Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

Larutan adalah campuran homogen antara 2 zat atau lebih. Dalam suatu larutan, zat yang jumlahnya lebih
banyak disebut pelarut, zat yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Partikel-partikel zat terlarut, baik berupa
molekul maupun ion, selalu berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin
banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk menghidrasi partikel zat terlarut
itu. (Keenan, 2010).

Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di alam dimana larutan jenuhnya pada suhu
dan tekanan tertentu. Kelarutan atau Solubility (S) adalah kebanyakan senyawa dalam satuan garam yang dapat
membuat jenuh suatu larutan. Jika volume dari larutan dm3, maka kelarutan tersebut memiliki satuan molar (M).
(Martin, 2015). Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solute yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu, suatu larutan jenuh yang bercampur dengan
solute yang tidak larut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik. (Moechtar, 2013).

Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jenuh, misalnya senyawa yang bersangkutan yang dalam
sejumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan jenuh yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya.
(Moechtar, 2013). Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis
anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan
yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting adalah
perubahan kelarutan dengan suhu (Svehla, 2000).

Faktor-faktor yang menyebabkan zat terlarut adalah solvasi, tetapan dielektrik, eflorensi, dan delikuensi.
Solvasi adalah interaksi molekul-molekul pelarut dengan partikel-partikel zat terlarut untuk membentuk agregat
(gugusan). Beberapa agregat semacam itu mempunyai partikel pelarut yang banyaknya dalam jumlah tertentu dan
beberapa agregat lain tidak tertentu. Bila pelarutnya adalah air maka proses itu disebut hidrasi atau akuasi. (Keenan,
2010).

Jika ke dalam sejumlah air kita tambahkan terus menerus zat terlarut, lama kelamaan tercapai suatu keadaan
di mana semua molekul air terpakai untuk menghidrasi partikel yang dilarutkan, sehingga larutan itu tidak mampu
lagi menerima zat yang ditambahkan. Kita katakan larutan itu mencapai keadaan jenuh. Larutan jenuh
didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi maksimum (tidak dapat
ditambah lagi). (Anshory, 2002).

Pembentukan larutan jenuh dipercepat dengan pengadukan yang kuat dan pemberian zat terlarut yang
berlebih. (Keenan, 2010). Harga konsentrasi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu zat dalam larutan disebut
kelarutan (solubility). Jadi, kelarutan (S) suatu zat adalah konsentrasi zat tersebut dalam larutan jenuh. (Anshory,
2002).

Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam
keseimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap, artinya konsentrasi zat dalam larutan
akan selalu tetap. Jika keseimbangan ini diganggu, misalnya dengan mengubah temperatur maka konsentrasinya
akan berubah.

Panas pelarut terbagi menjadi 2 reaksi, yaitu:

1. Reaksi endoterm
Reaksi yang membutuhkan panas dan ∆H bernilai positif, jika larutan makin dipanaskan
maka makin banyak zat terlarut dalam keadaan jenuh. Contohnya, larutan NaCl, KCl, KClO 3, CaCl2.
2. Reaksi eksoterm
Reaksi yang melepaskan panas jika pada suhu stabil, dan ∆H bernilai negatif, karena
kandungan sistem akan menurun dan jika larutan makin dipanaskan maka sedikit zat dalam keadaan
jenuh. Misalnya saja, Ce2(SO4)3. (Harrow, 2002). Menurut Van Hoff, semakin tinggi temperatur,
semakin banyak zat yang larut. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dirumuskan sebagai
berikut:

d ln S / dT = ∆H / RT2 , jika diintegralkan menjadi


ln S2/S1 = ∆H / R {(T1-T2) / (T2/T1)} + c , atau dinyatakan sebagai
ln S = ∆H/R. 1/T + c
Keterangan:
S = kelarutan zat (gr/1000gr pelarut)
∆H = panas pelarutan/gr
R = konstanta gas umum (Kal/mol K)
T = temperatur (K)

∆H → + = makin tinggi T makin banyak zat yang larut (endotermis)


∆H → - = makin tinggi T makin sedikit zat yang larut (eksotermis)
(Atkins, 2001)
Sedangkan untuk konsentrasi asam oksalat dapat ditentukan dengan:

𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑎 (𝑚𝑙)𝑁𝑎𝑂𝐻
S= 𝑏 (𝑚𝑙)𝐻2 𝐶2 𝑂4 ×𝑃

Di mana:
a = ml NaOH yang digunakan untuk menitrasi
b = ml H2C2O4 jenuh yang dititrasi
BAB II

METODE

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:

- Thermostat - Neraca kasar


- Termometer - Neraca analitis
- Buret - Pipet volume 10 mL
- Erlenmeyer 250 mL - Labu takar 100 mL
- Gelas Ukur - Piknometer
- Pipet volume 5 mL - Corong
- Tabung reaksi - Gelas beker
- Batang pengaduk - Statif
- Botol timbang - Pipet tetes

Bahan yang digunakan:

- Larutan asam oksalat - Akuades


- Kertas timbang - Es batu
- Indikator pp 1% - Larutan NaOH 0,5 N
- Garam kasar/garam dapur - Kertas saring

2.2 Cara Kerja

A. Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida 0,5 N dengan Asam Oksalat 0,5 N

Pembuatan larutan NaOH 0,5 N dengan menimbang padatan NaOH secara kasar

Pembuatan larutan asam oksalat 0,5 N dengan menimbang padatan H2C2O4.2H2O secara
analitis (tingkat kesalahan ± 10%)

Penentuan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat


B. Pengukuran Kelarutan Asam Oksalat pada Berbagai Suhu

Kristal asam oksalat pada suhu kamar

Pelarutkan dalam tabung reaksi berisi 100 mL aquades sedikit demi sedikit hingga jenuh

Pemberian pengaduk dan thermometer ke dalam tabung reaksi berisi larutan jenuh

Pemasukkan ke dalam thermostat pada temperatur yang dikehendaki

Penentukan kelarutan asam oksalat dalam aquades pada temperatur: 25, 20, 15, 10, 5, dan 0˚C

Pengadukan hingga homogen

Setelah mencapai keseimbangan (15 menit), adakan pengambilan 5 mL larutan (tanpa kristal oksalat).
Kemudian lakukan titrasi pada 5 ml larutan asam oksalat dengan larutan NaOH 0,5 N

Pengulangan sebanyak 2 kali untuk tiap-tiap temperatur


BAB III

HASIL, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Data Perhitungan

3.1 Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N dengan Asam Oksalat 0,5 N

Hasil penimbangan H2C2O4


Berat botol timbang (analitis) = 13,6168 gram
Berat botol timbang + zat (analitis) = 16,7620 gram
Berat zat (analitis) = 3,1452 gram

𝑚 1000 3,1452 1000


𝑁H2C2O4 = × × 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = × × 2 = 0,4990 𝑁
𝑀𝑟 𝑉𝑜𝑙 126,07 100

3.1.1 Tabel Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4


V H2C2O4 (mL) N H2C2O4 (N) V NaOH (mL) N NaOH (N)
10 0,4990 10,20 0,4892
10 0,4990 10,30 0,4845
Rata-rata 0,4868

3.2 Perhitungan N NaOH


Titrasi 1
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N
NaOH Konsentrasi rata – rata :
10 x 0,4990 = 10,20 x N NaOH
N NaOH = 0,4892 N 0,4892 + 0,4845
Titrasi 2 2
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N = 0,4868 𝑁
NaOH
10 x 0,4990 = 10,30 x N NaOH
N NaOH = 0,4845 N

3.3 Hasil Penimbangan Piknometer Aquades dan Asam Oksalat.


Aquades : Asam Oksalat :
Berat piknometer analitis = 12,7187 gram Berat piknometer analitis = 11,6348
Berat piknometer + akuades analitis = 22,9165 gram gram
Berat akuades analitis = 10,1978 gram Berat piknometer + asam okasalat analitis = 22,0500
𝝆𝒂𝒌𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔 𝒔𝒖𝒉𝒖 𝟑𝟎°𝑪 = 𝟎, 𝟗𝟗𝟓𝟕 𝒈𝒓/𝒄𝒎³ gram
Berat asam oksalat analitis = 10,4152
gram
𝒎𝒂𝒔.𝒐𝒌𝒔𝒂𝒍𝒂𝒕
𝝆𝒂𝒌𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔 = 𝒙 𝝆𝒂𝒌𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔
𝒎𝒂𝒌𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔
𝟏𝟎, 𝟒𝟏𝟓𝟐
= 𝒙 𝟎, 𝟗𝟗𝟓𝟕 = 𝟏, 𝟎𝟏𝟔𝟗 𝒈𝒓/𝒄𝒎³
𝟏𝟎, 𝟏𝟗𝟕𝟖
3.3.1 Pengukuran Konsentrasi Asam Okasalat pada Berbagai Temperatur
Vol NaOH N NaOH V H2C2O4 N H2C2O4
Suhu (ºC)
(ml) (N) (ml) (N)
- 0,4868 - -
25
- 0,4868 - -
18,75 0,4868 5,0 1,8255
20
18,65 0,4868 5,0 1,8157
16,55 0,4868 5,0 1,6113
15
16,60 0,4868 5,0 1,6161
13,60 0,4868 5,0 1,3240
10
13,65 0,4868 5,0 1,3289
10,95 0,4868 5,0 1,0660
5
10,90 0,4868 5,0 1,0612
6,70 0,4868 5,0 0,6523
0
6,80 0,4868 5,0 0,6620

Contoh Perhitungan Konsentrasi Asam Okasalat Suhu 20oC

Titrasi 1
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N
NaOH Konsentrasi rata – rata :
5xN = 18,75 x 0,4868
N H2C2O4 = 1,8255 N 1,8255 + 1,8157
Titrasi 2 2
V H2C2O4 x N H2C2O4 = V NaOH x N = 1,8206 𝑁
NaOH
5xN = 18,65 x 0,4868
N H2C2O4 = 1,8157 N

3.4 Perhitungan S H2C2O4 (Kelarutan):


Contoh perhitungan suhu 0oC dan 5°C
𝑁 𝐻₂𝐶₂𝑂₄
𝑥 𝑀𝑟𝐻₂𝐶₂𝑂₄
𝑆 = 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
𝜌𝐻₂𝐶₂𝑂₄
1,8206
𝑥 126,07
𝑆= 2
1,0169
= 112,8542 gr

3.4.1 Tabel Kelarutan


Suhu (°C) T (K) 1/T S 𝐻₂𝐶₂𝑂₄ ln S
0 273 3,6630× 10−3 42,4614 3,7485
5 278 3,5971× 10−3 70,5833 4,2567
10 283 3,5336× 10−3 89,5858 4,4951
15 288 3,4722× 10−3 111,3306 4,7125
20 293 3,4130× 10−3 127,2104 4,8458
25 298 3,3557× 10−3 - -
Grafik hubungan antara 1/T dan Ln S

Grafik Hubungan 1/T dan Ln S


6
4.8458 4.7125
5 4.4951
4.2567
3.7485
4
y = -4290.6x + 19.587
ln S

3 R² = 0.9441 Grafik Hubungan 1/T dan Ln


S
2 Linear (Grafik Hubungan 1/T
dan Ln S)
1

0
0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037

1/T

y = ax + b → y = -4290,6x + 19,587
∆𝐻 ∆𝐻
𝑎= − → −4290,6 = − 1,987
𝑅

∆𝐻 = 8525,4222 𝑘𝑎𝑙 ⁄𝑚𝑜𝑙

Grafik hubungan antara 1/T dan Ln C

Grafik Hubungan 1/T dan Ln C


0.8
Grafik Hubungan 1/T
0.6 dan Ln C
y = -3975.1x + 14.259
0.4 R² = 0.939 Linear (Grafik Hubungan
1/T dan Ln C)
0.2
ln C

0
0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036 0.00365 0.0037
-0.2

-0.4

-0.6
1/T
y = ax + b → y = -3975.1x + 14.259
∆𝐻 ∆𝐻
𝑎= − → −3975.1 = − 1,987
𝑅

∆𝐻 = 7898.5237 𝑘𝑎𝑙 ⁄𝑚𝑜𝑙


B. Pembahasan

Kelarutan adalah jumlah maksimum suatu zat dapat larut dalam sebuah pelarut. Pada praktikum ini
menerapkan sistem panas positif yang berarti semakin tinggi suhu suatu zat maka akan semakin besar volume titran
yang dibutuhkan untu menitrasi larutan tersebut. Dengan teori ini maka hasil praktikum sudah menunjukkan hasil
yang sesuai. Pada 0°C,10°C,15°C,20°C menunjukkan peningkatan volume titran yang dibutuhkan.

Untuk mengetahui panas kelarutan asam oksalat dapat dilihat dari grafik ln S vs 1/T (suhu dalam kelvin)
menunjukkan hasil persamaan y = -4290,6x + 19,587 dan nilai R2 0,9441 dan panas kelarutannya 8525,4222
kal/mol. Dari grafik ln C vs I/T (suhu dalam kelvin) menunjukkan hasil persamaan y = -3975.1x + 14.259 dan nilai
R2 0.9390 dan panas kelarutannya 7898.5327 kal/mol. Berdasarkan panas kelarutannya dapat dilihat bahwa panas
kelarutan asam oksalat bernilai positif dan merupakan reaksi endotermis yang menyerap kalor kedalam sistem.
Kalor yang diserap digunakan untuk memutus ikatan pada molekul asam oksalat sehingga semakin banyak ikatan
molekul asam oksalat yang terputus, maka kelarutan asam oksalat pun juga semakin besar.

C. Kesimpulan

a. Temperatur berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat jenuh.


b. Asam oksalat memiliki panas pelarutan positif (termasuk reaksi endoterm).
c. ∆H yang didapat dari grafik hubungan ln S vs 1/T adalah 8525,4222 kal/mol sedangkan ∆H yang didapat
dari grafik hubungan antara ln C vs 1/T adalah 7898.5327 kal/mol.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 2001. Physical Chemistry, 3rd ed. New York: Oxford University Press.

Anshory, I. 2002. KIMIA FISIKA, Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Harrow, Gorgon M. 2005. Physical Chemistry for the Life Sciences. New York: Mc Graw Hill.

Keenan, C.W. dan Jesse H.W. 2010. General College Chemistry, fourth edition. New York: Harper & Row
Publisher Inc.

Martin, Alfred. Dkk. 2015. Farmasi Fisika Jilid I dan II Edisi III. Press: Yogyakarta

Moechtar. 2013. Farmasi Fisika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Svehla, 2000, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai