2.2.1. Flavonoid
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon.
Senyawasenyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa
isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa
neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi
yangberbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawasenyawa ini (Markham,
1988).
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Flavonoida ini
berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Ada juga flavonoida yang
terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi
lebah. Sayap kupu-kupu mengandung flavonoida yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam
tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yaitu
angiospermae, klorofita, fungi, briofita. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal
dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah
sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan
senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna(Markham,
1988).
2.2.2. Tannin
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan
tumbuhan untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan (Salisbury,
1995). Secara kimiawi tanin merupakan kompleks, biasanya merupakan campuran
polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin
direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam
dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan fisiologis yang
kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga
dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).
2.2.3. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai
struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga
mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida
sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan
lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau
pikrat (Harbone, 1987).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid
memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan
cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
(Robinson, 1995).
Alkaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk
analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik,
antiinflamasi (Seifu et al, 2002)
2.2.4. Terpenoid
Terpenoid adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang
mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut
sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal
dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom
hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan
perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan
terpenoid (Lenny, S, 2006).
Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat tradisional,
anti bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson, 1993). Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat
pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding
sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna
(Ajizah, 2004).
2.2.5. Saponin
Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu
stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi
mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu pemeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam
sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Ganiswarna, 1995).
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan awal
dengan menggunakan pelarut (Syamsuni,2006). Zat aktif yang terdapat dalam
simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan alkaloid, flavonoid dan
lain-lain(Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan
atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan
(Syamsuni, 2006).
Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat
kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa
pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang
berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat
penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran
senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti OH, COOH, dan lain
sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk
diuapkan, dan harga (Harbone, 1987).
Ekstraksidengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu :
A. Cara Dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM
RI, 2000).
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) (Ditjen POM
RI, 2000).
B. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna (Ditjen POM RI, 2000).
2) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM RI, 2000).
3) Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 (Ditjen POM RI, 2000).
4) Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90selama 15 menit (Ditjen POM RI, 1979).
5) Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dangan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM RI, 2000).
2.4. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat
cair). Kromatografi serapan dikenal berdasarkan fase diamnya,jika fase diamnya
berupa zat cair maka disebut sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo,
1985). Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan dilakukan dengan
menggunakan salah satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat
digunakan pada skala mikro maupun makro (Harborne, 1987).
2.5.3. Harga Rf
Proses mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:
2.7. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode pengukuran dimana sumber energinya berupa
sinar atau cahaya dan sistem detektornya menggunakan sel fotolistrik (Noerdin,
1985).
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah batang benalu kopi.
Semua bahan yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas
proanalisisyaitu n-heksana, etilasetat, etanol, amil alkohol, toluen, metanol, eter,
isopropanol, alfa naftol, ammonia pekat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II)
klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, asam asetat glasial, asam sulfat pekat,
asam klorida pekat, asetat anhidrida, serbuk magnesium, bismuth (III) nitrat, plat
pra lapis silika gel GF254, silika gel 60H, kloralhidrat dan n-heksana.