Anda di halaman 1dari 2

Jabat Tangan Dengan Wanita Atau Laki – Laki Yang Bukan Muhrim

Menurut Ulama Malikiyah, berjabat tangan dengan yang bukan mahram tetap tidak dibolehkan
walaupun berjabat tangan dengan yang sudah sepuh dan tidak punya rasa apa-apa (tidak dengan
syahwat). Mereka beralasan dengan keumuman dalil yang melarangnya.

Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram, juga tidak
mengecualikan yang sudah sepuh yang tak ada syahwat atau rasa apa-apa. Mereka pun tidak
membedakannya dengan yang muda-muda.

Sedangkan yang membolehkan berjabat tangan dengan non mahram yang sudah tua (yang tidak
ada syahwat) adalah ulama Hanafiyah dan ulama Hambali.

Namun untuk berjabat tangan dengan non mahram yang muda, maka tidak dibolehkan menurut
mayoritas ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalam pendapat Ibnu Taimiyah,
seperti itu dihukumi haram. Sedangkan ulama Hanafiyah mengaitkan larangan berjabat tangan
dengan yang muda jika disertai syahwat (rasa suka padanya). Namun ulama Hambali melarang
hal ini baik jabat tangan tersebut di balik kain ataukah tidak. (Lihat bahasan dalam Kunuz
Riyadhis Sholihin, 11: 452)

Dalil-dalil yang melarang berjabat tangan dengan non mahram.

‘Urwah bin Az Zubair berkata bahwa ‘Aisyah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata,

‫ى إِ َذا‬ُّ ِ‫ع هز َو َج هل (يَا أَيُّ َها النهب‬ ِ ‫ يُ ْمت َ َح هن بِقَ ْو ِل ه‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬
َ ‫َّللا‬ ‫سو ِل ه‬ ُ ‫ت ْال ُمؤْ ِمنَاتُ إِ َذا هَا َج ْرنَ إِلَى َر‬ ِ َ‫َكان‬
‫شةُ فَ َم ْن‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬.‫آخ ِر اآل َي ِة‬ِ ‫ش ْيئًا َوالَ َيس ِْر ْقنَ َوالَ َي ْزنِينَ ) ِإلَى‬ ِ ‫علَى أ َ ْن الَ يُ ْش ِر ْكنَ بِ ه‬
َ ‫اَّلل‬ َ َ‫َجا َءكَ ْال ُمؤْ ِمنَاتُ يُ َبا ِي ْعنَك‬
‫ ِإ َذا أ َ ْق َر ْرنَ بِ َذلِكَ ِم ْن قَ ْو ِل ِه هن قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫ت فَقَ ْد أَقَ هر بِ ْال ِمحْ نَ ِة َو َكانَ َر‬ ِ ‫أَقَ هر بِ َه َذا ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنَا‬
‫صلى هللا‬- ِ‫َّللا‬ ‫سو ِل ه‬ ُ ‫ت يَ ُد َر‬ ْ ‫س‬
‫َّللاِ َما َم ه‬‫ َوالَ َو ه‬.» ‫ط ِل ْقنَ فَقَ ْد بَايَ ْعت ُ ُك هن‬َ ‫ « ا ْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫لَ ُه هن َر‬
‫صلى هللا عليه‬- ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫َّللاِ َما أ َ َخ َذ َر‬
‫شةُ – َو ه‬ َ ِ‫عائ‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫غي َْر أَنههُ يُ َبا ِيعُ ُه هن بِ ْال َكالَ ِم – قَال‬
َ .‫ط‬ ُّ َ‫ َي َد ْام َرأَةٍ ق‬-‫عليه وسلم‬
ُّ َ‫ف ْام َرأَةٍ ق‬
‫ط‬ ‫ َك ه‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ‫سو ِل ه‬ ُ ‫ف َر‬ُّ ‫ت َك‬ ْ ‫س‬‫َّللاُ تَعَالَى َو َما َم ه‬ ‫ط إِاله بِ َما أ َ َم َرهُ ه‬ُّ َ‫اء ق‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫علَى الن‬ َ -‫وسلم‬
‫ َكالَ ًما‬.» ‫علَ ْي ِه هن « قَ ْد بَا َي ْعت ُ ُك هن‬ َ ‫َو َكانَ َيقُو ُل لَ ُه هن ِإ َذا أ َ َخ َذ‬
“Jika wanita mukminah berhijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka diuji
dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-
perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan
menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12).
‘Aisyah pun berkata, “Siapa saja wanita mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka ia berarti
telah diuji.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berkata ketika para wanita
mukminah mengikrarkan yang demikian, “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat
kalian”. Namun -demi Allah- beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita
pun. Beliau hanya membaiat para wanita dengan ucapan beliau. ‘Aisyah berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang
Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat,
beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” (HR.
Muslim no. 1866).

Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُطعَنَ فِي َرأْ ِس َر ُج ٍل ِب ِم ْخيَطٍ ِم ْن َحدِي ٍد َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْن يَ َم ه‬


ُ‫س ْام َرأَة ً ال ت َِح ُّل لَه‬ ْ ‫أل َ ْن ي‬
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hadits ini sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan tersebut, walau hadits tersebut
dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama lainnya.

Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menegaskan :

‫َان ِزنَا ُه َما‬ ِ ‫ظ ُر َو ْاأل ُ َذن‬ ِ ‫الزنَى ُمد ِْركٌ َذلِكَ الَ َم َحالَةَ فَ ْالعَ ْين‬
َ ‫َان زَ نَا ُه َما النه‬ ‫َص ْيبَهُ ِمنَ ه‬ ِ ‫ع َلى اب ِْن آ َد َم ن‬ َ ‫َب‬ َ ‫ِإ هن‬
َ ‫هللا َكت‬
َ‫ِق َذلِك‬ ُ ‫صد‬ َ ُ‫ب يَ ْه َوى َويَت َ َمنهى َوي‬ ُ ‫طا َو ْالقَ ْل‬
َ ‫الرجْ ُل ِزنَاهَا ْال ُخ‬ ِ ‫ش َو‬ ُ ‫ط‬ْ َ‫ان ِزنَاهُ ْال َكالَ ُم َو ْاليَ ُد ِزنَاهَا ْالب‬
ُ ‫س‬َ ‫الل‬
ِ ‫ع َو‬ ِْ
ُ ‫اْل ْستِ َما‬
ُ‫ْالفَ ْر ُج َويُ َك ِذبُه‬
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia
mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zananya
adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki
zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan
oleh kemaluan atau didustakan.”

Anda mungkin juga menyukai