Anda di halaman 1dari 10

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5

PADA KUCING JALANAN (Felis silvestris catus)


DI WILAYAH KOTA BANDUNG
DETECTION OF AVIAN INFLUENZA VIRUS SUBTYPE H5
ON STRAY CATS (Felis silvestris catus)
IN BANDUNG CITY AREA
Ary Ratna Susana Dewi 1) Chairul A. Nidom 2) 3
1) Mahasiswa, 2) Bagian Laboratorium Avian Influenza Tropical Disease Centre,
3) Bagian Biokimia
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

ABSTRACT
The aim of this study is to detect the presence of Avian Influenza virus
subtype H5 on stray cats (Felis silvestris catus) in Bandung. Trachea and nasal
swab of stray cats (Felis silvestris catus) samples were collected from several part
like RSHS, Ciroyom Traditional Market, Bandung Zoo, District of Padasuka and
Subdistrict of Cicadas. Samples for HA test were isolated from trachea and nasal
swab of stray cats (Felis silvestris catus). Swab samples were inoculated in SPF
(Specific Pathogen Free) 9-11 days embryoned chicken eggs, then were incubated
at 37 0C for 4 days. At fourth day, the isolate were harvested. The positive result
of HA test was continued for HI test. HI test was positive when inhibition of
hemagglutination was shown, that was signed by unagglutinated, sedimented
erythrocytes on the base of microplate’s wells.The result showed that from 34
samples, there was one sample (Ciroyom Traditional Market) had Avian Influenza
virus subtype H5

Keys words: Avian Influenza, stray cats


Pendahuluan
Avian Influenza (AI) merupakan suatu penyakit yang menyerang unggas
dengan kemampuan menyebar secara cepat dan mengakibatkan angka kematian
tinggi. Avian Influenza pertama kali ditemukan di Italia pada tahun 1878 oleh
Perroncito (Akoso, 2006).
Outbreak virus AI di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara pada
pertengahan tahun 2003 ini dilaporkan di beberapa negara seperti Kamboja,
China, Jepang, Republik Korea, Republik Demokrasi Rakyat Lao, Malaysia dan
Vietnam. Jenis strain yang teridentifikasi adalah H5N1 dan diklasifikasikan
sebagai Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang dapat menyebabkan
kematian pada populasi burung, ayam dan itik (CDC-Avian Influenza, 2006;
WHO-Indonesia, 2007).
Outbreak Avian Influenza atau dikenal dengan penyakit flu burung yang
melanda dunia, khususnya kawasan Asia sangat mendapatkan perhatian dari
masyarakat luas dan badan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh Avian Influenza
yang dapat menular ke manusia dan berakibat fatal karena dapat membawa
kematian. Kematian massal oleh virus Influenza pernah terjadi pandemik
Influenza yang disebabkan oleh Spanish Flu (virus Influenza tipe H5N1) yang
membunuh lebih dari 20 juta orang pada tahun 1918. Pandemik lainnya yang
tercatat adalah Asian Flu yang disebabkan oleh H2N2 pada tahun 1957 dan
Hongkong Flu (virus H3N2) pada tahun 1968 (Horimoto dan Kawaoka, 2001).
Avian Influenza atau penyakit flu burung adalah penyakit kontagius yang
disebabkan oleh virus Influenza A yang menyerang unggas. Tetapi pada
kenyataannya di beberapa negara Eropa dan Asia telah dilaporkan bahwa virus
Avian Influenza telah menginfeksi beberapa spesies mamalia. Hewan selain
unggas yang telah terinfeksi oleh virus H5N1, yaitu macan, kucing, dan leopard.
Hal ini menimbulkan suatu fenomena baru, karena ketiga hewan ini sebelumnya
tidak pernah dilaporkan rentan terhadap infeksi Avian Influenza (Keawcharoen et
al., 2004; Kuiken et al., 2004).
Di Thailand telah dilaporkan bahwa seekor kucing telah terinfeksi Avian
Influenza H5N1 setelah memakan karkas burung merpati. Virus yang di isolasi
dari burung merpati dan kucing menunjukkan dari kelompok yang sama dengan
virus yang terdeteksi selama terjadi outbreak di Thailand (Songserm et al., 2006).
Pada bulan Desember 2003, dua harimau (Panthera tigris) dan dua
leopard (Panthera pardus) dilaporkan mati di kebun binatang Suphanburi
Thailand setelah memakan karkas dari rumah pemotongan lokal (Keawchoren et
al, 2004). World Health Organization (2006) menyatakan bahwa pada tanggal 28
Februari 2006, Avian Influenza H5N1 terdeteksi pada seekor kucing yang mati di
wilayah Utara Pulau Ruegen German. Pada pertengahan bulan Februari
ditemukan juga lebih dari 100 ekor burung liar mati di tempat yang sama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa burung liar tersebut
terinfeksi virus H5N1. Tahun 2007, di Indonesia telah dilaporkan sudah 95
penduduk Indonesia terinfeksi virus flu burung, dengan 75 diantaranya meninggal
dunia (DEPKES RI, 2007). Kota Bandung masuk dalam tahap mengkhawatirkan
menyusul banyaknya unggas yang terinfeksi virus Avian Influenza dalam waktu
relatif cepat. Pada bulan Januari terdapat lima kelurahan yang terserang virus
tersebut, sehingga jika ditambah dengan tahun 2006 menjadi 22 kelurahan.
Dinas Pertanian Kota Bandung, telah melakukan depopulasi sekitar 200
ekor ayam, setelah ditemukannya lagi sebanyak 20 ekor ayam yang mati
mendadak. Ayam-ayam ini adalah milik seorang warga di Jln. Sindang Sari
Kelurahan Antapani, Kecamatan Cicadas. Hasil rapid test menyatakan positif flu
burung. Lima kelurahan yang unggasnya terinfeksi flu burung pada bulan Januari
adalah Kelurahan Dago, Kelurahan Ciroyom, Kelurahan Antapani, Kelurahan
Nyengseret, dan Kelurahan Sekejati. Antapani adalah kelurahan kedua yang
diketahui positif flu burung dalam satu minggu ini, sebelumnya ada Kelurahan
Ciroyom.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat, sejak bulan Januari 2007
terjadi 33 kasus flu burung pada manusia di Jawa Barat. Di antaranya di
Kabupatan Bekasi (10 kasus), Kota Bekasi (5 kasus), dan Kabupaten Bandung (7
kasus) (Pikiran Rakyat, 24 Januari 2007).
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
memberikan penjelasan ilmiah mengenai kemungkinan kucing-kucing di
Indonesia sebagai salah satu hewan yang terkait dalam mata rantai penularan virus
AI H5N1. Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi virus AI subtipe H5 pada
kucing yang berasal dari wilayah kota Bandung dengan pemeriksaan yang
digunakan adalah uji hemaglutinasi (HA) dan uji hambatan hemaglutinasi (HI).

Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Sampel swab hidung
dan trakhea diambil langsung dari lapangan, dibawa serta dianalisis di
laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan di kota Bandung berdasarkan daerah
yang memiliki resiko tinggi terhadap virus Avian Influenza.
Penentuan daerah pengambilan sampel dikoordinasikan dengan Dinas
Peternakan Propinsi Jawa Barat. Daerah tersebut antara lain Pasar Ciroyom
Bandung, RS.Hasan Sadikin Bandung, Kebun Binatang Bandung, Kelurahan
Cicadas dan Kecamatan Padasuka. Pemeriksaan sampel yang dilakukan di
laboratorium Avian Influenza Tropical Disease Centre Universitas Airlangga
Surabaya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung venoject,
spuit+needle, Media Transport 199, rak tabung reaksi, tabung sentrifugase,
sentrifuse, inkubator, alat untuk candling, ice box, tabung conical dan EDTA,
yellow tip dan blue tip, microplate ” V ”, micropipet 50μl, 100μl dan 1000μl,
multichanel pipet, eppendoof, cottonbud, sarung tangan (glove). Bahan yang
digunakan adalah swab hidung dan trakhea kucing, TAB umur 9-11 hari bersifat
SPF (Medion), antiserum Avian Influenza subtipe H5N1 (Balitvet), eritrosit ayam
0,5%, Phospat Buffer Saline (PBS), alkohol 70%, aquades steril.
Sampel yang digunakan adalah swab hidung dan trakhea kucing, Swab
hidung dan trakhea dilakukan dengan menggunakan cottonbud steril. Swab
tersebut kemudian dimasukkan dalam medium transport 199. Hasil swab tersebut
dimasukkan dalam cooler yang berisi es yang selanjutnya di simpan dalam lemari
es dengan suhu -80 0C sebelum diinokulasikan pada telur ayam bertunas (TAB).
Sebelum hasil swab hidung dan trakhea diinokulasikan pada telur ayam
bertunas (TAB) berumur 9-11 hari yang bersifat SPF (Spesific Pathogenic Free)
maka hasil swab tersebut di vortex terlebih dahulu kemudian dilakukan sentrifuse.
Hasil dari sentrifuse diinokulasikan pada TAB berumur 9-11 hari yang bersifat
SPF kemudian TAB diinkubasi pada inkubator 37oC selama empat hari. Telur
ayam bertunas ini diamati untuk dicandling embrionya. Bagi embrio yang mati
sebelum empat hari, dikeluarkan kemudian disimpan pada lemari es dengan suhu
4oC. Setelah 24 jam TAB yang berada di lemari es, cairan alantoisnya dipanen.
Cairan alantois selanjutnya diuji dengan uji hemaglutinasi (uji HA). Apabila hasil
uji HA menunjukkan hasil positif maka dilanjutkan dengan uji hambatan
hemaglutinasi (uji HI) (Pusat Veterinaria Farma, 2006).
Pengujian HA mikroteknik dan HI mikroteknik memerlukan suspensi
eritrosit dengan konsentrasi 0,5 %. Cara mendapatkan suspensi eritrosit dengan
konsentrasi 0,5 % adalah sebagai berikut : darah ayam diambil melalui vena
brachialis dengan menggunakan spuit dan needle diambil sebanyak 3 ml
kemudian dimasukkan dalam tabung venoject yang telah diisi dengan anti-
koagulan EDTA. Darah tersebut disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan
2500 rpm. Supernatan dibuangdan sisa endapannya dicuci dengan menambahkan
PBS, kemudian disentrifuse lagi selama 5 menit.
Setelah terjadi endapan kembali, supernatannya dibuang. Pencucian
tersebut diulang sampai tiga kali dengan cara yang sama hingga didapatkan
suspensi eritrosit 100%. Suspensi eritrosit dengan konsentrasi 0,5 % didapatkan
dengan menambahkan PBS hingga konsentrasi eritrosit 0,5 %. Uji hemaglutinasi
(uji HA) dapat digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki hemaglutinin.
Adanya hemaglutinin akan dapat mengaglutinasi eritrosit dari beberapa spesies,
seperti unggas, mamalia maupun manusia. Selain dapat mendeteksi adanya virus
yang memiliki hemaglutinin, uji HA juga biasa digunakan untuk mengukur titer
antigen.
Uji HA mikrotiter (mikroteknik) pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui titer isolat dan juga digunakan untuk retritasi. Pada uji ini digunakan
microplate” V ”.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengisi lubang microplate
dengan PBS sebanyak 0,05 ml mulai dari lubang no 2-12 pada baris A sampai
baris H. Lubang microplate pada baris H digunakan sebagai kontrol eritrosit.
Lubang microplate no 1 pada baris A sampai G diisi dengan cairan alantois
TAB 0,1 ml kemudian cairan alantois TAB pada lubang no 1 pada baris A sampai
baris G diambil 0,05 ml dan dilakukan pengenceran. Cairan alantois TAB yang
telah diambil dari lubang no 1 pada baris A sebanyak 0,05 ml dicampur dengan
PBS pada lubang kedua, setelah dilakukan pencampuran hingga rata diambil 0,05
ml dan dipindahkan pada lubang berikutnya, demikian seterusnya hingga lubang
no 12 dan pada lubang microplate no 12 tersebut diambil 0,05 ml untuk dibuang.
Perlakuan tersebut juga dilakukan pada baris B,C,D,E,F dan G. Langkah
berikutnya adalah mengisi semua lubang microplate dengan eritrosit ayam 0,5%
sebanyak 0,05 ml, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit lalu
dibaca titernya. Pada uji HI, antigen yang diperlukan adalah antigen yang
memiliki titer 8 HAU/0,05 ml berdasarkan Pusat Veterinaria Farma (2006).
Reaksi hambatan hemaglutinasi ini dapat digunakan untuk membantu
diagnosis laboratorium dalam melakukan identifikasi virus. Selain itu juga dapat
menentukan status kekebalan setelah vaksinasi atau sembuh dari penyakit dengan
mengetahui titer antibodi atau antiserum.
Langkah-langkah dalam uji HI mikroteknik hasil isolasi adalah sebagai
berikut : Lubang microplate diisi PBS 0,025 ml dari lubang no 1-12 pada baris B
sampai baris H. Masukkan antiserum H5N1 sebanyak 0,05 ml pada lubang no 1-
12 pada baris A, kemudian dibuat pengenceran serial dengan cara mengambil
0,025 ml antiserum H5N1 dari lubang no 1-12 pada baris A kemudian
dipindahkan ke lubang no 1-12 pada baris B dan campur hingga rata, dari lubang
no 1-12 pada baris B diambil 0,025 ml dan dipindahkan ke lubang no 1-12 pada
baris C demikian seterusnya. Lubang no 1- 12 pada baris H ditambahkan dengan
antiserum H5N1 sebanyak 0,025 ml sebagai kontrol antiserum H5N1. Semua
lubang ditambahkan dengan isolat 4 HA unit/0,025 ml sebanyak 0,025 ml, kecuali
lubang no 1-12 pada baris H. Setelah penambahan isolat 4 HA unit/0,025 ml,
microplate diletakkan di mechanical vibrator hingga antiserum dan antigen
tercampur rata, kemudian diinkubasi pada suhu 220C – 250C selam 30 menit.
Setelah diinkubasi semua lubang ditambahkan eritrosit ayam 0,5% sebanyak 0,05
ml. Pembacaan hasil pengujian dilakukan setelah diinkubasi selama 30 menit.
Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya pengendapan eritrosit berbentuk titik
di tengah sumuran (Pusat VeterinariaFarma, 2006).

Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis mendapatkan 34
sampel swab hidung dan trakhea. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan uji
haemaglutinasi (HA) menunjukkan bahwa terdapat hemaglutinin pada 8 sampel
isolat dari 34 sampel isolat tetapi menunjukkan titer HA rendah (20 - 23). Tujuh
sampel isolat dengan titer HA 20-21 yang berasal dari Kecamatan Cicadas tidak
dapat dilanjutkan dengan uji hambatan hemaglutinasi (HI) karena uji
haemaglutinasi (HI) memerlukan isolat yang mempunyai titer 8HAU/0,05ml
sedangkan sampel isolat dengan titer HA 23 sebanyak 1 sampel dilanjutkan
pengujiannya dengan menggunakan uji hambatan hemaglutinasi (HI) untuk
mengidentifikasi virus yang mempunyai haemaglutinin tersebut. Hasil
pemeriksaan dengan uji hambatan hemaglutinasi (HI) menunjukkan bahwa 1
isolat tersebut mengandung virus Avian Influenza subtipe H5. Data selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Keterangan: Hasil uji HA kelurahan Cicadas tidak dapat dilanjutkan dengan uji HI
karena uji HI memerlukan titer 23 HAU/0,05ml sedangkan titer hasil uji HA
kelurahan Cicadas 20-21.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji hemaglutinasi (HA) yang


ditunjukkan pada tabel 4.1 bahwa di wilayah kota Bandung yaitu Rumah Sakit
Hasan Sadikin, Pasar Ciroyom, Kebun Binatang Bandung, pemukiman penduduk
di kelurahan Cicadas dan kecamatan Padasuka terdapat delapan sampel isolat
kucing jalanan (Felis silvestris catus) yang mempunyai haemaglutinin sehingga
dapat mengaglutinasi eritrosit. Delapan sampel isolat tersebut yang mempunyai
titer HA 23 sebanyak satu sampel. Sampel isolat dengan titer HA 20-21 tidak
dapat dilanjutkan dengan uji HI karena uji HI memerlukan isolat dengan titer 23
HAU/0,05 ml, seharusnya sampel isolat tersebut dilakukan pasase ulang pada
TAB. Sampel dengan titer HA 23 selanjutnya dapat di uji dengan uji hambatan
hemaglutinasi (HI) menggunakan antiserum subtipe H5N1. Setelah dilakukan uji
HI, sampel isolat tersebut menunjukkan hasil positif terhadap Avian Influenza
subtipe H5 (tabel 4.2). Hasil dari pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
isolat yang diperoleh dari swab hidung dan trakhea kucing merupakan virus Avian
Influenza subtipe H5. Sampel tersebut berasal dari Pasar Ciroyom. Pasar Ciroyom
merupakan tempat penampungan ayam yang berasal dari berbagai daerah di Jawa
Barat. Adanya satu sampel yang teridentifikasi terhadap virus Avian Influenza
subtipe H5 menunjukkan bahwa kemungkinan beberapa ayam tersebut membawa
virus Avian Influenza subtipe H5 sehingga kucing – kucing yang berkeliaran di
sekitar pasar tersebut dapat terinfeksi dengan virus Avian Influenza subtipe H5.
Walaupun hanya satu sampel yang teridentifikasi terhadap virus Avian Influenza
subtipe H5, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan penularan virus Avian
Influenza pada kucing dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ayam yang
terinfeksi Avian Influenza subtipe H5 atau memakan karkas ayam yang juga
terinfeksi Avian Influenza subtipe H5. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Kuiken et al (2004) yang menyatakan bahwa kucing dapat terinfeksi melalui
intratrakheal dan oral karena memakan karkas unggas yang terinfeksi, di samping
itu infeksi dapat terjadi juga melalui kontak langsung dengan burung atau unggas
yang terinfeksi.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ali Mubin (2007) terhadap
antibodi Avian Influenza subtipe H5N1 pada kucing jalanan (Felis silvestris catus)
di wilayah kota Bandung khususnya Pasar Ciroyom menunjukkan bahwa hasilnya
tidak terdeteksi adanya antibodi Avian Influenza subtipe H5N1. Hal ini bertolak
belakang dengan ditemukan virus Avian Influenza subtipe H5 di Pasar Ciroyom
pada penelitian ini. Tidak terdeteksinya antibodi virus Avian Influenza subtipe H5,
kemungkinan disebabkan oleh belum terbentuknya antibodi. Antibodi Avian
Influenza pada semua spesies dapat dideteksi melalui uji HI dan uji netralisasi
virus dalam waktu 3 – 7 hari setelah infeksi dan mencapai puncak selama minggu
kedua (Fenner et al, 1995).
Ditemukannya virus Avian Influenza subtipe H5 pada kucing di wilayah
Pasar Ciroyom mengindikasikan bahwa kemungkinan kucing yang terinfeksi virus
Avian Influenza subtipe H5 dapat mengekskresikan virus Avian Influenza subtipe
H5 melalui pernafasan dan sistem pencernaan, sehingga kucing yang terinfeksi
dapat menular ke kucing lain. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Kuiken et al (2004) bahwa kucing yang terinfeksi virus dapat menularkan
penyakit pada kucing yang lain. Pada wilayah dimana unggas terinfeksi virus
Avian Influenza subtipe H5N1 mempunyai resiko menginfeksi kucing bila kontak
langsung dengan unggas yang terinfeksi atau feses unggas. Beberapa laporan
mendukung tentang dugaan bahwa kontak dengan unggas terinfeksi baik dari
feses maupun makan bagian tubuh yang terinfeksi merupakan bentuk sumber
infeksi kucing tersebut (FAO Animal Production and Health Division, 2006).
Kucing jalanan (Felis silvestris catus) dapat menyebarkan penyakit pada
wilayah baru karena mobilitas yang tinggi. Apabila kucing tersebut terinfeksi
virus Avian Influenza subtipe H5N1 maka akan dapat menjadi sumber
kontaminasi bagi unggas dan mamalia, termasuk manusia (FAO Animal
Production and Health Division, 2006). Kucing merupakan salah satu hewan
kesayangan dan sangat dekat hubungannya dengan manusia. Oleh karena itu, ada
beberapa tindakan yang dianjurkan oleh FAO untuk mencegah timbulnya
penularan virus Avian Influenza subtipe H5N1 dari kucing ke manusia di wilayah
yang unggas atau burung liar terdiagnosa atau suspect Avian Influenza H5N1
antara lain: (1) laporan klinik dokter hewan setempat yang menunjukkan bukti
signifikan bahwa kematian terjadi pada burung liar dan hewan peliharaan, (2)
segera melaporkan ke klinik dokter hewan setempat jika ditemukan kucing yang
mati atau sakit dengan gejala klinis seperti demam, lethargi, dispneu,
konjungtivitis, juga ikhterus. Diagnosa banding terhadap gejala klinis tersebut
adalah penyakit Feline Calicivirus (FCV), Feline Rhinotracheitis Virus dan Feline
Distemper, (3) menghindarkan kucing peliharaan kontak langsung dengan burung
liar atau unggas, (4) menjaga kucing peliharaan agar tidak keluar rumah
danmenghindari kontak langsung dengan hewan terinfeksi, (5) jika kucing
menunjukkan gejala pernafasan segera konsultasikan dengan dokter hewan, (6)
jangan menyentuh atau memegang kucing atau hewan lain yang terlihat sakit atau
mati dan segera melaporkan pada klinik dokter hewan setempat, (7) mencuci
tangan dengan air dan sabun secara teratur, terutama setelah memegang hewan
atau kontak dengan feses atau air liurnya, (8) diusahakan tidak memberi pakan
dari jenis burung air, (9) membersihkan kandang atau perangkat lain yang sudah
digunakan untuk memindahkan hewan sakit dengan desinfektan (FAO Animal
Production and Health Division, 2006).

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mulai bulan September 2006
sampai Maret 2007, dapat ditarik kesimpulan bahwa Avian Influenza subtipe H5
dapat di isolasi dari satu ekor kucing jalanan (Felis silvestris catus) di wilayah
kota Bandung khususnya Pasar Ciroyom.

Ucapan Terima Kasih


Dr. H. C.A. Nidom, MS., Drh, M. Yusuf Alamudi, S.Si., M.Kes, Arlita L. Antari,
S.Si, M.Si dan
Reviany V. Nidom, S.Farm, Apt atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk dapat ikut
serta dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka
Akoso, B. T. 2006. “Waspada Flu Burung” Penyakit Menular Pada Hewan dan
Manusia. Kanisius.
Yogyakarta.
CDC-Avian Influenza (Bird flu). 2006. Question and Answer About Avian
Influenza (Bird flu) and Avian
Influenza A (H5N1) Virus. http://www.cdc.gov/flu/avian/geu-info/fact.htm [4
Februari 2007]
Depkes R.I. 2007. Kasus Flu Burung Indonesia Paling banyak Di Dunia
http://www.itjen.depkes.go.id/index.php?=news&task=viewarticle&Sid= 2552
[April 2007]
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Gejala dan Cara Pencegahan Flu Burung
(Avian Influenza).
Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Direktorat Jenderal Peternakan.
Jakarta.
Ernawati, R., A. P. Rahardjo., N. Sianita., J. Rahmahani., F. A. Rantam., W.
Tjahjaningsih dan Suwarno.
2004. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboratorium
Virologi dan
Imunologi Bagian Mikrobiologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga.
Surabaya.
FAO Animal Production and Health Division. 2006. H5N1 in Cats. In: Animal
Health Special Report.
www.fao.org/AG/AGAINFO/SUBJECT/en/health/disease-cards/avian_cats.html-
29k
[ 4 Februari 2007 ]
Fenner, F. J., E. P. J., Gibss, F. A., Murphy, R., Rott, M.J., Studdert and D. o.
White. 1995. Veterinary
Virology 2nd Ed. (Harya Putra, dkk., trans). Semarang: IKIP Semarang Press.
Horimoto, T., Y. Kawaoka. 2001. Pandemic Threat Posed By Avian Influenza A
Viruses. Clinical
Microbiology Reviews. 14 (1): 129-149.
Keawcharoen, J., K. Oraveerakul., T. Kuiken., R.A.M. Fouchier., A. Amonsin., S.
Payungporn., S.
Noppornpanth., S. Wattanodorn., A. Theamboonlers., R. Tantilertcharoen., R.
Pattanarangsan.,
N. Arya., P. Ratanakorn., A.D.M.E. Osterhaus and Y. Poovorawan. 2004. Avian
Influenza H5N1
in Tigers and Leopards. CDC - EID. 10 (12).
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol10no12/04-
0759.htm [ 20 Maret 2007 ]
Kuiken, T., G. Rimmelzwan., D. van Riel., G. van Amerongen., M. Baars., R.
Fouchier and A.
Osterhaus. 2004. Avian H5N1 Influenza in Cats. SCIENCE . 306.
www.sciencemag.org/cgi/content/full/1102287/DCI [ 20 Maret 2007 ]
Pikiran Rakyat. 2007. Penyebaran Flu Burung Relatif Cepat ” Kota Bandung
Mengkhawatirkan ”.
Bandung. 24 Januari.
Pusat Veterinaria Farma. 2006. Pengawasan dan Diagnosa Avian Influenza.
Buletin Veterinaria Farma 3
(6). Surabaya.
Songserm, T., Amonsin, A., Jam-on, R., Sae-Heng, N., Meemak, N., Pariyothorn,
N., Payungporn, S.,
Theamboolers, A. and Poovorawan, Y. 2006. Avian Influenza H5N1 in Naturally
Infected
Domestic Cats. Dis. CDC EID. 12(4). [ 4 April 2006]
Thanawongnuwech, R., A. Amonsin., R. Tantilertcharoen., S.
Damrongwatanapokin., A.
Theambonlers., S. Payungporn., k. Nanthapornphiphat., S. Ratanamungklanon., E.
Tunak., T.
Songserm., V. Vivatthanavanich., T. Lekdumrongsak., S. Kesdangsakonwut., S.
Tunhikorn and
Y. Poovorawan. 2005. Probable Tiger – to – Tiger Transmission of Avian
Influenza H5N1. CDC -
EID. 11 (5) http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol11no05/05-0007.htm
[ 20 Maret 2007 ]
WHO. 2006. H5N1 Avian Influenza in Domestic Cats.
www.worldhealthorganization.htm
[ 24 Januari 2007 ]
WHO-Indonesia. 2007. Avian Influenza. Jakarta. www.worldhealthorganization-
indonesia.htm
[ 24 Januari 2007 ]

Anda mungkin juga menyukai