Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO 4

BLOK SARAH DAN PERILAKU

“BISIKAN GOIB”

Kelompok B-10

Ketua : 1102013301 Widia siti sarah


Sekertaris : 1102014295 Zulha annisa ichwan
Anggota :
1102013199 Nadia hardianti
1102014154 Meutia Sandia
1102014156 Ma purhayati
1102014235 Saisabela prima andina
1102014247 Sidqi shakur ahmad
1102014260 Syarafah dara Gifari
1102014294 Zulfikar Caesar narendra

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574

0
DAFTAR ISI

Daftar isi................................................................................................................................ 1

Skenario................................................................................................................................. 2

A. Identifikasi kata-kata sulit.............................................................................................. 3

B. Identifikasi masalah......................................................................................................... 4

C. Analisa Masalah .............................................................................................................. 4

D. Hipotesis............................................................................................................................ 5

E. Learning Objective/Sasaran Belajar.............................................................................. 6

LO.1. Memahami dan menjelaskan simptomatologi dalam pskiatri


LO.2.Memahami dan menjelaskan gangguan skizofrenia
LO.2.1.Definisi
LO.2.2.Etiologi
LO.2.3.Epidemiologi
LO.2.4.Klasifikasi
LO.2.5.Patofisiologi
LO.2.6.Diagnosis dan DD
LO.2.7.Tatalaksana
LO.2.8.Prognosis
LO.3.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdah

F. Daftar Pustaka................................................................................................................ 37

1
SKENARIO

BISIKAN GAIB

Laki-laki berusia 24 tahun, dibawa ke IGD RSJ karena memukul ibunya dan memecahkan
kaca jendela. Alasannya ada bisikan-bisikan gaib didekat telinganya yang memerintahkannya
melakukan tindakan tersebut. Sudah dua pekan ini pasien mengalami insomnia dan menarik diri,
kadang bicara sendiri yang bila ditegur marah (iritabel). Pasien pernah mengalami gejala seperti ini
satu tahun yang lalu, setelah dirawat di RSJ seminggu pasien dibolehkan pulang, tetapi tak mau
berobat jalan dan menjadi pemalas. Pada pemeriksaan psikiatrik; kesadaran kompos mentis, kontak
psikik tidak wajar, sikap kurang kooperatif, efek tumpul tidak serasi; fungsi kognitif seperti atensi,
konsentrasi, orientasi dan memori tidak terganggu; terdapat waham kejar dan halusinasi auditorik.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan peninggian metabolit dopamine pada urine. Dokter
menduga pasien mengalami Gangguan Skizofrenia sebagai bentuk gangguan psikotik yang disertai
proses kemunduran (deteriorasi). Akhirnya dokter memberikan injeksi psikotropika yang akan
dilanjutkan dengan program psikoterapi, sosioterapi dan rehabilitas. Dokter menanyakan apakah
sebagai muslim pasien masih bisa melaksanakan ibadah mahdhoh.

2
KATA SULIT

Atensi : Perhatian
Waham kejar : Percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang lain
Afek tumpul tidak serasi : Emosi/perasaan yang dilakukan oleh penderita dan dapat dirasakan
serta diamati oleh orang lain
Orientasi : Tujuan yang hendak dicapai seseorng
Skizofrenia : Gangguan mental dengan kelaianan persepsi atau ungkapan realita
Ibadahmadhah : Ibadah yang sudah ditentukan syaria-syariat dan hukumnya
Halusinasi : Presepsi yang kuat atas suatu peristiwa yang sebenernya tidak terjadi

3
PERTANYAAN

1. Mengapa kadar dopamine tinggi pada urin?


2. Bagaimana program psikoterapi, sosioterapi dan rehabilitas yang diberikan?
3. Bagaimana terjadinya waham dan halusinasi?
4. Mengapa funsgi kognitifnya tidak terganggu?
5. Mengapa diberikan injeksi psikotropika?
6. Mengapa pasien mengalami isomnia?
7. Apakah skizofrensia dapat disembuhkan?
8. Apakah faktor pemicu terjadinya skizofrenia?
9. Apakah pasien masih dapat melakukan ibadah muhdhah?
10. Apa faktor pemicu terulangannya gejala seperti yang ada diskenario?

JAWABAN
1. Karena adanya hiperaktivitas dari dopamine dan pengaruh obat yang merangsang
pengeluaran dopamine
2. Psikoterapi : diyakinkan kalau itu hanya dipikiran pasien, diberi pengertian dan support.
Sosioterapi : memperbaiki hubungan dan komunikasi pasien dengan lingkungan sosial.
Rehabilitasi : mengembalikan ke fungsi fisiologisnya
3. ketidak seimbangan neurotransmitter dan ganguan sinaps
4. karena yang terganggu fungsi libik
5. karena pasien tidak kooperatif
6. terganggu oleh halusinasi dan waham kejar
7. tidak dapat sembuh total, namum dapat dikurangi gejalanya dengan meminum obat secara
teratur.
8. Lingkungan sosiopsikis, umur, kebiasaan merokok, stress, trauma
9. Maish wajib melakukan ibadah karena fungsi intelektualnya tidak terganggu, namun
tergantung dari kondisi kesehatannya.
10. Karena pengobatan berhenti.

HIPOTESIS

4
Lingkungan sosiopsikis, umur, kebiasaan merokok, stress dan trauma dapat menyebabkan
ketidak seimbangan neurotransmitter dan ganguan sinaps, sehingga menimbulakan gejala halusinasi,
waham kejar dan hiperaktifanya dopamin yang dapat di diagonsa sebagan skizofrenia. Penyakit ini
tidak dapat sembuh, namun dapat dikurangi gejalamnya dengan minm obat yang teratur.
Penatalaksanaan skizofrennia dapat dengan cara diyakinkan kalau yang dialami hanya dipikiran
pasien, diberi pengertian dan support, memperbaiki hubungan dan komunikasi pasien dengan
lingkungan sosial serta mengembalikan ke fungsi fisiologisnya. Jika pasien tidak kooperatif dalam
pengobatan dapat diberikan injeksi psikotropika. Pasien masih dapat melakukan ibadah muhdhah.

SASARAN BELAJAR

5
LO.1. Memahami dan menjelaskan simptomatologi dalam pskiatri
LO.2.Memahami dan menjelaskan gangguan skizofrenia
LO.2.1.Definisi
LO.2.2.Etiologi
LO.2.3.Epidemiologi
LO.2.4.Klasifikasi
LO.2.5.Patofisiologi
LO.2.6.Diagnosis dan DD
LO.2.7.Tatalaksana
LO.2.8.Prognosis
LO.3.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdah

1. Memahami dan Menjelaskan Simptomatologi dalam Pskiatri

6
Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari
keadaan sakit atau terganggu yang jelas kelihatan berdasarkan gejala – gejala klinis yang
ditampilkan.
Gejala – gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada
orang – orang yang tidak terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu
terganggu jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala – gejala yang ditampilkannya.

 Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala. Simptomatologi
gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala – gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri
(ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala – gejala sangat penting
artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita,
tetapi yang lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab – sebab dari gangguan tersebut
(etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk
menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala
hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu
yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala – gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah
gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan
untuk menemukan sebab – sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala
– gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai
arti yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan.
Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya
pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut
merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi
pusat perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat
dari dalam (misal takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada
penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi
antar unsure somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan
adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan
perilaku.
Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan
yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan
treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa
diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal – hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar
pembuatan dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan
psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu
penyakit yang diderita seseorang).

7
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan
perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam
pengobatan yang cocok baginya.

Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk
laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus
mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara
berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor,
persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi
tentang gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan – gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala – gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat
dilakukan dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes – tes psikologik (tes
intelegensi atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi
terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka,
mata, reaksi terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak,
reaksi bicara, wujud tulisan, dan sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau
bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu
sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk
menemukan gejala – gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan
jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.

 Gejala – gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan
dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang – ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi
hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga
dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya,
reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.

Beberapa contoh simptomatologi pada beberapa gangguan jiwa:


1) Gangguan Kesadaran/conciousness
Jenis-jenis gangguan kesadaran:
a. Gangguan kesadaran kuantitatif
 Somnolen, kesadarannya seperti orang tidur, tidak acuh terhadap sekelilingnya, apatis,
tetapi masih dapat memberikan jawaban dan reaksi.
 Sopor, kesadarannya seperti orang yang tidur lelap, dimana ingatan, orientasi, dan
pertimbangannya sudah hilang. Kalau dirangsang hanya sedikit memberikan respon,
dengan tidak acuh atau dengan membuka mata sebentar kemudian tidur lagi.
 Apati, kesadarannyabaik, bisa berkomunikasi dengan baik tetapi memerlukan intensitas
yang tinggi.
 Koma, keadaan pingsan, tidak memberikan respon sedikitpun terhadap rangsang dari luar.
Refleksi pupil sudah tidak ada.

8
 Kesadaran yang meninggi, kesadaran dengan respon yang meninggi terhadap rangsang,
suara-suara terdengar lebih keras, warna-warna kelihatan lebih jelas atau terang.
b. Gangguan kesadaran kualitatif
 Stupor, kesadaran yang menyempit.
 Keadaan dini, kesadarannya mengabur, sering disertai dengan halusinasi lihat dan
dengar.
 Bingung/confusion, keadaan yang disifatkan dengan adanya gangguan-gangguan
asosiasi, disorientasi, kesulitan mengerti, dan ketidaktahuan apa yang harus diperbuat,
tercengang dan penuh pertanyaan.
 Disorientasi, kesadaran pemehaman diri dalam lingkungan seperti disorientasi diri,
tempat, waktu, dan situasi.
 Delirium, pengaburan kesadaran, ribut-gelisah, inkoheren, ilusi dan halusinasi, sering
disertai dengan cemas dan takut.
 Disosiasi, pemisahan diri secara psikologik dari kesadarannya, diikuti dengan amnesia
sebagian.
 Kesadaran berubah, kesadarannya tidak normal, tidak menurun, tidak meninggi, tetapi
kemampuan mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap dunia luardan dirinya
sendiri sudah terganggu dalam taraf tidak sesuai dengan kenyataan.

2) Gangguan Perhatian
Jenis-jenis gangguan perhatian:
a. Distractbility, yaitu ketidakmampuan mengarahkan perhatian dirinya, perhatian mudah
teralihkan pada rangsang atau stimuli yang tidak berarti. Biasanya ditemukan pada pasien
ADHD.
b. Aprosexia, yaitu ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun dalam waktu yang
singkat terhadap suatu situasi, dengan tidak memandang pentingnya situasi itu.
c. Selective, yaitu perhatian yang kurang selektif sehingga mudah lupa dan sulit mengenali.
d. Hipervigilance/hiperprosexia, yaitu konsentrasi yang berlebih-lebihan, sehingga lapangan
persepsi menjadi sangat sempit. Terjadi pada pasien paranoid dan cemas.

3) Gangguan Emosi
Jenis-jenis gangguan emosi:
a. Afek
- Inappropiate, yaitu gangguan emosi ditandai dengan jelas adanya perbedaan antara sifat
emosi yang ditunjukkan dengan situasi yang minumbulkannya.
- Blunted, yaitu kemiskinan afek dan emosi secara umum, afek/emosinya datar, tumpul,
atau dingin.
- Flat, yaitu datar, tidak ada perubahan roman muka.
- Labil, yaitu mudah berubah terbawa faktor eksternal.
- Restricted, yaitu terbatas/menyempit.
- Depresi, yaitu perasaan sedih tertekan.
b. Mood
- Expansive, yaitu perasaan menguasai lingkungan.
- Irritable, yaitu perasaan mudah tersinggung.
- Elevated
- Euphoria, yaitu emosi yang menyenangkan dalam tingkatan sedang, mudah melambung.
- Exaltasi, yaitu elasi yang berlebih-lebihan, sering disertai dengan waham kebesaran.

9
- Euthymia, yaitu perasaan wajar.
- Dysphoric, yaitu perasaan sedih, bersalah.
- Ectasy, yaitu emosi senang disertai dengan rasa hati yanhg aneh, penuh kegairahan,
perasaan aman, damai, dan tenang. Merasa hidup baru kembali.
- Anhedonia, yaitu ketidakmampuan merasakan kesenangan,tidak timbul senang dengan
aktivitas yang biasanya menyenangkan.

4) Gangguan Psikomotor
Jenis-jenis gangguan psikomotor:
a. Katatonia
- Katalepsi, yaitu mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu, sekalipun hendak
diubah orang lain.
- Stupor, yaitu reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi
sangat lambat.
- Rigiditas, yaitu pengkakuan pada bagian tubuh tertentu.
- Posturing
- Fleksibilitas cerea, yaitu kelenturan dalam menggerakkan anggota badan tetapi masih ada
hambatan.
- Kataplexia, yaitu kehilangan tonus otot secara mendadak.
- Stereotipi, yaitu gerakan yang berulang-ulang.
- Echopraxia, yaitu menirukan gerakan orang lain pada saat dilihatnya.
- Echolalia, yaitu menirukan apa yang diucapkan orang lain.
b. Hiperaktif
- TIC, yaitu gerakan-gerakan muncul ketika cemas.
- Grimace
- Akatisia, yaitu gerakan bibir yang muncul ketika cemas.
- Raptus, yaitu mengamuk yang mendadak
- Mannerism, yaitu tangan seperti menghitung uang (jari bergerak-gerak).
- Kompulsi, terdiri dari kleptomania, satriasis, remphormia, trikotilomania (suka mencabuti
rambut sendiri).
c. Negativisme
- Aktif, respon berlebihan.
- Pasif, diam saja.
d. Otomatisme, yaitu menuruti apa yang disuruh tetapi tanpa dikoreksi.

5) Gangguan Proses pikir


Jenis-jenis gangguan proses pikir:
a. Bentuk pikir:
- Autistik, yaitu adanya kegagalan untuk membedakan batas antara kenyataan dengan
fantasi.
- Dereistik, yaitu ketidaksesuaian antara proses mental individu dengan pengalamannya
yang sedang berjalan. Ide-ide yang seakan-akan cemerlang tetapi tidak mungkin realistis.
- Non-realistik, yaitu bentuk pikiran yang sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Isi pikir:
- Waham, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan tentang isi pikirannya
padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Macamnya ada waham sistematis (cemburu,
kejar, curiga), bizarre, nihilistik, kebesaran, magic-mystic, dosa, pengaruh, somatik,
hubungan.

10
- Obsesi, yaitu isi pikiran yang kukuh/persisten dan datang berulang-ulang, biarpun tak
dikehendaki dan diketahui tidak wajar atau tidak mungkin terjadi.
- Fobia, yaitu rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat
dihilangkan atau ditekan walaupun ia sendiri menyadari bahwa itu tidak rasional adanya.
- Fantasi, yaitu isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau
diinginkan, tetapi sebenarnya tidak nyata.
c. Progesi/jalan pikir:
- Flight of ideas, yaitu pikiran yang melayang atau melompat-lompat.
- Assosiasi longgar, yaitu mengatakan sesuatu ide yang tidak ada hubungannya antara ide
satu dengan yang lain.
- Clang association, yaitu berbicara seperti berpantun.
- Circumstantiality, yaitu pikiran yang berbelit-belit, ngomong berputar-putar tidak sampai
isi.
- Tongentiality, yaitu pembicaraan semakin jauh dari pokok permasalahan.
- Inkoherensi, yaitu keadaan jalan pikiran yang kacau, sehingga satu ide bercampur dengan
ide yang lain.
- Verbigerasi, yaitu kata-kata yang diulang-ulang.
- Neologisme, yaitu membuat kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum.
- Word salad, yaitu potongan-potongan kata yang tidak ada makna.
- Blocking, yaitu jalan pikirannya tiba-tiba terhenti, tidak tahu kenapa berhenti.

6) Gangguan Pembicaraan
Jenis-jenis gangguan pembicaraan:
a. Logorhoe, yaitu berbicara terus.
b. Stuttering, yaitu susah berbicara, tetapi sekali berbicara tidak berhenti-berhenti.
c. Miskin isi pembicaraan.
d. Mutisme, yaitu sejak awal tidak mau berbicara,
e. Remming, yaitu berbicara sangat pelan.
f. Blocking, yaitu tiba-tiba berhenti bicara tanpa sebab.
g. Irrelevan, yaitu jawaban-jawaban yang dikeluarkan tidak sesuai dengan pertanyaan
pemeriksa.

7) Gangguan Persepsi
Jenis-jenis gangguan persepsi:
a. Halusinasi:
- Auditorik - Olfaktori
- Gustatorik - Taktil
- Hipnagogik - Hipnopompik
- Visual
b. Ilusi, yaitu persepsi yang salah.
c. Derealisasi, yaitu perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan.
d. Depersonalisasi, yaitu perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa dirinya sudah tidak
seperti dulu lagi.

8) Gangguan Memori
Jenis-jenis gangguan memori:
a. Amnesia, yaitu keadaan seseorang kehilangan ingatan, mungkin sebagian atau seluruhnya.
Ada dua macam amnesia, yaitu antegrade dan retrograde.

11
b. Paramnesia, yaitu ingatan yang keliru (ilusi ingatan) karena distorsi pemanggilan kembali
(recall), meliputi: konfabulasi, deja vu, jamais vu, fausse reconnaissance.
c. Level of memory, terdiri dari intermediate, recent,recent past, remote.
d. Dementia, yaitu lupa dengan pengalaman-pengalaman baru
e. Hypermnesia, yaitu ingatan yang berlebih-lebihan, sehingga seseorang dapat menggambarkan
kejadian-kejadian secara mendetail.

9) Gangguan Insight/tilikan diri


Kemampuan memahami situasi/sakit yang dialami.

 Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai
berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau
gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala
tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan
menunjukkan suatu penyjakit tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya
bersifat objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang
lain, tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif,
karena itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer
adalah gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang
muncul kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti
munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala
sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama
setelah gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan
tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah
gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita
skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya
dapat berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap
penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah
gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan
gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-
gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya
seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan
orang yang pusing karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala
yang ditampakkan bersifat kejiwaan.

12
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit,
atau selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan
sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient
role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai
orang sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang
yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ;
meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita
yang diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani,
disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth
seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh
masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena
merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah
berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat
teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.

2. Memahami dan menjelaskan skizofrenia


2.1. Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung
lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi

2.2. Etiologi
1) Model diatesis-stress
Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini
berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih
mudah menjadi skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian
orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh
pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa
orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor
kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor
yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang
tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi
saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-
68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

13
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas
agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan
stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak,
tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler
membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran,
gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara
lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues
otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor
keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau
faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya
tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia
yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

2) Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran

14
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia
perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang
orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua
kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia.
Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2,
dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik
diredakan.Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan
oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu
suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata zat ini menyebabkan
keadaan psikosis berat pada orang normal.Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia
kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang ternyata mempunyai
afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.

Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak
pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar,
penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas
metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi
sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada
trauma otak setelah lahir.

Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi
10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki
ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua
seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi
umum.Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar
dizigotik 12%.Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

1) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada
bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan
pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi
patologis, yaitu sistem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area

15
tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses
patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu
dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut
dengan stressor lingkungan dan sosial.

Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas
reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini
berdasarkan observasi bahwa :
a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.
b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

2) Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah
satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita
skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga
menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar
menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya
skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.

3) Faktor Psikososial

4.1 Teori Tentang Individu Pasien


a. Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang
muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id
dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud,
kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego
belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang
mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan
regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan
interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang
disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam,

16
seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal
balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing
pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu
bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga
merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya
lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi
stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak
dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut
sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik.
Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego
yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia.
Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain
itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

c. Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada
model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari
orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

1.2 Teori Tentang Keluarga


Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari
keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan
meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
 Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga
dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku,
sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang
benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari
rasa konfliknya itu.
 Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara
orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis
kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang

17
antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua
orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
 Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan
menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten.
Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan
menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
 Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut
campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan
tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

1.3 Teori Sosial


Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah
dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

(Sumber : Kaplan & Sadock: ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit
Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997)

2.3. Klasifikasi
Dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi
tawa.
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang

18
dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih
besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
· Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
· Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
· Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting
and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

19
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah
atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan


pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia,
atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif.
Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu
dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

20
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan
pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol
dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
· gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
· disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup,
dan penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin
mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak
ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :

21
 Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala
yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat
puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

 Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia
yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin
kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus
menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang
(borderline schizophrenia) di masa lalu.

 Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah
“skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat
didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata.
Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk
adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.

 Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.

 Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan
kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan
kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang
sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.

 Skizofrenia Tipe I.

22
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu
asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap
pengobatan.

 Skizofrenia tipe II.


Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia,
penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak
struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

2.4. Patofisiologi

a. Faktor Biologi

Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar
infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi
skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka
gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala
gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-
HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.
Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian
obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor
serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada

23
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah
lahir.81°

b. Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama
seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%
berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang
tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

c. Psikodinamik
Menggunakan rumus I+S R
I: individu, yaitu sesorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu, kepribadian yang
rentan (vulnerable personality) ataupun factor genetic yang kesemuanya itu merupakan factor
predisposisi yaitu kecenderungan untuk menadi sakit
S: situasi, yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan
misalnya stressor psikososial
R: Reaksi,yaitu respons dari individu yang benrsangkutan setelah mengalami situasi yang
tidak mengenakan sehingga ia mengalami frustasi yang nantinya mengalami jatuh sakit

d. Psikososial
Stressor sikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian
diri untuk menanggulangi stressor yang timbul.
Jenis-jenis stressor psikoosial yang dimaksud digolongkan sebagai berikut :
a. Perkawinan dengan berbagai masalah perkawinan misalnya pertengkaran, perpisahan,
perceraian, kematian salah satu pasangan.
b. Problem orangtua permasalahan yang dihadapi orangtuamisal tidak punya anak,
kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit , dan hubungannya tidak baik.
c. Hubungan interpersonal gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang
mengalami konflik.
d. Pekerjaan misalnya kehilangan pekerjaan, pekerjaan terlalu banyak, pensiun, mutasi
jabatan dll.
e. Lingkungan hidup, keuangan, hokum, dan perkembangan fisik atau mental, penyakit
fisik, faktor keluarga lain-lain.

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan
fase residual.
Fase prodromal
Biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun
lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya
fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.

24
Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan
teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya.
Fase aktif
Gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila
tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami
eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase residual
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif
berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial)

 Gejala positive skizofrenia


a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara/bisikan di telinganya padalah tidak ada sumber dari suara/bisikan
tersebut
c) Kekacauan alam piker yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
e) Merasa dirinya “Orang Besar” merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya
g) Menyimpan rasa permusuhan.

 Gejala negative skizofrenia


a) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar” dapat terlhat dari wajahnya yang tanpa
ekspresi
b) Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain
c) Kontak emosional amat “miskin” sukar diajak bicara, pendiam
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan social
e) Sulit dalam berpikiran abstrak
f) Pola piker stereotip
g) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya
dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serba malas

2.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau

25
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
- “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan
tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
b. Halusinasi auditorik:
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

26
Pemeriksaan penunjang
- PET Scan untuk melihat aktivitas-aktivitas pada otak
- CT Scan untuk melihat apakah ada lesi pada otak

Diagnosis Banding

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat


Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis psikiatrik dan
dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi
medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan
psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari
banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum
perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam
kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik
yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan
pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu
kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang
pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi
medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya
variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga
yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan
diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama
untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien
skizofrenik.

Berpura-pura dan Gangguan buatan


Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada
pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah
menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara
lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura
(malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk
dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia
seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih
banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan
skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform
berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi
kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat
jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak

27
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika
sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada
selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya
pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada
skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari
pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya
gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.

Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan
kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang
paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu
riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat
diidentifikasi.

2.6. Tatalaksana
Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat mempertimbangkan
pengobatan gangguan, yaitu:
1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat
individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.
2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah 50
persen telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa factor
lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah berperan
dalam perkembangan gangguan.
3. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapetik tunggal
jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai
segi.
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah
menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikkan klinis.

Perawatan di Rumah Sakit


Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :
1. Untuk tujuan diagnostik.
2. Menstabilkan medikasi.
3. Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.
4. Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.
5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system
pendukung masyarakat.

28
Sejak diperkenalkan diawal tahun 1950-an medikasi antipsikotik telah menyebabkan revolusi
dalam pengobatan skizofrenia. Tetapi, antipsikotik mengobati gejala gangguan dan bukan suatu
penyembuhan skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan di
rumah sakit harus di arahkan untukk mengikat pasien dengan fasilitas pasca rawat termasuk
keluarganya, keluarga angkat, board and care homes, dan half way house. Pusat perawatan di
siang hari ( day care center ) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap
di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kahidupan
sehari-hari pasien.

Terapi Somatik
Obat psikofarmako yang ideal yaitu memenuhi syarat antara lain sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relative singkat
b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relative kecil
c. Dapat menghilangkan dalam waktu relative singkat, gejala positif maupun negative
skizofrenia.
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif
e. Tidak menyebabkan kantuk
f. Memperbaiki pola tidur
g. Tidak menyebabkan habituasi, adisi dan dependensi
h. Tidak menyebabkan lemas otot
i. Pemakaian dosis tunggal

Ada 2 golongan :
1. Generasi pertama (typical)
2. Generasi kedua (atypical)

Obat yang termasuk golongan pertama :


Nama generic Nama dagang
Chlorpromazine Largactil, Promactil
Trifluoperazin Stelazine
Thioridazine Melleril
Haloperidol Haidol, Govotil

Obat yang termasuk golongan kedua :


Nama genric Nama dagang
Risperidone Risperdal, Rizodal
Ciozapine Clozaril
Quetiapine Serequel
Olanzapine Zyprexa
Aripiprazole Abilify
29
Golongan typical:
Mengatasi gejala positif skizofrenia, pada gejala negative kurang memberikan respon, tidak
memberikan efek yang baik pada pemulihan funsi kognitif penderita. Dan menimbulkan efek
samping gejala ekstrapiramidal.

Golongan atypical :
Mengatasi ejala positif dan negative dapat dihilangkan. Efek samping ekstrapiramidal sangat
minimal/dikatakan tidak ada. Memulihkan fungsi kognitif.

Antipsikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:
1. Antagonis reseptor dopamine
2. Risperidone ( ris perdal )
3. Clozapine ( clozaril )

Pemilihan Obat
1. Antagonis Reseptor Dopamin
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini memiliki
dua kekurangan utama, yaitu:
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental
yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu yang paling
utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius
yang potensial adalah tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik malignan.
“Remoxipride “ adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari pada antagonis
reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia. Awalnya obat ini disertai efek samping neurologist
yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai dengan anemia aplastik, jadi membatasi
nilai klinisnya.

2. Risperidone
Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor
serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi obat
lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah lebih efektif
dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal.

3. Clozapine
Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara
pasti. Clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor D 2 tetapi merupakan antagonis
yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistic pada reseptor
serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping yang mengharuskan monitoring
setiap minggu pada indeks-indeks darah. Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada

30
pasien dengan tardive dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak
disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut.

Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan
lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang
adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang
diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk
mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.

Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup singkat. Dalam
situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau
laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus didapatkan hitung darah lengkap
dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG khususnya pada wanita yang berusia
lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih dari 30 tahun.
Kontraindikasi Utama Antipsikotik:
1. Riwayat respon alergi yang serius
2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik
sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat.
3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.
4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas
antikolinergik yang bermakna.

Kegagalan Pengobatan
1. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alas an utama untuk terjadinya relaps dan
kegagalan percobaan obat.
2. Waktu percobaan yang tidak mencukupi.
Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi antipsikotik, dapat
dicoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang pertama. Strategi
tambahan adalah suplementasi antipsikotik dengan lithium (eskalith), suatu antikonvulsan seperti
carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu benzodiazepine. Pemakaian terapi
antipsikotik dosis-mega jarang diindikasikan, karena hamper tidak ada data yang mendukung
praktek tersebut.

Obat Lain
- Lithium
Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50 persen pasien dengan
skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan untuk dicoba pada pasien yang tidak mampu
menggunakan medikasi antipsikotik.

31
- Antikonvulsan
Carbamazepine dan valproat dapat digunakan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan
lithium atau suatu antipsikotik. Walaupun tidak terbukti efektif dalam menurunkan gejala
psikotik pada skizofrenia, namun jika digunakan sendiri-sendiri mungkin efektif dalam
menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien skizofrenia.

- Benzodiazepin
Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi pasien yang tidak
berespo terhadap pemberian antipsikotik saja, dan pasien skizofrenia yang berespon terhadap
dosis tinggi diazepam ( valium ) saja. Tetapi keparahan psikosis dapat di eksaserbasi seteloah
putus dari benzodiazepine.

Terapi Somatik Lainnya


Elektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien yang
karena suatu alasan tidak dapat menggunakan antipsikotik ( kurang efektif ). Pasien yang telah
sakit selama kurang dari satu tahun adalah yang paling mungkin berespon.
Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di timbulkan insulin (insulin-induced coma)
dan koma yang ditimbulkan barbiturat (barbiturate-induced coma).

Terapi Psikososial
- Terapi Perilaku
Tehnik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk
meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal.
Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal
yang diharapkan. Dengan demikian frekuensi perilaku mal adaptif atau menyimpang dapat
diturunkan.

Latihan Keterampilan Perilaku (Behavioral Skills Trainning)


Sering dinamakan terapi keterampilan sosial (social skills therapy). Terapi ini dapat secara
langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan alami bagi terapi
farmakologis. Latihan keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset videon orang lain dan
pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang
keterampilan yang telah dilakukan.

- Terapi Berorientasi Keluarga


Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasik dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul
pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi keluarga adalah
proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.
Di dalam session keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan
intensitas emosional dari session.

32
2.7. Prognosis
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah
perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien
dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki
hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode
gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut,
skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah
dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan
yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani
kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan
40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:

1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.


2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

Prognosis Baik Prognosis Buruk


Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada factor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual dan Riwayat social dan pekerjaan
pekerjaan premorbid yang baik premorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Prilaku menarik diri atau autistic
gangguan depresif) Tidak menikah, bercerai atau janda/
Menikah duda
Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang buruk
Sistem pendukung yang baik Gejala negatif
Gejala positif Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
(Sumber : Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002)

33
LO.3.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdhoh
Pengertian Ibadah
Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid,
berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri
milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh
keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di
tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya:

56 ‫وما خلقت الجن والناس ال ليعبدونن الذريات‬

Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-
Dzariyat ): 56).

Prinsip dasar dalam ibadat mahdhah ialah: Tidak boleh dikerjakan kecuali yang diperintahkan
Allah SWT dan Rasul SAW Ibadah mahdhah merupakan pelatihan (diklat) pengabdian kepada
Allah dalam bentuk yang terbatas untuk diaplikasikan dalam kehidupan yang tidak terbatas
sehingga segenap kehidupan itu mempunyai nilai ibadah yang diredhai Allah swt.

Jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Ghairu Mahdhah
2. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara
hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:
64 ‫وماارسلنا من رسول ال ليطاع باذن ا … النسآء‬
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4:
64).

7 ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما ناهاكم عنه فاناتهوا…الحشر‬


Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
‫ خذوا عنى مناسككم‬. ‫رواه البخاري‬. ‫ صلوا كما رايتموناى اصلى‬.
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu

34
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek
Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer
disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.:
، ‫ عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشععدين المهععديين مععن بعععدى‬. ‫ متفق عليه‬. ‫من احدث فى امرناا هذا ما ليس منه فهو رد‬
‫ رواه احمد وابععو‬. ‫ وكل بدعة ضللة‬،‫ فان كل محدثة بدعة‬،‫ واياكم ومحدثات المور‬، ‫تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ‬
‫ وشر المور محععدثاتها‬.‫ وخير الهدي هدي محمد ص‬، ‫ فان خير الحديث كتاب ا‬،‫ اما بعد‬، ‫داود والترمذي وابن ماجه‬
‫ رواه مسلم‬. ‫وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضللة‬

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw.
adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.

c) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul
Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas
dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah,
dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah


“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

35
Daftar Pustaka

Ganong,W,F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta : EGC
Hawari, Dadang.2006.Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa.Jakarta:FKUI
Kaplan & Sadock.1997. ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7. Jakarta : Bina Rupa
Aksara
Kumala, Poppy dan Nuswantari.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland,edisi 25, Jakarta, EGC
Maslim, Rusdi.2003.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III.Jakarta:Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
Maslim. R. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi 3.
Jakarta : Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC:
Jakartahttp://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm

36

Anda mungkin juga menyukai