Anda di halaman 1dari 4

PEMAKSIMALAN MITIGASI PRA-BENCANA UNTUK MEDUKUNG INDONESIA GEMILANG

Nadya Savitri

175090700111009

Teknik Geofisika / Fisika / FMIPA

Indonesia adalah negara yang secara geologis terletak di pertemuan 2 lempeng Bumi, yaitu
lempeng samudera Hindia-Australia dan lempeng benua Eurasia. Akibat peristiwa tumbukan
dua lempeng ini, Indonesia memiliki gugusan pegunungan berapi yang cukup aktif dan
membentang dari utara Pulau Sumatera, menerus hingga ke sepanjang Pulau Jawa, dan berakhir
di daerah utara Kepulauan Maluku. Karena memiliki gugusan pegunungan berapi ini, Indonesia
masuk ke dalam Pacific Ring of Fire, sebuah julukan bagi regional yang lebih luas lagi di sekitar
Samudera Pasifik yang memiliki gugusan pegunungan berapi yang sama seperti Filipina, Jepang,
bahkan hingga ke pantai barat Amerika Selatan seperti Cile. Gugusan pegunungan berapi yang
dimiliki oleh Indonesia maupun negara-negara lainnya yang masuk dalam Pacific Ring of Fire
termasuk aktif, karena subduksi atau penunjaman lempeng Hindia-Australia terhadap lempeng
Eurasia di Samudera Hindia masih berlanjut hingga saat ini, sehingga bencana vulkanik berupa
letusan gunung api adalah hal yang cukup umum. Selain itu, aktivitas lempeng ini juga
menyebabkan adanya efek lain, yaitu gempa tektonik. Gempa tektonik adalah gempa atau
bergeraknya lapisan Bumi yang disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, dapat berupa
bergeraknya lempeng Bumi maupun adanya pelepasan stress yang disebabkan oleh lapisan
batuan yang patah (fault) di bawah permukaan Bumi.

Hampir setiap tahunnya, kedua aktivitas geologi yang disebutkan di atas terjadi di Indonesia.
Kedua hal ini termasuk dalam bencana alam yang tentunya menimbulkan kerugian bagi
masyarakat Indonesia khususnya. Keduanya bukanlah hal yang dapat dihindari, namun efek
yang ditimbulkan oleh bencana tersebut dapat dicegah dan diminimalkan sehingga kerugian
yang dialami oleh masyarakat yang tertimpa bencana tersebut dapat dikurangi. Hal-hal yang
dilakukan untuk mengurangi kerugian dari suatu bencana dinamakan dengan mitigasi. Mitigasi
tidak hanya mencakup bencana yang ditimbulkan oleh proses alam, namun juga bencana yang
ditimbulkan oleh manusia.

Mitigasi bencana secara umum terdiri dari 3 tahapan, yaitu pra-bencana, tanggap bencana (saat
bencana), dan pasca-bencana. Tahapan pra-bencana meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
mitigasi, dan peringatan dini. Tahapan tanggap darurat terdiri dari bantuan darurat untuk
pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terkena bencana. Terakhir, tanggapan
pasca-bencana adalah rekonstruksi, pembangunan, dan mitigasi struktural.

Seperti yang telah disebutkan di atas, akibat keadaan geologis Indonesia yang unik, maka
bencana alam vulkanik dan tektonik seperti letusan gunung api dan gempa adalah sesuatu yang
tidak dapat dielakkan. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia
untuk mengurangi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana-bencana ini adalah dengan
memaksimalkan upaya-upaya mitigasi yang sudah ada. Menurut saya, hal yang cukup efektif
dilakukan agar dapat mencegah kerugian bencana sejak dini adalah memaksimalkan langkah-
langkah yang ada pada tahapan mitigasi pra-bencana.

Hal-hal yang dapat dilakukan pada tahapan mitigasi pra-bencana adalah meningkatkan kapasitas
dan menurunkan kerentanan. Kapasitas adalah kemampuan potensial masyarakat
sesungguhnya untuk menghadapi bencana lewat berbagai sumber daya manusia atau materi
untuk membantu pencegahan dan tanggap bencana yang efektif. Kapasitas sendiri secara umum
terbagi menjadi kapasitas material dan non-material. Kapasitas material dapat berupa barang-
barang untuk membangun kembali infrastruktur yang terkena bencana, atau barang-barang
yang dapat digunakan masyarakat untuk menghadapi bencana. Kapasitas non-material dapat
berupa sikap dan motivasi, sosial ekonomi, dan keorganisasian dan kelembagaan. Begitupula
dengan kerentanan. Kerentangan terbagi menjadi kerentanan tangible dan non-tangible, di
mana kerentanan tangible adalah kerentanan material seperti rumah yang tidak tahan gempa,
dan kerentanan non-tangible adalah kerentanan non-material seperti kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana.

Peningkatan kapasitas dapat berupa pemberian penyuluhan ataupun sosialisasi yang dapat
dilakukan oleh pihak dengan pengetahuan yang cukup dalam bidang mitigasi. Sosialisasi ini
dapat dilakukan oleh pemerintah lewat lembaga-lembaga kebencanaan seperti BNPB, BPBD,
dan PVMBG, atau oleh kalangan akademisi seperti mahasiswa yang bersinggungan dengan
kebencanaan. Dengan pemberian penyuluhan dan sosialisasi, masyarakat akan lebih peka
terhadap lingkungan di sekitarnya dan tentunya akan lebih paham dan siap dalam menghadapi
bencana yang dapat kapan saja terjadi. Penyuluhan dan sosialisasi ini dapat dilakukan secara
intensif pada daerah-daerah dengan tingkat kerawanan bencana lebih tinggi seperti desa di kaki
gunung api, atau daerah-daerah sepanjang zona subduksi seperti pesisir selatan Pulau Jawa.
Peningkatan kapasitas juga dapat dilakukan dengan mempererat hubungan antar masyarakat
sehingga tercipta lingkungan yang positif, terorganisir, dan dapat mengambil keputusan pada
saat-saat genting. Peningkatan kapasitas akan menurunkan kerentanan masyarakat terhadap
bencana sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh bencana baik material maupun non-material
dapat dikurangi.

Peningkatan kapasitas juga dapat dilakukan lewat material. Salah satu kekurangan Indonesia
sebagai negara rawan gempa adalah minimnya pengetahuan mengenai bangunan tahan gempa,
khususnya di daerah-daerah terpencil. Pemerintah dapat melakukan sosialisasi mengenai
pembangunan hunian atau bangunan tahan gempa. Seiring dengan berkembangnya zaman,
mulai ditemukan pula material-material tahan gempa yang tentunya dapat membantu dalam
proses mitigasi bencana. Kalangan akademisi dapat melakukan penelitian dan pengembangan
dalam hal ini. Perlu diperhatikan pula daerah-daerah yang dapat digunakan sebagai tempat
pengungsian yang layak saat terjadi bencana geologi seperti letusan gunung api dan gempa.

Pada tahapan pra-bencana, juga dibutuhkan sistem peringatan dini yang efektif. Hingga saat ini,
memang belum ditemukan sistem peringatan dini yang dapat memprediksi kapan dan di mana
bencana terjadi. Namun, sistem yang telah ada saat ini sudah mampu untuk mengurangi
kerugian bencana. Hal yang dapat dilakukan tentunya dengan terus meningkatkan dan
mengembangkan penelitian yang ada dan sedang berlangsung, serta tentunya hal yang penting
adalah memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara kerja sistem peringatan dini
dan simulasi bagaimana saat bencana terjadi. Masalah yang sering timbul di masyarakat
Indonesia adalah minimnya pengetahuan mengenai alat-alat yang digunakan sebagai sistem
peringatan dini sehingga seringkali terjadi pengrusakan atau pencurian yang dilakukan oleh
orang yang tidak bertanggung jawab. Lalu, dibutuhkan pula penanganan yang serius dari
pemerintah Indonesia sehingga sistem peringatan dini dapat berjalan dengan normal.

Dengan memaksimalkan langkah-langkah mitigasi pra-bencana, diharapkan kerugian-kerugian


yang ditimbulkan oleh bencana dapat ditekan. Tentunya, apabila proses ini dapat berjalan
sevara rata dan menyeluruh, pihak yang diuntungkan adalah masyarakat Indonesia sendiri. Hal
ini adalah salah satu dari sekian langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan Indonesia
yang gemilang, tentunya dengan dukungan dari segala pihak seperti saya sebagai mahasiswa
kebumian, masyarakat, dan pemerintah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai