PENDAHULUAN
Larutan adalah campuran homogen antara 2 zat atau lebih. Dalam suatu larutan, zat yang jumlahnya lebih
banyak disebut pelarut, zat yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Partikel-partikel zat terlarut, baik berupa
molekul maupun ion, selalu berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin
banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk menghidrasi partikel zat terlarut
itu. (Keenan, 2010).
Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di alam dimana larutan jenuhnya pada suhu
dan tekanan tertentu. Kelarutan atau Solubility (S) adalah kebanyakan senyawa dalam satuan garam yang dapat
membuat jenuh suatu larutan. Jika volume dari larutan dm3, maka kelarutan tersebut memiliki satuan molar (M).
(Martin, 2015). Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solute yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu, suatu larutan jenuh yang bercampur dengan
solute yang tidak larut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik. (Moechtar, 2013).
Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jenuh, misalnya senyawa yang bersangkutan yang dalam
sejumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan jenuh yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya.
(Moechtar, 2013). Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis
anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan
yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting adalah
perubahan kelarutan dengan suhu (Svehla, 2000).
Faktor-faktor yang menyebabkan zat terlarut adalah solvasi, tetapan dielektrik, eflorensi, dan delikuensi.
Solvasi adalah interaksi molekul-molekul pelarut dengan partikel-partikel zat terlarut untuk membentuk agregat
(gugusan). Beberapa agregat semacam itu mempunyai partikel pelarut yang banyaknya dalam jumlah tertentu dan
beberapa agregat lain tidak tertentu. Bila pelarutnya adalah air maka proses itu disebut hidrasi atau akuasi. (Keenan,
2010).
Jika ke dalam sejumlah air kita tambahkan terus menerus zat terlarut, lama kelamaan tercapai suatu keadaan
di mana semua molekul air terpakai untuk menghidrasi partikel yang dilarutkan, sehingga larutan itu tidak mampu
lagi menerima zat yang ditambahkan. Kita katakan larutan itu mencapai keadaan jenuh. Larutan jenuh
didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi maksimum (tidak dapat
ditambah lagi). (Anshory, 2002).
Pembentukan larutan jenuh dipercepat dengan pengadukan yang kuat dan pemberian zat terlarut yang
berlebih. (Keenan, 2010). Harga konsentrasi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu zat dalam larutan disebut
kelarutan (solubility). Jadi, kelarutan (S) suatu zat adalah konsentrasi zat tersebut dalam larutan jenuh. (Anshory,
2002).
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam
keseimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap, artinya konsentrasi zat dalam larutan
akan selalu tetap. Jika keseimbangan ini diganggu, misalnya dengan mengubah temperatur maka konsentrasinya
akan berubah.
1. Reaksi endoterm
Reaksi yang membutuhkan panas dan ∆H bernilai positif, jika larutan makin dipanaskan
maka makin banyak zat terlarut dalam keadaan jenuh. Contohnya, larutan NaCl, KCl, KClO 3, CaCl2.
2. Reaksi eksoterm
Reaksi yang melepaskan panas jika pada suhu stabil, dan ∆H bernilai negatif, karena
kandungan sistem akan menurun dan jika larutan makin dipanaskan maka sedikit zat dalam keadaan
jenuh. Misalnya saja, Ce2(SO4)3. (Harrow, 2002). Menurut Van Hoff, semakin tinggi temperatur,
semakin banyak zat yang larut. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑎 (𝑚𝑙)𝑁𝑎𝑂𝐻
S= 𝑏 (𝑚𝑙)𝐻2 𝐶2 𝑂4 ×𝑃
Di mana:
a = ml NaOH yang digunakan untuk menitrasi
b = ml H2C2O4 jenuh yang dititrasi
BAB II
METODE
Pembuatan larutan NaOH 0,5 N dengan menimbang padatan NaOH secara kasar
Pembuatan larutan asam oksalat 0,5 N dengan menimbang padatan H2C2O4.2H2O secara
analitis (tingkat kesalahan ± 10%)
Pelarutkan dalam tabung reaksi berisi 100 mL aquades sedikit demi sedikit hingga jenuh
Pemberian pengaduk dan thermometer ke dalam tabung reaksi berisi larutan jenuh
Penentukan kelarutan asam oksalat dalam aquades pada temperatur: 25, 20, 15, 10, 5, dan 0˚C
Setelah mencapai keseimbangan (15 menit), adakan pengambilan 5 mL larutan (tanpa kristal oksalat).
Kemudian lakukan titrasi pada 5 ml larutan asam oksalat dengan larutan NaOH 0,5 N
A. Data Perhitungan
Titrasi 1
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N
NaOH Konsentrasi rata – rata :
5xN = 18,75 x 0,4868
N H2C2O4 = 1,8255 N 1,8255 + 1,8157
Titrasi 2 2
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N = 1,8206 𝑁
NaOH
5xN = 18,65 x 0,4868
N H2C2O4 = 1,8157 N
0
0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037
1/T
y = ax + b → y = -4290,6x + 19,587
∆𝐻 ∆𝐻
𝑎= − → −4290,6 = − 1,987
𝑅
0
0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037
-0.2
-0.4
-0.6
1/T
y = ax + b → y = -3975.1x + 14.259
∆𝐻 ∆𝐻
𝑎= − → −3975.1 = − 1,987
𝑅
Kelarutan adalah jumlah maksimum suatu zat dapat larut dalam sebuah pelarut. Pada praktikum ini
menerapkan sistem panas positif yang berarti semakin tinggi suhu suatu zat maka akan semakin besar volume titran
yang dibutuhkan untu menitrasi larutan tersebut. Dengan teori ini maka hasil praktikum sudah menunjukkan hasil
yang sesuai. Pada 0°C,10°C,15°C,20°C menunjukkan peningkatan volume titran yang dibutuhkan.
Untuk mengetahui panas kelarutan asam oksalat dapat dilihat dari grafik ln S vs 1/T (suhu dalam kelvin)
menunjukkan hasil persamaan y = -4290,6x + 19,587 dan nilai R2 0,9441 dan panas kelarutannya 8525,4222
kal/mol. Dari grafik ln C vs I/T (suhu dalam kelvin) menunjukkan hasil persamaan y = -3975.1x + 14.259 dan nilai
R2 0.9390 dan panas kelarutannya 7898.5327 kal/mol. Berdasarkan panas kelarutannya dapat dilihat bahwa panas
kelarutan asam oksalat bernilai positif dan merupakan reaksi endotermis yang menyerap kalor kedalam sistem.
Kalor yang diserap digunakan untuk memutus ikatan pada molekul asam oksalat sehingga semakin banyak ikatan
molekul asam oksalat yang terputus, maka kelarutan asam oksalat pun juga semakin besar.
C. Kesimpulan
Atkins, P.W. 2001. Physical Chemistry, 3rd ed. New York: Oxford University Press.
Harrow, Gorgon M. 2005. Physical Chemistry for the Life Sciences. New York: Mc Graw Hill.
Keenan, C.W. dan Jesse H.W. 2010. General College Chemistry, fourth edition. New York: Harper & Row
Publisher Inc.
Martin, Alfred. Dkk. 2015. Farmasi Fisika Jilid I dan II Edisi III. Press: Yogyakarta
Svehla, 2000, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka,
Jakarta.