BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Definisi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada
penderita tonsilitis akut (Palandeng, Tumbel, Dehoop, 2014).Tonsilitis kronis
timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat (Soepardi et al.,2007).
2.3. Etiologi
Virus herpes simplex, Group A beta-hemolyticus Streptococcus pyogenes
(GABHS), Epstein-Barr virus (EBV),sitomegalovirus, adenovirus, dan virus
campak merupakan penyebab sebagian besar kasus faringitis akut dan tonsilitis
akut.Bakteri menyebabkan 15-30 persen kasus faringotonsilitis; GABHS adalah
penyebab tonsilitis bakteri yang paling banyak (American Academy of Otolaryng
ology — Head and Neck Surgery, 2011).
6
Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada
tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Pada hasil
penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab
tonsilofaringitis kronis yaitu Streptokokus alpha, Staphylococcus aureus,
Streptokokus β hemolitikus grup A, Enterobakter, Streptokokus pneumonie,
Pseudomonas aeroginosa, Klebsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus
epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam Farokah, 2005).
2.5. Patofisiologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa dengan submandibula (Soepardi, 2007). Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses
ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan,
disfagia. Kadang apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan
kesulitan bernafas.Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut
kissing tonsils dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan.
Komplikasi yang sering terjadi akibat disfagia dan nyeri saat menelan, penderita
akan mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh kembang,
malaise, mudah mengantuk (Stephanie, 2011). Pembesaran adenoid mungkin
dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat kerusakan
lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut.Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membrane dari orofaring
menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat
meyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media (Reeves,
Charlene, 2001 ).
2.7. Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang
dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu
menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan fisik pasien dengan tonsilitis dapat menemukan:
• Demam dan pembesaran pada tonsil yang inflamasi serta ditutupi pus.
• Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau
material menyerupai keju.
• Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) dapat
menyebabkan tonsilitis yang berasosiasi dengan perjumpaan petechiae
palatal.
• Pernapasan melalui mulut serta suara terendam disebabkan
pembesaran tonsil yang obstruktif.
10
2.9. Penatalaksanaan
2.9.1. Medikamentosa
Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene
mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif
tidak memberikan hasil.Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan
antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari.Antibiotik yang dapat
diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi
penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin (Soepardi et al., 2007).
Penggunaan terapi antibiotika amat disarankan pada pasien tonsilitis kronis
dengan penyakit kardiovaskular (Shishegar dan Ashraf, 2014). Obstruksi jalan
nafas harus ditatalaksana dengan memasang nasal airway device, diberi
kortikosteroid secara intravena dan diadministrasi humidified oxygen. Pasien
harus diobservasi sehingga terbebas dari obstruksi jalan nafas (Udayan et al.,
2014).
2.9.2. Operatif
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Soepardi et al., 2007). Pada
penelitian Vivit Sapitri mengenai karakteristik penderita tonsilitis kronis yang
diindikasi tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi dari bulan Mei-Juli 2013
didapatkan data bahawa dari 30 orang, ditemukan penderita tonsilitis kronis yang
diindikasikan tonsilektomi terbanyak pada rentang usia antara 5-14 tahun yaitu 15
orang (50%), jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 17 orang (56,7%),
semua keluhan utamanya adalah nyeri pada tenggorok/ sakit menelan sebanyak 30
orang (100%), indikasi tonsilektomi terbanyak adalah indikasi relatif sebanyak 22
orang (73,3%) yaitu terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan
terapi antibiotik adekuat (Sapitri, 2013). Tonsilektomi juga merupakan tatalaksana
yang diaplikasikan untuk Sleep-Disordered Breathing (SDB) serta untuk tonsilitis
rekuren yang lebih sering terjadi pada anak –anak (Shishegar dan Ashraf, 2014).
13
4. Radio frekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektroda disisipkan langsung kejaringan.
Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan
bagian jaringan melalui pembentukan panas.Selama periode 4- 6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.
5. Skapel harmonik
Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan
mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
6. Teknik Coblation
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena
dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis
jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari
radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang
akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok
plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan
plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul
jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga
menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga
dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
7. Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan
dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Mikrodebrider endoskopi bukan
merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain
yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan
jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.
8. Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl
Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini
mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang
menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
16
2.10. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu:
• Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptokokus grup A. Paling sering terjadi pada penderita dengan serangan
berulang. Gejala adalah malaise yang bermakna, odinofagia yang berat dan
trismus (Mansjoer, 2000).
• Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi)
dan mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis media yang
dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga (Soepardi et al., 2007).
• Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel
mastoid (Mansjoer, 2000).
• Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus,
bakteri, lingkungan, maupun karena alergi (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
• Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari
sinus paranasal.Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara
dari dinding yang terdiri dari membran mukosa. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
• Rinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
2.11. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat.Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi
pada telinga dan sinus.Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber
dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).
2.12. Pencegahan
Menurut Efiaty Arsyad Soepardi (2010), kemungkinan seseorang menderita
penyakit itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keturunan, lingkungan, dan
pola makan individu tersebut. Dalam hal ini pola makan memiliki peran yang
sangat besar terhadap kesehatan seseorang, tidak terkecuali dengan tonsilitis.
Selain itu menjaga kebersihan makan dan minum, kebiasaan berkumur atau
menggosok gigi minimal 2 kali sehari dan mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan juga sangatlah penting untuk menghilangkan patogen dan kuman-kuman
yang menempel ditangan yang tidak kita sadari selama beraktivitas sehari-hari.
Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan
mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain. Gelas minuman dan
perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci
dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat
gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang ( Edgren,
2002 ).
18
2.15. Anatomi
2.15.1. Tonsil Palatina
Tonsil palatina terdiri dari jaringan padat limfoid yang merupakan bagian
dari cincin Weldayer (Viswanatha, 2011). Tonsil berbentuk oval dengan panjang
1,75- 2,50 cm , dengan lebar 1,5- 2,0 cm. Pada anak-anak di bawah usia lapan
lebih besar yaitu dari 2,5-3,0 cm panjang dan lebarnya adalah 1,5-2,5 cm. Masing
– masing tonsil mempunyai 8 – 20 kripta yang terdiri dari jaringan connective
tissue seperti jaringan limpoid dan berisi sel limpoid (Balasubramaniam, 2007).
Biasanya kripta adalah tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam
tonsil sampai ke kapsul tonsil pada permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi
oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial. Saluran kripta kearah luar
biasanya bertambah luas.Secara klinis terlihat bahwa kripta merupakan sumber
infeksi baik secara lokal maupun umum karena dapat berisi sisa makanan, epitel
yang terlepas dan juga bakteri (Ballenger JJ, 2001).
2.16. Fisiologi
Tonsil palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila pathogen menembus lapisan epitel
maka sel-sel fagositik mononuklear akan mengenal dan mengeliminasi antigen
(Farokah,2003). Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan
patogen,selanjutnya membawanya ke sel limfoid.
22