Anda di halaman 1dari 11

Conference on Management and Behavioral Studies

Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018


ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

PENGARUH GREEN PURCHASING, GREEN MANUFACTURING,


DAN GREEN PACKAGING TERHADAP REVERSE LOGISTICS PT
X DI JAKARTA

Joyce A. Turangan1, Andi Wijaya2


1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, joycet@fe.untar.ac.id
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, andiwijayasemm@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis bagaimana green purchasing, green manufacturing dan green packaging
dapat mempengaruhi reverse logistics. Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang menggunakan
produk ramah lingkungan. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling dengan teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah teknik convenience. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 90 karyawan bagian operasional dari beberapa
perusahaan penghasil produk ramah lingkungan yang selanjutnya atas semua data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda. Perolehan hasil penelitian menyimpulkan bahwa
green purchasing, green manufacturing, dan green packaging memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap reverse logistics.

Kata Kunci: Green purchasing, Green manufacturing, Green packaging, Reverse logistics.

ABSTRACT
This study analyzes how green purchasing, green manufacturing and green packaging can affect reverse
logistics. The population of this study are companies that use environmentally friendly products. The
sample selection method is a non-probability sampling with the sample selection technique used is a
convenience technique. Data collection was carried out by distributing questionnaires to 90 operational
employees. All data then processed by a multiple regression analysis. The results of the research
concluded that green purchasing, green manufacturing, and green packaging had a significant influence
on reverse logistics.

Keywords: Green purchasing, Green manufacturing, Green packaging, Reverse logistics.

PENDAHULUAN
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jabar Anang Sudarna mengatakan,
pencemaran lingkungan, terutama di daerah aliran sungai (DAS) Citarum meningkat
sejak industri tumbuh subur di Jabar. Sebagian besar industri itu bergerak di bidang
tekstil. Parahnya, dari ribuan pabrik yang beroperasi di tepi DAS Citarum, hanya
sedikit yang memiliki instalasi pengolahan limbah (Ipal) memadai. Sebagian besar
tidak punya sehingga membuang limbah cair langsung ke Citarum yang
mengakibatkan lingkungan menjadi sangat tercemar. Sawah-sawah di Kabupaten
Bandung mengalami pencemah limbah berbahaya. Kemungkinan nasi yang dikonsumsi
masyarakat sekitarpun telah tercemar (sindonews.com).
Hal lain juga dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang menghasilkan produk
tidak ramah lingkungan, misalnya produk yang merusak lapisan ozon, produk yang
mencemari lingkungan, dan sebagainya. Masalah lingkungan hidup ini berakar dari
aktivitas manusia serta pola konsumsi dan produksi manusia sehingga diperlukan
kepedulian manusia khususnya masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan.

355
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Perilaku menjaga kualitas lingkungan hidup sangat bergantung pada tingkat


pengetahuan, sikap, dan nilai yang ada pada konsumen sebagai umat manusia
(Mansaray & Abijoye, 1998; Chen & Chai, 2010; Said, 2003). Praktik bisnis ini dapat
menyebabkan degradasi lingkungan yang dapat mengancam kemakmuran dan daya
saing ekonomi negara berkembang (Schmidheiny, 1992).
Pencemaran lingkungan ini bukan hanya oleh perusahaan di Indonesia, jaringan
manufaktur global juga menimbulkan risiko yang cukup signifikan terhadap kesehatan
dan keselamatan individu, ekonomi nasional, serta dampak lingkungan dalam lingkup
lokal, regional, dan global (O'Rourke, 2005).
Namun bukan berarti perusahaan tidak peduli terhadap lingkungan, kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan terutama terhadap masyarakatnya biasanya
diungkapkan dengan berbagai kegiatan bakti sosial, peran serta perusahaan pada
perayaan hari-hari besar, pembuatan fasilitas umum seperti MCK, mushola/ masjid
dimasyarakat sekitar lingkungan perusahaan hingga penanaman pohon dalam rangka
reboisasi, mendukung berbagai kampanye pengelolaan lingkungan. (Hendrawan &
Samsul, 2017).
Secara khusus, masalah lingkungan telah mendorong negara berkembang untuk
mengatur praktik bisnis dan menetapkan tujuan perbaikan lingkungan secara luas (Child
& Tsai, 2005). Banyak penelitian yang berfokus pada bisnis ramah lingkungan di
negara maju, namun jarang ada penelitian yang membahas praktik bisnis ramah
lingkungan di pasar negara berkembang (Blome et al., 2014; Fabbe-Costes et al., 2014).
Akan tetapi tidak banyak studi empiris yang meneliti dampak terhadap reverse logistics
(Aitken & Harrison, 2013), walaupun reverse logistics mampu menciptakan nilai baru
dan memberikan keunggulan kompetitif (Jayaraman & Luo, 2007).
Secara khusus, reverse logistics menciptakan nilai yang nyata dan tidak berwujud
dengan membantu perusahaan terlebih dahulu, mengambil nilai dari barang bekas,
menciptakan nilai tambah melalui peningkatan siklus hidup produk, meningkatkan
pelanggan melalui kepuasan dan loyalitas dengan lebih memperhatikan barang rusak
dan perbaikan barang dagangan, serta mendapatkan umpan balik untuk menyarankan
perbaikan dan meningkatkan pemahaman tentang alasan sebenarnya pengembalian
produk, yang harus mengarah pada perbaikan produk atau desain produk baru di masa
depan (Aitken & Harrison, 2013). Melalui reverse logistics, perusahaan manufaktur
tidak hanya menerima produk dari konsumen tetapi juga mengumpulkan barang-barang
yang tidak terjual agar pabrikan merombak, menyortir, memasang kembali, atau
mendaur ulang (Yu et al., 2012).
Reverse logistics mengacu pada pengembalian produk atau kemasan setelah
digunakan, untuk digunakan kembali, didaur ulang, atau reklamasi bahan
(Kapetanopoulou & Tagaras, 2011). Dengan melakukan reverse logistics, perusahaan
dapat mendaur ulang bagian ulang atau komponen, serta membuang komponen-
komponen yang tidak dapat menjalani remanufaktur atau daur ulang secara benar (Lo,
2014). Pada gilirannya, ini merupakan area cost-driving yang substansial dan dapat
menghasilkan keuntungan dan kepuasan pelanggan yang lebih besar, serta
menguntungkan lingkungan (Hsu et al., 2013). Sebagai alternatif, produk yang
dikembalikan mungkin dijual kembali di saluran sekunder dan dengan demikian
menghasilkan penapatan (Aitken & Harrison, 2013).
Berdasarkan kondisi demikian perusahaan harus menetapkan orientasi strategi yang
dijalankan. Pada umumnya orientasi strategis berasal dari ide orientasi pasar, yang
merupakan cara yang populer untuk mengukur kinerja perusahaan. Orientasi strategis

356
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

mengacu pada "Bagaimana sebuah organisasi menggunakan strategi untuk


menyesuaikan dan / atau mengubah aspek lingkungannya agar lebih sesuai (Manu &
Sriram, 1996) dan merupakan komponen penting dari profitabilitas bagi bisnis
manufaktur dan jasa. Orientasi strategis ini memastikan pilihan strategi yang dijalankan
perusahaan (Child, 1972) dan untuk mencapai efektivitas organisasi, perusahaan harus
membuat pilihan strategis yang sesuai yang "mewakili strategi persaingan yang
diterapkan oleh perusahaan untuk menciptakan peningkatan kinerja yang berkelanjutan"
(Morgan & Strong, 1998) yang secara keseluruhan arah dan sasaran perusahaan, yang
berorientasi pada lingkungan bisnis eksternal dan didorong oleh top management (Voss
& Voss, 2000).
Banyak perusahaan mengadopsi kebijakan Green Supply Chain Management
(GSCM) karena tekanan dari masyarakat, pemerintah, persaingan, dan banyak manfaat
yang diperoleh seperti pengurangan biaya inovasi lingkungan (Rao, 2002). Perusahaan
besar tidak hanya mengadopsi GSCM tetapi juga menekan mereka pemasok
(perusahaan kecil) untuk melakukan go green (Zhu et al., 2006). Melihat pentingnya
GSCM itu maka kedepannya dapat memberikan kontribusinya terhadap kinerja
perusahaan.
Keterkaitan atau hubungan antara lingkungan dan kinerja ekonomi adalah positif
dan signifikan (Sarkis & Zhu, 2004), namun dampak langsung GSCM pada kinerja
ekonomi mungkin dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk disadari. Perusahaan
mungkin harus menanggung kerugian ekonomi dalam jangka pendek untuk mencapai
kinerja lingkungan yang baik bagi mereka di jangka panjang, ada kemungkinan praktik
lingkungan karena persaingan tekanan dan faktor lain yang bisa memimpin untuk
mendapatkan kinerja ekonomi yang positif (Zhu & Sarkis 2007).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan antara lain adalah (1) Terdapat
pengaruh green purchasing terhadap reverse logistics (2) Terdapat pengaruh green
manufacturing terhadap reverse logistics (3) Terdapat pengaruh green packaging
terhadap reverse logistics.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan seluruh identifikasi masalah
sebagai dasar dalam melakukan penelitian dan perumusan masalah dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) Apakah terdapat pengaruh green purchasing terhadap
reverse logistics? (2) Apakah terdapat pengaruh green manufacturing terhadap reverse
logistics? (3) Apakah terdapat pengaruh green packaging terhadap reverse logistics?
Selanjutnya penjelasan hipotesis yang menghubungkan antar variabel adalah:
H1 : Terdapat pengaruh green purchasing terhadap reverse logistics.
H2 : Terdapat pengaruh green manufacturing terhadap reverse logistics.
H3 : Terdapat pengaruh green packaging terhadap reverse logistics.

TINJAUAN LITERATUR

Green Purchasing
Peter & Olson (1999:162) mengemukakan bahwa keputusan pembelian merupakan
proses pengintegrasian yang mengkombinasi pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau
lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya. Menurut Swastha (2008),
terdapat tujuh komponen struktur pembelian yaitu keputusan tentang jenis produk,
bentuk, merek, penjualan, jumlah produk, waktu pembelian, dan cara pembayaran.

357
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Menurut Saghiri & Hill (2014), green purchasing merupakan keputusan pembelian
yang didasarkan pada prinsip lingkungan dan menerapkan kriteria lingkungan ke dalam
pemilihan produk atau jasa yang ingin dibeli. Proses pembelian ini dapat mewujudkan
preferensi lingkungan perusahaan di mata konsumen jika memenuhi kriteria pembelian
hijau.
Carter & Ellram (1998), berpendapat bahwa green purchasing juga harus
mencerminkan upaya untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang
bahan. Dengan demikian, keputusan pembelian memiliki pengaruh signifikan terhadap
rantai pasokan yang berkelanjutan melalui pengadaan bahan baku dan komponen (Yang
et al., 2013). Menurut Min & Galle (2001), pembelian hijau merupakan proses
pembelian oleh konsumen dengan memperhatikan dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh perusahaan.

Green Manufacturing
Green manufacturing merupakan suatu gerakan baru dalam dunia industri untuk
meminimalisir sampah atau gas buang yang dihasilkan dari proses produksi atau sering
disebut “zero emission strategy”, yang memiliki konsep dasar “we borrow the earth
from our descendants”. Green manufacturing berkaitan erat dengan sustainable
manufacturing (SM). Sedangkan sustainability dapat diperoleh dengan melakukan
konsep green itu sendiri (Dornfeld, 2014). Menurut Dam & Petkova (2014), green
manufacturing merupakan kosep produksi yang sadar lingkungan, dengan tujuan
meminimalkan dampak negatif lingkungannya sepanjang siklus hidupnya, dan juga
mempromosikan praktik operasi bisnis ekologis yang positif, seperti mendaur ulang dan
menggunakan kembali produk. Menurut Van Hoek (1999), manufaktur hijau
mempertimbangkan dampak lingkungan di seluruh siklus hidup produk, termasuk
penjualan produk bekas, tidak terjual, atau produk kembali di pasar sekunder
Menurut Giovanni (2012), green manufacturing selalu memperhatikan dampak
lingkungan pada setiap tahap siklus hidup produk, dalam upaya meminimalkan dampak
lingkungan dari proses pembuatan, menghasilkan limbah minimum, dan mengurangi
pencemaran lingkungan. Sedangkan menurut Zhu & Sarkis (2007), green
manufacturing membantu perusahaan menurunkan biaya bahan baku mereka,
mendapatkan efisiensi produksi, mengurangi biaya keselamatan kerja dan lingkungan,
dan memperbaiki citra perusahaan mereka. Dengan demikian, green manufacturing
merupakan proses produksi perusahaan yang memperhatikan dampak lingkungan yang
pada akhirnya membantu perusahaan mencapai pertumbuhan laba dan meningkatkan
pangsa pasar mereka.

Green Packaging
Menurut González-Torre et al. (2004), kemasan hijau membahas semua masalah
kemasan, termasuk ukuran, bentuk, dan bahan kemasan hijau memeriksa kemasan saat
ini dapat mengungkapkan kemungkinan perubahan dan potensi pengumpulan kemasan
sisa atau dengan menggunakan kemasan lebih sedikit. Menurut Wu & Dunn (1995),
kemasan hijau yang digunakan perusahaan harus lebih murah, mudah ditangani, dan
ramah lingkungan, karena kemasan ramah lingkungan dapat mengurangi biaya logistik
terbalik.
Meningkatnya masalah lingkungan saat ini telah menarik minat konsumen akan
produk hijau (green product). Perusahaan acap kali mempromosikan produk ramah
lingkungan melalui kemasan eco-label pada produknya untuk menarik konsumen.

358
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Green packaging merupakan kemasan produk yang memperhatikan lingkungan, untuk


meminimalkan dampak negatif pada lingkungan. Kemasan ini berkontribusi secara
langsung terhadap keberhasilan produk dalam rantai pasokan, melalui distribusi produk
yang efisien, serta dampak lingkungan yang lebih rendah akibat pemborosan.
Peningkatan perhatian terhadap perubahan iklim global telah membuat kemasan
hijau menjadi fokus utama, mengurangi limbah dan memperbaiki kualitas udara, karena
karakteristik kemasan yang berbeda (misalnya ukuran, bentuk, bahan) memiliki dampak
yang berbeda. Hsu et al. (2013) menunjukkan bahwa kemasan hijau mencakup
pertimbangan biaya (bahan dan pengiriman), kinerja (perlindungan produk yang
memadai), kenyamanan (mudah digunakan), kepatuhan (dengan persyaratan hukum),
dan dampak lingkungan.

Reverse logistics
Dowlatshahi (2000) mendefinisikan logistik terbalik sebagai kegiatan dimana
produsen mengambil produk dan komponen untuk mendaur ulang, membangun
kembali, atau membuangnya dengan benar. Menurut Carter & Ellram (1998), logistik
terbalik juga mungkin mengacu pada proses pengembalian atau pengambilan kembali
aktual, setelah konsumen menggunakan produk atau kemasannya, untuk menggunakan
kembali, mendaur ulang, atau mengumpulkan kembali materi, atau menyediakan isi
ulang yang aman.
Lehtinen & Ahola (2010), menggunakan logistik terbalik sebagai ukuran kinerja
rantai pasokan menunjukkan bagaimana perusahaan dapat memperoleh keunggulan
kompetitif dengan mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan mereka. Menurut
Ninlawan & Toke (2010), logistik terbalik merupakan proses mengambil produk dari
konsumen akhir untuk tujuan meningkatkan nilai dan pembuangan yang tepat.
Kegiatan-kegiatan dalam logistik balik antara lain pengumpulan, gabungan inspeksi/
pemilihan/ penyortiran, pemulihan, redistribusi dan pembuangan. Menurut De Brito dan
Dekker (2004), logistik terbalik adalah proses tertanam terus-menerus, bukan hanya
kejadian satu kali, sehingga memerlukan proses built-in.

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh De Brito & Dekker (2004), menyatakan terdapat
pengaruh positif antara green purchasing, green manufacturing, dan green packaging
terhadap reverse logistics. Hasil penelitian tersebut juga menambahkan konsep
keberlanjutan untuk reverse logistics yang mengarah pada kerangka komprehensif
untuk mengintegrasikan pembelian hijau, manufaktur hijau, dan kemasan hijau.
Menurut hasil penelitian Rogers & Tibben-Lembke (2001), reverse logistics
memiliki kaitan positif dengan keputusan perusahaan dalam green purchasing, green
manufacturing, dan green packaging. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa
perusahaan yang mengembangkan jaringan reverse logistics yang ramah lingkungan
dapat meminimalkan biaya pengembalian, fokus pada perancangan kemasan dan palet
yang dapat didaur ulang, mengurangi pengiriman yang tidak perlu, dan memanfaatkan
bahan hijau untuk disain produk. Hasil penelitian dari Murphy & Poist (2000),
menyatakan terdapat pengaruh positif antara green purchasing, green manufacturing,
dan green packaging terhadap reverse logistics.
Dengan mempengaruhi banyak komponen proses manufaktur, logistik terbalik
memperluas tanggung jawab rantai pasokan. Menurut hasil penelitian Meade & Sarkis
(2002), reverse logistics menuntut pemeriksaan product life-cycle secara menyeluruh

359
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

untuk menentukan jumlah energi atau limbah yang dikonsumsi dan dihasilkan oleh
setiap produk di setiap tahap. Keberhasilan penerapan reverse logistics memerlukan
tinjauan menyeluruh terhadap proses operasional di setiap tingkat perusahaan dimulai
dari pengadaan bahan baku hingga kemasan.
Menurut penelitian Aitken & Harrison (2013), logistik terbalik secara inheren
ramah lingkungan dan hijau, karena memperbaiki, memperbaiki, atau mendaur ulang
produk alih-alih melemparkannya ke tempat pembuangan sampah melindungi
lingkungan. Menurut Chavez et al. (2013), semua langkah yang dapat mengurangi
biaya, meningkatkan keuntungan, mengurangi dampak negatif pada lingkungan,
meminimalkan kewajiban, dan meningkatkan hubungan pelanggan.

METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan penyalur produk yang terkategori
ramah lingkungan dengan yang menjadi sampling frame adalah karyawan bagian
operasional dari beberapa perusahaan penyalur produk ramah lingkungan.
Responden dalam penelitian ini lebih banyak para pekerja yang telah bekerja lebih
dari 5 tahun, yaitu sebanyak 85 persen, sementara sisanya sebanyak 15 persen adalah
pekerja yang telah bekerja selama 2-5 tahun. Dalam bagian operasional ini tidak
didapati karyawan yang memiliki masa bekerja di bawah 2 tahun.
Obyek penelitian pada penelitian ini adalah green purchasing, green
manufacturing, green packaging dan reverse logistics. Data dari seluruh obyek
penelitian tersebut diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada sampel/responden.
Data yang telah diperoleh dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas,
uji multikoliniearitas dan uji heteroskedasitistas. Berikutnya terhadap data dilakukan
pembentukan dan pengujian model regresi ganda, baik uji parsial dengan uji-t maupun
uji model secara keseluruhan dengan menggunakan uji Anova.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil pengujian asumsi klasik menunjukan bahwa data telah memenuhi pengujian
asumsi klasik, yaitu normalitas, tidak terdapat multikolinearitas karena memiliki VIF di
bawah 5 dan model regresi memiliki kesamaan varians sesuai dengan hasil paparan
diagram scatter plot yang menyebar.
Setelah semua uji asumsi klasik terpenuhi, langkah berikutnya adalah melakukan
pengujian hipotesis terhadap model regresi ganda. Tujuan analisis ini adalah untuk
mengetahui bagaimanakah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah green purchasing, green
manufacturing, dan green packaging. Sedangkan variabel dependen adalah reverse
logistics.

360
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Tabel 1. Analisis Regresi Ganda Faktor Pendukung Reverse Logistics


Model Unstandardized Standardize t Sig. 95.0%
Coefficients d Confidence
Coefficients Interval for B
B Std. Beta Lower Upper
Error Bound Bound
(Constant) .304 .470 .648 .519 -.628 1.236
Green Purchasing .415 .157 .279 2.650 .009 .104 .726
1 Green -.271 .148 -.217 -1.834 .070 -.564 .022
Manufacturing
Green Packaging .699 .135 .532 5.163 .000 .430 .967

Dari tabel, dapat dirumuskan model regresi ganda adalah sebagai berikut:
RL = 0,304 + 0,415GP – 0,271GM + 0,699GPa, dimana RL adalah reverse
logistics GP adalah green purchasing, GM adalah green manufacturing dan GPa adalah
green packaging.
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa nilai koefisien regresi (b) yang terbesar
adalah nilai b untuk green packaging diikuti oleh green purchasing.

Tabel 2. Uji-Anova Faktor Pendukung Reverse Logistics


ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 18.489 3 6.163 14.685 .000b
1 Residual 39.869 95 .420
Total 58.358 98
a. Dependent Variable: Reverse Logistics
b. Predictors: (Constant), Green Packaging, Green Purchasing, Green Manufacturing

Tabel menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari alfa yang
digunakan yaitu 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak dan dapat
disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat satu variabel independen yang
mempengaruhi variabel reverse logistics.
Dengan demikian, selanjutnya uji t (uji secara parsial) dilakukan untuk mengetahui
variabel independen mana saja yang mempengaruhi variabel dependen yaitu reverse
logistics.
Hasil uji t (uji secara parsial) terhadap koefisien regresi dapat dilihat pada tabel di
atas dapat disimpulkan sebagai berikut,
H1: Terdapat pengaruh green purchasing terhadap reverse logistics.
Tabel menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,009 (lebih kecil dari 0,05). Hal
tersebut berarti Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
pengaruh green purchasing terhadap reverse logistics. Jadi dapat disimpulkan H1
(hipotesis pertama) tidak ditolak.
H2: Terdapat pengaruh green manufacturing terhadap reverse logistics.
Tabel menunjukkan bahwa variabel ketergantungan dalam kelompok mempunyai
tingkat signifikansi sebesar 0,070. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat pengaruh green
manufacturing terhadap reverse logistics, karena tingkat signifikansi variabel ini adalah
sebesar 0,070 yang lebih besar daripada alfa yang digunakan yaitu sebesar 0,05,
sehingga dapat disimpulkan H2 (hipotesis kedua) ditolak.

361
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

H3: Terdapat pengaruh green packaging terhadap reverse logistics.


Tabel menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan memiliki tingkat
signifikansi 0,000 yang lebih kecil daripada alfa yang digunakan sebesar 0,05, sehingga
dapat disimpulkan H3 (hipotesis ketiga) tidak ditolak.
Dari hasil analisis data yang dilakukan di atas, dapat diketahui bahwa ketiga
variabel independen green purchasing, green manufacturing dan green packaging
secara simultan berpengaruh terhadap reverse logistics. Sehingga, dapat ditarik
kesimpulan bahwa minimal terdapat satu variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Dari hasil pengujian secara parsial, dapat disimpulkan bahwa variabel green
purchasing dan green packaging mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif
terhadap variabel reverse logistics. Dengan pengaruh terbesar ada pada variabel green
packaging kemudian diikuti dengan variabel green purchasing. Hal ini diprediksi
karena kedua variabel tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap reverse logistics,
dimana seluruh kegiatan pembelian atas produk ramah lingkungan maupun proses
pengemasan atas produk tersebut langsung memakai produk-produk ramah lingkungan,
terkait dengan reverse logistics secara langsung, hal ini selaras dengan pendapat dari De
Brito & Dekker (2004), menyatakan terdapat pengaruh positif antara green purchasing
dan green packaging terhadap reverse logistics. Hasil penelitian tersebut juga
menambahkan konsep keberlanjutan untuk reverse logistics yang mengarah pada
kerangka komprehensif untuk mengintegrasikan pembelian hijau, manufaktur hijau, dan
kemasan hijau. Menurut hasil penelitian Rogers & Tibben-Lembke (2001), reverse
logistics memiliki kaitan positif dengan keputusan perusahaan dalam green purchasing
dan green packaging.
Lebih lanjut, variabel green manufacturing dalam penelitian ini menunjukkan hasil
yang tidak signifikan berkaitan dengan pengaruhnya terhadap reverse logistics.
Diperkirakan hal ini karena banyak komponen proses manufaktur, logistik terbalik
memperluas tanggung jawab rantai pasokan. Menurut hasil penelitian Meade & Sarkis
(2002), reverse logistics menuntut pemeriksaan product life-cycle secara menyeluruh
untuk menentukan jumlah energi atau limbah yang dikonsumsi dan dihasilkan oleh
setiap produk di setiap tahap. Keberhasilan penerapan reverse logistics memerlukan
tinjauan menyeluruh terhadap proses operasional di setiap tingkat perusahaan dimulai
dari pengadaan bahan baku hingga kemasan.
Menurut penelitian Aitken & Harrison (2013), logistik terbalik secara inheren
ramah lingkungan dan hijau, karena memperbaiki, memperbaiki, atau mendaur ulang
produk alih-alih melemparkannya ke tempat pembuangan sampah melindungi
lingkungan. Menurut Chavez et al. (2013), semua langkah yang dapat mengurangi
biaya, meningkatkan keuntungan, mengurangi dampak negatif pada lingkungan,
meminimalkan kewajiban, dan meningkatkan hubungan pelanggan.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI


Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang diperoleh maka dapat ditarik
kesimpulan (1) Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara green purchasing
terhadap reverse logistics. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara green
manufacturing terhadap reverse logistics. (3) Terdapat pengaruh yang signifikan dan
positif antara green packaging terhadap reverse logistics.

362
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

DAFTAR PUSTAKA
Aitken, J., & Harrison, A. (2013). Supply governance structures for reverse logistics
systems. International Journal of Operations & Production Management, 33(6),
745-764.
Blome, C., Paulraj, A., & Schuetz, K. (2014). Supply chain collaboration and
sustainability: a profile deviation analysis. International Journal of Operations &
Production Management, 34(5), 639-663.
Carter, C. R., & Ellram, L. M. (1998). Reverse logistics: a review of the literature and
framework for future investigation. Journal of Business Logistics, 19(1), 85-102.
Carter, C. R., Kale, R., & Grimm, C. (2000). Environmental purchasing and firm
performance: an empirical investigation. Transportation Research Part E: The
Logistics and Transportation Review, 36(3), 219-228.
Chavez, R., Gimenez, C., Fynes, B., Wiengarten, F., & Yu, W. (2013). Internal lean
practices and operational performance. International Journal of Operations &
Production Management, 33(5), 562-588.
Child, J. (1972). Organizational structure, environment, and performance: the role of
strategic choice. Sociology, 6(1), 1-22.
Child, J., & Tsai, T. (2005). The dynamic between firms’ environmental strategies and
institutional constraints in emerging economies: evidence from China and Taiwan.
Journal of Management Studies, 42(1), 95-125.
Dam, L., & Petkova, B. N. (2014). The impact of environmental supply chain
sustainability programs on shareholder wealth. International Journal of Operations
& Production Management, 34(5), 586-609.
De Brito, M.P., & Dekker, R. (2004), A Framework for Reverse Logistics, Springer,
Berlin and Heidelberg.
Dornfeld, D. A. (2014). Moving Towards Green and Sustainable Manufacturing.
International Journal of Precision Engineering and Manufacturing-Green
Technology, 1(1), 63–66.
Dowlatshahi, S. (2000). Developing a theory of reverse logistics. Interfaces, 30(3), 143-
155.
Fabbe-Costes, N., Roussat, C., Taylor, M., & Taylor, A. (2014). Sustainable supply
chains: a framework for environmental scanning practices. International Journal of
Operations & Production Management, 34(5), 664-694.
Giovanni, P. D. (2012). Do internal and external environmental management contribute
to the triple bottom line?. International Journal of Operations & Production
Management, 32(3), 265-290.
González-Torre, P.L., Adenso-Dıaz, B., & Artiba, H. (2004). Environmental and
reverse logistics policies in European bottling and packaging firms. International
Journal of Production Economics, 88(1), 95-104.
Hendrawan, R., & Samsul, M. (2017). Kepedulian Perusahaan Terhadap Lingkungan,
Jurnal Sosioteknologi, 12(6), 276-281.
Hsu, C. C., Tan, K. C., & Mohamad Zailani, S. H. (2016). Strategic orientations,
sustainable supply chain initiatives, and reverse logistics: Empirical evidence from
an emerging market. International Journal of Operations & Production
Management, 36(1), 86-110.
Hsu, C. C., Tan, K. C., Suhaiza, H. M. Z., & Jayaraman, V. (2013). Supply chain
drivers that foster the development of green initiatives in an emerging economy.
International Journal of Operations & Production Management, 33(6), 656-688.

363
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Jayaraman, V., & Luo, Y. (2007). Creating competitive advantages through new value
creation: a reverse logistics perspective. Academy of Management Perspectives,
21(2), 56-73.
Kapetanopoulou, P., & Tagaras, G. (2011). Drivers and obstacles of product recovery
activities in the Greek industry. International Journal of Operations & Production
Management, 31(2), 148-166.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Lehtinen, J., & Ahola, T. (2010). Is performance measurement suitable for an extended
enterprise?. International Journal of Operations & Production Management, 30(2),
181-204.
Lo, S. M. (2014). Effects of supply chain position on the motivation and practices of
firms going green. International Journal of Operations & Production Management,
34(1), 93-114.
Mansaray, A., & Abijoye, J. O. (1998). Environmental knowledge, attitudes and
behavior in Dutch secondary school. Journal of environmental education, 30(2), 4-
11.
Manu, F. A., & Sriram, V. (1996). Innovation, marketing strategy, environment and
performance. Journal of Business Research, 35(1), 79-91.
Meade, L., & Sarkis, J. (2002). A conceptual model for selecting and evaluating third-
party reverse logistics providers. Supply Chain Management: An International
Journal, 7(5), 283-295.
Min, H. & Galle, W. P. (2001). Green purchasing practices of US firms. International
Journal of Operations & Production Management, 21(9), 1222-1238.
Morgan, R. E., & Strong, C. A. (1998). Market orientation and dimensions of strategic
orientation. European Journal of Marketing, 32(11/12), 1051-1073.
Murphy, P. R., & Poist, R. F. (2000). Green logistics strategies: an analysis of usage
patterns. Transportation Journal, 40(2), 5-16.
Ninlawan & Toke. (2010). Critical Research and practices. International conference on
Industrial Engineering and operations management, Dhaka, Bangladesh, January 9-
10.
O’Rourke, D. (2005). Market movements: nongovernmental organization strategies to
influence global production and consumption. Journal of Industrial Ecology,
9(1/2), 115-128.
Peter, Paul. J., & Olson, C. J. (1999). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran.
Diterjemahkan oleh Damos Sihombing (Edisi ke-4. Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Priyatno, D. (2010). Teknik mudah dan cepat melakukan analisis data penelitian
dengan SPSS dan tanya jawab ujian pendadaran. Yogyakarta: Gaya Media.
Rao, P. (2002). Greening the supply chain: a new initiative in South East Asia.
International Journal of Operations & Production Management, 22(6), 632-655.
Rogers, D. S., & Tibben-Lembke, R. (2001). An examination of reverse logistics
practices. Journal of Business Logistics, 22(2), 129-148.
Saghiri, S., & Hill, A. (2014). Supplier relationship impacts on postponement strategies.
International Journal of Production Research, 52(7), 2134-2153.
Sarkis, J., Zhu Q., & Lai K. H. (2011). An organizational theoretic review of green
supply chain management literature. International Journal of Production
Economics, 130(1), 1.
Schmidheiny, S. (1992), Changing Course: A Global Business Perspective on
Development and the Environment. MIT Press, Cambridge.

364
Conference on Management and Behavioral Studies
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018
ISSN NO: 2541-3406
e-ISSN NO: 2541-285X

Sentosa, I. & Nik Mat, N. K. (2012). Examining theory of planned behavior (TPB) and
technology acceptance model (TAM) in internet purchasing using structural
equation modeling. Journal of Arts, Science & Commerce.
Suharjo, B. (2008). Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu
Swastha, B. (2008). Manajemen Pemasaran Modern (Edisi ke-2). Jakarta: Liberty.
Van Hoek, R. I. (1999). From reversed logistics to green supply chains. Supply Chain
Management: An International Journal, 4(3), 129-135.
Voss, G. B., & Voss, Z. G. (2000), Strategic orientation and firm performance in an
artistic environment. Journal of Marketing, 64(1), 67-83.
Walton, S. V., Handfield, R. B., & Melnyk, S. A. (1998). The green supply chain:
integrating suppliers into environmental management processes. International
Journal of Purchasing and Materials Management, 34(1), 2-11.
Wu, H. J., & Dunn, S. C. (1995). Environmentally responsible logistics systems.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management. 25(2), 20-
38.
Yang, C. L., Lin, R. J., Krumwiede, D., Stickel, E., & Sheu, C. (2013). Efficacy of
purchasing activities and strategic involvement: an international comparison.
International Journal of Operations & Production Management, 33(1), 49-68.
Yu, K., Cadeaux, J., & Song, H. (2012). Alternative forms of fit in distribution
flexibility strategies. International Journal of Operations & Production
Management, 32(10), 1199-1227.
Zailani, S.H.M., Eltayeb, T.K., Hsu, C.C., & Tan, K.C. (2012). The impact of external
institutional drivers and internal strategy on environmental performance.
International Journal of Operations & Production Management, 32(6), 721-745.
Zhu, Q., & Sarkis, J. (2007). The moderating effects of institutional pressures on
emergent greensupply chain practices and performance. International Journal of
Production Research, 45(18), 4333-435.
Zhu, Q., & Sarkis, J., & Lai, K. H. (2007). Initiatives and outcomes of green supply
chain management implementation by Chinese manufacturers. Journal of
Environmental Management, 85(2), 179-189.
_____________________________. (2012). Examining the effects of green supply
chain management practices and their mediations on performance improvements.
International Journal of Production Research, 50(5), 1377-1394.
_____________________________. (2007). Green supply chain management:
pressures, practices and performance within the Chinese automobile
industry. Journal of cleaner production, 15(11-12), 1041-1052.
Zikmund, W. G., Babin, B. J., Carr, J. C., & Griffin, M. (2013). Business Research
Methods (9th ed.). Canada: Cengage Learning.

365

Anda mungkin juga menyukai