Anda di halaman 1dari 22

BAB I

DASAR TEORI

1.1 Elektrokimia
Reaksi elektrokimia dapat dibagi menjadi dua kelas, yang menghasilkan arus
listrik (proses yang terjadi dalam baterai), dan yang dihasilkan oleh arus listrik
elektrolisis. Tipe pertama reaksi bersifat serta merta, dan energi bebas sistem
kimianya berkurang – sistem itu melakukan kerja, misalnya menjalankan motor. Tipe
kedua harus dilakukan paksa agar sistem terjadi, dan energi bebas sistem kimia
bertambah. Elektrokimia adalah disiplin ilmu kimia yang mempelajari tentang
perubahan zat yang dihasilkan arus listrik atau perubahan kimia yang disebabkan oleh
arus listrik (Keenan, 1990).
Dalam sebuah proses sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan
elektron pada suatu elektroda (oksidasi), dan penerima elektron pada elektroda
lainnya (reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan katoda. Suatu sel
elektrokimia, kedua sel setengah reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik
(elektron) yang ditimbulkan dapat digunakan. Salah satu faktor yang mencirikan
sebuah sel elektrokimia adalah gaya gerak listrik (GGL) atau benda potensial listrik
antara anoda dan katoda (Oxtoby, 1999).
Elektron mengalir dari anoda seng ke katoda tembaga. Hal ini akan
menimbulkan perbedaan potensial antara kedua elektroda. Perbedaan potensial ini
akan mencapai maksimum ketika tidak ada arus mengalir. Perbedaan maksimum ini
dinamakan GGL sel atau E sel. Nilai E sel tergantung pada berbagai faktor. Bila
konsentrasi larutan seng dan tembaga 1,0 M dan suhu sistem 298 K (25oC), E sel
berada dalam keadaan standar dan diberi simbol Eosel (Underwood, 1991).
Keadaan standar didefinisikan sebagai keadaan pada 25oC (298 K), pada
keaktifan satu untuk semua zat dalam sel elektrokimia pada sel dengan arus nol pada
tekanan 1 bar (105 Pa) (Oxtoby, 1999)

1
2

1.2 Sel Volta


Sel volta adalah penataan bahan kimia dan penghantar listrik yang memberikan
aliran elektron lewat rangkaian luar dari suatu zat kimia yang teroksidasi ke zat kimia
yang tereduksi. Dalam menyetarakan reaksi redoks, kita dapat memecahkan reaksi itu
menjadi dua bagian yaitu setengah oksidasi dan setengah reaksi reduksi. Pada reaksi
reduksi, zat-zat yang direaksikan dicampur dalam suatu wadah sehingga terjadi reaksi
yang disertai pelepasan penyerapan kalor.
a. Potensial Listrik (Eosel)
Selain dengan menggunakan percobaan dan volumeter, potensial sel dapat juga
ditentukan secara teoritis. Potensial sel adalah penjumlahan dari potensial anoda
dan katoda.
b. Potensial Elektroda
Arus listrik yang terjadi pada sel volta disebabkan karena elektron-elektron
mengalir dari elektroda negatif ke elektroda positif (Keenan, 1980).

1.3 Sel Elektrokimia


Sebuah sel elektrokimia yang berpotensi secara spontan disebut sel galvani (sel
volta). Sel ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik yang dapat digunakan
untuk melakukan kerja. Elektrolisis adalah peristiwa elektrolis dalam sel elektrolisis
oleh arus listrik. Arus listrik berasal dari sumber arus baterai atau aki yang
menghasilkan arus searah. Pada anoda terjadi okidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik
oleh anoda dan jumlah elektronnya berkurang sehingga bilangan oksidasinya
bertambah. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation ditarik oleh katoda dan
menerima tambahan elektron sehingga bilangan oksidasinya berkurang
(Oxtoby,1999).

Sel elektrokimia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua
elektroda yang terpisah minimal oleh satu macam fasa elektrolit, seperti yang
digambarkan pada gambar 1. Umumnya diantara kedua elektroda dalam sel
elektrokimia tersebut terdapat perbedaan potensial yang terukur. Menurut Rosenberg
3

(1985) Contoh sel elektrokimia misalnya sel Galvani, sel Daniel, baterei. Penulisan
notasi struktur suatu sel elektrokimia mengikuti beberapa kaidah berikut :
│ : menunjukkan adanya perbedaan fasa
║ : dipisahkan oleh suatu jembatan garam
, : dua komponen yang berada dalam fasa yang sama
Fasa teroksidasi dituliskan terlebih dulu, baru diikuti fasa tereduksi dengan
notasi :
elektrode│larutan │larutan │elektrode.
Contoh penulisan suatu sel elektrokimia :
Zn (s)│Zn2+(aq), Cl− (aq)│AgCl (s)│Ag (s)

Gambar 1. Sel elektrokimia dengan elektroda logam Zn dan kawat Ag


yang disalut AgCl dalam larutan ZnCl2 (Rosenberg,1985)

Artinya Zn dan Zn2+ berada dalam fasa yang berbeda yaitu Zn (s) dan Zn 2+
(aq) demikian pula untuk Cl- (aq), AgCl(s) dan Ag (s). Sedangkan tanda koma (, )
memperlihatkan bahwa kedua elektroda berada dalam satu elektrolit yang sama yaitu
ZnCl2 (aq)
4

Gambar 2. Sel elektrokimia dengan elektroda logam Zn dalam larutan


elektrolit (Rosenberg,1985)

ZnSO4 dan elektroda logam Cu dalam larutan CuSO4 yang dihubungkan


dengan jembatan garam. Notasinya dapat dituliskan sebagai :
Zn(s)│Zn2+ (aq) ║Cu2+ (aq) │ Cu (s)
Artinya Zn dan Zn2+ berada dalam fasa yang berbeda yaitu Zn (s) dan Zn 2+
(aq) demikian pula untuk Cu (s) dan Cu2+ (aq). Sedangkan tanda ║ memperlihatkan
bahwa kedua elektroda dipisahkan oleh jembatan garam.
Hubungan listrik antara dua setengah sel harus dilakukan dengan cara tertentu.
Kedua elektroda logam dan larutannya harus berhubungan, dengan demikian lingkar
arus yang sinambung terbentuk dan merupakan jalan agar partikel bermatan mengalir.
Secara sederhana, elektroda saling berhubungan dengan kawat logam yang
memungkinkan aliran elektron (Petrucci, 1985).
5

Sel terdiri dari dua setengah sel yang elektronnya dihubungkan dengan kawat
dan larutannya dengan jembatan garam. Ujung jembatan disumbat dengan bahan
berpori yang memungkinkan ion bermigrasi, tetapi mencegah aliran cairan dalam
jumlah besar. Potensiometer mengukur perbedaan potensial antara dua elektroda
(Petrucci, 1985).
Aliran listrik antara dua larutan harus berbentuk migrasi ion. Ha ini dapat
dilakukan melalui larutan lain yang “menjembatani” kedua setegah sel dan tak padat
dengan kawat biasa. Hubungan ini disebut jembatan garam. Elektroza Zn akan
mengalami reaksi oksidasi sedangkan elektroda Cu akan mengalami reaksi reduksi.
Elektron mengalir dari atom Zn ke kawat penghantaar, dan berdifusi menjauhi ion-
ion Zn2+ ini dimasuki larutan dan berdifusi menjauhi jembatan (Petrucci, 1985).
Ion negatif berdifusi lewat jembatan garam menuju ke elektroda Zn. Elektron
yang dilepaskan oleh atom Zn memasuki kawat penyambung dan menyebabkan
elektron-elektron pada ujung lain berkumpul pada permukaan elektroda Cu. Elektron-
elektron ini bereaksi dengan ion Cu2+ untuk membentuk atom Cu yang melekat pada
elektroda (Keenan, 1980).
Ion SO4- yang ditinggalkan oleh Cu2+ akan berdifusi menjauhi elektroda Cu.
Dari jembatan garam NaCl, ion Na+ akan berdifusi keluar menuju ke Cu.
Jadi,sementara reaksi itu berjalan - terdapat jerakan keseluruhan dari ion negatif
menuju elektroda Cu. Jalan untuk aliran ion secara terarah lewat larutan ini dapat
dibayangkan sebagai rangkaian dalam, dan jalan untuk aliran elektron lewat kawat
penghantar dibayangkan sebagai rangkaian luar (Keenan, 1980).

1.4 Hukum Faraday


Akibat aliran arus listrik searah kedalam larutan elektrolit akan terjadi
perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834), lewatnya
arus 1F mengakibatkam oksidasi 1 massa ekuivalen suatu zat pada suatu elektroda
(anoda) dan reduksi 1 massa ekuivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda).
6

a. Hukum Faraday I
“Massa zat yang timbul pada elektroda karena elektrolisis berbanding
lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui larutan”.
b. Hukum Faraday II
“Jika 2 buah zat dielektrolisis dengan 2 buah arus yang sama dan
dihubungkan seri maka perbandingan massa zat larutan I dengan massa zat
larutan II sama dengan perbandingan massa ekuivalennya” (Brady, 1992).
Diawal abad ke-19, Faraday menyelidiki hubungan antara jumlah listrik
yang mengalir dalam sel dan kuantitas kimia yang berubah dilektroda saat
elektrolisis. Ia merangkum hasil pengamatannya dalam dua hukum di tahun 1833:
a. Jumlah zat uang dihasilkan dielektroda sebanding dengan jumlah arus
listrik yang melalui sel.
b. Bila jumah tertentu atas listrik yang melalui sel, jumlah mol zat yang
berubah dileketroda adalah konstan.

1.5 Persamaan Nernst


Walther Hermann Nernst adalah kimiawan Jerman yang menerapkan asas-asas
termodinamika ke sel listrik. Dia menciptakan sebuah persamaan yang dikenal
sebagai persamaan Nernst, yang menghubungkan voltase sel ke propertinya. Lepas
dari Joseph Thomson, ia menjelaskan mengapa senyawa terionisasi dengan mudah
dalam air. Penjelasan ini disebut aturan Nernst-Thomson yang menyatakan bahwa
sulit halnya bagi ion yang ditangkap untuk menarik satu sama lain melalui insulasi
molekul air, sehingga terdiosiasi (Keenan, 1980).
Persamaan Nernst adalah persamaan yang melibatkan potensial sel sengan
konsentrasi suatu reaksi. Reaksi oksidasi reduksi banyak yang dapat dilangsungkan
pada kondisi tertentu untuk membangkitkan listrik. Dasarnya bahwa reaksi oksidasi
reduksi itu harus berlangsung spontan di dalam larutan air jika bahan pengoksidasi
dan pereduksi tidak sama. Dalam sel Galvani oksidasi diartikan sebagai
dilepaskannya elektron oleh atom, molekul atau ion dan reduksi berarti diperolehnya
elektron oleh partikel-partikel itu. Sebagai contoh reaksi oksidasi sederhana dan
7

berlangsung spontan adalah bila lembar tipis zink dibenamkan dalam suatu larutan
tembaga sulfat maka akan terjadi logam tembaga menyepuh pada lembaran zink dan
lembaran zink lambat laun melarut dan dibebaskan energi panas.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Zn + CuSO4 → ZnSO4 + Cu

Reaksi yang sebenarnya adalah antara ion zink dengan tembaga yaitu :

Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu

Tiap atom zink kehilangan dua elektron dan tiap ion tembaga memperoleh dua
elektron untuk menjadi sebuah atom tembaga.

Oksidasi: Zn → Zn2+ + 2e-


Reduksi : Cu2+ + 2e- → Cu

Sel yang mencapai kesetimbangan kimia dapat melakukan kerja listrik ketika
reaksi di dalamnya menggerakkan elektron-elektron melalui sirkuit luar. Kerja yang
dapat dipenuhi oleh transfer elektron tertentu bergantung pada beda potensial antara
kedua elektron. Perbedaan potensial ini disebut potensial sel dan diukur dalam volt
(V). Jika potensial sel besar maka sejumlah elektron tertentu yang berjalan antara
kedua elekroda dapat melakukan kerja listrik yang besar. Sebaliknya, jika potensial
sel kecil maka elektron dalam jumlah yang sama hanya dapat melakukan sedikit
kerja(Keenan, 1980).
Sel yang reaksinya ada dalam kesetimbangan tidak dapat melakukan kerja dan
sel demikian memiliki potensial sel sebesar nol. Pada sel konsentrasi digunakan dua
electrode yang sama namun konsentrasi larutannya yang berbeda. Electrode dalam
larutan pekat merupakan katode (tempat terjadinya reaksi reduksi) sedangkan
electrode dalam larutan encer merupakan anode (tempat terjadinya reaksi oksidasi)
(Keenan, 1980).
Pada persamaan Nernst, K bukanlah suatu tetapan kesetimbangan Karena
larutan-larutan yang diperkirakan adalah pada konsentrasi-konsentrasi awal dan
8

bukan konsentrasi kesetimbangan. Bila suatu sel volta telah mati atau terdiscas habis,
barulah sistem itu berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi ini Esel = 0 dan faktor K
dalam persamaan Nernst setara dengan tetapan kesetimbangan (Keenan, 1980).
BAB II

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat-alat yang Digunakan

1. Labu ukur 100 ml


2. Gelas piala 100 ml
3. Gelas piala 250 ml
4. Thermometer
5. Hot plate
6. Stopwatch
7. Lembaran seng
8. Lembaran tembaga
9. Neraca analitik
10. Sumber arus DC
11. Kabel, penjepit

2.2 Bahan-bahan yang Digunakan

1. Kristal NaOH
2. Kristal NaCl
3. Aquadest

2.3 Prosedur Percobaan

2.3.1 Elektrolisis untuk Menentukan Bilangan Avogadro

1. Larutan A disiapkan ( Terdiri dari 10 gr NaCl dan 0,1 gr NaOH dalam 100 ml
aquadest ).
2. Disiapkan dua lempeng tembaga sebagai elektroda dan dibersihkan dengan
amplas.

7
10

3. Salah satu elektroda bertindak sebagai anoda, ditimbang pada neraca analitik.
4. Kedua elektroda dicelupkan ke dalam 80 ml larutan A yang diitempatkan
dalam gelas piala, disusun rangkaian listriknya.
5. Dipanaskan suhu karutan hingga 75ᵒC dan dijaga konstan.
6. Saat suhu konstan , larutan A dialiri arus listrik yang dijaga konstan yaitu 3
Ampere.
7. Setelah 10 menit, aliran listrik dimatikan, dibersihkan anoda dengan air,
kemudian dikeringkan dengan tisu.
8. Ditimbang anoda dengan neraca analitik.

Kedua elektroda
10 gr NaCl dan 0,1 Disiapkan dua lempeng
dicelupkan ke dalam 80 ml
gr NaOH dalam tembaga sebagai elektroda
larutan A yang
100 ml aquadest dan dibersihkan
diitempatkan dalam gelas
piala

Setelah 10 menit, aliran Larutan A dialiri arus Dipanaskan suhu larutan


listrik dimatikan.
listrik yang dijaga konstan hingga 75ᵒC dan dijaga
Anoda dibersihkan dan
yaitu 3 Ampere konstan
ditimbang

Gambar 2.1 Diagram alir proses menentukan bilangan Avogadro


11

2.4 Pengamatan

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan

No Pengamatan Satuan
1 Waktu percobaan 600 detik
2 Berat anoda awal 2,16 gram
3 Berat anoda akhir 2,17 gram
4 Perubahan berat anoda 0,01 gram
5 Aliran listrik 3 ampere

2.5 Rangkaian Alat

Keterangan

1. Gelas Piala
2. Sumber arus DC
3. Larutan A
2
1 4. Lempeng tembaga
3

Gambar 2.2 Rangkaian alat


BAB III
HASIL DAN DISKUSI

3.1 Hasil Percobaan


3.1.1 Elektrolisis Untuk Menentukan Bilangan Avogrado
Waktu percobaan : 10 menit
Kuat arus : 3 ampere
Suhu pemanasan : 75oC
Berat anoda awal : 2,16 gr
Berat anoda akhir : 2,17 gr
Perubahan berat anoda : berat anoda awal – berat anoda akhir
: 2,16 gram – 2,17 gram
: 0,01 gram
Sebelum reaksi : Warna tembaga (anoda dan katoda) kuning
kecoklatan. Warna larutan A tidak berwarna.
Setelah reaksi : Warna anoda kuning dan warna katoda hitam,
terdapat gelembung. Warna larutan A
menjadi berwarna jingga.

3.2 Diskusi

Dalam percobaan ini dilakukan proses elektrolisis yang bertujuan untuk


menentukan besarnya bilangan Avogadro. Hukum Avogadro (1811) berbunyi: "Jika
dua macam gas (atau lebih) sama volumenya, maka gas-gas tersebut sama banyak
pula jumlah molekul-molekulnya masing-masing, asal temperatur dan tekanannya
sama pula".

Dari pernyataan tersebut maka dalam melakukan praktikum ini diharapkan suhu
dan tekanan sama agar jumlah molekul yang diperoleh, hasilnya sama dengan
bilangan avogadro yaitu sekitar:

10
13

Sebenarnya ada beberapa cara untuk menentukan bilangan Avogadro, metoda


paling tepat adalah kristalografi sinar –X. Analisis kristalografi sinar-X hanya
dilakukan para spesialis yakni kristalografer. Pengukuran dan pemrosesan data yang
diperlukan membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang banyak. Sehingga
kristalografi sulit dilakukan jika untuk percobaan mahasiswa. Sehingga disini
dilakukan cara yang sederhana yaitu elektrolisis logam Cu dan larutan elektrolit yang
berasal dari NaCl dalam suasana basa (dengan penambahan NaOH sebagai pemberi
suasana basa).

Larutan tersebut dicampur dan dipanaskan hingga suhu mencapai 75 oC. Suhu
disini dijaga konstan karena apabila melebihi 75oC maka larutan mendidih dan
terbentuk Cu2O. Pemanasan dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses reaksi.
Pada elektrolisis dilakukan pencelupan kedua elektroda logam tembaga kedalam
larutan dengan arus 3 ampere dilakukan selama 10 menit. Suhu dan arus diharapkan
konstan.

Salah satu tembaga digunakan sebagai anoda. Elektrolisis pada anoda terjadi
peristiwa oksidasi, elektron akan mengalir dari anoda menuju sumber arus kemudian
diteruskan ke katoda, massa anoda setelah reaksi elektrolisis akan semakin berkurang
dan warnanya juga semakin terang (kuning kecokelatan menjadi kuning) karena
mengalami oksidasi. Sedangkan elektrolisis pada katoda terjadi peristiwa reduksi, ion
positif pada katoda akan mengikat elektron dari sumber arus sedangkan yang dari
larutan elektrolit akan bergerak menuju batang katoda, setelah reaksi elektrolisis akan
terbentuk zat berwarna hitam yang menempel pada batang katoda.

Reaksi yang terjadi pada percobaan adalah sebagai berikut :

NaCl(aq)à Na-+(aq) + Cl-(aq)

Katoda (Cu) : 2H2O(l) + 2e- - 2OH- (aq) + H2(g)

Anoda (Cu) : Cu(s) Cu+2(aq) + 2e-


14

2NaCl + 2H2O(l) + Cu(s) 2Na+(aq) + 2Cl-(aq) + 2OH- (aq) + Cu+2+ H2(g)

Berdasarkan reaksi di atas di ruang anoda terjadi oksidasi dari Cu menjadi ion
Cu+ selanjutnya membentuk Cu2O (tembaga (I) oksida). Terbentuknya Cu2O ini
dibuktikan dengan adanya endapan jingga. Warna larutan pada awalnya tidak
berwarna, tetapi setelah elektrolisis berubah warna menjadi jingga.Jadi dapat
disimpulkan bahwa gelembung - gelembung yang terbentuk disekitar elektroda
merupakan gas H2 hasil dari reduksi air pada katoda dan endapan yang menjadikan
larutan berwarna merah merupakan logam Cu yang teroksidasi. Sedangkan
pemanasan dilakukan hanya untuk mempercepat terjadinya reaksi redoks.

23
Berdasarkan pada teori, harga bilangan Avogadro adalah sebesar 6,023 x10
mol-1. Tetapi pada perhitungan hasil percobaan didapatkan harga bilangan Avogadro
sebesar 31,07 × 1023. Kesalahan yang terjadi pada saat percobaan disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya suhu larutan yang tidak stabil atau tidak tepat 75oC atau tiak
dilakukannya pembersihan terhadap elktroda yang digunakan. Sehingga hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan nilai bilangan Avogadro
sebesar 31,07 × 1023
2. Bilangan Avogadro dapat ditentukan sebagai jumlah ion Cu+ yang terbentuk
dalam 1 mol Cu.
4.2 Saran
1. Lakukan pemasangan dan perangkaian alat yang digunakan dengan hati-hati.
2. Logam yang digunakan pada percobaan elektrolisis dan penentuan GGL
sebaiknya dibersihkan secara teliti.

13
BAB V
TUGAS/ JAWABAN PERTANYAAN

5.1 Tugas
1. Hitung berapa Coloumb diperlukan untuk mengoksidasi x gram tembaga!
Jawab :
W = x gram
W=e.F
Maka :
F = W/e
= x/63,54 C
2. Hitung berapa Coloumb diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol tembaga (berat
molekul tembaga 63,54)
Jawab :
e.I.t
W=
96000
Berat tembaga : n = gr/ar maka : gr = n.ar = 1.63,54 = 63,54 gr
63,54 .I.t
W=
96000
63,54 .I.t
63,54=
96000
I.t
F =
96000
3. Muatan satu ion Cu+ adalah 1,6 x 10-19 Coloumb. Hitung jumlah ionCu+yang
terbentuk dalam percobaan ( jumlah atom Cu dalam 1 mol tembaga sama
dengan N0 )
Jawab : I = 3 amper
t = 600 detik
Q = I.t
Q = 3 . 600
= 1800 C

14
17

Maka :
Ion Cu+ = Q/ muatan
= 1800/ 1,6 x 10-19
= 1,125 x10-16
X = n . 6.022 x 1023
n = X/6.022 x 1023
= 1,125 x10-16 / 6.022 x 1023
= 18,68 x 105 mol
5.2 Pertanyaan
1. Apakah nama endapan merah / jingga yang terbentuk dalam percobaan
elektrolisis?
Jawab : Endapan merah atau jingga yang terbentuk dalam percobaan adalah
hasil oksidasi tembaga , yaitu tembaga oksida
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E. 1992. Kimia Universitas Asas dan Struksur. Binapura Aksara. Bandung.
Keenan, C.W. 1980. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Oxtoby, D.W. 1999. Kimia Modern. Edisi IV. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Petrucci, R.H. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.
Unverwood, A.L dan R.A. Day. 1991. Analisa Kimia Kuantutatif. Edisi Keempat.
Erlangga. Jakarta.

16
LAMPIRAN A

PERHITUNGAN

A.1 Elektrolisis untuk menentukan bilangan avogrado

Arus listrik yang digunakan adalah 3 ampere muatan yang digunakan untuk
mengoksidasi 0,23 gr tembaga adalah :
Q=i×t
= 3 ampere × 600 s
= 1800 Coulomb
Muatan yang diperlukan untuk mengoksidasi 1 mol Cu dengan Mr Cu = 63,54
g/mol adalah :
𝑀𝑟 𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎
Q= ×𝑄
𝑀 𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎
𝑔𝑟
63,54
𝑚𝑜𝑙
Q= × 1800 𝐶𝑜𝑢𝑙𝑜𝑚𝑏
0,23 𝑔𝑟

= 497269,56 Coulomb
Jumlah mol ion Cu+ yang terbentuk dalam 1 mol Cu adalah :
𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 1𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑢
Jumlah ion Cu+ dalam 1 mol Cu = 𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 1 𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑢+
497269,56 Coulomb
= 1,6 ×10−19

= 31,07 ×1023

17
LAMPIRAN B

DOKUMENTASI

1
Gambar B.1 Larutan A yang terdiri
dari 10 gram NaCl dan 0,1 gram
NaOH dalam 100 ml air

Gambar B.2 Dua buah lempeng


2
tembaga sebagai elektroda.

18
21

Gambar B.3 Larutan A dipanaskan


sampai suhu mencapai 75℃ dan
dijaga konstan

Gambar B.4 Aliran listrik

4 dihubungkan dan disalurkan


melalui larutan A. Arus listrik yang
digunakan yaitu 3 Ampere
22

Gambar B.5 Larutan A setelah


dipanaskan dan dialirkan listrik
5
berwarna jingga.

6 Gambar B.6 Anoda setelah


dimasukkan kedalam gelas piala
yang berisi larutan A

Anda mungkin juga menyukai