Anda di halaman 1dari 41

Irvan Dedy, S.Pd.,M.

Pd
(NUPTK :6839 7556 5520 0002)

SMA Dwiwarna (Boarding School)


Bogor - Jawa Barat
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Nama : Irvan Dedy, S.Pd.,M.Pd


NUPTK : 6839 7556 5520 0002
Unit Kerja : SMA DWIWARNA
Kabupaten : Bogor
Provinsi : Jawa Barat

PROVINSI JAWA BARAT


TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya pada kita, akhirnya saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul : “PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA.”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Diklat Online Paska UKG
SMA/K 2015 Tahap II Angkatan 7. Makalah ini ditulis untuk mengetahui
metode pembelajaran yang paling tepat untuk mengajarkan matematika pada
siswa, sehingga siswa merasa senang dan termotivasi. Dipilihnya pembelajaran
berbasis masalah, karena metode ini mengutamakan peran aktif siswa dalam
pembelajaran dan menggunakan penalaran, daya analitis serta kemampuan
mempresentasikan apa yang menjadi ide dan kesimpulan mereka.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
dan kekhilafan karena keterbatasn yang dimiliki. Untuk itu, kritik dan saran
sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini dan semoga tulisan ini dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Nugrahantoro Yudo, MSc, Direktrur dan Kepala SMA Dwiwarna
tahun 2013 – sekarang
2. Rekan-rekan guru SMA Dwiwarna
3. Wali Kelas PPPPTK, Ibu Umi Rohmiyatun
Atas bantuan dari semua pihak semoga mendapatkan limpahan rahmat dan
pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Jakarta, November 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................... i


Daftar Isi ...................... ii
Bab I Pendahuluan ...................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ...................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ...................... 3

Bab II Pembahasan ...................... 4


2.1. Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 4
2.2. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 6
2.3. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 8
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
...................... 11
Berbasis Masalah
2.5. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ...................... 12
2.6. Pengertian Matematika ...................... 16
2.7. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada
...................... 18
Mata Pelajaran Matematika

Bab III Kesimpulan dan Saran ...................... 34


3.1. Kesimpulan ...................... 34
3.2. Saran ...................... 34

Daftar Pustaka 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Perkembangan yang begitu cepat dalam berbagai bidang seperti
pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya,
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,
cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Kondisi seperti ini
merupakan tantangan yang hanya dapat dihadapi oleh orang-orang terdidik dan
mempunyai kemampuan mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi atau
pengetahuan dengan efektif dan efisien.
Peran pendidikan sangat penting di masa depan agar generasi muda
mempunyai kemampuan mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi atau
pengetahuan dengan efektif dan efisien. Untuk itulah dibutuhkan sistem
pendidikan yang berorientasi pada pemecahan masalah, kemampuan berpikir
kritis, kreatif, sistematis dan logis (Depdiknas, 2003).
Hal ini sangat mungkin dimunculkan dalam pembelajaran matematika
karena mengingat semua kemampuan tersebut merupakan bagian dari tujuan
pembelajaran matematika (Depdiknas, 2003). Oleh karena itu pelajaran
matematika perlu diberikan kepada setiap siswa sejak sekolah dasar. Pentingnya
mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang
sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Sungguh sangat naif
apabila kemampuan berpikir kritis diabaikan oleh guru. Upaya memfasilitasi agar
kemampuan berpikir kritis siswa berkembang menjadi sangat penting, mengingat
beberapa hasil penelitian masih mengindikasikan rendahnya kemampuan berpikir
kritis siswa Indonesia.
Pada pemeringkatan Programme for International Student Assessment
(PISA) terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah.
Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan.
Peringkat Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50
dalam indeks literasi matematika. Sedangkan urutan terakhir ditempati oleh
Kyrgizstan.
Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) Drs. Firman Syah
Noor, M.Pd memaparkan, berdasarkan hasil penelitian Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMMS) yang dilakukan oleh Frederick K. S.
Leung pada 2003, ada tiga penyebab utama mengapa indeks literasi matematika
siswa di Indonesia sangat rendah, yaitu kurang terlatihnya guru-guru Indonesia,
dan kurangnya dukungan dari lingkungan dan sekolah
Pelajaran matematika dalam pelaksanaannya diberikan kepada semua
jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah

1
Atas (SMA), bahkan pada jenjang Perguruan Tinggi (PT) masih diberikan
pelajaran matematika untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama untuk
bekal masa depan mereka dalam kehidupan masyarakat nantinya. Namun
kenyataannya, pendidikan matematika di Indonesia masih memprihatinkan jika
dilihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa
Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan
pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai
individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Dalam
pembelajaran tersebut peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan
kelas, sehingga mudah sekali peserta didik merasa bosan dengan materi yang
diberikan Kondisi ini tentu saja dapat mematikan potensi peserta didik dan
peserta didik menjadi tidak paham dengan apa yang baru saja disampaikan oleh
guru.
Dari permasalahan yang diuraikan di atas, terlihat jelas bahwa pendidikan
matematika masih mengecewakan. Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di
sekolah untuk mempelajari matematika tidak sebanding dengan prestasi yang
diraih. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika beberapa diantaranya disebabkan masih banyaknya siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, kurang berminat, dan selalu
menganggap matematika sebagai ilmu yang sukar sehingga menimbulkan rasa
takut untuk belajar matematika. Ketakutan pada pelajaran matematika dapat juga
disebabkan oleh pandangan bahwa matematika merupakan seperangkat fakta-
fakta yang harus dihafal.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa
usaha perbaikan proses pembelajaran melalui upaya pemilihan model
pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika di sekolah
dasar merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilakukan. Salah
satu model pembelajaran yang diduga dapat digunakan untuk memperbaiki
kualitas proses dan hasil belajar adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat ada beberapa
rumusan masalah yang dapat kita rumuskan.

1. Apa pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah?


2. Apa ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah?
3. Apa tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah?

2
4. Apa kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah ?
5. Bagaimana tahapan-tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah?
6. Apa pengertian matematika?
7. Bagaimana penerapan pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran
matematika?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah.


2. Mengidentifikasi ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah.
3. Mengetahui tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah.
4. Mengetahui kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah.
5. Mengetahui tahapan-tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.
6. Mengetahui pengertian matematika.
7. Mengetahui cara menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada mata
pelajaran matematika?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu dari sekian
banyak model pembelajaran yang berkembang saat ini. Model pembelajaran
berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) yang artinya
strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-
permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa
belajar melalui permasalahan-permasalahan.
Wina Sanjaya berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa
bantuan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta
dicari pemecahannya, dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh
pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Ibrahim dan Nur menyatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial
dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar
maupun kompleks.
Agus Suprijono menyatakan pembelajaran berbasis masalah berorientasi
pada kecakapan peserta didik memproses informasi mengacu pada cara-cara orang
menangani stimuli dari lingkungan, mengorganisasikan data, melihat masalah,
mengembangkan konsep dan memecahkan masalah dan menggunakan lambang-
lambang verbal dan non-verbal.

4
Pembelajaran berbasis masalah dalam mendeskripsikan suatu lingkungan
pembelajaran tempat masalah sebagai pengontrol pembelajaran tersebut.
Pembelajaran dimulai dengan suatu permasalahan yang dibuat sedemikian hingga
siswa-siswi perlu memperoleh pengetahuan baru dalam pemecahan masalah
tersebut. Lebih dari sekedar mencari satu jawaban yang tepat, siswa-siswi
memahami soal, mengumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan,
mengidentifikasi jawaban yang mungkin, mengevaluasi pilihan, dan
menyampaikan kesimpulan.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengertian pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran
dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk
mendapatkan pengetahuan baru. Seperti yang diungkapkan oleh Suyatno bahwa :
” Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran
yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan
nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk
membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.
Menurut Arends pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu
pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
inkuiri dan keterampilan berpikir, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Hal senada diungkapkan pula oleh Suryadi yang menyatakan bahwa PBM
merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada
masalah nyata atau masalah yang disimulasikan. Pada saat siswa menghadapi
masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang
dari berbagai perspektif serta menyelesaikannya dibutuhkan pengintegrasian
informasi dari berbagai ilmu.

5
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran berbasis masalah (PBL)
dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model ini
bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta
mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan ini mengutamakan
proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa
mencapai keterampilan mengarahkan diri.

2.2. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah mempunyai ciri-ciri atau fitur-fitur


sebagai berikut:

1) Mengajukan pertanyaan atau masalah.


PBM tidak mengorganisasikan pelajaran di sekitar prinsip-prinsip akademik
atau keterampilan-keterampilan tertentu, tetapi lebih menekankan pada
mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan-pertanyaan atau
masalah-masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara pribadi bagi
siswa. Pelajaran-pelajaran itu diarahkan pada situasi kehidupan nyata,
menghindari jawaban sederhana, dan memperbolehkan adanya keragaman
solusi yang kompetitif beserta argumentasinya.
2) Berfokus pada interdisiplin
Meskipun suatu pelajaran berdasarkan masalah dapat berpusat pada mata
pelajaran tertentu (sains, matematika, IPS), masalah yang sehari-hari dan
otentik itulah yang diselidiki karena solusinya menghendaki siswa melibatkan
banyak mata pelajaran. Misalnya, masalah polusi yang ditimbulkan oleh
lumpur Lapindo melibatkan beberapa bidang ilmu murni dan terapan biologi,
fisika, geologi, kimia, teknik sipil, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan
pemerintahan.

6
3) Penyelidikan otentik
Pembelajaran berbasis masalah menghendaki para siswa menggeluti
penyelidikan otentik dan berusaha memperoleh pemecahan-pemecahan nyata
terhadap masalah-masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
mengidentifikasi masalah-masalah itu, mengembangkan hipotesis dan
membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi,
melaksanakan eksperimen (bila diperlukan), membuat inferensi, dan
membuat simpulan. Selain itu mereka dapat menggunakan metode-metode
penyelidikan khusus, bergantung pada sifat masalah yang sedang diselidiki.
4) Menghasilkan karya nyata dan memamerkan
Pembelajaran berbasis masalah mengehendaki siswa menghasilkan produk
dalam bentuk karya nyata dan memamerkannya. Produk ini mewakili solusi-
solusi mereka. Produk ini dapat merupakan skrip sebuah sinetron, sebuah
laporan, model fisik, rekaman video, atau program computer. Karya nyata
dan pameran itu, yang akan dibahas kemudian, dirancang siswa untuk
mengomunikasikan kepada pihak-pihak terkait apa yang telah mereka
pelajari. Karya nyata dan pameran ini merupakan salah satu ciri inovatif
model PBM.
5) Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah juga ditandai oleh siswa yang bekerja sama
dengan siswa lain, seringkali dalam pasangan-pasangan atau kelompok-
kelompok kecil. Bekerja sama mendatangkan motivasi untuk keterlibatan
berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan memperkaya kesempatan-
kesempatan berbagi inkuiri dan dialog, dan untuk perkembangan
keterampilan-keterampilan sosial.

Wina Sanjaya menyatakan ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah


sebagai berikut:

(1) pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas


pembelajaran, (2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan

7
masalah, (3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah.

Yazdani dalam Muhamad Nur menyatakan pembelajaran berbasis masalah


juga memiliki ciri sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing
Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran untuk
mengajukan situasi-situasi dunia nyata, kontekstual, bermakna, dan
penyediaan sumber belajar, serta bimbingan, kepada siswa pada saat mereka
mengembangkan pengetahuan konten dan keterampilan-keterampilan
pemecahan masalah. Pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil
siswa. Informasi diperoleh melalui pembelajaran yang diarahkan oleh dirinya
sendiri.
2) Belajar melampaui konten
Kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan yang tidak sekedar
mengumpulkan pengetahuan dan aturan-aturan. Kemampuan ini merupakan
kemampuan mengembangkan strategi-strategi kognitif fleksibel, yang
membantu menganalisis situasi-situasi tidak terstruktur secara ketat dan yang
tidak terantisipasi sebelumnya untuk menghasilkan solusi yang bermakna.
Masalah-masalah merupakan fokus dan rangsangan untuk belajar serta
merupakan wahana ntuk pengembangan keterampilan-keterampilan
pemecahan masalah.

2.3. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah

Ciri utama pembelajaran berbasis masalah adalah pengajuan pertanyaan


atau masalah dan memusatkan keterkaitan antardisiplin. Pembelajaran berbasis
masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada siswa.

8
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, pembelajaran berbasis masalah memiliki
tujuan:

1) Keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah


Berbagai ide telah digunakan untuk memberikan cara seseorang berpikir,
tetapi apa sebenarnya berpikir itu? Secara sederhana berpikir didefinisikan
sebagai proses yang melibatkan operasi mental seperti penalaran. Tetapi
berpikir juga diartikan sebagai kemampuan untuk menganalisis, mengkritik
dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang
seksama.
Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik
untuk tidak hanya sekedar berpikir secara kongkrit, tetapi juga berpikir
terhadap ide-ide yang absrak dan kompleks. Dengan kata lain pembelajaran
ini melatih kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
Hakikat kekomplekan dan konteks keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak
dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan
ide dan keterampilan yang lebih konkret, tetapi hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) oleh peserta
didik sendiri.
2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik
Resnick yang dikutip oleh Ibrahim dan Nur bahwa menyatakan model
pembelajaran berbasis masalah amat penting untuk menjembatani antara
pembelajaran di sekolah formal dengan aktifitas mental yang praktis yang
dijumpai diluar sekolah.

Berdasarkan pendapat Resnick tersebut, pembelajaran berbasis masalah


memiliki implikasi: (1) mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, (2)
memiliki elemen-elemen belajar magang, hal ini mendorong pengamatan dan
dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat peran orang yang
diamati atau orang yang diajak dialog (ilmuan, guru, dokter dan sebagainya), (3)

9
melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan
mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan
membangun pemahaman terhadap fenomena tersebut secara mandiri.

3) Menjadi pembelajar yang mandiri


Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi
pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru secara
berulang-ulang, mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka
sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri
dalam kehidupannya kelak.

Siswa harus melakukan langkah-langkah kecil dahulu sebelum akhirnya


berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi untuk memecahkan persoalan
matematika. Langkah-langkah tersebut yaitu: (1) penambahan terhadap masalah,
meliputi pemahaman kata demi kata, kalimat demi kalimat. Identifikasi masalah
dan yang hendak dicari, abaikan hal-hal yang tidak relevan dan jangan
menambahkan hal-hal sehingga masalahnya berbeda. (2) perencanaan
penyelesaian masalah, yang sering kali memerlukan kreatifitas untuk merumuskan
rencana/strategi penyelesaian masalah, (3) melaksanakan perencanaan
penyelesaian masalah, (4) melihat kembali penyelesaian.
Dengan langkah-langkah di atas tadi, diharapkan siswa mampu
mengerjakan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sehingga jawaban dalam
pengerjaan masalah tersebut benar dan tepat. Dan siswa memiliki pengetahuan
baru atas hasil usahanya dengan cara yang runtut bersama teman sekelompoknya.

10
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
Setiap model pembelajaran walaupun itu sudah dimodifikasi sedemikian
rupa tetap mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan model
pembelajaran berbasis masalah.

1) Kelebihan pembelajaran berbasis masalah


Adapun yang termasuk kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah:
(1) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran,
(2) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa,
(3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran,
(4) melalui pembelajaran berbasis masalah bisa memperlihatkan kepada
siswa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar
dari guru atau buku-buku saja,
(5) pembelajaran berbasis masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa,
(6) dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
(7) dapat memberikan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata,
(8) dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terus menerus,
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

2) Kekurangan pembelajaran berbasis masalah


Sedangkan kekurangan pembelajaran berbasis masalah adalah:
(1) siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang telah dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba,
(2) keberhasilan model pembelajaran melalui pembelajaran berbasis
masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan,

11
(3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahakan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang ingin mereka pelajari.

2.5. Tahapan-Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah


Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan pembelajaran berbasis
masalah. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika
menjelaskan 6 langkah pembelajaran berbasis masalah yang kemudian dia
namakan metode memecahan masalah (problem solving), yaitu:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pada
tahap ini siswa diharapkan siswa bisa menentukan sebab-akibat dari masalah
yang ingin diselesaikan sehingga dapat menentukan berbagai kemungkinan
untuk menyelesaikan masalah.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Pada tahap ini siswa
didorong untuk mengumpulkan data yang relevan kemudian memetakan dan
menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan. Pada tahap ini siswa diharapkan bisa meneliti lebih dalam data-data
yang telah diperoleh untuk melihat hubungan antara data-data tersebut dengan
masalah yang akan dikaji.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. Pada tahap ini siswa
diharapkan dapat memilih alternatif penyelesaian yang sesuai, kemudian

12
memperhitungkan kemungkinan dan akibat yang akan terjadi sehubungan
dengan alternatif yang dipilihnya.

Sedangkan Dafid Johnson & Johnson mengemukakan ada lima langkah


pembelajaran berbasis masalah melalui kegiatan kelompok yaitu:
a. Mendefinisikan masalah atau merumuskan masalah dari peristiwa tertentu
yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang
akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan
siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,
serta menganalisis berbagai faktor yang dapat mendukung dan dalam
penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok
kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan
prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang
diperkirakan.
c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada taapan ini setiap siswa didorong
untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang
kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
d. Menentukan dan menerapkan srategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan
tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi
proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan,
sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan
strategi yang diterapkan.

Menurut Arends , pengelolaan pembelajaran berbasis masalah terdapat 5


langkah utama.
a. Mengorientasikan siswa pada masalah. Siswa perlu memahami bahwa tujuan
pembelajaran berbasis masalah adalah bukan untuk memperoleh informasi
baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap

13
masalah-masalah penting dan menjadi siswa yang mandiri. Cara yang baik
dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam pembelajaran
berbasis masalah ini adalah dengan menggunakan kejadian yang
mencengangkan dan menimbukan misteri sihingga membangkitkan minat dan
keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada model pembelajaran berbasis
masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa
dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan
dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan
penyelidikan dan tugas–tugas pelaporan. Pengorganisian siswa kedalam
kelompok belajar pada pembelajaran berbasis masalah bisa menggunakan
metode kooperatif learning.
c. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
1) Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai
sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berfikir tentang
suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan
masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif
dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika
penyelidikan yang benar.
2) Guru mendorong pertukaran ide dan gagasan secara bebas. Penerimaan
sepenuhnya gagasan–gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting
pada tahap penyelidikan dalam rangka pembelajaran berbasis masalah.
Pada tahap ini guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa
mengganggu aktifitas siswa.
3) Puncak proyek–proyek pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan
dan peragaan hasil kerja.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja. Hasil-hasil yang telah diperoleh
harus dipresentasikan sesuai pemahaman siswa. Siswa secara mandiri atau
kelompok memberikan tanggapan atas hasil kerja temannya. Dalam hal ini

14
guru mengarahkan, memberi tanggapan atas pendapat-pendapat yang yang
diberikan oleh siswa.
e. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Tugas guru pada
tahap akhir pembelajaran berbasis pemecahan masalah adalah membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan
keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
Uraian dari tahapan-tahapan di atas dapat dibuat dalam bentuk bagan di
bawah ini

Problematika Belajar : Proses Pembelajaran :


1. Banyak siswa yang 1. Siswa kurang aktif
kurang menyukai 2. Guru jarang
matematika melibatkan siswa
2. Penggunaan model 3. Minat siswa yang
pembelajaran yang kurang terhadap
monoton materi yang
3. Siswa kurang dipelajari
memahami materi
yang dipelajari

Pembelajaran Berbasis Masalah :


1. Orientasi siswa pada masalah
2. Mengorganisasi siswa agar
belajar
3. Membimbing penyelidikan
PRESTASI BELAJAR individual atau kelompok
SISWA MENINGKAT 4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan
mengevaluasi pemecahan
masalah

Kerangka pemikiran pembelajaran berbasis masalah

15
2.6. Pengertian Matematika
Istilah Matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”,
yang artinya “mempelajari”. Kata tersebut erat hubungannya dengan kata
Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan” atau
“intelegensi”. Berdasarkan etimologis, perkataan matematika berarti “ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti
ilmu pengetahuan lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan
ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping
penalaran.
Rusffendi menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya
ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek
tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Beberapa definisi lain tentang matematika, yaitu:
(1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik, (2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan
dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran
logis dan hubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan
tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5)
matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, (6)
matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian


logika, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori
dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat
atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika merupakan telaah
tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa
dan suatu alat. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna

16
karena dirinya sendiri, tetapi beradanya karena untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada
didalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar
konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan
kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar tentu memiliki tujuan, antara
lain yaitu untuk membekali peserta didik atau siswa dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan,
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Pendidikan matematika dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah
atas bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan, yaitu:
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasi konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika,
(3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

17
2.7. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Matematika

Tujuan pembelajaran dan hasil yang optimal dapat dicapai salah satunya
dengan cara guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat, sehingga
siswa dapat beradaptasi dengan konsep yang disajikan. Meski telah diketahui
bahwa tidak ada cara yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, tetapi
seorang guru harus menjadi guru kreatif, professional dan menyenangkan. Jadi
seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan
dan memilih model pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.

Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang


dapat digunakan dalam mengembangkan dan mengimplementasi kemampuan
kognitif siswa melalui keaktifan berpikir untuk menyelesaikan masalah. Dengan
model pembelajaran ini, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan
sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperbaiki pada apa yang
diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung.

Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,


membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam
kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi
pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai aktivitas guru dalam
pembelajaran sebagai suatu proses dinamis dalam segala fase dan proses
perkembangan siswa. Secara lebih rinci tugas guru berpusat pada:

1) Mendidik siswa dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian
tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2) Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang
memadai
3) Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan
penyesuaian diri.

18
Sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, guru disamping
memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui
dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini,
terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, aktivitas yang harus dilakukan guru
diantaranya sebagai berikut:
1) Menyampaikan materi dan pelajaran.
2) Melontarkan pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir, mendidik
dan mengenai sasaran.
3) Memberi kesempatan atau menciptakan kondisi yang dapat memunculkan
pertanyaan dari siswa.
4) Memberikan variasi dalam pemberian materi dan kegiatan.
5) Memperhatikan reaksi atau tanggapan siswa baik verbal maupun non-verbal.
6) Memberikan pujian atau penghargaan.
Contoh pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada pelajaran
matematika materi barisan dan deret

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Satuan Pendidikan : SMA Dwiwarna (Boarding School)


Mata Pelajaran : Matematika Wajib
Kelas/ Semester : X/1
Materi Pokok : Barisan dan Deret
Alokasi Waktu : 2 jam pelajaran

A. Tujuan Pembelajaran:
Dengan pendekatan scientifik melalui model pembelajaran Problem Based
Learning, siswa dapat :
1. Terlibat aktif dalam pembelajaran barisan dan deret
2. Bekerjasama dalam kegiatan kelompok.
3. Toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif.

19
4. Memprediksi pola barisan aritmatika
5. Menyajikan hasil menemukan pola barisan aritmatika

B. Kompetensi Dasar:
2.1 Memiliki motivasi internal, kemampuan bekerjasama, konsisten, sikap
disiplin, rasa percaya diri, dan sikap toleransi dalam perbedaan strategi
berpikir dalam memilih dan menerapkan strategi menyelesaikan
masalah.an
3.8 Memprediksi pola barisan dan deret aitmatika dan geometri atau barisan
lainnya melalui pengamatan dan memberikan alasannya.
4.8 Menyajikan hasil menemukan pola barisan dan deret dan
penerapannya.dalam penyelesaian masalah sederhana.

C. Indikator Pencapaian Kompetensi:


1. Terlibat aktif dalam pembelajaran barisan dan deret
2 .Bekerjasama dalam kegiatan kelompok.
3. Toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif.
4. Memprediksi pola barisan aritmatika
5. Menyajikan hasil menemukan pola barisan aritmatika
D. Materi Pembelajaran:
BARISAN DAN DERET
1. Menemukan Pola Barisan dan Deret
2. Menemukan Konsep Barisan dan Deret Aritmatika
a. Barisan Aritmatika

E. Model dan Metode Pembelajaran:


Pendekatan Pembelajaran : Pendekatan Saintifik (Scientific)
Model Pembelajaran : Problem-Based Learning (PBL)
Metode Pembelajaran : Expositori, Penemuan Terbimbing,
Pemecahan Masalah, Tanya Jawab dan
Tugas

20
F. Media/alat Pembelajaran:
1. Laptop
2. LCD proyektor

G. Sumber Belajar:
1. Buku matematika pegangan siswa kelas X, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia 2013.
2. Modul pembelajaran materi barisan dan deret, Irvan Dedy, S.Pd.,M.Pd
3. LKS
4. Internet
H. Langkah-Langkah Pembelajaran:
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Waktu
Pendahuluan Komunikasi 10’
1. Guru membuka pertemuan dengan
mengucapkan salam lalu berdoa dengan
dipimpin salah seorang siswa
2. Mengecek kehadiran siswa dan meminta
siswa untuk menyiapkan perlengkapan dan
peralatan yang diperlukan, misalnya buku
siswa dan modul pembelajaran.
3. Meminta siswa untuk menanyakan
kesulitan mengenai materi sebelumnya dan
/atau pekerjaan rumah
4. Meminta siswa untuk memberi tanggapan
terhadap kesulitan yang muncul
5. Memberikan penguatan terhadap jawaban
siswa atau memberikan scaffolding untuk
menyelesaikan masalah tersebut, apabila
tidak ada siswa yang memberikan jawaban
yang benar.
Apersepsi
1. Guru memberikan gambaran tentang
pentingnya memahami barisan dan deret
aritmatika.
2. Guru memberikan masalah tentang urutan
bilangan.
3. Siswa diajak menyebutkan mana yang

21
merupakan barisan atau bukan, dari
beberapa barisan bilangan yang
ditampilkan
4. Siswa diajak memecahkan masalah yang
berkaitan dengan barisan dan deret
aritmatika dalam kehidupan sehari,
5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai yaitu memprediksi,
menyajikan dan menemukan pola barisan
aritmatika.
Inti 1. Fase 1: Orientasi siswa pada masalah: 70’
(a) Guru mengajukan masalah 1dan 2 yang
tertera pada Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) dengan bantuan IT (power
point).
(b) Guru meminta siswa mengamati
(membaca) dan memahami masalah
secara individu dan mengajukan hal-hal
yang belum dipahami terkait masalah
yang disajikan.
(c) Jika ada siswa yang mengalami
masalah, guru mempersilahkan siswa
lain untuk memberikan tanggapan. Bila
diperlukan, guru memberikan bantuan
secara klasikal melalui pemberian
scaffolding.
(d) Guru meminta siswa menuliskan
informasi yang terdapat dari masalah
tersebut secara teliti dengan
menggunakan bahasa sendiri.
2. Fase 2: Mengorganisasikan siswa belajar
(a) Guru meminta siswa membentuk
kelompok heterogen (dari sisi
kemampuan, gender, budaya, maupun
agama) sesuai pembagian kelompok
yang telah direncanakan oleh guru.
(b) Guru membagikan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) yang berisikan masalah
dan langkah-langkah pemecahan serta
meminta siswa berkolaborasi untuk
menyelesaikan masalah.
(c) Guru berkeliling mencermati siswa
bekerja, mencermati dan menemukan

22
berbagai kesulitan yang dialami siswa,
serta memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya hal-hal yang
belum dipahami.
(d) Guru memberi bantuan (scaffolding)
berkaitan kesulitan yang dialami siswa
secara individu, kelompok, atau
klasikal.
(e) Meminta siswa bekerja sama untuk
menghimpun berbagai konsep dan
aturan matematika yang sudah
dipelajari serta memikirkan secara
cermat strategi pemecahan yang
berguna untuk pemecahan masalah.
(f) Mendorong siswa agar bekerja sama
dalam kelompok.
3. Fase 3: Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok.
(a) Meminta siswa melihat hubungan-
hubungan berdasarkan informasi/data
terkait membangun
(b) Guru meminta siswa melakukan
eksperimen dengan media yang
disediakan untuk menyelesaikan
masalah yang ada dalam lembar
kegiatan siswa..
(c) Guru meminta siswa mendiskusikan
cara yang digunakan untuk menemukan
semua kemungkinan dari masalah yang
ada dalam lembar kegiatan siswa. Bila
siswa belum mampu menjawabnya,
guru memberi scaffolding dengan
mengingatkan siswa mengenai cara
mereka menentukan penyelesaiannya.
4. Fase 4: Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
(a) Guru meminta siswa menyiapkan
laporan hasil diskusi kelompok secara
rapi, rinci, dan sistematis.
(b) Guru berkeliling mencermati siswa
bekerja menyusun laporan hasil
diskusi, dan memberi bantuan, bila

23
diperlukan.
(c) Guru meminta siswa menentukan
perwakilan kelompok secara
musyawarah untuk menyajikan
(mempresentasikan) laporan di depan
kelas.
5. Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
(a) Guru meminta semua kelompok
bermusyawarah untuk menentukan satu
kelompok yang mempresentasikan
(mengkomunikasikan) hasil diskusinya
di depan kelas secara runtun, sistematis,
santun, dan hemat waktu.
(b) Guru memberi kesempatan kepada
siswa dari kelompok penyaji untuk
memberikan penjelasan tambahan
dengan baik.
(c) Guru memberi kesempatan kepada
siswa dari kelompok lain untuk
memberikan tanggapan terhadap hasil
diskusi kelompok penyaji dengan
sopan.
(d) Guru melibatkan siswa mengevaluasi
jawaban kelompok penyaji serta
masukan dari siswa yang lain dan
membuat kesepakatan, bila jawaban
yang disampaikan siswa sudah benar.
(e) Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain yang mempunyai
jawaban berbeda dari kelompok penyaji
pertama untuk mengkomunikasikan
hasil diskusi kelompoknya secara
runtun, sistematis, santun, dan hemat
waktu. Apabila ada lebih dari satu
kelompok, maka guru meminta siswa
bermusyawarah menentukan urutan
penyajian.
(f) Guru mengumpulkan semua hasil
diskusi tiap kelompok.
(g) Dengan tanya jawab, guru
mengarahkan semua siswa pada

24
kesimpulan mengenai permasalahan
tersebut.
Penutup 1. Siswa diminta menyimpulkan tentang 10’
bagaimana langkah-langkah untuk
menentukan rumus umum suku ke-n dari
barisan aritmatika.
2. Dengan bantuan presentasi komputer, guru
menayangkan apa yang telah dipelajari dan
disimpulkan mengenai langkah- untuk
langkah menentukan rumus umum suku ke-
n dari barisan aritmatika.
3. Guru memberikan tugas PR beberapa soal
mengenai barisan aritmatika.
4. Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan
memberikan pesan untuk tetap belajar.
5. Guru mengingatkan kepada siswa untuk
mempelajari materi mengenai deret
bilangan

I. Penilaian Hasil Pembelajaran:


1. Teknik Penilaian: pengamatan, tes tertulis
2. Prosedur Penilaian:
No Aspek yang dinilai Teknik Penilaian Waktu Penilaian

1. Sikap Pengamatan Selama pembelajaran


dan saat diskusi
a. Terlibat aktif dalam
pembelajaran trigonometri.
b. Bekerjasama dalam
kegiatan kelompok.
c. Toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang
berbeda dan kreatif.

2. Pengetahuan

a. Memprediksi pola barisan Pengamatan dan tes Penyelesaian tugas


aritmatika individu dan
b. Menyajikan hasil kelompok
menemukan pola barisan

25
No Aspek yang dinilai Teknik Penilaian Waktu Penilaian

aritmatika.
3. Keterampilan

a. Terampil menerapkan Pengamatan Penyelesaian tugas


konsep/prinsip dan strategi (baik individu
pemecahan masalah yang maupun kelompok)
relevan dengan barisan dan saat diskusi

J. Instrumen Penilaian
Pedoman
No Soal Kunci jawaban
penskoran
1 Seorang anak bermain a. U1 = 2 5
mengelompokan kelereng U2 = 4 = 2 + 2
menurut susunan sebagai berikut U3 = 6 = 2 + 2.2
:
U4 = 8 = 2 + 2.3
2, 4, 6, 8, 10, ...
.
a. Tentukan pola barisan
tersebut ? .
b. Berapa banyak kelereng pada .
urutan ke-10 ? Un = 2 + 2.(n-1) 5
= 2 + 2n – 2
= 2n
b. U10 = 2.10 5
= 20
2 Diketahui barisan 5, 9, 13, 17, ... a. U1 = 5 5
Tentukan : U2 = 9 = 5 + 4 = 5 + 4.1
a. Rumus suku ke-n U3 = 13 = 5 + 9 = 5 + 4.2
b. Nilai suku ke- 13 U4 = 17 = 5 + 13= 5 +4.3
.
.
.
Un = 5 + 4(n-1) 5
= 5 + 4n – 4
= 4n + 1

26
b. U13 = 4.13 + 1 =53 5

3 Di sebuah pasar buah ada satu a. U1 = 50 5


keranjang yang berisi jeruk, U2 = 50 – 5 = 50 – 5.1 = 45
jeruk tersebut akan diletakkan di U3 = 50 – 10 = 50 – 5.2 = 40
etalase tempat berjualan. Jika
susunan pertama (paling bawah) U4 = 50 – 15 = 50 – 5.3 = 35
adalah 50 dan susunan di .
atasnya adalah 5 jeruk lebih .
sedikit dibandingkan dengan .
susunan sebelumnya.
Un = 50 – 5 (n – 1) 5
a. Tentukan pola barisan yang
= 50 – 5n + 5
terbentuk
b. Tentukanlah banyak jeruk = 55 – 5n
pada susunan ke delapan b. U8 = 55 – 5.8 = 15 5

4 Seorang anak menabung uang  Bulan Januari 5


secara rutin tiap bulan untuk U1 = Rp 20.000,00
keperluan membeli sepeda. Pada  Bulan Februari
bulan pertama ia menabung Rp U2 = Rp 25.000,00 = Rp
20.000,00, bulan kedua Rp 20.000,00 + Rp 5.000. (1)
25.000,00, bulan ketiga Rp  Bulan Februari
30.000,00, dan seterusnya U3 = Rp 30.000,00 = Rp
dengan kenaikan besar tabungan 20.000,00 + Rp 5.000. (2)
tiap bulan selalu tetap. Setelah .
bulan ke berapakah anak .
tersebut menabung sebanyak Rp .
1.200.000,- menabung berapa Un = 20.000 + 5.000 (n-1)
lama tabungan 5
= 20.000 + 5.000n – 5000
= 15.000 + 5000n

120.000 = 15.000 + 5000n


5
120.000 – 15.000 = 5000n
115.000 = 5000n
n = 21
Jadi anak tersebut akan menabung
Rp 120.000,00 pada bulan ke 21

TOTAL NILAI 60

27
LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS )

Satuan Pendidikan : SMA DWIWARNA


Kelas/ Semester : X/1
Mata Pelajaran : Matematika Wajib
Topik : Barisan Aritmatika
Waktu : 2 x 45 menit

Petunjuk :
Diskusikan dengan teman dalam kelompokmu !
Memprediksi Pola Barisan
Masalah 1
Beberapa batu bata disusun sehingga setiap kelompok tersusun sepeti gambar di
bawah ini
Buatlah prediksi dua susunan bata berikutnya !

Penyelesaian :

Kumpulan bata ke- Jumlah bata Pola


1 ..... ......
2 ..... ......
3 ...... ......
4 ....... .......

N ....... ...

28
Masalah 2

Disebuah pasar buah ada satu keranjang yang berisi jeruk, jeruk tersebut akan
diletakkan di etalase tempat berjualan. Jika susunan pertama (paling atas) adalah 2
dan susunan dibawahnya adalah 2 jeruk lebih banyak dibandingkan dengan
susunan sebelumnya. Maka dapatkah kalian menentukan pola barisan yang
terbentuk untuk menentukan jumlah jeruk pada susunan terbawah jika jumlah
susunan jeruk tersebut ada 10 ?

Penyelesaian :

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Masalah 3

Pak Ali adalah seorang pemilik konveksi. Konveksi tersebut dapat membuat 10
baju pada bulan pertama. Permintaan baju semakin bertambah sehingga
konveksinya harus menyelesaikan 15 baju pada bulan kedua, dan 20 baju pada
bulan ke tiga. Pak Ali memperkirakan jumlah baju yang harus diselesaikan untuk
bulan berikutnya akan selalu5 lebih banyak dari bulan sebelumnya. Dengan pola
tersebut, pada bulan ke berapa konveksi pak Ali dapat menyelesaikan 100 buah
baju?

Penyelesaian :

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

29
LEMBAR PENGAMATAN PENILAIAN SIKAP

Satuan Pendidikan : SMA DWIWARNA


Kelas/ Semester : X/1
Mata Pelajaran : Matematika Wajib
Topik : Barisan Aritmatika
Waktu : 2 x 45 menit

Indikator sikap aktif dalam pembelajaran Barisan Aritmatika

1. Kurang baik jika menunjukkan sama sekali tidak ambil bagian dalam
pembelajaran
2. Baik jika menunjukkan sudah ada usaha ambil bagian dalam pembelajaran
tetapi belum ajeg/konsisten
3. Sangat baik jika menunjukkan sudah ambil bagian dalam menyelesaikan
tugas kelompok secara terus menerus dan ajeg/konsisten

Indikator sikap bekerjasama dalam kegiatan kelompok.

1. Kurang baik jika sama sekali tidak berusaha untuk bekerjasama dalam
kegiatan kelompok.
2. Baik jika menunjukkan sudah ada usaha untuk bekerjasama dalam kegiatan
kelompok tetapi masih belum ajeg/konsisten.
3. Sangat baik jika menunjukkan adanya usaha bekerjasama dalam kegiatan
kelompok secara terus menerus dan ajeg/konsisten.

Indikator sikap toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan
kreatif.

1. Kurang baik jika sama sekali tidak bersikap toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif.
2. Baik jika menunjukkan sudah ada usaha untuk bersikap toleran terhadap
proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif tetapi masuih belum
ajeg/konsisten.
3. Sangat baik jika menunjukkansudah ada usaha untuk bersikap toleran
terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif secara terus
menerus dan ajeg/konsisten.

30
Bubuhkan tanda √pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan.
No Nama Siswa Sikap
Aktif Bekerjasama Toleran
KB B SB KB B SB KB B SB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Keterangan:
KB : Kurang baik
B : Baik
SB : Sangat baik

31
LEMBAR PENGAMATAN PENILAIAN KETERAMPILAN
Satuan Pendidikan : SMA DWIWARNA
Kelas/ Semester : X/1
Mata Pelajaran : Matematika Wajib
Topik : Barisan Aritmatika
Waktu : 2 x 45 menit

Indikator terampil menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah


yang relevan yang berkaitan dengan Barisan Aritmatika.
1. Kurangterampiljika sama sekali tidak dapat menerapkan konsep/prinsip dan
strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan Barisan
Aritmatika
2. Terampiljika menunjukkan sudah ada usaha untuk menerapkan
konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan
dengan Barisan Aritmatika.
3. Sangat terampill,jika menunjukkan adanya usaha untuk menerapkan
konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan
dengan Baisan Aritmatika.

Bubuhkan tanda √ pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan.


Keterampilan
Menerapkan konsep/prinsip
No Nama Siswa dan strategi pemecahan
masalah
KT T ST
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

32
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Keterangan:
KT : Kurang terampil
T : Terampil
ST : Sangat terampil

Mengetahui, Bogor, Juli 2014


Kepala Sekolah SMA Dwiwarna Guru Mata Pelajaran

Ir. Nugrahantoro Yudo, M.Sc Irvan Dedy, S.Pd., M.Pd

33
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


1. Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan
berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior
knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
2. Model pembelajaran berdasarkan masalah, pembelajaran ini dimulai dengan
menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama
antara siswa, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah
menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan
keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat
diselesaikan.
3. secara umum SPBM dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut, yaitu: Menyadari masalah, Merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, menentukan pilihan
penyelesaian masalah. Selain itu juga strategi pembelajaran berbasis masalah
ini memiliki kekurangan dan kelebihan, disini peran guru sangat diperlukan
untuk bisa menciptakan suasan belajar yang efektif.
4. Pembelajaran berbasis masalah mempunyai kelebihan, diantara dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa, dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran,
dan memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran pada dasarnya
merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,
bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja. Keberhasilan
model pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan

3.2. Saran

1. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan model yang efektif untuk


pengajaran proses berfikir tingkat tinggi dan mengembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks sehingga dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika.

34
2. Kepada guru yang ingin menerapkan model pembelajaran berbasis
masalah dengan menggunakan kelompok belajar hendaknya guru
perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat
berlangsung dengan tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa
yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga memiliki panduan
bagaimana mengelola diskusi kelompok.
3. Tenaga pendidik kita seharusnya mengerti dan memahami cara dan hal-hal
yang berkaitan dengan perkembangan peserta didiknya dalam proses belajar
dan mengajar, sehingga kita mengetahui dan memahami pula strategi apa
yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran, guna untuk menciptak proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan untuk
anak didik, karena berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran bukan hanya
dinilai dari hasil evaluasi tetapi juga dalam proses pembelajaran

35
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu , et al., 2003. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2003
Ali pandie, Imansjah. 1984, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya:
Usaha Nasional
Hamalik, Oemar. 2010. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Jakarta: Bumi Aksara
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Hujodo, Herman.1990 Pengembangan Kurikulum Strategi Belajar Mengajar
Matematika, (Malang: IKIP Malang
Ibrahim dan M. Nur. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya:
University Press
Ibrahim dan Suparmi. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika, Yogyakarta:
Teras
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontenporer, Jakarta: Bumi
Aksara
Model Pembelajaran Berbasis Masalah. http://mediafunia.blogspot.com/2013/01/
model-belajar-berbasis-masalah-problem.html
Nur, Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya:
Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa
Pembelajaran Berbasis Masalah. http://blogjarsha.blogspot.com/2013/03/
pembelajaran-berbasis-masalah.html
Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. http://catatantanti. blogspot.com
/2012/11/pendekatan-pembelajaran-berbasis-masalah.html
Penyebab Indeks matematika siswa RI terendah di dunia. http://
news.okezone.com/read/2013/01/08/373/743021/penyebab-indeks-
matematika - siswa-ri- terendah-di- dunia
Sanjaya, Wina.2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011
Sardiman A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Soejadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, Konstatasi Keadaan
Masa Kini Menuju Masa Depan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, 2000
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. http://vhiemoet.blogspot.com/2013/03/
strategi-pembelajaran-berbasis-masalah.html
Suherman, Erman.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Jica
Suryaningrat, Widodo, dkk. 2009. Bank Soal Matematika untuk SMA kelas X, XI,
dan XII. Bandung: M2S Bandung.

36
Suryanti, et al. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
Syaiful Bahri Djamarah, et al. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T.
Rineka Cipta
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konnstruktifistik,
Jakarta: Prestasi Belajar Pustaka, 2007
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Wirodikromo,S. 2006. Matematika JILID 1 untuk SMA kelas X. Jakarta :
Erlangga.

37

Anda mungkin juga menyukai