorium Central FMIPA Universitas Negeri Malang

Sebelum sampel Manganese Oxide (MnO) dianalisis menggunakan


spektroskopi FT-IR, terlebih dahulu sampel MnO yang akan dianalisis harus
dijadikan pellet. Pembuatan pellet sampel MnO menggunakan Kalium Bromida

19
(KBr) dengan melakukan variasi perbandingan komposisi MnO : KBr yaitu sebesar
1:10. Penggunaan sampel yang sedikit ini akan dihasilkan spektra yang dapat
terbaca dengan jelas dan tidak bertumpuk. Digunakannya KBr karena tidak
menghasilkan serapan pada inframerah sehingga yang teramati secara langsung
adalah serapan dari sampel. Pellet yang dihasilkan dianalisis dengan spektroskopi
FT-IR mode transmisi. Dari hasil spektrum dengan perbandingan komposisi sampel
MnO-KBr didapatkan hasil berupa spektra yang disajikan pada gambar 2.1.
Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan pita serapan khas dari manganese oxide
yaitu adanya ikatan gugus Mn-O yang terlihat pada daerah wavenumber 648,08
𝑐𝑚−1 menunjukkan jenis senyawa MnO dengan vibrasi streching. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ilman dkk, dimana peak
pada wavenumber 638,44—607,58 𝑐𝑚−1 menunjukkan adanya vibrasi streching
dengan gugus fungsi Mn-O. Juga terdapat peak pada wavenumber 466,77 𝑐𝑚−1
menunjukkan jenis senyawa MnO dengan vibrasi streching. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ardean dan Horea, yang
menyatakan posisi wavenumber 472,56—418,55 𝑐𝑚−1 mencakup 500 𝑐𝑚−1
dimana seiring menurunnya intensitas di daerah tersebut, maka jumlah kandungan
MnO semakin meningkat.

20
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, salah satunya adalah senyawa MnO.
Hasil dari analisa FTIR yang dilakukan pada material MnO, didapatkan
kesimpulan bahwa nanomaterial MnO memiliki 2 puncak spektrum yaitu pada
wavenumber 466,77 𝑐𝑚−1 dan 648,08 𝑐𝑚−1 yang diidentifikasi sebagai gugus
fungsi Mn-O, memiliki senyawa MnO dan vibrasi yang terjadi adalah vibrasi
streching.
5.2 Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih paham tentang karakterisasi FTIR.
2. Pemaparan materi karakterisasi FTIR oleh mahasiswa harus lebih diperjelas,
agar mahasiswa tidak kesulitan dalam menganalisa hasil karakterisasi.
3. Mahasiswa diharapkan datang pada saat karakterisasi dilakukan, agar
mengetahui proses pengambilan data pengujian FTIR.

21
DAFTAR PUSTAKA

Devika., Mohandass., Nusrath. (2013). “Fourier Transform Infra Red Spectral


Studies of Foenilculum Vulgare”. International Journal of Research Pharmacy.
4(3): 203-206.

Manor, Joshua., Feldblum, Esther S,. Arkin, Isaiah T. (2012). "Environment


Polarity in Proteins Mapped Noninvasively by FTIR Spectroscopy". The Journal of
Physical Chemistry Letters. 3 (7): 939–944.

Gautam, Chitra., Islam Maisul., Sadhistap S. (2018). “Effect of Microwave Heat on


the Nutritional Properties of Infected Red Kidney Beans”. Council of Scientific and
Industrial Research. 5 (6): 57137-57143.

M. Taha a, M. Hassan a, S. Essa b, Y. Tartor. (2013). “Use of Fourier transform


infrared spectroscopy (FTIR) spectroscopy for rapid and accurate identification of
Yeasts isolated from human and animals”. Journal of Veterinary and Medicine. (1)
: 15-20.

Matjaz Zitnik. 2016. Fourier transform Infra Red Spetroscopy. University of


Lubljana.

22

Anda mungkin juga menyukai