Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang diakibatkan
dari trauma . Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.

1.3 Metode Penulisan


Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan studi
kepustakaan.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari :
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I : Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan penulisan
1.3 Metode penulisan
1.4 Sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan teoritis
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
2.3 Tanda dan Gejala

1
2.4 Patofisiologi
2.5 Komplikasi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.7 Penatalaksanaan
Bab III : Askep teoritis “Fraktur”
3.1 Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan diagnostik
c. Analisa data
3.2 Diagnosa Keperawatan
Bab IV : Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar pustaka

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
 Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Patofisiologi edisi IV).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang diakibatkan dari
trauma (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. II).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapsel Kedokteran,
Jilid II).

Jenis-jenis fraktur berdasarkan penyebabnya :


1. Langsung
a. Tertutup
Disebabkan oleh trauma yang terjadi melalui jaringan lunak diatasnya
tanpa luka terbuka yang berhubungan dengan kerangka aksial,
biasanya merupakan fraktur prosesus spinosus/traversus dan jarang
terjadi pada lamina.
b. Terbuka
Umumnya karena trauman tembus seperti yang disebabkan oleh
senjata api, proyektil/pisau.

2. Tak langsung
Bila kerusakan ini luas, mereka mungkin terjadi sebagai akibat kombinasi
kompleks berbagai stress dasar (misalnya : kompresi, traksi,
pembengkokan, shearing dan torsi) bukannya karena satu stress tunggal.

3
Berdasarkan adanya luka :
1. Fraktur terbuka
Yaitu bila terdapat luka, dimana fragmen tulang mendesak ke otot dan
kulit, sehngga adanya hubungan dengan dunia luar. Patah tulang di
klasifikasikan lagi menurut Gustilo Anderson, yaitu :
Tipe I : Luka tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan keadaan luka
relatif bersih, tidak disertai dengan adanya kontisio otot atau
jaringan luar di sekitarnya penyebabnya energi ringan.
Tipe II : Terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas, flap atau luka avulsi.
Tipe III : Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang
luas, termasuk otot kulit dan sistem neorovaskuler.
Penyebabnya energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen
yang besar, dibagi lagi menjadi.
Tipe III A : Bagian tulang terbuka masih dapat ditutup oleh jaringan lunak.
Tipe III B : Terdapat kehilangan jaringan lunak yang luas dan
terkelupasnya periosteum dan bone exposure biasanya
terdapat kontaminasi yang pasif.
Tipe III C : Disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan.

2. Fraktur tertutup
Dimana fraktur tidak disertai dengan adanya robekan jaringan kulit
sehingga ujung-ujung fragmen yang patah tidak langsung berhubungan
dengan dunia luar.

Berdasarkan posisinya :
Sebatang tulang panjang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. 1/3 proximal (1/3 bagian atas)
2. 1/3 medual (1/3 bagian tengah)
3. 1/3 distal (1/3 bagian bawah).

4
Fraktur pada tempat khusus
Cedera pada struktur skelet dapat bervariasi dari fraktur linear sederhana
sampai cedera remuk berat. Penatalaksanaan terapeutik ditentukan berdasar
jenis dan lokasi fraktur dan beratnya kerusakan struktur di sekitarnya.
Penyembuhan fungsional maksimal merupakan tujuan penatalaksanaan.

Fraktur skelet tambahan tambahan (fraktur klavikula)


Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Cedera kepala atau korda spinalis yang
menyertainya sering terjadi bersama dengan fraktur ini.

Fraktur ekstremitas atas (fraktur kolum humeri)


Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum maupun
kolum sirurgikum humeri. Kolum anatomikum humeri terletak tepat di bawah
kaput humeri.

Fraktur batang humerus


Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh (1) trauma langsung
yang mengakibatkan fraktur transversal, oblik, atau kominutif, atau (2) gaya
memutar tak langsung yang menghasilkan fraktur spiral. Saraf dan pembuluh
darah brakhialis dapat mengalami cedera pada fraktur ini. Lumpuh
pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis.
Pengkajian neurovaskuler awal sangat penting untuk membedakan antara
truma akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan.

Fraktur pada siku


Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermootor, jatuh dengan
siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman langsung.

5
Fraktur radius dan ulna
Fraktur kaput radii sering terjadi dan biasanya terjadi akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi
siku (hemartrosis), harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan
memungkinkan gerakan awal. Imobilisasi untuk fraktur tanpa pergesaran ini
dilakukan dengan pembebatan.

Fraktur pergelangan tangan


Fraktur radius distal (fraktur Colles) merupakan fraktur yang sering terjadi da
biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifleksi terbuka.

Fraktur tangan
Trauma tangan sering memerlukan pembedahan rekonstruksi ekstensif.
Tujuan penanganan adalah selalu mengembalikan fungsi maksimal tangan.

Fraktur pelvis
Tulang sakrum, ilium, pubis dan iskium yang membentuk tulang pelvis, yang
merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur
pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau
cedera remuk.

Fraktur ekstremitas bawah


Tujuan penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah adalah (1) mencapai
penyatuan tulang dengan panjang penuh dan kesejajaran normal tanpa
deformitas rotasi dan angular, (2) mempertahankan kekuatan otot dan gerakan
sendi, dan (3) mempertahankan status ambulasi sebelum cedera pasien.

Fraktur femur
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat. Bila bagian kaput, kolum,
atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga
dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut (fraktur suprakondiler dan
kondiler).

6
Fraktur pinggul
Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang tulangnya biasanya
sudah rapuh karena osteoporosis (terutama wanita) dan yang cenderung sering
jatuh.

Fraktur batang femur


Diperlukan gaya yang besar untk mematahkan batang femur pada ornag
dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami trauma multipel yang
menyertainya.

Fraktur tibia dan fibula


Fraktur bawah lutut paling sering adalah frktur tibia (dan fibula yang terjadi
akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan
memutar yang keras.

Fraktur skelet aksial


Fraktur tengkorak dan vertebrata servikalis telah diterangkan pada Bab di atas.

Fraktur iga
Fraktur iga tanpa komplikasi sering terjadi pada orang dewasa dan biasanya
tidak mengakibatkan gangguan fungsi.

Fraktur vertebrata torakolumbal


Fraktur vertebrata torakolumbal dapat melibatkan (1) korpus vertebrata, (2)
lamina dan prosesus artikularis, (3) prosesus spinosus dan prosesus
transversus. Daerah T12 sampai L2 merupakan daerah yang paling rentan
terhadap fraktur. Fraktur terjadi biasanya karena trauma tak langsung yang
disebabkan oleh beban berlebihan, kontraksi otot mendadak atau gerakan
berlebihan di atas ambang fisiologis. Osteoorosis berperan pada kolapsnya
korpus vertebrata.

7
2.2 Etiologi
1. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada
daya tahan tulang.
2. Fraktur terjadi karena tulang yang sakit (osteoporosis), ini dinamakan
fraktur patologi.

2.3 Tanda dan Gejala


a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitas yang teraba akibat gesekan yang satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda-tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam/hari setelah cedera.

8
2.4 Patofisiologi
Fraktur

Keterbatasan Pemasangan gips/traksi Mencuatnya Nyeri pergerakan


gerak tulang yang
patah

Imobilitas Kerusakan jaringan lunak


Yang terdapat di sekutar
Fraktur
Konstipasi Luka terbuka

Potensial infeksi Perdarahan Pembengkakan Kerusakan


Integritas
Kulit
Pertumbuhan bakteri

Kejang otot

Disposisi tulang

2.5 Komplikasi
1. Komplikasi dini
a. Lokal
- Vaskuler :
 Comportment syndrome (volkmans iscemia)
 Trauma vaskuler.
- Neurologis : lesi medula spinalis/saraf perifer.
b. Sistemik
Emboli lemak

9
2. Komlikasi lanjut
Lokal :
- Tekanan sendi/kontraktur
- Disuse atrofi otot-otot
- Malunion
- Non union/infected nonunion
- Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
- Osteoporosis post trauma.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : Memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel).
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multifel atau cedera hati.
7. Photo sinar X dari ekstremitas yang sakit dan lokasi fraktur.

2.7 Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu, sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (air way), proses pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden

10
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasanganbidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
 Pengobatan konservatif
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian. Ekstremitas harus disangga di atas dan di
bawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari grakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera dimobilisasi dengan memasang
bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, ekstremitas yang
sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera
ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah
yang cedera digantung pada ling. Peredaran di destal cedera harus dikaji
untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untk
mencegah kontaminasijaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.

11
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap, pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera ekstremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
 Pengobatan secara operatif
a. Rekognisi Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan
yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri menentukan apakah ada fraktur dan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur, nyeri
pada fraktur tulang, panjang sangat khas.
b. Reduksi : Usaha dan tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi dari reduksi
Sebagai aturan umum, maka gips yang dipasang untk mempertahankan
reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur.
d. Rehabilitasi : Harus segera dimulai dan dilaksanakan bersamaan
dengan pengobatan fraktur.

12
BAB III
ASKEP TEORITIS “FRAKTUR”

3.1 Pengkajian
Letak fraktur :
 Nyeri, nyeri tekan, edema.
 Kulit terbuka atau utuh.
 Warna dan suhu di sekitar jaringan.
 Adanya denyutan distal pada daerah patah tulang.
 Kebas, kesemutan.
 Perdarahan, hematoma.
 Keterbatasan, keterbatasan motalitas.
 Posisi ekstremitas abnormal.
 Tanda-tanda syok, hipotensi, takikardia :

a. Pemeriksaan Fisik
 Nyeri pada lokasi fraktur, terutama pada saat digerakkan.
 Pembengkakan
 Pemendekan ekstremitas yang sakit.
 Paralisis (kehilangan daya gerak).
 Angulasi ekstremitas yang sakit.
 Krepitasi (sensasi keripik yang ditimbulkan bila mempalpasi patahan-
patahan tulang).
 Spasme otot.
 Parestesia (penurunan sensasi).
 Pucat dan tidak ada denyut nadi pada bagian distal pada lokasi fraktur
bila aliran darah arteri terganggu oleh fraktur.

b. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan rontgen.

13
 Scan tulang, haimogram, scan CT, MRI.
 Arteriogram.
 Hitung darah lengkap.
 Kreatinin.
 Profil koagulasi.
 Photo sinar X dari ekstremitas yang sakit dan lokasi fraktur.

c. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Fraktur Gangguan rasa
 Keluhan nyaman nyeri
nyeri. Keterbatasan Pemasangan Mencuatnya Nyeri
 Fokus pada gerak gips/traksi tulang yang perge-
diri sendiri/ patah rakan.
fokus
menyempit. Imobilitas Kerusakan jaringan
DO : lunak yang terda-
 Distraksi pat di sekitar fratur
 Perubahan Konstipasi Luka terbuka
tonus otot
 Respon
otonomik Potensial Perdarahan Pembengkaka
infeksi
2 DS : Pertumbuhan bakteri Kurangnya
 Mengeluh aktifitas/
tidak bisa Kejang otot mobilitas fisik
melakukan
pergerakan Disposisi tulang
 Menolak Kerusakan
untuk Integritas
bergerak Kulit.
DO :
 Ketidakmam
puan untuk
bergerak
 Penurunan
kekuatan
otot/kontrol
otot.

3 Potensial
terjadi infeksi.

14
4 Potensial
gangguan
integritas kulit

5 Potensial
konstipasi

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontunuitas jaringan.
 Tujuan jangka panjang : Nyeri klien menghilang.
 Tujuan jangka pendek :
a. Klien mengatakan nyerinya berkurang.
b. Klien mampu mendemonstrasikan kembali teknik distraksi atau
relaksasi.
c. Ekspresi wajah klien tenang.
d. Klien dapat melakukan perubahan posisi dengan tidak merasa
nyeri.
 Kriteria hasil :
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat.
c. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri klien. Dengan mengkaji tingkat nyeri, klien
mengetahui dan menentukan langkah
selanjutnya dalam memberikan intervensi.
2. Tinggikan dan sokong Dengan meninggikan dan menyokong
ekstremitas yang mengalami ekstremitas yang mengalami luka, agar
luka. aliran darah dari ekstremitas lancar,
sehingga dapat menurunkan bengkak.
3. Atur posisi tidur klien. Dengan mengatur posisi tidur klien, maka
aliran darah akan bergerak lancar sehingga

15
dapat memberikan kenyamanan bagi klien.
4. Lakukan teknik distraksi Dengan melakukan teknik distraksi pada
dengan menyuruh klien klien dapat mengalihkan perhatian terhadap
membaca koran saat nyeri rasa nyeri kepada hal-hal yang lain.
dirasakan. Dengan melakukan teknik relaksasi napas
5. Ajarkan teknik relaksasi dalam dapat mengurangi ketegangan otot-
napas dalam otot yang dapat menurunkan ambang nyeri.

2. Kurangnya aktivitas/mobilitas fisik berhubungan dengan mobilisasi.


 Tujuan jangka panjang : Mempertahankan kemampuan pergerakan
fisik.
 Tujuan jangka pendek :
a. Terpeliharanya posisi fungsional.
b. Mobilitas terpelihara.
c. Dapat mendemonstrasikan cara melakukan gerakan.
 Kriteria hasil :
a. Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin.
b. Mempertahankan posisi fungsional.
c. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkonfensasi
bagian tubuh.
d. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat imobilisasi Untuk mengetahui persepsi klien tentang
sehubungan dengan keadaannya, sehingga dapat diberikan
kerusakan dan catat informasi dan intervensi yang tepat.
persepsi klien tentang
imobilisasi.
2. Sediakan papan kaki Berguna untk memelihara posisi fungsional
dari ekstremitas dan mencegah komplikasi
kontraktur.
3. Bantu dengan mobilisasi Mobilisasi dini akan mengurangi
yang efektif (bergerak, komplikasi dan meningkatnya
duduk dan bergeser). penyembuhan dan normalisasi fungsi
organ.
3. Potensial terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan luka yang
masih basah.

16
 Tujuan jangka panjang :
a. Luka sembuh
b. Tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi

 Tujuan jangka pendek :


a. Luka bersih dan tidak kotor
b. Di sekitar luka tidak terjadi kemerahan dan pembengkakan.
c. Klien mengatakan tidak panas lagi pada telapak kaki kiri.
d. Luka mulai mengering.
 Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan
demam.
Intervensi Rasional
1. Observasi keadaan klien. Mengobservasi keadaan luka dapat
mengetahui kalau ada tanda-tanda adanya
infeksi.
2. Monitor tanda-tanda vital. Adanya peningkatan tanda-tanda vital
merupakan adanya salah satu gejala
infeksi.
3. Gunakan teknik aseptik dan Teknik aseptik dan antiseptik dapat
antiseptik dalam melakukan mencegah pertumbuhan kuman sehingga
setiap tindakan. infeksi dapat dicegah.
4. Ganti balutan tiap hari Mengganti balutan untuk menjaga agar
dengan menggunakan alat luka tetap bersih yang dapat mencegah
yang steril. terjadinya kontaminasi.
5. Berikan antibiotik sesuai Antibiotik meupakan obat untuk
program pengobatan. mengobati/ mencegah infeksi dengan cara
membunuh kuman yang masuk.

4. Potensial gangguan integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan tirah


baring lama.
 Tujuan jangka panjang : Dekubitus tidak terjadi.

 Tujuan jangka pendek :


a. Tidak terdapat tanda kemerahan pada daerah yang tertekan.

17
b. Kulit tidak lecet.
c. Kulit bersih tidak lembab.
 Kriteria hasil :
a. Menyatakan ketidaknyamanan tulang.
b. Mewujudkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi Rasional
1. Periksa keadaan kulit tentang
Dengan pemeriksaan tersebut dapat
kebersihan, perubahan
mengetahui sedini mungkin bila ada tanda-
warna, luka atau oedema. tanda kerusakan kulit.
2. Lakukan perubahan posisi. Kulit yang mendapat penekanan sirkulasi
darahnya kearea tersebut menjadi lancar
dengan adanya perubahan posisi.
3. Jaga kebersihan alat tenun Alat-alat tenun yang bersih dapat
dan ganti secara teratur. mengurangi resiko kerusakan kulit dan
mencegah masuknya mikroorganisme ke
kulit.
4. Massage pada daerah yang Massage pada daerah yang tertekan akan
tertekan. merangsang sirkulasi darah pada daerah
tersebut, sehingga dapat menimbulkan
kenyamanan bagi klien.

5. Potensial konstipasi berhubungan dengan tirah baring yang lama.


 Tujuan jangka panjang : Konstipasi tidak terjadi.
 Tujuan jangka pendek :
a. Buang air besar lancar dan normal.
b. Tidak terjadi distensi pada abdomen.
 Kriteria hasil :
a. Buang air besar lancar.
b. Tidak terjadi distensi pada abdomen.

Intervensi Rasional
1. Melatih klien untuk Dengan melakukan pergerakan yang
melakukan pergerakan melibatkan daerah abdomen akan
yang melibatkan daerah meningkatkan ketegangan otot abdomen

18
abdomen, seperti miring yang membantu peningkatan peristaltik
kanan atau miring kiri. isis, sehingga feses dapat keluar dengan
lancar.
2. Berikan cairan yang Dengan memberikan cairan yang adekuat
adekuat. akan meningkatkan kandungan air dalam
feses, sehingga pengeluaran feses akan
lancar.
3. Berikan makanan tinggi Makanan tinggi serat akan menarik caira
serat. dari luar lumen usus, sehingga feses
konstipasinya lembek dan mudah
dikeluarkan.

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga
yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut
konfigurasi (transversal, spiral, oblik, segmental, depresi), lokasi (drafisial,
metafisial, intra- artikuler) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang
mengelilinginya (terbuka dan tertutup).
Gejala klinis berupa nyeri, bengkak, deformitas, ekomosis,
ketidakstabilan, dam krepitus. Diagnosis minimum membutuhkan radiografi
dan ortogonal, termasuk gambaran sendi di atas dan dibawah fraktur. Evaluasi
harus termasuk penilaian terhadap luka-luka lainnya, seperti penilaian fungsi
neurologik dan vaskuler pada perlukaan ekstremitas
4.2 Saran
Penyusun berharap agar pembaca dapat memahami isi dari makalah ini
dan penyusun berharap apa yang telah diperbuat dalam penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kesehatan pada khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya. Amiin.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Reksoprodjo Soelarto, dkk, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, 1995, FKUI.


2. Price, A., Sylvia, Patofisiologi Edisi 4 Buku 2, 1995, EGC, Jakarta.
3. Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 2000, FKUI.
4. Doengoes, E., Marilynn, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, 1993, EGC,
Jakarta.
5. Sudarth dan Brunner, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, 1997, EGC,
Jakarta.
6. Tucker Martin Susan, dkk, Standar Perawatan Pasien, 1993, EGC, Jakarta.

21
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................... 1
1.3 Metode Penulisan ..................................................... 1
1.4 Sistematika Penulisan ............................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian ................................................................ 3
2.2 Etiologi ..................................................................... 8
2.3 Tanda dan Gejala ...................................................... 8
2.4 Patofisiologi ............................................................. 9
2.5 Komplikasi ............................................................... 9
2.6 Pemeriksaan Diagnostik ........................................... 10
2.7 Penatalaksanaan ....................................................... 10
BAB III ASKEP TEORITIS “FRAKTUR”
3.1 Pengkajian ................................................................ 13
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................. 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................... 20
4.2 Saran ......................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

22
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Fraktur.
Dalam menyelesaikan tugas ini, kami menyadari akan segala kekurangan.
Akan tetapi, meskipun demikian, kami tetap berusaha untuk menyelesaikan dengan
kemampuan yang ada pada diri kami. Walaupun demikian kami berusaha semaksimal
mungkin di dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga diharapkan akan bermanfaat
bagi kita semua.
Dalam pembuatan Askep ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Akhir kata, semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami
mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amiin.

Tasikmalaya, Oktober 2010

Penulis

23
i

Anda mungkin juga menyukai